Chapter 1
.
.
Burung-burung gereja tampak terbang lihai di atas langit sebuah kota laksana menyambut datangnya pagi. Matahari bersinar hangat yang mampu membuat siapapun tertegun akan sosoknya. Keadaan pagi yang begitu ceria nampak membawa suasana baru bagi sosok remaja ini.
Namikaze Naruto, sosok remaja laki-laki dengan surai pirang serta mata birunya yang laksana samudra itu kini tengah menatap pemandangan kota Konoha dari dalam mobil mewah yang dikendarai sosok ayahnya. Seutas senyum kecil masih senantiasa tertera di wajahnya.
"Ada apa denganmu, hm? Kok senyam-senyum begitu?"
Manik biru Naruto melirik sekilas sosok ayahnya yang menyetir di kursi depan. Senyum kecil di bibirnya masih tetap ia pertahankan. Netra biru itu tertutup, "Aku tak menyangka jika secepatnya ini aku akan menginjak sekolah menengah atas."
"Hm? Kenapa tidak? Kau jenius, Naruto. Ayah bahkan kagum padamu. Di usiamu yang masih menginjak 14 tahun saja kau sudah duduk di bangku SMA. Sebuah pencapaian yang bagus 'kan?"
Mata Naruto masih terpejam. Mendadak suasana di dalam mobil menjadi senyap. Ayah Naruto melirik putranya yang tak merespon apapun ucapannya tadi melalui kaca spion. Perlahan, netra milik remaja itu terbuka.
Senyum kecil yang senantiasa terpatri di wajah Naruto tadi, kini terganti dengan ukiran senyum pedih. "Kau tahu bukan, Ayah? Aku ini... berbeda," ucapnya dengan intonasi yang semakin lirih.
.
.
The Best Fighter
.
Disclaimer : Naruto [Masashi Kishimoto]
Warning : OOC! Typo[s]! AU! Miss typo(s)! GaJe!
Genre : Drama, Friendship, Family
Main Cast : Naruto U., Sasuke U., Sakura H., Akatsuki.
.
.
Konoha adalah salah satu kota besar di Negara Api. Sebuah kota metropolitan yang tak pernah tidur. Kemajuan kota ini tak lain dan tak bukan adalah hasil jerih payah Walikota Konoha, Hashirama Senju beserta para rakyat Konoha sendiri.
Pencapaian ekonomi dan kemajuan teknologi yang dimiliki Konoha adalah yang paling unggul dibandingkan kota lain di Negara Api. Bukan cuma itu saja, segala aspek bidang Kota Konoha memanglah yang paling unggul di bandingkan lainnya.
Termasuk juga dalam bidang keamanan. Konoha adalah kota yang jarang didera masalah 5 tahun terakhir sejak diangkatnya Panglima Perang baru Konoha.
Sosok panglima itu kini tengah berdiri di depan sebuah SMA elit di Konoha, Konoha High School. Namanya terdengar familiar bukan?
"Kau benar tak mau kuantar masuk hingga depan kelasmu, Naruto?" tanya sosok pria dewasa dengan seragam lengkap militer yang melekat di tubuhnya. Sontak, hal ini sedikit mencuri perhatian khalayak ramai.
"Tidak. Tidak perlu. Aku saja sudah berterima kasih karena Ayah mau mengantarku hingga depan sekolah, terlihat mengherankan bukan? Hehe...," ucap Naruto santai. Meskipun ia tertawa, namun hal ini tak berpengaruh apa-apa di wajahnya yang sedari tadi datar. Tawanya terkesan garing.
Mata sang ayah yang senada dengan netra milik putranya itu sedikit tersentak. Sejurus kemudian, pria dewasa itu melukiskan senyum nanar di wajahnya. Suasana tiba-tiba menjadi canggung.
Mata Naruto melirik ke arah tag name di bagian kiri baju seragam ayahnya. Ia kemudian tersenyum miring. "Namikaze Minato, Yang Mulia Panglima Perang Konoha. Keberadaanmu di sini benar-benar memancing perhatian banyak orang, Ayah. Dan aku pun ikut-ikutan menjadi pusat perhatian, aku sedikit risih."
Minato yang mendengar itu tersenyum kikuk sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal. Tapi tak lama kemudian rahang Minato mengeras, wajahnya kini terlihat serius. Naruto yang melihat itu tampak sedikit gugup.
"Jadi... kau mengusirku, Naruto?" tanya Minato dengan nada berat. Pria itu tampaknya begitu serius.
Kedudukannya kini berbalik, Minato lah yang justru menguasai pembicaraan dan Naruto yang gelagapan. Mata Naruto bergerak liar ke segala arah.
"Err, ano... bukan seperti itu maksudku, Ayah. Aku tak bermaksud mengusirmu. Tapi... tapi sungguh, aku risih dengan tatapan semua orang. Aku, aku itu... Pokoknya tidak nyaman. Ayah jarang mengantarku, ayah juga sering bertugas keluar kota bahkan keluar negeri berbulan-bulan meninggalkanku, kakak, dan ibu. Aku tak mau mengakuinya, tapi hatiku begitu bahagia."
Raut Minato masih datar, pertanda ia serius. Naruto semakin gugup.
Namun tak lama kemudian. "HAHAHA! KAU LUCU SEKALI NARUTO!" ucap Minato dengan gelak tawa yang menggelegar. Naruto mengernyitkan alisnya tanda tak mengerti.
"Hahaha...?" tawa Naruto dengan nada canggung dan bingung yang bercampur. Memangnya apa yang ayahnya tertawakan?
"Aduh! Ekspresimu tadi lucu sekali! Gomen ne, aku tak bermaksud memarahimu. Kau ini rupanya tsundere ya? HAHAHA!" Minato tak kuasa menahan tawanya lebih lama lagi. Sementara Naruto yang mendengar itu justru memandang datar ayahnya.
"Ne, Tou-san!"
"HAHAHA! Iya? Ada apa Naruto?"
"Pukul berapa ini?"
"Oh baru pukul 08.15!"
"Apa kau tak ingat sesuatu begitu?"
"Tidak. Aku tak ingat jika punya- GAWAT! AKU ADA PERTEMUAN DENGAN HASHIRAMA-SAMA!" teriak Minato histeris. Pria berdarah Namikaze itu segera meluncur kembali ke dalam mobil mewahnya. Ia dengan terburu-buru menyalakan mesin mobil.
"Tunggu, seperti ada yang terlewat," gumamnya lirih. Matanya melebar seolah menyadari sesuatu. Sesaat kemudian, kaca pintu depan mobil turun dan memperlihatkan Minato yang tengah dibanjiri bulir keringat dingin.
"Naruto! Ayah berangkat dulu ya? Hari pertama di SMA, jangan buat kenangan buruk di Masa Orientasi-mu kali ini. Ayah harus buru-buru pergi dari sini. Mungkin nanti kamu bisa pulang dijemput Yamato-san atau bahkan ibumu. Bye, Naruto!" ujar Minato tanpa adanya koma dan titik.
"AYAH! GUNAKAN SABUK PENGAMAN!" teriak Naruto ketika mobil mewah milik ayahnya buru-buru melenggang pergi dari KHS. Naruto tersenyum melihat tingkah konyol ayahnya.
Kebersamaan di antara mereka berdua memanglah jarang dan hal ini menimbulkan kecanggungan yang begitu ketara disaat keduanya berjumpa. Namun, dengan kecanggungan itulah pertemuan antara ayah dan anak ini lebih berwarna. Kecanggungan yang akhirnya berujung pada tingkah di luar karakter Minato maupun Naruto.
Sesaat kemudian, senyum itu pudar. Wajah Naruto datar dan dingin seolah ingin menerkam siapa saja yang menyapanya. 'Satu lagi masa sekolah yang memuakkan. Aku tak berharap banyak di SMA mengingat suramnya kenanganku di SD maupun SMP. Hari ini adalah masa OSPEK. Semoga berjalan lancar. Aku sungguh lelah Tuhan,'
"Dia putra bungsu Panglima Minato ya? Keren juga! Tapi kelihatannya kok masih bocah?!"
"Dia itu 'kan artis pendatang baru itu. Kalo gak salah namanya Namikaze Naruto."
"Aku tidak kaget jika dia artis mengingat ibunya, Namikaze Kushina juga seorang atrtis papan atas. Dia keren sekali!"
'Yeah, tahun pertama di Konoha High School,' batin Naruto jengah sambilterus berjalan di koridor.
.
.
.
Keceriaan pagi juga turut menghiasi sebuah rumah mewah di salah satu pusat kota Konoha. Sang ibu rumah tangga yang berambut merah indah tampak tengah sibuk menghidangkan sarapan pagi di meja makan. Kegiatannya terhenti ketika netranya memandang sosok putra sulungnya yang tengah berjalan mendekatinya.
"Ohayou Kaa-san, kemana yang lainnya?"
"Minato sudah berangkat bersama Naru-chan. Kau ingat 'kan jika hari ini adikmu itu menjalani Masa orientasinya? Minato tadi juga sekalian berangkat ke pertemuannya dengan Hashirama-sama, Nagato," ujar wanita berambut merah tadi.
Namikaze Kushina, sosok wanita cantik ibu dua orang anak. Di umurnya yang sudah menginjak kepala empat, Kushina masih tetap terlihat cantik. Kushina juga merupakan istri dari Panglima Perang Konoha, Namikaze Minato. Selain itu, ia juga seorang artis papan atas yang membuat siapapun orang di Konoha pasti mengenalnya.
"Baka! Bagaimana aku bisa lupa? Aku kesiangan, sih. Ayo, kita makan Okaa-san. Aku hari ini ada jadwal kuliah pagi juga," ujar putra sulung Kushina sembari memulai sarapan. Kushina juga tampak memulai kegiatan sarapannya sebelum ia berangkat shooting.
Namikaze Nagato, putra sulung Minato dan Kushina yang kini memasuki usia 20. Ia merupakan seorang mahasiwa di jurusan farmasi. Nagato dikenal sebagai sosok berjuta emosi. Ia bak musim panas dan musim dingin. Terkadang hangat, namun lebih banyak mengandalkan sifat dinginnya.
Kushina dan Nagato memulai kegiatan sarapan mereka dengan perlahan. "Bagaimana dengan kuliahmu, Nagato?" interupsi Kushina yang membuat perhatian putra sulungnya itu tertuju padanya.
"Biasa saja. Kemarin aku baru melakukan praktikum lagi. Selain itu, tak lama ini aku juga baru membeli beberapa keperluanku ya seperti pipet tetes dan sudip pengaduk," jawab Nagato malas. Remaja yang mulai menginjak usia dewasa itu sepertinya benar-benar pusing dengan keribetan anak farmasi.
Kushina yang melihat wajah malas Nagato justru tertawa geli, apa-apaan ekspresi itu. "Kenapa wajahmu seperti itu? Ini 'kan jurusan yang kau pilih sendiri?" tanya Kushina disela-sela tawanya.
"Aku bingung kenapa aku dulu memilih farmasi." Kushina semakin memperkeras gelak tawanya dan Nagato semakin manyun.
"Hei, Naruto itu hebat ya? Di usianya yang masih 14 tahun dia sudah SMA. Anak itu benar-benar jenius 'kan Ibu? Aku bangga dengan adikku itu."
Tawa Kushina reda setelah mendengar penuturan Nagato. Wanita itu justru tersenyum bangga menginggat putra bungsunya.
"Aku pun juga bangga padanya, Nagato. Aku tak mengira jika Naruto akan seperti ini. Bodohnya aku dulu yang justru menganggap Naruto tak akan berguna dan tak akan menjadi apa-apa di masa depan," ujar Kushina sambil mengaduk-ngaduk makanannya.
Niat Nagato yang awalnya ingin mengalihkan pembicaraan mengenai dirinya justru berakhir dengan kesedihan sang ibu. Meski Kushina tak menangis, Nagato tahu jika ada kesan pemyesalan dan kesedihan di mata ibunya.
"Autism Spectrum Disorder (ASD) atau yang lebih dikenal dengan autisme. Ini 'kan alasan ibu putus harapan terhadap Naruto? Ibu dulu bahkan memasukkan Naruto ke panti asuhan. Aku dulu sungguh kecewa terhadapmu dan ayah, Bu."
Atmosfer ruang makan keluarga Namikaze semakin memberat. Nagato yang mulai mengeluarkan auranya dan Kushina yang sedari tadi menunduk.
"Jika dulu Naruto tak diadopsi oleh keluarga Uchiha, mungkin sampai sekarang ayah dan ibu tak bisa mengerti arti keberadaan Naruto di rumah ini. Kalian terlalu dibutakan dengan ego."
Jujur, Nagato tak pernah membenci ayahnya bahkan ibunya. Apakah kekecewaan yang berlebih bisa menimbulkan kebencian? Ia sendiri tak mengerti. Ia menyayangi adiknya melebihi siapapun, meskipun Namikaze Naruto memiliki segudang kekurangan.
Dulu ketika Nagato berumur 10 tahun, ia dan keluarganya harus dihadapkan pada masalah yang cukup sulit. Sang putra bungsu Namikaze yang berusia 4 tahun divonis mengidap gangguan autis. Hal ini membuat orang tuanya harus menanggung malu.
Minato sang ayah yang merupakan anggota ternama tim khusus kemiliteran Konoha dan Kushina sang ibu merupakan artis ternama di Negara Hi. Hal inilah yang membuat mereka malu mengakui jika putra bungsu mereka mengidap kelainan mental.
Meskipun begitu sebagai kakak yang baik, Nagato tetap menyayangi adiknya apa adanya. Ia begitu yakin jika kelak Naruto akan normal layaknya anak-anak pada umumnya. Ia bersumpah akan menjaga Naruto dengan segenap hati, ia tak akan membiarkan orang tuanya memasukkan Naruto ke panti asuhan.
Namun takdir berkata lain. Beberapa bulan setelah Naruto divonis mengidap ASD, Nagato harus menerima kemauan orang tuanya untuk berasrama di Kota Suna. Hal inilah yang menyebabkan ia harus berpisah dengan adiknya.
Kesempatan inilah yang dimanfaatkan Minato dan Kushina untuk memasukkan Naruto ke panti asuhan. Sebelum kondisi Naruto dicium oleh media massa, mereka memutuskan untuk segera memasukkan Naruto ke panti asuhan.
Dan Nagato mengerti. Satu-satunya dalang dari kejadian tersebut adalah orang itu. Ya, orang itu adalah... neneknya.
"Tadaima! Nagato! Kushina!"
Nagato dan Kushina yang sedari tadi larut dalam pemikiran masing-masing nampak tersentak kaget. Dengan serempak, mereka memandang orang yang menyerukan nama mereka tadi.
'Panjang umur, baru saja aku pikirkan. Ya, inilah dia...,' batin Nagato kesal.
"Tsunade Kaa-san! Kapan kau datang?" tanya Kushina ramah pada ibu mertuanya. Sementara Nagato memandang kesal ke arah nenek tirinya.
Ya, nenek tirinya. Senju Tsunade bukanlah ibu biologis dari ayahnya. Secara tidak langsung, Nagato tak memiliki ikatan darah dengan orang yang menjadi dalang dari penderitaan Naruto. Dalang yang tak lain dan tak bukan adalah neneknya. Sepertinya kakek Nagato, Jiraiya telah salah karena menikahi seorang nenek lampir.
Suara dentingan antara sendok dan piring terdengar jelas di rumah megah Namikaze tersebut. Sontak Kushina dan Tsunade mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara yakni Nagato.
"Ibu, nenek, sudah mulai siang. Aku berangakat kuliah dulu, aku tak mau kesiangan," ujar Nagato datar dengan fake smile andalannya.
"Sekolah yang benar ya Nagato? Jangan jadi orang yang tak berguna seperti adikmu!" ucap Tsunade sembari mengelus rambut merah Nagato.
Kushina yang mendengar itu tersentak kaget. 'Naruto telah sembuh. Ia akan berguna bagi semua orang kelak, aku percaya itu!' batin Kushina tak terima. Wanita bersurai merah itu terlihat menggigit bibir bawahnya sekuat mungkin.
Nagato yang mendengar penuturan neneknya hanya memberikan senyum palsu sesuai ciri khasnya. 'Cih, nenek lampir tak tau diri! Setelah membuat adikku menderita, ia juga membuat ayah dan ibu terjatuh dalam lubang penyesalan tanpa akhir!' pikir Nagato tak terima.
Pemuda bersurai merah itu melenggang keluar dari rumah mewah Namikaze begitu saja tanpa ada sepatah kata lagi yang keluar dari bibirnya.
Naluri sebagai ibu milik Kushina keluar ketika ia melihat ketidaksukaan di wajah putra sulungnya. Wanita parubaya itu mengerti kepada siapa rasa tidak suka itu Nagato tunjukkan.
"Ada apa ibu tumben datang ke sini?" tanya Kushina memecah keheningan. Tsunade yang mendengar itu langsung saja menoleh ke arah menantunya.
"Aku hanya sekedar berkunjung. Oh iya, nanti malam keluarga Uchiha Fugaku akan makan malam di sini. Kita harus menjamu mereka langsung."
Kushina tersentak kaget. Sebenarnya ia dan Minato telah lama tidak berhubungan dengan Uchiha sejak mereka mengambil hak asuh Naruto kembali dari klan Uchiha dua tahun yang lalu.
"Kau tak bisa menolaknya, Kushina. Aku yang mengundang mereka langsung!" tegas Tsunade. Kharisma wanita berumur hampir setengah abad itu menguar begitu saja membuat Kushina tak mampu berkutik.
"Baiklah, jika itu kemauan Ibu. Kurasa Minato akan menerimanya," ucap Kushina terpaksa yang membuat ibunya senang bukan kepalang. Di mata Tsunade, Kushina benar-benar sosok menantu idaman.
.
.
.
Minato kini tampak terburu-buru menyusuri koridor sebuah hotel mewah, tempat dilaksanakannya pertemuan antara dirinya dengan Hashirama -Wali kota Konoha-.
"Sial! Aku kelamaan ngoceh dengan Naruto sehingga membuatku lupa kalau ada janji dengan Hashirama-sama," gerutu pria bersurai pirang itu sejak tadi.
Suara pintu terbuka tampak terdengar keras di salah satu ruang meeting di hotel mewah itu. Hal ini membuat seluruh pasang mata sontak memandangi si sumber suara yang tak lain dan tak bukan adalah Panglima Perang Konoha.
"Hah... hah... hah... Maafkan saya. Saya tadi baru saja mengantar anak bungsu saya. Sekali lagi, gomennasai minna!" ucap Minato formal sembari membungkukkan tubuhnya 90°.
Seorang pria berambut coklat panjang terlihat mengukirkan senyum maklum di wajahnya. "Tak apa Minato. Kita juga baru saja memulai pertemuan ini. Angkat tubuhmu, jangan membungkuk seperti itu padaku," ucap santai pria bernama Hashirama Senju tersebut.
Minato yang mendengar itu segera mengangkat wajahnya dan tersenyum canggung pada Walikota Konoha yang tak lain dan tak bukan adalah paman tirinya. Hashirama Senju adalah kakak dari Tsunade Senju -ibu tirinya-.
"Silahkan duduk, Namikaze-san." Nada dingin dan berat dari seseorang membuat senyum canggung Minato lenyap. Ia segera mengarahkan pandangannya ke sumber suara. Betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok Kepala Kepolisian Konoha yang tengah duduk santai di samping paman tirinya.
"Fugaku-san?!" ucap Minato reflek karena ia begitu terkejut.
"Ya. Aku memang memanggil Fugaku ke sini selain kau dan Kakashi, Minato," ujar Hashirama santai ke arah Minato. Sementara Kakashi yang mendengar namanya disebut hanya tersenyum simpul ke arah Minato.
Sebagai paman dari Minato, Hashirama juga mengerti jika keponakannya itu memiliki sedikit masalah yang cukup rumit dengan Kepala Kepolisian Konoha tersebut. Namun, ia terpaksa mempertemukan mereka berdua untuk membahas masalah pelik yang tengah melanda Kota Konoha.
Ayah dari Naruto itu tampak menghela nafas kemudian duduk berhadapan dengan Fugaku. Mereka berempat saling duduk berhadapan, Kakashi duduk bersebelahan dengan Minato dan Fugaku di sebelah Hashirama.
"Jadi, pertemuan apa yang kita bahas kali ini?" Minato membuka suara.
Hashirama yang mendengar itu tampak menghela nafas, "Langsung saja pada intinya, aku mengundangmu, Kakashi, juga Fugaku ke sini untuk membahas pasal Hacker yang telah membobol situs resmi dan berbagai sistem kota."
"Hacker?" tanya Kakashi tak mengerti. Yang ia ketahui, hacker tak sebahaya teroris ataupun pembunuh. Lalu apa yang dipermasalahkan?
"Ya! Ini bukanlah hacker sembarangan. Hacker itu telah membobol ratusan situs resmi milik Kota Konoha bahkan Negara Hi. Inilah yang membuat beberapa aparat begitu resah," keluh Hashirama.
"Sebenaranya bukan itu saja. Beberapa informasi penting telah disebarkan hacker itu ke berbagai kota tetangga seperti Kumo dan Iwa. Kedua kota itu dari dulu selalu saja mencari masalah dengan Konoha, yang aku khawatirkan adalah bagaimana jika kedua kota itu tiba-tiba menyerang Konoha?" lanjut Hashirama.
Fugaku menganggukkan kepalanya setuju atas presepsi yang diutarakan Hashirama. "Mereka sejak dulu berambisi untuk membuat Konoha lenyap. Apalagi setelah informasi militer dan keamanan Konoha telah diberitahukan kepada kedua kota itu oleh hacker yang akhir-akhir ini membobol banyaknya sistem dan sistus resmi Konoha!" sambung Fugaku sambil matanya yang terus menyorot ke arah Minato.
"A-apa?! Sistem militer dan keamanan Konoha telah berhasil dibocorkan? Apakah itu juga termasuk alat-alat perang serta pasukan militer kita?!" tanya Minato kaget.
"Begitulah, Namikaze-san. Tidak selamanya kepimimpinanmu itu akan berjalan mulus. Hacker ini telah meresahkan kita semua, ia berbahaya melebihi para teroris yang kau bekuk itu!" tanggap Fugaku dingin. Minato yang mendengar itu kini balas menatap Fugaku sengit.
"Bukan itu saja!" ucap Kakashi tiba-tiba membuat ketiga pasang mata lain di ruangan itu menyorot Kepala Dinas Pendidikan Konoha tersebut.
"Beberapa hari yang lalu, aku mendapat aduan dari Kepala Sekolah Konoha High School. Mereka mengadukan jika 80% data sekolah serta rekening resmi sekolah telah dibobol oleh hacker yang sama dengan yang kita bahas sekarang. Kita tahu bukan seketat apa pengawasan Konoha High School tersebut? Itu adalah sekolah elit jadi tak mudah untuk meretas sistem mereka," sambung Kakashi serius.
"Dari yang kudengar, apa benar jika pihak sekolah juga diberi surat ancaman oleh hacker itu?" tanggap Fugaku tak kalah serius. Hashirama dan Minato juga mendengarkan info dari Kakashi dengan seksama.
"Benar, di surat itu tertulis 'Kami akan merevolusi seluruh kota dan kalianlah target pertama kami. Hentikan program orientasi siswa itu, jika tidak maka bersiaplah untuk melihat pesta kembang api! Karena kami adalah awan merah perubahan!' Bagaimana menurut kalian?" Kakashi memandang satu per satu ketiga orang penting di Konoha itu.
"Kembang api? Apa yang dimaksud di situ adalah bom? Itu artinya mereka teroris 'kan?!" tebak Minato.
"Aku hampir percaya dengan tebakanmu, Minato. Dari tindakan mereka yang membobol sistem Kota, mengancam Konoha High School, hingga mereka membeberkan informasi kita pada Kumo dan Iwa, maka sudah kuduga jika mereka lebih bahaya dari sekedar hacker belaka. Mereka pasti mempunya niat tersembunyi dari semua ini. Tapi yang ada dipikiranku sekarang adalah, apa motif mereka yang sebenarnya?" ujar Hashirama panjang lebar.
"Merevolusi seluruh kota? Bukankah itu artinya jika mereka menginginkan perubahan besar-besaran dari Konoha?" tebak Minato sekali lagi.
"Ya, aku setuju denganmu Minato-san. Sudah kuduga jika mereka adalah teroris! Surat ancaman yang dilayangkan kepada Konoha High School inilah bukti tindakan teror mereka!" Kakashi sangat setuju dengan presepsi yang dilontarkan oleh Minato.
"Tapi..." Fugaku menghentikan ucapannya, wajahnya tegang seperti sedang berpikir keras. Hal ini membuat Minato, Kakashi, maupun Hashirama penasaran. "Siapa kah gerangan hacker yang telah memporak porandakan Konoha ini?" lanjut Fugaku setelah tetdiam cukup lama.
"Mereka menamai kelompok mereka dengan Akatsuki"
DRTTZZZ!
Ucapan Hashirama harus terjeda karena adanya getaran dari sound system yang berada di sudut atas ruang rapat mereka. Sepertinya ada pengumuman atau peringatan dari pihak hotel.
"Halo semuanya!" Bahasanya tidak formal. Ada kejanggalan di sini, dan keempat orang penting di Konoha ini tampak menyadari hal itu.
"Aku akan memperkenalkan diriku kepada ke empat tamu istimewa yang berada di paviliun barat Hotel Hikari ini." Suara itu kembali terdengar dari sound system di ruang pertemuan antara Walikota Konoha dan ketiga bawahannya.
Mereka berempat berjengit kaget ketika orang yang tengah bersuara di balik sound system itu dengan gamblang mengatakan keberadaan mereka di sini. Kali ini yang ada dipikiran mereka sama, jangan-jangan orang itu adalah...
"Ya! Aku adalah Akatsuki. Sang awan merah pembawa perubahan!"
Di detik itu juga, jantung ke empat orang penting Konoha ini seolah berhenti berdetak. Apakah sistem keamanan hotel ini juga berhasil dibobol oleh hacker itu?
.
.
.
Naruto kini terlihat berkeliling sekolah dengan muka datarnya. Umurnya yang terbilang cukup muda membuat siapapun siswa yang berpapasan dengannya terus menatapanya. 'Ini memuakkan!' batinnya kesal.
Sudah hampir 30 menit ia habiskan untuk berkeliling sekolah elit ini tanpa tujuan. 'Sebenarnya kapan acara OSPEKnya dimulai? Bukankah kemarin diumumkan jika OSPEK akan dimulai pukul 08.30 tepat? Bahkan ini sudah pukul 08.45!' keluh Naruto di dalam batinnya.
Menunggu adalah hal yang paling menyebalkan menurut Naruto dan ia benci menunggu. Apalagi sejak tadi ia terus dipandangi oleh murid-murid senior maupun murid seangkatannya. Jujur ia begitu risih dan satu lagi, menjadi pusat perhatian adalah hal yang ia juga benci.
'Apa wajahku ini terlihat tak pantas untuk menjadi siswa SMA? Mereka seperti orang yang tak memiliki pekerjaan lain karena terus memperhatikanku. Aku berani bersumpah jika mereka tengah menggunjingku di batin mereka!' batin Naruto kesal bukan main.
Namun realita yang sebenarnya justru berbanding jauh dengan ekspetasi Naruto.
'KYAA! Apakah itu Namikaze Naruto artis pendatang baru itu? Jeniusnya dia! Di umurnya yang segitu sudah jadi murid SMA! Dia tampan sekali!' Itulah pemikiran murid-murid yang terus menatap Naruto sedari tadi yang mayoritasnya kebanyakan adalah makhluk hawa.
Seorang guru tampak membawa berkas-berkas banyak di tangannya, langkahnya tergesa seolah ia tengah diburu anjing. Tak sengaja guru itu berpapasan dengan Naruto dan melewati penuda pirang itu begitu saja.
Langkah kaki Naruto terhenti ketika mata birunya menangkap selembaran kertas yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri. 'Sepertinya kertas itu adalah salah satu berkas yang dibawa guru yang melewatiku tadi,' pikir Naruto.
Ia dengan segera mengambil kertas itu sebelum di ambil oleh siswa lain. Dengan sigap, matanya menjelejah isi kertas yang ternyata adalah sebuah surat. 'Surat ancaman? Akatsuki?! Apa ini sebenarnya?!' batin Naruto bertanya.
Rasa penasaran Naruto harus ia pendam sesaat ketika seorang siswa baru seperti dirinya menginterupsi ia agar segera berkumpul di lapangan karena kegiatan OSPEK akan segera dimulai. Naruto yang mendengar itu mengangguk mengerti.
Dengan cekatan, putra bungsu Namikaze Minato itu memasukkan surat ancaman dari kelompok bernama Akatsuki yang ia temukan tadi ke dalam tas ranselnya. Tak mau mendapatkan sanksi, Naruto segera berlari menyusul siswa-siswa lain menuju lapangan.
.
.
.
Di lain tempat, nampak dua orang wanita dan pria yang tengah sibuk dengan perconal computer milik masing-masing dihadapan mereka.
Seorang pria di sana nampak menginterupsi rekan kerja perempuan di sampingnya. "Setelah menyapa Walikota Konoha beserta ajudannya, kita harus mempersiapkan pesta kembang api di Konoha High School, ya Sayang?"
"Jangan memanggilku dengan nama aneh itu, baka! Tenang saja, semuanya sudah kami atur sesuai intruksimu!" tanggap wanita itu. Sorot matanya tak terlepas dari perangkat komputer di hadapannya.
"Ya bagus kalau begitu. Setelah itu mungkin kita bisa menggelar piknik kecil-kecilan atau bahkan kencan sambil menyaksikan kembang api di Konoha High School." lanjut pria tersebut sambil tersenyum mrnyeringai. Matanya melirik sekilah ke arah rekan wanita di sampingnya.
"Baka!" komentar pelan wanita bersurai biru itu ketika mendengar ucapan konyol sahabat sekaligus leader-nya. Sementara sosok pria di samping wanita itu tampak mengulum sebuah senyum simpul di paras tampannya. Mata pria itu juga tak lepas dari komputer di depannya.
"Kita akan melakukan perubahan besar-besaran pada kota ini, karena kita adalah... Akatsuki!" ujar pria tadi sambil menyorot tajam layar monitor di depannya yang kini tengah memantau situasi di Konoha High School.
.
.
.
TBC
A/n : Hai! Saya Dekha Putri kembali membawa fic baru. Semoga fiksi ini akan lebih bagus dari fanfiction saya sebelumnya. Maafkan aku, karena ide ini numpuk di kepala dan harus di keluarkan. Bahkan sampai kubawa ke alam mimpi. Dan, WALLA! Inilah jadinya... Setelah ini bakal update Hidden! ^0^
Ada yang punya kritik, saran, dan pendapat? Ayo kasih review kalian di bawah ya?!
Satu review sangat berguna untuk kelanjutan cerita ini! Terimakasih sudah Read dan Review. Sekali lagi terima kasih ^_^
.
~SAMPAI JUMPA DI CHAPTER SELANJUTNYA~