The Best Fighter
.
Disclaimer : Naruto [Masashi Kishimoto]
Inspired from WEBTOON : Trickster by Mashiro/Kairn
Warning :OOC! Typo[s]! AU! Miss typo(s)! GaJe!
Genre :Drama, Friendship, Family, SchoolLife.
Main Cast : Naruto U., Sasuke U., Sakura H., Akatsuki.
.
.
"Dan hasil akhir dari sidang hak asuh Namikaze Naruto jatuh ke tangan Namikaze! Sidang dinyatakan berakhir!" ujar Hakim Agung sembari mengetukkan palunya, pertanda jika sidang telah berakhir.
Minato dan Kushina cukup puas akan keputusan hakim. Mereka akhirnya merasa lega karena tidak akan berpisah lagi dengan putra bungsunya itu.
Sementara Naruto hanya mampu menghela nafas lelah. Akhirnya sidang panjang ini berakhir. Meskipun begitu, entah kenapa ia merasa sungkan dan tak enak pada Keluarga Fugaku.
Mikoto langsung berdiri dari posisi duduknya. Ia membantah keputusan hakim tadi. Bagaimana pun juga, Keluarga Namikaze sudah terbukti bersalah. Tapi kenapa hakim justru memberikan hak asuh Naruto ke tangan mereka?
Dengan tenang Hakim tersebut menjawab, "Bagaimana pun juga Naruto-san adalah putra kandung dari Namikaze-san. Akan lebih baik jika orang tua dan anak kandungnya disatukan untuk membentuk sebuah hubungan yang harmonis."
"Hubungan harmonis macam apa?! Orang tua mana yang tega membuang putranya sendiri ketika baru berusia 4 tahun? Mereka bukan orang tua yang baik, sepatutnya hak asuh Naruto diberikan pada Uchiha!" balas Mikoto sengit.
Fugaku berusaha menenangkan amarah sang istri. Ia sendiri sebenarnya juga tak terima akan keputusan hakim, namun ia mampu menahan emosinya.
"Jika sampai saat ini keluarga Uchiha Kagami masih hidup, maka otomatis hak asuh Naruto-san jatuh ke tangan Uchiha. Namun kali ini beda kasusnya, keluarga Uchiha Kagami telah tewas tak tersisa. Oleh karena itu, hak asuh Naruto-san jatuh ke tangan Namikaze karena kalian tak memiliki hubungan apapun dengan Naruto-san! Jangan membantah lagi, ini adalah keputusan hukum. Sidang ini dinyatakan telah berakhir!"
Hakim beserta para jaksa akhirnya pergi meninggalkan ruang persidangan ini.
.
.
.
Naruto menghempaskan tubuhnya ke kasur. Ia menghelakan nafasnya berulang kali untuk mengurangi rasa pening di kepalanya.
Pemuda ini tengah melakukan proyek shooting pembuatan drama selama 1 bulan kedepan. Karena tengah break, ia pun memutuskan untuk istirahat di sebuah kamar yang sedang tak digunakan.
Kepala Naruto akhir-akhir ini terasa ingin meledak. Bagaimana tidak, ini sudah mendekati ujian tengah semester tapi dirinya masih disibukkan dengan jadwal shooting seperti ini.
Ini semua bermula karena ia dulu pernah memenangkan kejuaraan nasional olimpiade sains yang membuat namanya melambung. Banyak perusahaan yang menjadikannya sebagai brand ambassador. Inilah yang melatarbelakangi dirinya menjadi artis.
Ketika ia kembali ke keluarga Namikaze, Jiraiya yang notabenenya adalah seorang pemilik rumah produksi menawarkan kesempatan menjadi artis pada cucunya ini.
"Kau seharusnya jangan menyia-nyiakan kesempatan ini, Naruto. Jika dirimu menjadi artis maka ayah dan ibumu akan sangat menyayangimu. Mereka tak akan membuangmu atau memperlakukanmu seperti dulu. Percayalah padaku."
"Apa itu benar?"
"Kenapa aku berbohong? Kau adalah anak yang terkenal, dengan menjadi artis maka Minato dan Kushina akan bangga denganmu. Jika kau menolak tawaran ini, kau pasti tau apa yang terjadi bukan? Mereka pasti kecewa padamu."
"... baiklah, kalau begitu. Aku melakukannya demi Tou-san dan Kaa-san."
Naruto menggelengkan kepalanya guna mengusir sekelebat ingatannya tadi. Sejujurnya ia tak pernah ingin menjadi artis, tapi apa boleh buat. Rasanya begitu susah untuk keluar dari dunia hiburan karena ia sudah terlanjur memasukinya terlalu dalam.
Selain itu, akhir-akhir ini ia dihantui rasa bersalah dan tak enak pada Keluarga Uchiha Fugaku. Hal ini dikarenakan keputusan hakim yang menyatakan hak asuhnya jatuh ke tangan Namikaze.
"Ck, kenapa kedua keluarga itu harus membuat permasalahan serumit ini?! Apa mereka tak tahu jika otakku sekarang terasa mendidih?" gerutu Naruto kesal.
Ujian tengah semester, jadwal shooting-nya yang padat, hubungan Uchiha-Namikaze yang tak harmonis , terlebih organisasi Netra yang akhir-akhir ini mengusik kehidupan tentram seorang Namikaze Naruto.
Komplit sudah permasalahan yang dihadapi oleh pemuda pirang ini. Naruto mengacak rambutnya frustrasi. "Arghh! Aku bisa gilaa!"
Drrrttttt...
Safir Naruto melirik malas ke arah handphone di sampingnya yang tiba-tiba bergetar. Wajahnya semakin malas ketika membaca nama Uchiha Sasuke yang kini tengah meneleponnya.
Pasti Netra lagi Netra lagi.
"Ada apa hah?! Kau tak tahu jika sekarang aku ingin memakan seseorang?!" ujar Naruto marah.
"Ck, makan saja tembok! Kenapa kau justru marah padaku hah?"
"Gezz, jangan membuatku tambah marah, Sasuke! Cepat katakan apa maumu!"
"Cih, aku disuruh Garaa untuk meneleponmu. Kita disuruh berkumpul sekarang juga di Neko Cafe untuk membahas Netra."
Alis Naruto menukik tajam. "Apa kau gila? Pertemuan di jam 10 malam?! Jangan bercanda! Aku tak akan datang!"
"Kau yang gila! Netra sudah 10 kali mengadakan pertemuan dan kau tak pernah datang barang sekali saja. Garaa sangat mengharapkan kedatanganmu di pertemuan kali ini. Kenapa kau tidak bisa mengerti?"
Wajah Naruto semakin kesal. "Kau ini keras kepala sekali! Kalau kubilang tidak ya ti-"
"-jika kau tidak datang, Gaara akan melaporkan hal ini pada Kepala Sekolah dan ia akan mengadukan ini pada ayahmu. Jadi kau tinggal pilih saja, datang atau bersiap menghadapi ayahmu. Jaa!"
Naruto mengacak rambutnya frustrasi. Ia melemparkan handphone-nya begitu saja. "Dasar! Mereka menggunakan Tou-san sebagai ancaman. Ck, bagaimana ini?!"
.
.
.
Meskipun jarum jam di menara taman kota Konoha telah menunjukkan pukul 10 malam, namun cafe dengan interior kucing ini masih dipadati pengunjung. Di meja samping jendela, terdapat lima orang remaja yang tergabung dalam grup rahasia bernama Netra.
"Apa kau yakin dengan cara itu Naruto mau datang ke sini?" tanya Sakura.
Sasuke tersenyum penuh akan kemenangan. "Aku kenal siapa bocah itu. Dia tipe anak yang takut pada orang tuanya, kita tunggu saja. Dia pasti akan segera tiba."
Garaa mengernyitkan alisnya. "Jadi kau dekat dengannya ya?"
Sasuke menggeleng pelan. "Bisa dibilang ya dan bisa tidak. Kami dekat ketika kecil, mungkin sekarang dia lupa denganku. Aku saja baru ingat siapa dia kemarin hari."
Sasuke berpikir bahwa Naruto tak mungkin mengingat dirinya yang merupakan sahabatnya dulu. Ia sendiri bahkan melupakan fakta bahwa Naruto dulu adalah sepupunya.
Ya, Sasuke memang sengaja melupakan semua hal yang berkaitan dengan Naruto. Ini semua karena perubahan sikap Naruto yang ramah menjadi dingin setelah anak itu memenangkan kejuaraan sains nasional dan Sasuke benci Naruto yang seperti itu.
"Hmm, teman kecil rupanya," simpul Garaa.
"Kalian membicarakanku?"
Suara asing itu menarik perhatian dari kelima remaja tersebut. Mereka mendapati seorang pemuda bermasker yang memakai topi, jaket, serta kacamata hitam. Hal ini membuat kelima remaja tersebut heran.
"Maaf, Anda siapa ya? Kami bahkan tidak mengenal Anda," tanya Gaara sopan.
Orang itu terlihat kesal, ia dengan seenaknya duduk di kursi kosong yang merupakan tempat duduk Naruto. "Kalian yang memanggilku ke sini, tapi kalian malah tak mengenaliku? Apa-apaan ini?" gerutunya.
"EH?! NARUTOO?!" teriak mereka bersamaan. Mereka tentu saja heran, kenapa Naruto berpakaian seperti ini? Pakaiannya terlalu misterius.
Melihat keheranan itu, Naruto dengan malas menjawab, "Aku seorang artis, jika tidak seperti ini pasti aku akan dikejar-kejar oleh banyak orang. Mengertilah."
"Dia beneran datang ke sini?" gumam Shion yang masih dapat didengar Naruto.
Naruto memutar bola matanya malas. "Ck, cepatlah. Apa mau kalian? Kenapa aku juga turut dilibatkan?"
Gaara memang sengaja memanggil Naruto ke sini untuk memenuhi laporan misi Netra yang harus mereka serahkan pada Sarutobi Hiruzen besok. Bagaimana pun juga, Naruto adalah korban sekaligus saksi dalam kejadian itu selain Sakura. Jadi, Gaara juga harus meminta informasi lebih lanjut darinya.
"Saat itu aku hanya khawatir saja pada Sakura, lalu aku kembali ke halaman belakang untuk menemuinya. Dan tiba-tiba saja bom itu meledak," jelas Naruto.
Sakura menyangkal hal tersebut. "Tidak, aku masih ingat tentang alat hitam itu... apa itu sebenarnya?"
"Naruto, kumohon berikan kami penjelasan yang sungguh-sungguh agar kasus ini bisa menemui titik terang. Aku tahu jika kau mengetahui suatu hal dibalik peristiwa itu. Ceritakanlah pada kami!" timpal Shikamaru.
Naruto terdiam untuk beberapa saat. Ia masih ragu untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya.
Namun melihat wajah memohon dari kelima remaja di depannya ini membuat ia tak bisa berkutik. Apa boleh buat, ia harus menceritakannya. Toh, tak ada gunanya juga ia menyimpan rahasia dibalik peristiwa pengeboman itu.
"Dugaan kalian selama ini memang benar, Akatsuki dalang di balik semua kejadian ini," tutur Naruto.
"Maksudmu?" tanya Sasuke.
Naruto menarik nafasnya dalam-dalam. Sepertinya ia akan bercerita banyak hal di sini. Pemuda pirang ini menceritakan semuanya, mulai dari surat ancaman yang ia temukan sampai alat hitam yang serupa dengan walkie-talkie tersebut. Semua ia ceritakan, tak ada yang terlewat.
"... dan akhirnya bom itu pun meledak. Setelah itu kalian tahu apa yang terjadi 'kan? Hanya itu saja yang bisa kuceritakan. Sudah ya? Aku pulang dulu," ujar Naruto sembari berdiri dari kursinya.
Namun, Gaara dengan sigap mencekal tangan juniornya ini. "Tunggu, kasus ini belum terpecahkan. Duduk lagi!" Naruto tampak menahan amarahnya yang memuncak. Dengan kesal, ia duduk kembali di kursinya.
"Kasus ini rasanya sudah masuk akal. Bom itu meledak karena remote control-nya tak sengaja ditekan oleh Naruto dan pelakunya pasti Akastsuki karena sebelumnya mereka telah melayangkan surat ancaman ke KHS," jelas Shikamaru.
Shion menoleh ke arah pemuda berklan Nara ini. "Akatsuki itu sebenarnya kelompok apa? Apa tujuan mereka mengebom sekolah?"
"Kalau menurut persepsiku, sepertinya mereka adalah kelompok radikal yang ingin mengutarakan pendapatnya melalui aksi teror. Mereka tidak puas atas kinerja pemerintah sehingga melakukan hal ini," ujar Sakura.
"Penjelasanmu masuk akal, Sakura," tanggap Sasuke.
"Oh iya, aku ingin menyampaikan informasi yang kuperoleh dari ayahku. Baru-baru ini, ayahku dan beberapa aparat lain juga pernah diteror oleh Akatsuki. Mereka mengancam akan meledakkan bom di Konoha dan bom yang mereka maksud itu adalah bom yang kemarin meledak di KHS," lanjut Sasuke.
"Mereka mengancam petinggi? Akatsuki bukan kelompok sembarangan," komentar Shikamaru.
Naruto diam memperhatikan percakapan lima remaja di depannya. Ia tak ada niat untuk ikut dalam pembicaraan ini.
"Aku juga sudah melihat informasi Akatsuki di internet. Sebuah situs web mengatakan jika Akatsuki adalah sekolompok hacker dengan lambang awan merah yang telah berhasil membobol ratusan sistem resmi negara," jelas Gaara.
Mereka semua melebarkan matanya tak percaya. "Ratusan sistem? Apa kau bercanda Gaara?!" tanya Shikamaru.
"Tidak, untuk apa aku bercan-"
Pett...
Listrik di cafe ini tiba-tiba padam. Lampu jalanan pun turut padam. Tiba-tiba, seluruh penjuru Konoha dilanda pemadaman listrik. Entah kenapa, suasana malam ini tiba-tiba berubah menjadi mencekam.
"Ck, kenapa tiba-tiba listrik mati seperti ini? Sebelumnya Konoha tak pernah mati listrik seperti ini," komentar Sasuke.
"Tenanglah, sebentar lagi pasti akan menyala," ujar Sakura.
Cahaya dari monitor TV tiba-tiba menyala, hal ini membuat seluruh atensi pengunjung cafe terpusat di benda elektronik tersebut.
Bukan hanya di Neko Cafe, TV di seluruh Konoha tiba-tiba menyala meskipun listrik masih dalam kondisi padam. TV besar di taman kota juga ikut menyala, hal ini membuat warga keheranan.
'Sebenarnya apa yang terjadi?' pikir Naruto.
"Halo, masyarakat Konoha!"
Layar kaca itu menampakkan sosok pria bersurai hitam yang mengenakan kacamata dan masker sehingga wajahnya tak tampak. Di sampingnya juga ada perempuan bersurai hijau yang berpenampilan sama. Tak lupa, jubah bermotif awan merah yang mereka kenakan.
'Ini?! A-akatsuki? Apa mau mereka?!' batin Naruto. Pemuda ini mulai dibanjiri oleh keringat dingin.
"Kalian pasti bertanya-tanya kenapa tiba-tiba terjadi pemadaman listrik bukan? Ini semua adalah hasil karya Mr. Kuro!" ujar wanita bersurai hijau dengan ceria.
Sosok pria bernama Kuro itu buka suara. "Ya, itu benar. Aku dan Mrs. Midori memang sengaja melakukan ini semua. Kalian tahu kenapa? Kami hanya ingin menunjukkan jika para petinggi tua (pemerintah) itu telah sering melakukan kelalaian. Kita tak bisa lagi dipimpin oleh pemimpin seperti mereka!"
Kondisi di cafe hening, tak ada yang membuka suara sejak tadi. Semua pengunjung bercucuran keringat dingin.
Sakura tiba-tiba berdiri dari posisi duduknya. "Semuanya harap tenang, Akatsuki hanya memancing amarah kita dengan menjelek-jelekkan nama pemerintah Konoha!"
"Hohoho? Apa kalian masih ragu dengan perkataanku? Coba kalian lihat ini!"
Layar berganti dengan video klise foto-foto para anggota dewan yang tengah melakukan aksi penyuapan, berjudi, mabuk-mabukan, dan masih banyak lagi tindakan kriminalitas lainnya.
Bukan cuma anggota dewan saja, Walikota Konoha, Senju Hashirama tertangkap kamera sedang memakai narkoba secara ilegal.
Kepala Dinas Pendidikan, Hatake Kakashi tertangkap kamera tengah membaca novel dewasa di tengah rapat dewan.
Di foto selanjutnya ada Panglima Militer Konoha, Namikaze Minato yang tengah membanting vas di depan putra bungsunya yang menyebabkan anak tersebut ketakutan luar biasa.
'B-bagaimana bisa? Bagaimana bisa Akatsuki memoto kejadian waktu itu?!' batin Naruto.
Dan masih ada puluhan foto lain yang ditayangkan dalam video tersebut. Mulai dari Kepala Dinas Kesehatan yang tertangkap kamera sedang menjual organ manusia secara ilegal hingga anggota Kepolisian Konoha yang melakukan hubungan dengan wanita di bar.
Kini layar televisi itu berganti dengan sosok Mr. Kuro dan Mrs. Midori yang tengah duduk di kursi singgasana layaknya raja dan ratu.
"Jadi...," ujar Mrs. Midori.
"... apa kalian masih tak mempercayai ucapan kami, setelah melihat tayangan itu?" lanjut Mr. Kuro.
Satu per satu penduduk Konoha mulai meragukan pemerintah. Beberapa warga yang berada di rumah tak percaya akan hal tersebut. Mereka tak menyangka jika petinggi yang mereka hormati selama ini memiliki perangai yang buruk seperti itu. Mereka tentu saja tak terima akan semua ini.
Warga yang berkumpul di taman kota pun setuju dan meminta agar pemerintah Konoha dirombak. Mereka tak terima atas kelakuan seronoh para aparat itu. Akatsuki benar, para aparat itu harus turun dari jabatannya sekarang juga.
Polisi pun maju untuk bertindak setelah melihat video klise tadi. Beberapa batalyon disiapkan untuk menghalau warga di taman kota yang berbondong-bondong untuk unjuk rasa.
Sementara, para aparat yang melihat video tadi hanya mampu diam membisu. Foto tadi bukanlah editan, foto itu asli. Mereka yang wajahnya tertangkap di video itu memang pernah melakukan tindakan-tindakan kriminalitas tersebut.
Namun, petinggi-petinggi ini tak akan pernah tinggal diam. Mereka harus segera bertindak untuk membersihkan nama mereka di mata masyarakat. Akatsuki tak boleh bertindak lebih jauh dari ini. Kelompok radikal ini harus ditangkap bagaimana pun caranya.
Kembali ke Neko Cafe yang kini pengunjungnya tengah diselimuti amarah yang memuncak. Para pejabat itu sudah keterlaluan dengan melakukan tindakan buruk seperti tadi.
"Apa itu semua benar?" ujar Gaara tak percaya.
Sementara Naruto sedari tadi berpikir keras bagaimana cara Akatsuki mendapatkan foto Minato yang tengah memarahinya? Apa waktu itu ada mata-mata Akatsuki yang menyusup ke rumahnya? Atau justru ada orang rumah yang merupakan bagian dari Akatsuki? Tapi siapa?
Sasuke melirik ke arah Naruto yang sedari tadi terdiam. "Apa fotomu dengan Minato-san tadi itu asli, Naruto?"
Semua anggota Netra memandang ke arah Naruto yamg sedari tadi melamun. "Yah, itu benar. Kejadian itu beberapa hari yang lalu," gumam Naruto.
Kelima remaja itu terdiam setelah mendengarkan jawaban Naruto. Mereka tak menyangka jika Minato Namikaze sekeras itu pada anaknya. Pantas saja, Naruto takut dan penurut pada orang tuanya.
"Setelah ini, apa yang akan kalian lakukan? Akankah kalian masih mengagung-agungkan pemimpin kalian? Kita harus segera bertindak! Turunkan Senju Hashirama dan petinggi lainnya dari jabatan mereka!" ujar Mr. Kuro.
Mrs. Midori akhirnya buka suara, "Baiklah, itu saja perkenalan dari kami. Listrik akan menyala sebentar lagi, Salam Perdamaian dari Akatsuki!"
Layar TV di seluruh penjuru Konoha yang tadinya menyala kini satu per satu telah mati kembali. Perlahan demi perlahan aliran listrik juga mulai mengalir, sehingga Konoha yang tadinya gelap gulita kini menjadi terang akibat cahaya lampu
.
.
.
Nagato berjalan pelan menyusuri lokasi syuting untuk bertemu adiknya. Ia disuruh ibunya untuk mengantar Naruto ke sekolah karena Yamato tengah sibuk.
Selain sebagai kakak Naruto Namikaze, Nagato juga merupakan cucu dari Jiraiya yang merupakan pemilik rumah produksi sekaligus sutradara film. Sehingga tak aneh jika banyak orang yang menyapanya di sini.
Langkah kaki pemuda bersurai merah ini terhenti ketika melihat sosok pria bersurai hitam panjang di depannya.
"Ohayou, Orochimaru-san," sapa Nagato. Orochimaru menanggapinya dengan senyuman.
"Aku takjub dengan video yang kau tayangkan kemarin. Akatsuki benar-benar serius rupanya ya, Mr. Kuro?"
Senyum tipis tercipta di wajah Nagato setelah mendengar pertanyaan Orochimaru tadi. Nagato bersyukur karena lorong dimana ia berada sekarang tengah sepi orang. Jadi, ia bisa leluasa bicara dengan Orochimaru. Pemuda ini tak menyangka akan bertemu ketua Akatsuki yang asli di sini.
"Sesuai dengan saranmu Orochimaru-san, kemarin aku telah memutuskan sambungan listrik di seluruh Kota dan meng-hack salah satu stasiun TV guna menayangkan video tersebut," jawab Nagato.
Seringai di bibir Orochimaru tercipta. Langkahnya untuk menguasai Konoha semakin dekat saja. Ia sungguh beruntung karena bisa memanfaatkan remaja labil yang jenius seperti Namikaze Nagato ini.
Ia jadi ingat momen dimana untuk pertama kalinya ia bertemu Nagato. Orochimaro dulunya adalah seorang kepala sekolah dari asrama yang ditempati Nagato.
Ia memanfaatkan kejeniusan dari sulung Namikaze ini untuk kepentingannya. Dan kesempatan emas pun datang ketika ia berhasil membujuk Nagato yang saat itu tengah terpuruk karena kematian Yahiko, sahabatnya.
Ah, masa lalu yang indah. Dengan kenaifan dan kelabilan Nagato ini, Orochimaru percaya jika ia mampu menguasai Konoha bahkan dunia beberapa langkah lagi.
'Yeah, itu pasti. Tinggal menjalankan rencana terakhir, maka hal yang kumimpi-mimpikan selama ini akan terwujud. Sekarang giliranmu Namikaze Naruto, tunggu tanggal mainnya.' Orochimaru menyeringai penuh kemenangan.
Ia menepuk pundak remaja di hadapannya ini. "Bagus, aku bangga denganmu Nagato. Pasti Yahiko dan Shisui juga bangga padamu 'kan?"
Raut muka Nagato menjadi suram. Ia tak mau nama kedua sahabatnya itu disebut-sebut lagi. Sulung Namikaze ini merasa bersalah setiap mendengar nama kedua sahabatnya yang telah tewas itu.
"Nagatoo! Pergilah dari sinii! JANGAN PERDULIKAN AKU! CEPAT PERGI DARI SINI!" teriak Yahiko pada Nagato.
Nagato menggelengkan kepalanya pelan. Ingatan tentang detik-detik menjelang kematian Yahiko itu selalu menghantuinya. Jika saja, Yahiko tak menolongnya pasti anak itu masih hidup sampai sekarang. Nagato merasa dirinya adalah sahabat paling buruk di dunia.
"Kumohon jangan bahas itu la-"
Drrttt...
Nagato menghentikan bicaranya dan segera mengambil ponsel yang bergetar dari saku celana yang ia kenakan.
A message from : Naruto.
Onii-san! Katanya kau sudah datang? Kau di mana? Aku menunggumu di tempat parkir. Cepat!
Nagato kembali memasukan ponselnya dan berpamitan pada Orochimaru. Ia dengan tergesa menuju ke tempat parkir, meninggalkan Orochimaru yang masih berdiri di lorong.
Bagaimana ia bisa lupa tujuannya ke sini dan justru mengobrol dengan Orochimaru? Sepertinya ia harus bersiap terkena omelan saudara laki-lakinya itu. Nagato terus merutuki dirinya.
"Yeah, permainan ini akan segera dimulai," gumam pria itu.
.
.
.
Di sepanjang koridor sekolah, Naruto terus saja menyumpahi sang kakak. Bagaimana tidak, Nagato hampir saja membuat nyawanya melayang dengan mengendarai mobil ugal-ugalan. Parahnya, dahi Naruto tak sengaja terbentur dashboard mobil karena kakaknya mengerem mobil dengan mendadak. Alhasil, seperti inilah jadinya. Ada luka memar dan sedikit lecet di dahinya. Pemuda bersurai pirang ini tengah berjalan menuju UKS saat jam istirahat untuk meminta plester.
"Loh? Naruto?"
Naruto tak menyangka jika ia akan bertemu Sakura di UKS. Ia kemudian berjalan masuk mendekati gadis bersurai merah jambu ini.
"Apa yang kau lakukan di sini Sakura? Apa kau sedang sakit?" tanya Naruto sembari mendudukkan dirinya ke tempat tidur UKS.
"Tidak, aku bagian dari regu PMR dan kebetulan hari ini jadwalku untuk jaga UKS. Kau sendiri?"
Naruto tersentak, ia kembali ingat tujuan awalnya pergi ke UKS. "Ah, iya. Dahiku tadi terbentur dan lecet. Aku ingin minta plester di UKS."
Sakura menganggukkan kepalanya dan bergegas mengambilkan Naruto plester di laci obat. Dengan sigap, ia menyisihkan poni Naruto yang menutupi luka itu.
Naruto terkesiap akan tindakan Sakura ini, bagaimana pun juga ini adalah pertama kalinya ia berduaan dengan seorang wanita tanpa ada orang lain yang melihat. Darahnya terasa berdesir dan akhirnya rona merah tercipta di wajah Naruto.
Naruto merutuki dirinya. 'Apa yang kau lakukan Naruto?! Kenapa dengan perlakuan begini saja kau bisa merona?! Asdfghjkl.'
"Rupanya hanya luka kecil. Biar aku tempelkan plesternya di dahimu ya?" tawar Sakura. Naruto hanya mampu mengangguk kaku mendengar tawaran itu. Ia terlalu terpukau dengan ketelatenan Sakura.
"Kenapa kau bengong? Kau terpesona denganku ya?" goda Sakura ketika melihat rona samar di wajah pemuda bersurai kuning ini.
"Berisik! Cepat lakukan, aku mau kembali ke kelas!"
"Oh iya, nanti sepulang sekolah jangan lupa untuk rapat Netra ya," bisik Sakura supaya tak ada orang lain yang bisa mendengarnya. Rona di pipi Naruto semakin jelas ketika Sakura membisikinya. Pemuda ini dengan segera menggelengkan kepalanya guna mengusir pikiran anehnya tadi.
Naruto tak langsung menjawab ucapan Sakura. Pemuda ini tampak memikirkan sesuatu.
"Sepertinya tak bisa, Sakura. Sepulang sekolah nanti aku ada keperluan."
"Yahhh, sayang sekali. Padahal hari ini kita harus mengumpulkan hasil penyidikan kita pada Sarutobi-sensei. Tapi ya, apa boleh buat kalau sudah begitu."
Naruto hanya mampu menanggapi ucapan Sakura dengan senyum canggung. Ia hari ini berencana berkunjung ke rumah Uchiha Fugaku tanpa sepengetahuan dari keluarga Namikaze.
.
.
.
Naruto berjalan pelan memasuki rumah dengan gaya Jepang klasik ini. Tangan kecilnya sedari tadi dipegang erat oleh Uchiha Shisui, kakak angkatnya.
"Nah, mulai sekarang ini adalah rumahmu, Naruto. Jangan sungkan pada kami ya?" ujar Kagami, ayah angkat Naruto.
Naruto mengangguk pelan dan bergumam lirih, "Terima kasih."
Seakan teringat akan sesuatu, Shisui segera berpamitan pada Naruto dan Kagami kemudian berlari menuju lantai dua. Entah apa yang ingin dilakukan remaja 12 tahun tersebut.
"Rumah ini terlalu sepi," komentar Naruto pelan.
Kagami mengalihkan pandangannya ke arah anak tersebut. "Begitulah, istriku sudah lama tiada. Aku hanya tinggal bersama-"
"Ayolah, Onii-san! Aku ingin memperkenalkan seseorang padamu!"
"Ck, sebenarnya kau ini kenapa sih?"
Ucapan Kagami tadi harus terjeda oleh perdebatan dua orang pemuda itu. Di tangga yang mengarah ke lantai 2 tersebut kini terlihat Shisui sedang menyeret seorang pemuda.
"Oh iya, Naruto. Ini adalah putra sulungku, namanya Uchiha Obito," ujar Kagami.
Safir Naruto tertuju pada remaja berumur 17 tahun yang saat ini memandangnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Naruto sendiri tak mengerti, sepertinya Obito tak suka dengannya.
"Dia siapa? Kenapa kau membawa anak ini ke rumah kita? Kau kira rumah ini panti asuhan, hah?" tanya Obito tak suka pada ayahnya.
Kagami sedikit tersentak namun kemudian wajahnya kembali seperti semula. Mata obsidiannya melirik Obito. "Sepertinya kau mengusir Obito ya, Tobi?" gumam Kagami.
Tobi adalah kepribadian lain yang kini menempati tubuh Obito. Sedangkan Obito sendiri adalah seorang pengidap Alter Ego atau kepribadian ganda, oleh karena itu Kagami telah hafal dengan tingkah aneh anaknya ini.
Obito asli akan bersikap ramah dan tenang. Sedangkan Tobi atau Obito palsu akan bersikap kasar dan juga ketus.
Shisui menunjukkan wajah jengkel pada kakaknya. "Pantas saja dari tadi kau kasar padaku, jadi kau bukan kakakku ya?"
Obito memutar bola matanya malas. "Dasar bocah!" Shisui tersulut emosinya. Namun sebelum ia membalas ucapan kakaknya, sang ayah segera memperingati putra bungsunya ini.
"Dia adalah Naruto. Aku dan Shisui menemukan Naruto di panti asuhan depan gedung tua itu. Ia adalah salah satu dari dua korban kebakaran yang selamat. Kau masih ingat 'kan?"
Obito menatap sinis ke arah Naruto. "Tetap saja, aku tak suka jika dia di sini. Anak tak jelas asal-asulnya seperti ini seharusnya tak kau pungut begitu saja."
Naruto masih menatap Obito datar. Perlakuan seperti ini sudah sering ia dapat di lingkungan panti. Ketika ia berjalan keluar dari gedung panti, pasti ada saja warga sekitar yang menatapnya sinis bahkan mengolok-oloknya.
Bukan hanya itu, sebagian anak panti pun juga sering membully-nya. Mereka tak suka jika ia dekat dengan suster Ayame yang notabenenya adalah suster kesayangan anak-anak panti. Suster Ayame begitu dekat dengan Naruto, mereka bagai ibu dan anak. Hal inilah yang membuat sebagian anak panti iri dan akhirnya membully Naruto.
Obito menoleh menatap ayahnya. "Ibaratnya sebuah barang. Jika barang itu diumpamakan sebagai anak ini. Maka anak ini adalah barang rongsokan yang telah dibuang ke tempat sampah bernama panti asuhan."
Kagami menyipitkan matanya. Ia tak suka dengan perilaku Obito yang kali ini telah keterlaluan.
"Shisui, apa kau bisa mengajak Naruto ke kamarnya dulu? Tou-san ingin bicara sebentar dengan kakakmu," perintah Kagami pada putra bungsunya.
Shisui sendiri langsung mengajak Naruto pergi ke kamarnya meninggalkan Kagami dan Obito yang tengah bersitegang di ruang tengah.
Sudut bibir Naruto terangkat, ia tersenyum mengingat kenangan dimana untuk pertama kalinya ia menginjakkan kaki di rumah Uchiha Kagami ini. Semuanya masih sama, tak ada perubahan di rumah ini.
"Naruto?!" ujar seseorang yang membuat bahu pemuda Namikaze ini berjengit kaget.
Naruto langsung saja memutar badannya ke arah sumber suara. Betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok Uchiha Mikoto di rumah Kagami. Kenapa bibinya itu bisa ada di sini?
"M-mikoto Baa-san?!"
.
.
.
Di ruang kepala sekolah, kini ada kelima remaja yang tergabung dalam Netra tengah duduk dengan formasi lingkaran dimana Hiruzen Sarutobi sebagai pusatnya. Mereka berenam tengah serius membicarakan Akatsuki. Semua bukti yang dikumpulkan Netra sudah jelas jika Akatsuki adalah dalang dibalik peristiwa bom kemarin.
Namun, kini yang menjadi permasalahannya adalah siapa yang merupakan mata-mata Akatsuki di sekolah ini? Pasti ada orang yang menanamkan ranjau/bom tanah di halaman belakang sekolah kemarin.
"Tugas kalian kali ini adalah mencari anggota Akatsuki di sekolah ini yang patut dicurigai. Selain itu, kita juga harus berusaha menangani kasus teror kemarin malam yang menimbulkan kontra di masyarakat," tutur Hiruzen.
Gaara angkat suara, "Lalu Naruto bagaimana?"
"Untuk urusan Naruto, aku yang akan tangani. Kalian fokus saja pada misi ini. Aku akan memastikan jika Naruto besok hadir untuk membantu," jawab Hiruzen yang dibalas oleh kelima siswa ini.
Karena tak ada hal lagi yang perlu dibahas, Hiruzen pun segera membubarkan rapat ini mengingat hari sudah mulai malam. Satu per satu anggota Netra mulai keluar dari ruang kepala sekolah.
.
.
.
Di sisi lain kota, para wartawan berdesakan untuk meliput rapat eksklusif para anggota dewan. Menanggapi kejadian kemarin, anggota dewan sengaja mengadakan rapat untuk menindak lanjuti kasus Akatsuki.
Namun berbeda dengan kondisi luar gedung yang sedikit ricuh, para dewan yang berkumpul untuk rapat di ruang utama justru diam membisu. Tak ada satu pun suara yang dikeluarkan sehingga menimbulkan kesunyian.
Mereka tak bisa berkata apa-apa lagi setelah kedok dan tindakan kriminal mereka dibongkar habis-habisan oleh Akatsuki dalam video berdurasi 10 menit kemarin. Semua tindakan buruk mereka sudah terbongkar. Mereka sungguh malu dan merasa diinjak harga dirinya oleh Akatsuki. Bahkan, kini jeruji besi selalu menghantui dan meneror mereka.
Walikota Konoha sendiri, Hashirama Senju hanya bisa terdiam sambil menundukkan wajahnya. Ia tak berani menatap wajah anggota dewan setelah foto dimana dirinya sedang menyalahgunakan narkoba telah disebar oleh Akatsuki.
Begitu pula Namikaze Minato, ia sendiri tak mengira jika ada orang yang memotret kejadian dimana ia tak sengaja memarahi Naruto tempo hari. Otaknya terus bekerja mencari siapa pelaku pemotretan yang ia duga sebagai anggota Akatsuki tersebut.
"Kenapa? Kenapa seperti ini akhirnya?" ujar Hashirama dengan nada lirih.
Semua orang yang menghadiri rapat tersentak kaget. Mereka tak menyangka jika kalimat penuh akan rasa putus asa itu digunakan Hashirama sebagai pembukaan rapat.
.
.
.
"Tadaima," ujar Sasuke sambil membuka pintu rumahnya.
Dahi Sasuke mengkerut heran, tumben sekali rumahnya sepi. Ia mulai berjalan memasuki rumahnya. Atensinya kini terpusat pada suara yang berisik dari ruang makan. Betapa terkejutnya ia ketika melihat ibu dan kakaknya tengah makan bersama Naruto.
"Naruto? Apa ... apa yang kau lakukan di sini?"
Mikoto sumringah melihat kedatangan putra bungsunya, dengan cekatan ia menggeret Sasuke untuk ikut makan bersama.
"Nah, nanti saja ngobrolnya. Coba lihat, ibu sudah memasak banyak hari ini, Sasuke," ujar Mikoto sambil mengambil ayam panggang dari dapur.
Naruto yang mendengar itu langsung melemparkan senyum ke arah Sasuke. "Jangan sungkan, Sasuke. Cepat makan, anggap seperti rumah sendiri, oke?
Aura suram langsung menyelimuti tubuh Sasuke setelah mendengar perkataan Naruto tadi. Sepertinya, pemuda pirang ini sudah melewati batasnya. Segera setelah acara makan tadi selesai, Sasuke langsung nenyeret Naruto untuk memasuki kamarnya. Ia meminta penjelasan dari pemuda pirang dihadapannya.
"Apa lagi yang harus kujelaskan? Aku tadi hanya berkunjung ke rumah Uchiha Kagami, kebetulan di sana aku bertemu ibumu dan ia langsung mengajakku ke sini untuk makan malam," jelas Naruto sambil mendudukkan dirinya di sofa.
Sasuke kemudian ikut mendudukkan dirinya di samping Naruto. "Jadi ini alasan kenapa kau tadi tidak datang ke rapat?"
"Ya, pasti kau tahu dari Sakura 'kan?" tanya Naruto sambil melihat ke sekeliling kamar Sasuke.
Safirnya menyorot semua hal di kamar ini, namun atensinya kini terpusat pada sebuah figura foto yang terasa familiar baginya. Ia bahkan mengacuhkan celotehan Sasuke dari tadi. Tanpa sadar, Naruto berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri foto itu.
"Eh, ini... ini... fotoku bukan? Kenapa bisa ada di sini? Terlebih lagi, kenapa aku bisa foto bersama Sasuke?" gumam Naruto.
Sasuke sendiri merasa heran akan tindakan Naruto. Matanya melebar ketika menyadari Naruto yang saat ini tengah memandang sebuah foto. 'Foto itu? Sial, aku lupa kalau aku masih memasang foto jaman purba itu!' rutuk Sasuke dalam pikirannya.
Naruto segera berbalik menghadap Sasuke. "Hei, Sasuke! Bagaimana bisa fotoku di sini?"
"Itu... ehm etto..." Sasuke bingung mau menjawab bagaimana. Ia menghela nafas panjang lalu berjalan mendekati pemuda berklan Namikaze tersebut.
"Apa kau ingat dengan julukan Teme dan Dobe?" tanya Sasuke.
Naruto memandangnya heran. Wajahnya terlihat berpikir keras, namun sejurus kemudian mata biru Naruto melebar tak percaya.
"Jangan bilang kalau dirimu adalah Teme!"
Seringaian Sasuke tercipta. "Kau kira siapa lagi, heh Dobe?"
Wajah Naruto yang mulanya kaget kini berganti menjadi wajah datar. Dalam hati ia merutuki kebodohannya, bagaimana ia bisa lupa kalau Sasuke adalah anak dari Uchiha Mikoto? Baka! Safir Naruto melirik lagi ke arah foto yang menampilkan dirinya dan Sasuke tengah makan es krim bersama.
Ia ingat dulu ketika usianya masih 8 tahun, ia dan Sasuke pergi bersama ke Taman Bermain untuk merayakan ulang tahun pemuda Uchiha itu. Mikoto diam-diam memotret mereka ketika tengah menikmati es krim dengan wajah yang belepotan.
"Kuso Baba," gumam Naruto sedikit kesal.
Ia dan Sasuke adalah sahabat kecil, suatu kebetulan mereka melupakan fakta itu. Dan kini mereka dipertemukan lagi di suasana yang berbeda. Jujur, saat ini Naruto merasa canggung bersama Sasuke, sahabatnya yang paling menyebalkan.
.
.
.
"Akatsuki harus dibabat sampai tuntas! Apa pun yang terjadi kita tak bisa membiarkannya! Sekali pun kita tidak menjabat lagi, namun kita harus membasmi hama semacam Akatsuki agar Konoha tetap terjaga!" ujar Hashirama.
Semua anggota dewan mengangguk tegas. Setelah serangkaian rapat yang diselimuti ketegangan tadi sirna, akhirnya sebuah keputusan besar diambil oleh Hashirama.
Bahwa setiap anggota dewan harus melaksanakan serangkaian penyidikan, dan apabila ia terbukti bersalah, maka ia akan dijabut jabatannya dan akan mendekam di sel tahanan.
Namun sebelum itu, 100 orang yang tergabung dalam Dewan Konoha serta beberapa pejabat penting lainnya harus menuntaskan kasus Akatsuki terlebih dahulu. Jika kasus ini tuntas, maka para angggota dewan harus bersiap untuk diselidiki.
"Dengan ini, aku nyatakan rapat selesai! Bubar!" tegas Hashirama.
Satu per satu anggota dewan mulai berjalan keluar dari gedung rapat. Para wartawan pun kini saling berdesakan untuk mewawancarai para anggota dewan pasal rapat tadi. Namun, salah seorang di antara 100 anggota dewan yang kini masih duduk di kursi dalam gedung rapat mengukir senyum sinis. Shimura Danzo, ia tengah bahagia saat ini.
'Bagus, dengan bantuan Netra maka aku akan bisa mengungkap siapa dalang dari Akatsuki. Apabila aku berhasil, maka aku pasti akan mendapatkan tahta itu.'
.
.
.
To be Continue
.
A/n : "Halo! Maaf ya semua, aku lama ga nongol. Ehm, bagaimana yang di atas itu? Lumayan 'kah? Terima kasih atas penantiannya selama ini. Oh iya, Selamat Tahun Baru Hijiriyah 1439 ya? ^^
Aku ngedit cerita ini sambil mewek loh, sebenarnya gak ada hal sedih di cerita ini sih. Tapi aku meweknya karena sahabatku T_T, dia lagi sakit. Aku mohon doa dari kalian semua biar dia bisa cepet sembuh ya? Selain itu, aku juga baru tahu kalo dia punya masalah keluarga yang cukup ruwet. Karena mikirin masalah sahabatku, aku sampe ngelupain janji sama seseorang buat up fic ini. Huwee maafkan aku T_T. Wadoh, aku malah curhat :D.
Selain itu aku lagi demam nih T_T. Dari tadi batuk-batuk *uhuk uhuk*.
Oke, dah cukup curhatnya. Thx buat readers, reviewers, dan yang udah fav sama follow cerita ini. Review lagi ya, terima kasih ^^
.