Bittersweet

Naruto © Masashi Kishimoto (Tidak ada keuntungan materi apapun dalam pembuatan karya ini. Fanfiksi ini dibuat hanya untuk hiburan semata)

Pairing: Sasuke U./ Sakura H. Rating: T.

Genre: Romance. Note: Alternative Universe.

( Sasuke pemilik café yang tak ramah. Sakura si mantan pacar yang tiba-tiba datang melamar kerja. Semua berawal dari pertemuan formalitas tak terelakan../ "Sederhananya, sekarang aku atasanmu dan semua keinginanku adalah perintah untukmu" )

"Sakura! Astaga ada apa dengan rumah ini—" Yamanaka Ino menendang pakaian kotor yang tergeletak menghalangi langkahnya. Helaan napas kasar keluar begitu saja saat mata aqua-nya menangkap betapa hancur sekelilingnya "—Sakura!"

Ino bergegas dengan gerakan mencak-mencak. Sepatu berhak tingginya bertuburukan dengan lantai tangga secara kasar. Gadis berambut pirang itu melipat kedua tangannya di depan dada. Dipandanginya sejenak sahabatnya yang tertidur pulas dengan sebuah laptop yang masih menyala di sebelahnya. Demi Tuhan! Ino bahkan tak mengerti mengapa sahabatnya ini bisa tertidur begitu damainya di tengah kamar yang super-ultra-mega berantakan seperti ini.

"Haruno Sakura! Cepat bangun!"

Haruno Sakura perlahan membuka matanya setelah menampilkan ekspresi terganggu. Ia mendudukan diri sembari menggaruk kepalanya. Rambut merah muda dibawah bahunya mengembang, teracak tak beraturan. "Selamat pagi, Ino" ucapnya santai dan membuat Ino mati-matian menahan diri untuk tidak menyiram teman masa kecilnya ini.

"Apanya yang selamat pagi! Ini sudah pukul dua siang, Sakura"

Sakura mengucek sebelah matanya sebelum melempar pandangan pada jam dinding di kamarnya. "Ah, benar" tanggapnya singkat.

"Saku—"

"—kalau kau pulang nanti ingat tutup pintunya, Ino. Aku tidur dulu,"

Ino mengatur napasnya sebelum berteriak dan menarik selimut Sakura dengan paksa "Haruno Sakura cepat bangun sekarang atau kulaporkan kau pada Bibi Mebuki!"

Ino meletakkan satu baju kotor terakhir ke dalam keranjang pakaian. Ia tersenyum setelah melihat rumah temannya sekarang lebih terlihat layak untuk disebut tempat tinggal setelah ia bereskan. Perhatian ini terlempar pada Sakura yang tertidur dengan alas tangan di meja makan. Yamanaka Ino mendengus sebelum menghampiri adik kecilnya itu.

"Sakura, ayo bangun. Kau belum makan apa-apa 'kan sejak tadi?" Ino membuka tempat makanan yang dibawanya. "Ini makanan kesukaanmu, jadi cepatlah makan," Sakura yang melihat ino menyusun makanan di hadapannya terkekeh rendah.

"Apa yang kau tertawakan? Cepat makan atau akan kubawa pulang lagi semua makanan ini!"

"Tidak. Aku hanya merasa sejak dulu kau memang selalu bisa aku andalkan, Ino," Sakura memasukkan telur gulung ke dalam mulutnya dalam sekali suap "—wah ini enak sekali,"

Ino tersenyum kecil kemudian mendudukan diri di hadapan Sakura. "Tapi kau tidak mungkin akan terus bergantung padaku, Sakura. Bukannya aku merasa direpotkan tapi kau tahu aku ingin kau bisa hidup dengan baik,"

"Aku sudah hidup dengan baik," sahut Sakura kemudian kembali menyumpitkan nasi ke dalam mulutnya.

"Bagian mana coba yang bisa kau sebut hidup dengan baik ? Rumahmu bahkan lebih terlihat seperti kapal terdampar dibanding tempat tinggal," Ino melipat tangannya di depan dada begitu tersadar Sakura tidak mendengarkannya. "Kau dengar aku tidak sih ? Kau tidak pernah makan dengan teratur, tidurmu selalu kurang, selalu kesulitan uang, kau bahkan tidak pernah merawat dirimu lagi,"

Sakura meminum airnya hingga tandas. "Ah kenyang. Terima kasih atas makanannya," ucapnya kemudian tersenyum lebar.

"Sakura dengarkan aku!"

"Aku mendengarkanmu, Ino. Tenang saja, aku baik-baik saja. Lihat! Aku masih hidup,"

Ino tidak tahan lagi memukul kepala kosong temannya itu dengan sumpit. "Iya dan akan segera mati jika kau terus hidup seperti ini. Kenapa kau tidak ikut Bibi Mebuki saja ke Amerika, dengan begitu aku tidak perlu repot-repot mengurusmu setiap hari,"

Sakura tertawa "Tapi kau selalu datang padahal kau bisa mengabaikanku,"

Ino mendesis sebal. "Sakura, carilah pekerjaan. Maksudku, aku tahu kau sedang mengejar cita-citamu sebagai seorang penulis sekarang. Tapi sungguh, kau tidak bisa hidup dengan hanya menunggu naskah-naskah novelmu diterima penerbit,"

"—kau juga menolak semua uang yang Bibi Mebuki ingin kirimkan,"

Sakura menopang wajahnya dengan sebelah tangan. "Aku hanya tidak ingin mengganggu dia dengan suami barunya,"

Ino menatap Sakura sendu sebelum kembali memukul kepala sahabatnya itu dengan sumpit. "Dengarkan aku sekali ini saja dan lakukan apa yang kuminta. Cari pekerjaan. Kau ingin bekerja paruh waktu atau bagaimana terserah kau. Setidaknya kau akan punya tambahan uang selain dari bayaran cerpen yang kau kirim ke koran,"

Sakura menggaruk kepalanya tak yakin. "Iyaiya, baiklah. Aku akan mencari pekerjaan," Ino tersenyum mendengarnya. "Aku tahu tempat yang sedang membuka lowongan tapi sebelum itu ayo rawat dirimu lebih dulu,"

Sakura menghampiri dengan tak nyaman sebuah café kecil sederhana yang Ino rekomendasikan padanya. Aroma kopi langsung menyambut indra penciumannya setelah sampai di sana. Sejujurnya ia tidak suka kopi tapi dalam taraf belum mencapai benci. Ia tidak suka rasa pahit yang terkecap ketika minuman itu menyentuh lidahnya. Lagipula jika ada minuman yang manis kenapa ia harus memilih sesuatu yang pahit? Dan sekarang Ino malah menyarankannya untuk melamar keja di tempat dimana ia harus berhadapan dengan minuman berkafein itu setiap harinya.

"Hei! Kau mau masuk atau tidak? Tubuhmu menghalangi pintu masuk," Sakura sedikit tersentak lalu segera menyingkir. "Aah.. maafkan aku," Sakura membungkukan badannya. Sedetik kemudian Sakura menyadari wangi yang menguar dari orang itu. Aroma parfum yang membuatnya teringat pada laki-laki yang selalu memakai parfum dengan aroma seperti ini. Sakura mengadahkan kepala lalu memekik kencang. Ia bahkan hampir melompat saking terkejutnya. "Sasuke?!"

"Hahh, kau masih sama berisiknya seperti dulu," Uchiha Sasuke—lelaki dengan aroma parfum yang sangat dikenalnya. Laki-laki yang baru saja mendatangi ingatannya kini berjalan dengan wajah angkuh melewatinya. Demi apapun juga! Sakura merasa hari ini adalah hari tersialnya dalam beberapa tahun terakhir.

"Jadi kau mau masuk atau tidak?" Sakura berdecak membalas pandangan Sasuke yang sedang melihatnya dengan tangan terlipat.

"Kupikir cafenya belum buka. Karna itu aku menunggu,"

"Aku bisa membukanya kalau kau memang ingin masuk,"

"Hah?"

Sasuke menggoyangkan kunci dengan gantungan kucing yang dikeluarkannya dari saku. "Aku pemiliknya,"

"Kau pasti bercanda," Maka Sakura langsung berbalik akan pergi dengan gerakan teratur. Ia berjanji akan mengutuk Ino langsung di depan wajahnya setelah ini. Ketika Sakura baru melangkah, Sasuke bersuara "Yamanaka menghubungiku dua hari yang lalu. Dia bilang kau butuh pekerjaan. Jadi dimana sopan santunmu sebagai seorang pelamar dengan meninggalkan calon atasanmu seperti ini?"

Sakura berdecak. Dia masih Uchiha Sasuke yang dulu. Pemuda tak ramah dengan wajah angkuh dan kata-kata menusuk. Sakura kembali membalikan badan menghadap Sasuke. Sungguh menyebalkan melihat wajah kaku tanpa ekspresi itu menatapnya. "Maaf Uchiha Sasuke-san . Aku membatalkan lamaran pekerjaanku, sampai jumpa dan semoga harimu menyenangkan," setelah berujar penuh penekanan Sakura mengakhirinya dengan senyum paksa.

"Baiklah. Aku tidak peduli. Kau masih saja menjadi gadis berisik yang menyusahkan bahkan untuk sahabatmu sendiri,"

"Hei! Apa maksudmu?!"

Sasuke menaikan sebelah sudut bibirnya "Temanmu sampai repot-repot menghubungiku hanya untuk dirimu dan kau tidak menghargainya hanya karna egomu?"

Sakura menghela napasnya kasar. Ditatapnya Uchiha Sasuke. "Baiklah. Jadi, Uchiha Sasuke-san apa aku bisa mulai bekerja dari hari ini?"

Sasuke membuka pintu kaca cafenya. Ia menoleh sebentar ke Sakura sebelum masuk "Percaya diri sekali, memangnya aku sudah bilang akan menerimamu?" dan detik itu juga Sakura berteriak mengutuk nama Uchiha Sasuke berulang kali.

Ino tetawa sampai-sampai air matanya merembes keluar. Sakura mengurung diri di kamarnya. Ia merajuk dan tidak ingin menemuinya. Tapi sungguh, dari omelan Sakura sejak ia datang tadi Ino sudah bisa membayangkan apa yang terjadi.

"Sakura, ayolah. Berhenti merajuk padaku. Kau tahu aku hanya ingin membantumu," Sial. Ino bahkan tak bisa menyembunyikan tawanya. "Sakura ayo buka pintunya, kau belum makan 'kan?"

"Kenapa harus di sana?! Kau tahu sendiri aku tidak suka kopi. Kau malah menawarkan tempat kerja yang menu utamanya kopi. Ditambah lagi café itu milik Sasuke. Lengkap sudah paitnya tempat itu,"

Ino mengusap air matanya "Tapi kau diterima 'kan?"

Sakura tiba-tiba membuka pintu kamarnya dengan kasar. "Iya diterima dengan cara yang menyebalkan! Kau tahu dia menanyaiku macam-macam seolah aku melamar kerja disebuah perusahaan besar!" Sakura bersungut-sungut dan entah kenapa semakin membuat Ino tertawa. "Percayalah padaku, Sakura. Aku bisa menjamin dari sekarang hidupmu akan lebih menarik,"

"Menarik apanya, yang ada kesialan bisa menyertaiku terus," Sakura merengut "Untuk apa sih kau memintaku bekerja pada manusia agorafobia itu? memangnya tidak ada tempat lain?"

"Kalau dia agorafobia, dia tidak akan membuka café sebagai pekerjaannya, bodoh"

"Tapi lihat wajah tak ramahnya pada orang-orang. Setahuku dia benci berada dalam kerumunan orang,"

"Sudah-sudah, ayo makan malam sekarang dan tidurlah lebih awal. Besok hari pertamamu bekerja 'kan?"

Ino tersenyum kecil memandangi punggung Sakura yang berjalan menuju dapur. Ia punya alasan kenapa meminta Sakura bekerja pada Sasuke. Karna seburuk apapun hubungan mereka di masa lalu, Ino hanya dapat mempercayakan Sakura pada pemuda itu.

Sakura membuka matanya dengan paksa ketika ponselnya berdering tak henti-hentinya. "Halo?" ucapnya dengan suara serak.

"Sakura kau dimana?! Ini sudah jam sebelas siang! Kau bisa dibunuh Sasuke jika terlambat!"

Butuh beberapa detik bagi Sakura untuk mencerna ucapan Ino. Dan setelah ia tersadar sepenuhnya, langsung saja ia melompat dari tempat tidur menuju kamar mandi.

"Aku bisa mati Ino!"

Sakura bergerak secepat yang ia mampu. Rambut sebahunya ia sisir seadanya dan wajahnya ia hanya polesi dengan bedak. Dengan gerakan tergesa-gesa Sakura membuka lemarinya dan mengambil pakaian pelayan yang kemarin Sasuke berikan padanya. Sakura melempar pandangan ke arah jam dinding. Seragam pelayannya ia jejalkan secara paksa dalam tas. Ia tidak punya waktu lagi hanya untuk melipat pakaian.

Haruno Sakura, habis kau hari ini, Sakura menjerit dalam hati.

Sakura masuk, pintu café mendentingkan lonceng ketika dibukanya dan dihadapannya telah berdiri sosok dalam sweater abu-abu serta celana panjang hitam. Sasuke menatap tajam Sakura "Terlambat pada hari pertamamu bekerja?" Sakura meringis tak bisa berkata apapun selain meminta maaf.

"Aku minta maaf Sasuke, kau tahu rumahku cukup jauh dari sini dan kemarin acara TV favoritku sedang diputar. Aku tidak bisa—"

"Kau sudah mengenalku dengan baik bukan, Sakura? Pertama aku benci hal-hal menyusahkan. Kedua, aku benci orang yang tidak menghargai waktu. Ketiga, aku benci dengan orang yang berisik dan tidak bisa membedakan hal-hal formal dan tidaknya," Sasuke menghela napasnya kasar "Kau bisa menyimpulkannya 'kan Sakura?"

"Kau membenciku dan dari dulu memang begitu,"

Keduanya bertatapan cukup lama. Sekali lagi Sasuke menghela napasnya. "Lupakan. Cepat ganti bajumu dan jangan bicara padaku seolah kita ini dekat saat bekerja. Kita berada dalam hubungan dan situasi formal saat ini,"

Sasuke mendekatkan wajahnya pada Sakura "Sederhananya, sekarang aku atasanmu dan semua keinginanku adalah perintah untukmu" kemudian Sasuke meninggalkan Sakura yang mengepalkan kedua tangannya kesal di depan dada. "Dia memang menyebalkan!"

Bersambung.

Catatan kecil Author :

Halo, senang bisa berjumpa kalian lagi. Fanfiksi ini dibuat dan didedikasikan untuk teman saya yang sedang berulang tahun, Tia. Happy birthday, sistahh. Semoga kamu suka.

Dan untuk pembaca lainnya, berkenan untuk meninggalkan kesan, pesan, kritikan di kotak review?^^