To Love naRUto

Disclaimer: Semua karakter dari anime "Naruto" dan "To Love Ru" bukan milik saya, saya hanya meminjamnya saja.

Main Cast: Naruto .U.

Pair: Naruto .U x Harem (Permanent!)

Summary:

Niatnya untuk kembali ke masa lalu harus gagal ketika mengetahui jika dia sudah berpindah dimensi dengan tubuhnya yang juga ikut menyusut, diadopsi oleh Keluarga Yuuki sebagai kakak tertua untuk dua adiknya. Masalah-masalah tak masuk akal mulai menghampirinya, bersama dengan tujuan barunya, ia yakin jika dia bisa menyelesaikannya.

Warning: Author Newbie, Abal-abal, Semi-Canon, Typo, Miss Typo, Echhi, Soft-Lime, Human!Naruto, God-Like!Naruto, Smart!Naruto, Fem!Rito(Riko), Read 'n Review and Not Like Don't Read.

Chapter 09

Masalah dan Masalah...

Crip~ Crip~ Crip~

Suara kicauan burung-burung kecil saling bersahutan mengawali hari itu dengan keceriaan yang mereka bagikan kepada dunia di sekitarnya, sang surya sendiri sudah mulai memperlihatkan dirinya dari ufuk timur menyebarkan seluruh sinar kejinggaannya kepada setiap penjuru dunia yang membutuhkan sinarnya. Semua itu menjadi awal rutinitas para makhluk sosial yang bekerja selama matahari masih bersinar terang lalu beristirahat selama matahari tak menunjukan dirinya.

Keramaian yang tak pernah ada habisnya seolah menjadi pemandangan rutin yang selalu dapat dilihat oleh semua orang disana, pagi hari memang sudah menjadi jam sibuk bagi semua orang. Tak terkecuali dengan tiga orang remaja berpakaian seragam yang berlari menelusuri setiap gang atau jalanan kecil, dari gerak-geriknya bisa dipastikan jika mereka sedang terburu-buru.

"Ini semua gara-gara Naruto-nii," ujar perempuan bersurai coklat kejinggaan dengan potongan rambut agak pendek dan agak acak-acakan memakai pakaian seragam siswi SMA Sainan dengan tas tersandang di bahu kanannya.

"'Panggilan Alam' tak bisa ditolak begitu saja, Riko. Aku 'kan sudah bilang kepada kalian berdua untuk pergi duluan," balas laki-laki bersurai pirang keemasan pendek acak-acakan memakai pakaian seragam siswa SMA Sainan tanpa menggunakan jasnya, tangan kanannya menenteng tasnya dan meletakannya di bahu kanan belakangnya.

"Kita sudah janji untuk terus bersama ketika berangkat ataupun pulang sekolah, itu artinya Riko dan Aku tak bisa meninggalkan Naruto begitu saja," timpal perempuan bersurai merah muda panjang sampai mencapai panggulnya memakai seragam siswi SMA Sainan dengan tas juga tersandang di bahunya.

Laki-laki itu hanya menghela napasnya setelah mendengar timpalan dari perempuan yang berlari di depannya "Tapi jika lama, kalian 'kan bisa langsung pergi duluan tanpaku," tanpa sadar dia juga merasa bersalah karena sudah membuat kedua perempuan itu harus menunggu lama disebabkan dirinya yang terlalu lama di Toilet.

Iris sebiru lautan luas yang ada di sebelah kanan itu sedikit terpaku ketika menemukan seseorang disana, seorang perempuan bersurai hijau muda yang panjangnya sepunggung tapi malah menggunakan kemeja putih berlengan pendek dan celana panjang hijau khas SMA Sainan. Pemuda itu juga belum pernah melihat perempuan itu sebelumnya.

Sret!

"Kenapa kau masih disini saja? Sebentar lagi bel sekolah akan berbunyi," ucap lelaki pirang itu yang menghentikan laju larinya tepat di depan perempuan bersurai hijau muda itu dan membuat kedua perempuan yang berlari di depannya juga ikut berhenti.

Sepasang manik ungu cerah menatap lurus kearah laki-laki yang ada di depannya lalu sedetik kemudian senyum manis terukir di bibir tipisnya "Tidak apa-apa, aku baik-baik saja," balas perempuan itu dengan ramah tanpa memperdulikan tatapan heran dari laki-laki yang ada di depannya.

Setelah melihat kondisi perempuan itu memang baik-baik saja, laki-laki itu mulai berbicara kembali "Kalau begitu jika kau berkenan kita bisa berangkat bersama-sama kesana, aku tahu itu adalah seragam dari SMA Sainan," tawarnya pada perempuan itu.

Perempuan berambut hijau itu hanya menggelengkan kepalanya dengan senyuman yang masih terukir di bibirnya "Kalian duluan saja, aku masih ada urusan disini," tolak perempuan itu dengan halus, dia sebenarnya tak mau menolak ajakan dari laki-laki itu tetapi dia terpaksa melakukannya.

Laki-laki itu tersenyum kecil mendengar jawaban dari perempuan itu, dia sama sekali tak punya kuasa untuk memaksanya "Baiklah, sampai jumpa," laki-laki itu memilih untuk melanjutkan perjalannya bersama kedua perempuan itu.

Sepasang iris ungu cerah itu hanya memandang laki-laki itu dalam diam dan melihat interaksi antara lak-laki itu dengan kedua perempuan yang bersamanya, dari gerak-geriknya, laki-laki pirang itu dimarahi oleh salah satu perempuan disana.

'Jadi, dia itu...'

"Baiklah, baiklah, aku yang salah," ucap laki-laki itu agak berteriak sampai terdengar ke tempat perempuan bersurai hijau itu berdiri "Sekarang masing-masing dari kalian pegang tanganku," ucapnya sambil menengadahkan kedua tangannya pada kedua perempuan itu.

"Untuk apa? Jangan bilang Naruto-nii ingin mencari kesempatan," tanya perempuan bersurai coklat kejinggaan itu yang terdengar menolak permintaan laki-laki pirang tadi, berbeda sekali dengan perempuan bersurai merah muda panjang itu yang langsung memegang tangan kanan laki-laki itu dengan erat.

Laki-laki memberikan tatapan mengintimidasi pada perempuan yang ada di samping kirinya "Bukankah dari kemarin kau meminta padaku agar kau bisa mencoba kemampuanku ini? Kalau kau memang ingin merasakannya, pegang saja. Lagipula kita ini kakak-adik, mana mungkin aku melakukan hal aneh-aneh padamu," jelas laki-laki itu.

Perempuan itu sedikit ragu-ragu untuk menerima uluran tangan dari kakak angkatnya itu "B-baiklah, aku turuti," dan pada akhirnya perempuan itu menerima uluran tangan tersebut.

"Kalau begitu pegangan yang erat, kita akan langsung berpindah," titah laki-laki itu sambil menggenggam tangan yang sudah menerima uluran tangannya lalu berucap "Hiraishin!"

Flash!

Ketiga orang murid SMA Sainan itu langsung menghilang begitu saja dengan diiringi kilatan berwarna kuning keemasan dan meninggalkan debu berwarna kuning keemasan, satu-satunya saksi mata yang ada disana hanya membulatkan matanya tapi kemudian kekagetan itu berubah menjadi senyuman kagum darinya.

'Hanya makhluk hebat saja yang bisa berteleportasi seperti itu, dia memang bukan laki-laki sembarangan,' batinnya dengan rasa kagum dan bangga di hatinya.

'Hey, Run. Ayo berganti, ini sudah waktunya giliranku.'

Senyuman kagum itu berubah menjadi rengutan kesal setelah mendengar suara laki-laki di dalam otaknya "Sabar sedikit, Ren. Aku juga ingin melihatnya sebentar tadi," jawabnya kesal pada dirinya yang lain, mereka memang sering kali berbagi tubuh dalam waktu dan keadaan tertentu.

"Ha-hatcho!"

Buufft!

-0-0-0-

"Kita sangat beruntung bisa masuk kelas beberapa menit sebelum bel masuk pelajaran pertama berbunyi," Riko bersyukur bisa sampai di kelasnya tepat waktu dengan diakhiri helaan napas menandakan kelegaan di dalam hatinya.

"Benar sekali, bahkan ayahku saja memerlukan alat teleportasi untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Tapi berbeda dengan Naruto, dia bisa berpindah tanpa alat apapun," timpal Lala yang dibalas anggukan oleh Riko yang duduk tepat di depan bangkunya.

Naruto hanya bisa menatap Lala dan Riko yang duduk tepat di barisan samping kirinya dalam diam, sepertinya mereka tak tahu jika obrolan mereka itu bisa saja mengundang penasaran bagi orang yang mendengarnya "Riko, Lala, jangan bahas hal seperti itu disini. Bisa-bisa rahasiaku bocor dari kalian berdua," ucapnya yang agak kesal juga dengan pembicaraan mereka berdua.

""Maaf, Naruto/Naruto-nii,"" ucap keduanya bersamaan dengan senyum manis terpasang di bibir masing-masing.

"Dasar kalian ini...," seberapa besarpun dirinya kesal kepada mereka berdua, dia tak pernah sampai memarahi mereka berdua dan selalu menerima permintaan maaf mereka. Mungkin sesekali hanya membentak, tapi setelah itu kembali seperti biasa.

Srek!

Semua murid yang ada di kelas 1-A langsung terdiam setelah pintu bagian depan kelas tersebut terbuka dengan semua pandangan terarah pada Profesor Honekawa yang sudah memasuki kelas dan bersiap untuk mengajar di kelas tersebut "Selamat pagi, semuanya," sapa Profesor Honekawa setelah meletakan bukunya di atas meja.

"Selamat pagi, Honekawa-sensei," balas semua murid yang ada disana pada sang guru.

"Baiklah, kita lanjutkan pelajaran yang kemarin," ujar Profesor Honekawa yang mulai membuka bukunya sambil membenarkan letak kacamata bulatnya "Tapi, sebelum itu, kita kedatangan murid pindahan baru lagi," sambungnya, membuat keadaan gaduh seketika.

"Murid baru? Bahkan Lala-san baru masuk minggu yang lalu."

"Semoga saja murid pindahannya perempuan yang cantik."

"Yang diluar, silahkan masuk," perintah Profesor Honekawa pada murid yang menunggu di luar kelasnya.

Tap!

Semua atensi yang terarah pada Profesor Honekawa sekarang berpindah kepada seseorang yang baru saja masuk ke dalam kelas 1-A tersebut, seorang laki-laki bersurai campuran putih dan hitam yang terlihat acak-acakan dengan sepasang manik ungu cerah menatap semua murid yang ada disana ditambah senyum miring terpasang di bibirnya.

Hampir semua siswi yang ada disana menatap kagum murid yang baru saja masuk itu dengan mulutnya yang ternganga tanpa disadari sama sekali, hampir mereka semua terpesona dengan murid pindahan tersebut bahkan tatapan itu sama sekali tak berpindah sama sekali.

"Namanya Ren Elsie Jewelria-kun, semoga kalian bisa berteman baik dengannya," ucap Profesor Honekawa yang memperkenalkan nama murid baru tersebut.

"Salam kenal, semuanya," sapanya dengan salah satu tangannya menyisir poni putihnya disertai dengan senyuman yang membuat siapa saja terpesona.

"Wah! Tampannya!"

"Luar biasa!"

Hampir semua siswi yang ada di kelas tersebut berteriak histeris mendengar dan melihat laki-laki bernama Ren itu, selain wajahnya yang memang terlihat tampan, dia juga sangat berkharisma. Dan hampir semua siswa yang ada disana memasang tatapan membunuh pada Ren, kecuali satu orang yaitu Naruto. Orang itu malah memasang tatapan aneh kepada Ren.

'Dia memiliki aura yang sama dengan siswi yang aku temui tadi pagi, tapi apa mungkin laki-laki itu adalah perempuan yang kutemui tadi? Rasanya tidak mungkin, kurasa hanya Shinobi saja yang bisa melakukan itu dengan menggunakan Henge atau Oiroke no Jutsu. Tapi, bagaimana kalau dia itu Alien yang memiliki kekuatan seperti itu?'

Pemikiran yang berputar di kepala kuningnya mulai berhenti setelah menemukan titik terang yang mengarahkannya pada sebuah kesimpulan, meskipun ada orang yang sama atau istilahnya kembar identik dengan ciri-ciri yang sama sekali tak bisa dibedakan satu sama lain, tetapi Naruto bisa merasakannya walaupun hanya 0,1%. Dan laki-laki bernama Ren itu memiliki aura yang sama persis dengan perempuan yang memakai seragam laki-laki itu.

'Jika tebakanku benar, maka...,' Naruto sendiri sudah mengalihkan pandangannya kearah Lala yang reaksinya sangat berbeda dengan semua siswi yang ada disana '...dia juga mengincarnya.'

"Ayo kita lihat apa masih ada bangku yang kosong di..."

Profesor Honekawa tak melanjutkan perkataannya kembali setelah melihat murid bernama Ren itu sudah melangkahkan kakinya menuju bangku paling belakang pada barisan kedua dari kanan Profesor Honekawa "Akhirnya aku bisa menemukanmu, Pengantinku," ujarnya yang mengundang reaksi terkejut bagi semua murid yang mendengarnya.

"Lala-chan," Ren menangkup kedua tangan halus milik Lala itu dengan kedua tangannya pula, sepasang manik ungu cerah itu bersinggungan dengan manik hijau milik Lala "Aku sudah sangat yakin sekali jika kau ada disini, aku sudah menantikannya semenjak dulu, yaitu bertemu denganmu," Ren mengucapkannya seperti seseorang yang ditinggal jauh oleh calon istrinya dan sekarang baru bertemu kembali. Sangat puitis sekali.

"Hey, apa maksudmu dengan 'Pengantinku' itu?!" Saruyama adalah orang pertama yang tak terima dengan pernyataan yang baru saja keluar dari mulut murid baru tersebut.

"Astaga, masalah apa lagi sekarang?" gumam Naruto yang memberikan tatapan anehnya pada Saruyama ataupun Ren.

Setelah tangannya melepas tangkupannya pada tangan Lala, salah satu tangannya terulur ke depan lalu jari telunjuknya terarah pada Saruyama yang berteriak kepadanya tadi "Apa kau yang bernama Yuuki Naruto?" tebak Ren yang membuat Naruto harus membenturkan kepalanya sendiri pada bangku yang ada di depannya.

"Jangan samakan aku dengan si 'Rambut Kuning Tai' itu!" jawab Saruyama yang seolah mengatakan bahwa 'Aku bukan orang yang kau maksud,' tapi dia menyampaikannya dengan diiringi hinaan.

Brak!

"Maksudmu apa dengan 'Rambut Kuning Tai' itu, Saru?!" Naruto menggebrak meja yang ada di depannya karena tak terima rambut pirang keemasan yang berasal dari gen ayahnya dihina seperti itu oleh temannya sendiri.

"Jangan memenggal namaku seenaknya, Pecak!" Saruyama juga mulai naik pitam karena Naruto kembali memenggal namanya seperti biasanya.

Terkadang kedua sahabat itu sering bertengkar karena sesuatu hal yang sangat sepele, tapi terkadang juga mereka sangat kompak seperti saudara. Meskipun hinaan dan ejekan selalu terlontar dari mulut mereka, tetapi mereka berdua tak pernah sampai adu jotos kecuali perihal perempuan, mereka seolah menikmatinya.

"Jadi, kau yang bernama Yuuki Naruto?" tanya Ren yang mengalihkan arah telunjuknya kepada Naruto.

"Ya! Memangnya kenapa? Kau juga ingin mengejekku seperti si 'Makhluk Primata' itu?!" jawab Naruto yang sama sekali tak memberikan keramahan kepada murid baru itu, salahnya sendiri bertanya disaat yang tidak tepat.

Ren sedikit terperanjat ketika Naruto membentaknya lalu dia berdehem untuk menenangkan dirinya sendiri "Aku hanya ingin menyatakan sesuatu padamu," ucap Ren yang menggantungkan kalimatnya sehingga membuat semua orang yang ada di dalam kelas itu ingin tahu apa kelanjutannya "Aku akan merebut Lala-chan dari tanganmu, Naruto," lanjutnya dengan kilatan api semangat terlihat dari sorot matanya.

Naruto hanya menghembuskan napasnya perlahan lalu mendudukan bokongnya kembali di atas kursinya "Tak perlu dinyatakan pun aku sudah tahu itu, tapi kau harus tahu diri. Apakah Lala mengenalmu atau tidak? Seharusnya kau memastikannya dulu," ucap Naruto dengan tenang.

Lala hanya menganggukan kepalanya pertanda jika dirinya setuju dengan perkataan Naruto "Boleh kutahu kau ini siapa?" tanya perempuan itu dengan polosnya, dia terkadang tak bisa mengingat sesuatu yang sudah terjadi padanya.

"A-apa?!" Ren bersahut nyaring setelah mendengar perkataan dari Naruto dan dari Lala-lah yang sangat menohok hatinya, dirinya bagaikan ditimpa batu meteor besar yang sebelumnya adalah batu asteroid. Bisa dibayangkan bagaimana hancurnya dia.

Ren memundurkan tubuhnya perlahan dengan perasaan terkejut yang masih menggerogoti hatinya "Sepertinya Lala-chan memang sudah melupakanku, tapi itu tak masalah. Aku tak mau kehilangannya lagi. Itu karena aku adalah..."

"...seorang pria," ucap Ren dengan tangan kanannya terkepal menandakan keyakinan dan semangat ditambah backround laut dan suara ombak yang mengiringinya, dia sudah sangat yakin sekali dengan niatannya ini.

Tatapan aneh terpancar dari mata kanan berwarna biru langit itu setelah mendengar ucapan laki-laki berambut putih-hitam itu 'Mungkin perkiraanku benar dan aku juga ingin melihat sampai mana sisi lainnya ini bertahan menjadi laki-laki,' ucapnya dalam hati.

"Lalu apa hubunganmu dengan Lala-chan?" pertanyaan Saruyama mengintrupsi semua orang yang ada di kelas tersebut karena pertanyaan itu adalah pertanyaan yang mewakili kebingungan yang ada di otak semua murid yang ada disana.

Pemuda itu berbalik dengan senyum kecil terukir di bibirnya "Pertanyaan yang sangat bagus sekali," balas Ren yang puas dengan pertanyaan itu lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan selembar foto dimana dirinya dan Lala saat masih kecil dahulu kemudian menyerahkannya pada Saruyama.

"Hmm... Jadi, kau yang memakai pakaian perempuan ini ya?" tanya Saruyama yang mengundang Naruto untuk berdiri dan melihat foto yang ada di tangan sahabatnya.

"Aku tak percaya jika dia ini seorang pemakai crossdress," gumam Naruto yang memperhatikan foto itu dengan seksama.

"Aku dan Lala-chan memang berteman semenjak kecil dan juga Lala-chan selalu saja menganggapku seperti seorang perempuan, jadi aku terpaksa menuruti kemauannya untuk memakai pakaian perempuan. Meskipun memalukan tapi aku senang bisa bermain dengan Lala-chan," jelas Ren untuk meminimalisir kesalahpahaman dalam foto tersebut.

Lala memukulkan kepalan tangan kiri pada telapak tangan kanannya setelah melihat foto tersebut "Oh ya, aku baru ingat jika kau ini adalah Cry-Baby Ren-chan," ucap Lala yang sudah mengingat murid pindahan baru yang ada di hadapannya.

Ren kembali menyisir rambut bagian depannya dengan sela-sela jarinya "Akhirnya kau ingat juga, Lala-chan," ucapnya dengan perasaan senang karena perempuan yang akan menjadi calon istrinya itu mengingatnya kembali.

"Dulu, aku sering kali dijadikan kelinci percobaan untuk penemuan yang dibuat oleh Lala-chan. Itu merupakan kenangan yang sangat indah untuk dilupakan. Meskipun diriku sering kali menangis karena terus dipaksa agar menjadi kelinci percobaannya, tapi itu juga merupakan kenangan yang sangat indah bagiku. Pertemanan kami memang penuh dengan kenangan."

Naruto yang mendengarkan cerita masa lalu laki-laki itu hanya bersidekap sambil berkata "Dari ceritanya saja, tak ada yang bagus sama sekali. Bahkan penuh derita menurutku."

"Pada suatu hari, Lala-chan pernah berjanji padaku bahwa dia akan menikah denganku jika diriku menjadi seorang pria. Dan sekarang, semua itu sudah terwujud," sambungnya sambil menatap kearah Lala dan Naruto secara bergantian "Lalu kau tahu apa artinya itu 'kan, Yuuki Naruto?"

Naruto hanya menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan kemudian mendudukan kembali bokongnya di kursinya "Lakukan saja sesukamu, aku sudah bosan dengan masalah seperti itu. Biarkan Lala yang menentukan pilihannya tanpa ada paksaan sedikitpun, itupun jika kau seorang pria jantan," ucap Naruto.

Haruna, Riko, Lala dan yang lainnya tertegun mendengar perkataan yang keluar dari mulut laki-laki pirang itu, tapi memang benar apa yang dikatakannya. Pemaksaan bukanlah sesuatu yang harus dilakukan oleh lelaki jantan, perasaan lebih penting daripada apapun.

"Ano... Bisakah kita mulai pelajarannya?" intrupsi Profesor Honekawa yang kembali membuka suaranya untuk memecah kegaduhan di dalam kelas tempat dirinya akan mengajar, bahkan ini sudah terlambat untuk memulai pelajaran.

-0-0-0-

Semenjak Ren bersekolah di SMA Sainan ini, kehidupan Naruto sedikit tidak tenang karena gangguan Ren yang ingin membuktikan bahwa dirinya memang sudah menjadi seorang pria, pria sejati yang diidamkan oleh para perempuan. Mungkin bagi semua orang yang ada di sekolah itu sikap Ren memang menunjukan kesejatian seorang laki-laki, tapi tidak bagi Naruto, dia malah risih jadinya.

Banyak sekali yang dilakukan oleh Ren untuk menunjukan kesejatiannya sebagai seorang pria seperti...

Merobek majalah dewasa tepat di depan Naruto dan menghamburkannya di depan banyak orang...

Mendorongnya saat ingin membukakan pintu bagian belakang kelasnya agar Lala, Riko dan dirinya bisa keluar dari kelas, masih untung dia masih bisa menyeimbangkan tubuhnya supaya tak terjatuh...

Yang paling parah adalah ketika pemanasan saat pelajaran olahraga dengan mengelilingi lapangan sekolah tersebut, hampir semuanya melakukan lari kecil atau istilahnya jogging. Kecuali Ren yang berlari sprint dengan kecepatan yang gila, membuat debu yang bercampur tanah itu berterbangan membentuk pusaran seperti angin beliung...

Itu mengingatkannya dulu saat masih di Akademi Ninja, dimana dirinya selalu saja ingin bersaing dengan Uchiha Sasuke yang kemampuannya berada diatas rata-rata anak-anak seusianya. Seberapa kalipun dia berusaha keras untuk setara dengannya, Sasuke tetaplah lebih unggul daripada dirinya.

Persis seperti kelakuan yang Ren lakukan, selalu ingin mengunggulinya tetapi itu sama sekali tak mengubah pandangan Lala tentang dirinya. Seberapa keraspun Ren berusaha untuk menjadi lelaki sejati, dia sama sekali belum mendapat pengakuan apapun dari Putri sulung Raja Deviluke itu.

"Sekarang aku baru tahu, jika ingin diungguli seseorang ternyata se-merisihkan ini," gumam laki-laki pirang keemasan jabrik yang mendudukan bokongnya diatas dahan pohon yang cukup tinggi dan rindang dengan letaknnya yang ada di pinggir lapangan, setidaknya ini menjadi tempat keduanya setelah atap sekolah untuk menyendiri.

Pandangannya terarah pada teman-teman kelasnya yang sedang bermain lempar-tangkap bola, terkadang dirinya selalu ikut dalam permainan itu tapi hari ini rasanya dia hanya ingin diam saja menikmati semilir angin dari atas pohon tersebut. Mereka sangat beruntung karena masa remajanya bisa digunakan untuk terus bermain dan belajar, tidak seperti dirinya yang harus mengemban misi dengan taruhan nyawa.

Setidaknya disini dirinya bisa hidup dengan normal seperti remaja pada umumnya...

"Yuuki Naruto!"

Naruto mengalihkan pandangannya dari teman-temannya yang sedang bermain lempar-tangkap bola itu kearah orang yang memanggilnya, tatapan datar sekaligus jengkel terarah pada laki-laki bersurai putih-hitam itu 'Mau apalagi sih dia menemuiku?' batinnya lalu berdiri tepat di dahan yang sempat didudukinya.

Tap!

Kedua kaki yang terbalut sepatu hitam itu mendarat dengan mulus di tanah setelah melompat dari dahan pohon, dia menatap Ren yang berdiri tepat di hadapannya "Jika kau datang kesini hanya untuk menunjukan kejantananmu itu... Maaf sekali, aku sama sekali tak tertarik," ucap Naruto yang mengutarakan isi hatinya yang sangat risih dengan kelakuan Ren.

"Bukan, ada yang ingin aku bicarakan padamu," ucap Ren yang sedikit menyangkal tuduhan dari laki-laki pirang di hadapannya.

Pandangan aneh terpancar dari iris biru langit itu setelah mendengar ucapan Ren "Ada yang ingin dibicarakan? Apa itu?" tanya Naruto yang penasaran dengan pembicaraan yang akan dilontarkan oleh makhluk asing yang terobsesi menjadi pria sejati itu, tapi entah kenapa perasaannya menjadi tak enak.

"Itu..."

Bruk!

Tiba-tiba saja Ren merasakan sesuatu mendorong punggungnya lumayan keras hingga tubuhnya oleng ke depan tepatnya pada Naruto yang ada di hadapannya, keduanya sama-sama membeku seolah tak bisa bergerak dengan keadaannya sekarang bahkan Naruto tak sempat membuat segel untuk menghindar dadakan.

Cup!

""Pwuaahh!""

Sedetik kedua bibir itu bertemu, sedetik itu pula keduanya sudah terlepas kembali ditambah dengan rasa jijik yang mereka rasakan setelahnya. Mungkin jika berciuman dengan lawan jenis akan berbeda hasilnya, tetapi mereka berdua ini sesama lelaki dan bukan penyuka sesama jenis. Jadi wajar jika reaksi mereka bagaikan orang yang ingin muntah.

'Sialan! Kenapa aku harus berciuman lagi dengan laki-laki?' Naruto mengumpat di dalam hatinya. Kejadian ini seolah menjadi Deja Vu baginya, rasanya masih sama menjijikannya seperti dulu saat dirinya berciuman dengan Sasuke.

"Hoy! Saruyama! Jika bermain lempar-tangkap jangan sampai ke pinggir juga!" teriak Naruto yang sedikit beremosi juga karena pelaku yang mendorong Ren hingga melakukan hal yang memalukan itu adalah Saruyama.

"Hehe... Maaf, Naruto. lemparannya terlalu jauh tadi," balas Saruyama yang hanya cengengesan tak jelas, tapi masih beruntung juga orang itu tak melihat apa yang terjadi antara Naruto dan Ren.

Naruto kembali mengusap bibirnya dengan kasar dengan pandangannya mulai terarah kembali pada Ren "L-lalu apa yang ingin kau bicarakan? Ini kedua kalinya aku melakukan hal yang menjijikan seperti ini," ucap Naruto yang menyudahi kegiatannya.

"A-aku jelas-jelas lebih jantan daripada kau, tapi kenapa Lala-chan sama sekali tak mau mengakui kejantananku juga? Kenapa dia seperti itu?" tatapan yang dipancarkan dari manik ungu cerah itu terlihat sangat serius membuat Naruto sedikit mengangkat salah satu sudut bibirnya setelah mendengar pertanyaan tersebut.

"Lalu apa hubungannya denganku? Kenapa kau tidak tanyakan saja pada orangnya langsung?" Pemuda pirang itu sama sekali tak habis pikir kenapa laki-laki itu harus menanyakan hal seperti itu padanya, bahkan dia tak tahu dengan maksud 'Lelaki Jantan' yang dimaksud Ren.

"Kau pasti menyembunyikan rahasiamu untuk menjadi laki-laki sejati, bukan? Ceritakan padaku apa rahasiamu itu?"

Pemuda pirang itu mundur satu langkah ketika Ren malah mendekatkan tubuhnya kearahnya, dia hanya tak mau kejadian yang terjadi beberapa detik yang lalu kembali terjadi "Aku sama sekali tak punya rahasia untuk dibagi denganmu, lebih baik kau cari saja jalan lain agar Lala bisa mengakui kejantananmu itu. Jika kau terus bersaing denganku, kau tak akan mendapatkan apapun dari Lala," jelas Naruto, dia mulai lelah karena terus diganggu orang di depannya.

Ren sedikit tertegun dengan apa yang dikatakan oleh Naruto lalu dia kembali bertanya "Lalu apa yang harus kulakukan agar bisa mendapatkan pengakuan dari Lala-chan?"

"Kau hanya perlu berusaha untuk menjadi yang terbaik, bukan untuk mengungguli melainkan untuk menjadi lebih baik lagi...," Naruto mulai melangkahkan kakinya meninggalkan tempat berdirinya tadi, tetapi baru langkah kelima dia sudah berhenti "...Dan satu lagi, apa yang kau lakukan nanti, jangan sampai mengganggu orang lain," lanjutnya yang bersiap melangkahkan kakinya lagi.

"Yuuki Naruto!"

Laki-laki pirang itu berhenti untuk kedua kalinya saat marga dan namanya kembali dipanggil oleh seseorang, kali ini pelakunya berasal dari seorang siswi yang diikuti siswi lainnya dengan langkah kaki terburu-buru dari gedung sekolah yang tak jauh darinya. Dia hanya tersenyum miring mengetahui dari siapa panggilan itu.

"Senpai, ada ap~..."

Grep!

Pemuda itu sedikit terkejut saat tiba-tiba saja perempuan berambut hitam yang diikat ekor kuda itu sudah menyambar kerah baju seragamnya dan meremasnya tanpa ampun disertai raut serius dari wajahnya "Ada yang ingin kami bicarakan denganmu, semoga kau memiliki waktu luang yang banyak," pinta perempuan yang diketahui bernama Kujou Rin.

Naruto hanya tertawa hambar ketika mendengar permintaan dari kakak kelasnya itu "Tentu saja ada, tapi bisakah Senpai memintanya dengan cara baik-baik?" sebenarnya dia meminta agar Rin melepaskan kerah bajunya, lehernya sedikit tercekik jika terus seperti ini.

Ekspresi yang dikeluarkan oleh Rin sedikit melunak ketika mendengar perkataan Naruto "Yang terpenting kita harus bicara secara pribadi, ini menyangkut Saki-sama juga," katanya dengan ekspresi serius yang masih tercetak di wajah cantiknya.

Dengan sekali tarikan tangannya, Rin langsung menggeret Naruto menuju suatu tempat yang nyaman agar sesuatu yang mereka obrolkan tidak diganggu oleh orang lain. Tak lupa juga dengan Aya yang sudah mengikuti dari belakang dengan tali tambang panjang berukuran sedang tergenggam di tangannya.

Ren –yang melihat kejadian tersebut- hanya sweatdrop di tempat dengan tatapannya yang tak beranjak dari laki-laki pirang yang diseret oleh dua perempuan sekaligus, meskipun Naruto terlihat lemah di depan kedua perempuan itu tetapi Ren bisa merasakan aura laki-laki sejati terpancar darinya.

"Ren! Kenapa malah kau yang mencium Naruto-kun? Seharusnya kita langsung berpindah tadi."

"Hey, Run. Itu hanya kecelakaan saja dan mana mungkin aku menyukai laki-laki? Menjijikan sekali!" Ren hanya bisa menggerutu ketika mendengar suara perempuan di dalam kepalanya, tangan kanannya mengusap bibir itu dengan rasa jijik.

"Padahal itu kesempatan yang bagus untukku mendekatinya."

Laki-laki itu mendengus pelan tanpa ada niatan untuk membalas perkataan yang masuk ke dalam kepalanya 'Aku harus mengetahui rahasia kejantanannya itu! Bagaimanapun caranya,' ucap Ren di dalam hatinya.

-0-0-0-

"M-memangnya kalian ingin mengatakan apa sampai-sampai kedua tanganku diikat seperti ini?"

Seberapa keraspun lelaki pirang itu berusaha untuk melepaskan ikatan tali tambang yang mengikat kedua pergelangan tangannya, manik biru langit itu menatap kedua perempuan –yang salah satunya- menyeret dirinya menuju bagian belakang bangunan sekolah yang sepi. Mungkin mereka memang ingin menyampaikan sesuatu yang penting kepadanya.

"Aku sangat mengetahui bagaimana reputasimu di sekolah ini, Yuuki Naruto. Jika dibiarkan saja sedikit, kau pasti akan melakukan hal yang 'menjijikan' terhadap kami. Jadi, aku meminta Aya agar mengikatmu seperti itu," jelas Rin yang sama sekali tak ada keramahan dalam setiap perkataannya.

Kesal dan maklum tercampur menjadi satu menghasilkan ekspresi aneh di wajah Naruto "Huh... Lalu apa yang ingin kalian bicarakan? Aku tak mau lama-lama diikat layaknya penjahat seperti ini," ucapnya sambil menunjukan tali tambang yang mengikat kedua pergelangan tangannya.

"Kami ingin meminta bantuanmu, Uzumaki Naruto."

Kepala kuning itu sedikit memiring ketika mendengar pernyataan yang keluar dari mulut perempuan yang ada di hadapannya "Bantuan seperti apa memangnya? Lalu kenapa kalian malah meminta bantuan kepadaku?" tanya Naruto dengan berturut-turut menandakan kebingungan hebat di kepalanya.

"Seperti yang kuberitahukan sebelumnya, jika pembicaraan kita ini menyangkut perihal Saki-sama," ucapnya dengan penuh keseriusan walaupun terselip nada khawatir dalam perkataannya barusan, dalam hatinya semoga saja laki-laki ini bisa membantu mereka seperti sebelumnya.

"Memangnya apa yang terjadi dengan Tenjouin-senpai? Apa terjadi sesuatu padanya lagi?" tanya Naruto yang penasaran sekaligus khawatir, melihat ekspresi yang dikeluarkan oleh Rin dan Aya saja membuatnya bisa menyimpulkan apa yang terjadi.

"S-saki-sama tiba-tiba saja menghilang secara misterius semenjak istirahat berlangsung, ini juga salah kami karena meninggalkannya sendirian tadi," ucap Aya sambil menundukan kepalanya menyembunyikan ekspresi sedihnya dari lelaki yang ada di depannya.

"Menurutku, ini masih ada sangkut pautnya dengan kejadian kemarin. Aku yakin itu," tambah Rin yang masih menatap laki-laki di depannya dengan lekat "Maka dari itu, tolonglah kami untuk menemukan Saki-sama, Yuuki Naruto," ucap Rin yang sedikit membungkukan badannya disusul Aya yang juga melakukan hal yang sama.

"Ah, itu..." Naruto tak tahu harus berkata apa saat ini, dia benar-benar bingung harus menjawab apa 'Sebaiknya kau cepat menemukannya, bos. Kalau begini jadinya, aku lebih baik memilih mengejar penculik tadi daripada disini. Ini merepotkan ~ttebayo.'

"Apa kau menolak, Yuuki Naruto?" tanya Rin sambil menegakan tubuhnya seperti semula ketika dirinya tak mendengar jawaban apapun dari orang yang ada di depannya, mungkin tak seharusnya mereka meminta bantuannya.

"B-bukan begitu, senpai. Aku hanya saja sedang berpikir dimana kira-kira Tenjouin-senpai berada, apa kalian sudah betul-betul mencarinya di setiap tempat sekolah ini?" ujar Naruto yang tiba-tiba saja menjadi gugup ketika mendengar pertanyaan dari Rin.

Kedua perempuan itu saling berpandangan satu sama lain lalu kembali menatap Naruto sambil menggelengkan kepalanya sebagai jawaban "P-pantas saja, sebaiknya kita cari saja Tenjouin-senpai di setiap sudut sekolah ini. Siapa tahu saja asumsi kalian itu salah," saran Naruto diakhiri dengan cengirannya.

Rin dan Aya mulai memikirkan saran yang baru saja diberikan oleh Naruto, mereka memang belum memeriksa setiap sudut sekolah ini ada kemungkinan Saki masih ada disini. Tapi tak biasanya juga Saki pergi sendirian berkeliling sekolah ini.

"Mungkin yang dikatakan Yuuki-san memang benar, sebaiknya kita segera cari Saki-sama. Lebih cepat, lebih baik, bukan?" ujar Aya yang setuju dengan apa yang disarankan oleh pemuda pirang tersebut.

"Kau benar, Aya. Terima kasih atas sarannya, Yuuki Naruto. Kami pamit dulu untuk mencari Saki-sama."

Setelah keduanya berterima kasih dengan membungkukan badannya kepada Naruto, Rin dan Aya langsung meninggalkan pemuda pirang itu tanpa melepaskan tali tambang yang mengikat kedua pergelangan tangannya dengan erat itu.

"S-seharusnya kalian melepaskan ikatan ini dulu sebelum pergi, dattebayo!" teriak laki-laki pirang itu, dia masih beruntung hanya kedua tangan saja yang diikat, dia masih bisa meminta orang lain untuk melepaskannya.

"Perempuan memang selalu merepotkan."

-0-0-0-

Tap!

"Sebenarnya mereka ingin membawa perempuan itu kemana, heh?"

Sepasang kaki beralaskan sepatu berwarna hitam itu berhasil mendarat dengan mulus pada puncak atap rumah yang entah milik siapa itu, mata kirinya yang mengeluarkan perasaan aneh ketika melihatnya menatap mobil jeep hitam yang tengah melaju kencang menyusuri jalanan yang lumayan sempit dan lengang tersebut. Dari cara menyetir pengemudinya saja, mobil itu terlihat mencurigakan dan terburu-buru.

"Aku harus menghadangnya sebelum mereka pergi semakin jauh," gumamnya dengan kakinya yang kembali mendorong tubuhnya untuk sampai ke atap rumah selanjutnya mengikuti kemanapun mobil itu pergi dan disaat yang tepat dia akan mencoba menghentikan mobil itu bagaimanapun caranya.

Tep!

Pemuda pirang itu melemparkan dirinya sendiri kearah jalanan yang akan dilalui oleh mobil bertipe SUV yang bisa ditumpangi 4 orang itu dan mendaratkan kedua kakinya dengan mulus, sepasang matanya yang berbeda itu memperhatikan setiap orang yang menumpangi mobil tersebut termasuk orang yang harus ia selamatkan. Jika hadangannya ini sama sekali tak digubris oleh orang yang ada di dalam mobil itu, dia masih memiliki rencana cadangan untuk menghentikan mobil itu dengan paksa.

Tangan kirinya terulur ke belakang merogoh sesuatu yang ada di dalam kantong peralatan ninjanya, dia membawanya hanya untuk berjaga-jaga jika ada hal yang tidak masuk akal terjadi. Setidaknya dia membutuhkan alat pertahanan untuk melindungi dirinya setelah dia tahu apa yang akan terjadi kepada dirinya karena kejadian kemarin.

"Bagaimana ini, bos? Dia menghalangi jalan kita," ujar laki-laki yang sedang mengemudikan mobil tersebut meskipun jaraknya cukup jauh tetapi dengan kecepatan seperti yang ia jalankan saat ini, mobil itu bisa mencapai tempat berdiri pemuda itu hanya dalam kurun waktu beberapa detik saja.

"Tabrak saja dia! Dia pasti sudah tahu kalau kita ini penculik, kita tak bisa meninggalkan saksi mata begitu saja. itu pasti akan membahayakan keberadaan kita," jawab orang yang memiliki aura kepemimpinan dengan mengambil tempat duduk tepat di belakang kursi pengemudi itu untuk memastikan jika perempuan yang ada di sampingnya saat ini tidak melarikan diri.

"Baiklah, bos."

Pria yang mengemudi itu menginjak pedal gasnya hingga ke titik maksimum membuat mobil SUV itu melaju dengan kencang kearah pemuda yang menghalangi jalan mereka, sementara perempuan bersurai pirang keemasan dengan sepasang mata berwarna emas hanya bisa menatap terkejut kearah orang yang akan menolongnya, siapa sangka jika tunangan dari rivalnya itu bisa mengetahui jika dirinya diculik.

Ini semua karena dirinya yang tidak waspada dan hati-hati, seharusnya dia selalu didampingi setidaknya satu orang saja. Tetapi, antara egois dan tidak ingin menyusahkan orang lain memang beda tipis, dia tak membiarkan salah satu pelayannya itu menemaninya sehingga kejadian ini terjadi dengan cepat.

'Selamatkan aku, Yuuki Naruto,' dia hanya bisa menangis dalam hati karena merutuki kebodohannya, air mata yang mengalir melalui pipinya serta matanya yang sembab merupakan hasil penyesalannya. Sebenarnya dia ingin berteriak, tetapi kain putih yang menyumpal mulutnya membuat suaranya tak bisa keluar dengan maksimal.

Senyum samar terlihat jelas dari mulut laki-laki pirang itu lalu menarik tangannya dari kantong peralatan ninjanya, paku bercabang dengan semua sisinya memiliki sisi tajam itu sudah terkumpul di tangan kirinya "Tak ada pilihan lain, sepertinya," ujarnya sambil menunggu momentum yang tepat untuk melakukan aksinya.

Mata ungu sebelah kirinya berkilat diiringi dengan gumaman "Rasakan ini!" setelah mengatakannya, dia segera menebar paku bercabang itu secara acak namun ia bisa memastikan jika paku tersebut bisa mengenai ban mobil tersebut.

Hup!

Sepersekian detik setelah Naruto melompatkan dirinya ke pinggir jalanan, mobil itu melaju melewatinya dengan kecepatan sangat tinggi. Pendengarannya yang tajam bisa mendengar letusan-letusan kecil dari ban sebelah kanan mobil itu setelah melewati ranjau paku yang ia tebar disana, dengan begini satu-satunya transportasi mereka untuk melarikan diri dapat ia lumpuhkan.

Ckiiiit!

Bruuk!

Pemuda itu bisa mendengar suara decitan antara ban mobil tersebut dengan aspal kemudian disusul dengan suara besi yang menabrak sesuatu yang keras, dia hanya tersenyum mengingat rencananya berhasil tanpa cacat. Dia berbalik dan menatap mobil SUV tersebut sudah dalam keadaan kacau, sepertinya dia melumpuhkannya terlalu berlebihan.

"Brengsek! Siapa kau, hah?! Berani-beraninya kau mencampuri urusan kami!"

Pintu mobil tersebut ditutup dengan kasar oleh tiga dari empat orang penumpang yang sudah keluar dari mobilnya dengan wajah penuh amarah dan kekesalan, siapa yang tidak akan marah ketika rencana yang sudah disiapkan matang-matang bahkan hampir berhasil malah digagalkan dengan mudah. Apalagi dihentikan oleh bocah yang baru masuk SMA.

"Jadi, aku mencampuri urusan kalian ya? Maaf kalau begitu, tapi aku tak akan pernah diam jika melihat orang yang kukenal diperlakukan seperti itu. Sepertinya orang yang memerintahkan kalian memang tak memiliki otak yang sehat bahkan bersaing seperti itu saja harus menggunakan cara kotor seperti ini. Sangat memalukan," jawab Naruto dengan panjang lebar, meskipun kuantitas lawannya lumayan banyak tapi dengan kualitas pengalaman pertarungan yang ia punya, dia yakin bisa menjatuhkan ketiga pria bringas itu dengan mudah.

"Sialan kau, bocah! Akan kutunjukan apa hukuman yang pantas bagi bocah yang suka mencampuri urusan orang dewasa sepertimu," aura kemarahan terdengar jelas dari perkataannya, pandangan matanya yang tajam itu melirik kearah kanan dan kirinya seolah memberi kode pada bawahannya untuk segera melakukan sesuatu.

Kedua bawahannya mengangguk pelan dengan keduanya yang mulai melangkahkan kakinya mengikis jarak mereka dengan lawannya, jika saja yang mereka hadapi itu remaja biasa maka bisa dipastikan jika remaja itu sudah gemetaran ketakutan, tapi mereka sama sekali tak melihat raut ketakutan di wajahnya.

Seringai rubah tercetak jelas di bibirnya diiringi tatapan mengintimidasi dari masing-masing matanya, sebenarnya aura yang ia keluarkan sudah bisa membuat manusia biasa seperti mereka langsung menyerah, tapi dia akui kalau kedua orang itu lumayan tangguh meskipun mereka berusaha menahan ketakutannya terhadap sesuatu yang mereka rasakan.

Swuuush!

Naruto menghindari kepalan tangan besar itu dengan cepat, ia yakin jika dia terkena pukulan itu tubuhnya bisa terpental beberapa meter ke belakang. Dia sangat berterima kasih pada insting yang selalu memperingatkannya dari bahaya, pengalaman bertarung juga mengasah insting bertarungnya hingga semakin tajam bahkan bisa merasakan bahaya dari jauh.

Pemuda itu memutar tubuhnya satu putaran penuh lalu melayangkan serangan backhand kearah tengkuk pria bertubuh atletis itu, meskipun orang itu sangat kuat tetapi jika diserang langsung pada titik syaraf kesadarannya maka kemungkinan besar orang itu akan pingsan...

Buuaggh!

Bruuuk!

Pria bertubuh atletis itu langsung tersungkur di aspal setelah pukulan dari lawannya berhasil mengenai tengkuknya membuatnya tak sadarkan diri di tempat, sementara lawannya hanya bisa menggelengkan kepalanya karena pria itu menyerang dengan membiarkan banyak celah terbuka. Begiulah jika seseorang lebih mementingkan otot daripada otak.

Grep!

"Gah!" dia tak bisa menahan kesakitannya ketika perut dan pinggangnya dikunci dengan erat oleh dua tangan besar dari pria gendut berkepala botak yang sudah melakukan serangan andalannya, jika pria itu terus mengeratkan kunciannya bisa-bisa tulang belakangnya akan patah.

"Jangan harap kau bisa lepas dari kuncianku ini, akan kuremukan kau sampai kau tak bisa berdiri tegak lagi," ucap pria botak berwajah sangar itu dengan kedua tangannya yang semakin mengeratkan kunciannya.

Krak!

Naruto bisa merasakan jika tulang belakangnya mulai bereaksi dengan kuncian tersebut membuatnya terhimpit dan terus terhimpit setiap detiknya 'J-jika begini terus.. a-aku pasti...,' disela-sela kesakitannya, dia terus berpikir bagaimana caranya agar dia bisa keluar dari kuncian tersebut.

Pemuda itu merentangkan kedua tangannya dengan chakra yang mengalir dan berkumpul di kedua telapak tangannya, hanya ini satu-satunya jalan agar dirinya bisa lepas dari kuncian tersebut. Walaupun Kurama dan yang lainnya bisa menyembuhkan cederanya nanti, tetapi memulihkan tulang belakang yang patah memerlukan banyak waktu.

"R-rasakan ini... Hyaaah!"

Plak!

Kedua tangan pria botak itu langsung memegangi masing-masing telinganya hingga melepaskan kunciannya pada tubuh Naruto, rasa sakit disertai dengungan panjang membuat kepalanya terasa berputar dan pusing. Dia yakin pemuda itu sudah berpengalaman dalam bertarung hingga mengetahui kelemahan untuk melepaskan kuncian tersebut, sampai sekarang dia belum bisa mengembalikan konsentrasinya.

Naruto hanya bisa berlutut sambil berusaha untuk menormalkan deru napasnya yang kurang teratur serta meredakan rasa sakit yang mendera pinggang dan tulang belakangnya, jika saja itu dibiarkan lebih lama lagi, ia yakin tulang belakangnya pasti akan remuk tanpa tersisa. Perlahan-lahan, dia mencoba bangkit dan berdiri tegak seperti sedia kala.

'Terima kasih sudah meredakan rasa sakitnya, Semuanya,' ucapnya dalam hati.

'Sama-sama, Naruto. Ini memang sudah menjadi tugas kami,' balas seseorang dalam kepalanya, semua Bijuu yang ada di dalam tubuhnya pasti ingin memastikan jika Jinchuuriki-nya baik-baik saja.

"Jika aku tak melakukannya dengan cepat, kedua pelayan si Senpai Pirang itu pasti akan mulai khawatir," gumamnya pelan lalu menarik napasnya sangat dalam, tangan kanannya terulur di samping tubuhnya. Angin pelan mulai berputar di sekitar telapak tangannya kemudian membentuk bola biru yang secara berkala mulai membesar dan menimbulkan suara yang nyaring, dia setidaknya membutuhkan jurus tersebut untuk menjatuhkan pria botak itu.

"Eheh...," seringai rubah kembali tercipta di bibir remaja pirang itu disertai dengan helaian rambut pirangnya yang melambai-lambai terkena angin pelan yang tercipta dari bola biru yang berputar di atas telapak tangan kanannya.

Tanpa aba-aba, Naruto melesat dengan cepat kearah pria berkepala botak yang terlihat masih linglung itu, dia tak mau membuang kesempatan sebelum konsentrasi pria itu kembali lagi. Tapi disela kelinglungannya pria itu masih berusaha melawan dengan menyatukan kedua kepalan tangannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi diatas kepalanya...

"Terlambat..."

Flash!

Pria botak yang tengah mengumpulkan kekuatan maksimalnya pada kepalan tangannya itu hanya bisa membulatkan matanya, bocah pirang itu sudah ada di hadapannya disertai dengan kilatan berwarna kuning keemasan "Tidak mungkin," dia sama sekali tak percaya dengan apa yang dilihatnya, dia bahkan tak bisa meneruskan serangannya.

"Rasengan!"

Naruto mendorong bola chakra berwarna biru itu kearah perut berlemak pria itu dengan sekuat tenaga, dia sama sekali tak memiliki niatan untuk membunuhnya tapi dia hanya ingin membuat mereka semua tak sadarkan diri saja. Ada yang lebih berwenang untuk mengurus mereka nantinya dan tentunya bukan dirinya...

"UWOOOOHHH!"

Bwuuusssh!

Tubuh pria itu langsung terdorong beberapa meter ke belakang dengan kuat karena efek serangan yang diterimanya, jika saja Naruto memasukan efek lain ke dalam Rasengan-nya maka bisa dipastikan organ dalam pria itu bisa terkoyak karenanya...

Dreeeeb!

Tubuh yang terhempas itu langsung terhenti dengan sendirinya setelah menabrak bagian belakang mobil yang sebelumnya dikendarainya dengan kuat, tubuh itu bahkan tak bergerak lagi setelahnya karena pemiliknya sudah tak sadarkan diri.

Melihat pria botak itu tak bergerak sama sekali setelah menerima efek serangannya membuat bibirnya mengulum senyum puas, tinggal satu orangnya yang harus ia lumpuhkan. Jika saja dirinya hanyalah seorang remaja biasa yang hanya memiliki kemampuan bertarung saja, kemungkinan besar dirinya akan kewalahan melawan ketiga penculik itu.

"M-monster...!"

Tak masuk di akal memang melihat kedua anak buah andalannya itu bisa dikalahkan dengan mudah oleh bocah pirang itu, tapi kemampuan yang dimilikinya sama sekali bukan milik manusia biasa. Hanya makhluk selain manusia sajalah yang memiliki kemampuan seperti itu, misalnya monster atau sejenisnya.

Tanpa berpikir panjang, pria selaku bos dalam penculikan tersebut mengeluarkan senjata apinya yang berupa pistol dan mengarahkannya tepat pada remaja pirang itu. Itu merupakan senjata terakhirnya jika ada seseorang yang menghalangi rencanannya dan sekaranglah waktu yang tepat untuk menggunakannya.

Dor!

Syuuut!

Senjata api itu memuntahkan pelurunya dengan kecepatan sangat tinggi dan mengarah langsung pada kepala sasarannya, tapi pria yang memegang senjata api itu malah membeku ditempat sambil bergumam "Tidak mungkin," secara terus menerus. Layaknya hologram ataupun hantu, peluru itu hanya menembus tubuh remaja pirang itu begitu saja bahkan tak meninggalkan goresan apapun di tubuhnya.

"Sialan!" umpat pria itu berkali-kali diiringi pistolnya yang terus memuntahkan pelurunya.

Dor!

Dor!

Dor!

Suara tembakan dari senjata api itu terus menggema disana membuat perempuan yang ada di dalam mobil SUV itu memejamkan matanya karena ketakutan dan khawatir dengan orang yang menolongnya, siapapun tak akan pernah selamat jika diberondongi tembakan sebanyak itu.

Crak! Crak! Crak!

Pria itu terus menekan pelatuknya dengan penuh amarah tetapi seberapa keraspun dirinya menekan pelatuk itu, pistol itu tetap tak memuntahkan pelurunya karena habis "Senjata sialan!" umpatnya sambil membantingkan pistolnya itu ke aspal dengan keras untuk melampiaskan kekesalannya.

"Apakah sudah?" tanya Naruto dengan dingin disertai kepalanya yang menunduk membuat poni rambutnya menutupi sebagian wajahnya, aura tak mengenakan mengguar begitu saja dari tubuhnya. Tangan kanannya mulai terulur ke depan dengan posisi terbuka seolah ingin mencengkram apa yang ada di depannya "Bansho Ten'in!" teriaknya diiringi mata kirinya yang memancarkan sinarnya sendiri.

"A-apa?!" pria itu terkejut ketika merasakan tubuhnya seperti ditarik oleh sesuatu, bagaikan besi yang ditarik oleh magnet. Seberapa keraspun kakinya menahan tubuhnya, tarikan itu semakin lama semakin menguat dan membuat tubuhnya terus mendekat kearah remaja pirang itu.

Swuuuush!

Tubuhnya melayang dan tertarik dengan kuat kearah Naruto, dia sudah tak bisa apa-apa lagi selain berteriak panik ketika tubuhnya ditarik...

Grep!

Gubrak!

Tak peduli meskipun pria itu memiliki usia yang lebih tua daripada dirinya, Naruto tetap membantingkan tubuh itu ke aspal setelah dia mendapatkan lehernya. Dengan posisi berlutut di aspal dan mencengkram lehernya, kedua iris yang berbeda warna itu menatap lawannya dengan tatapan dingin, apa yang dilakukan oleh para penculik ini memang sudah keterlaluan.

"A-ada ap-apa, bocah? Apa kau ingin mengintrogasiku tentang siapa yang menyuruhku? Kheh, k-kau t-tak akan mendapatkan apa-apa dariku, bocah sialan!" meskipun posisinya sudah terdesak, tapi pria itu tetap saja berusaha memprovokasi remaja yang berhasil menjatuhkannya.

"Aku tak perlu melakukan hal yang merepotkan seperti itu, aku hanya memerlukan ingatanmu saja supaya tahu siapa orang yang menyuruh kalian bertiga sekaligus ini sebagai peringatan pada orang itu agar tidak berurusan lagi dengan keluarga Tenjouin atau ini juga akan terjadi pada dirinya," ucapnya tanpa berekspresi sedikitpun, cengkraman pada lehernya pun semakin mengerat "Bahkan orang seperti kalian tak seharusnya dimaafkan."

"A-ap-apa... apa yang akan kau lakukan? J-jangan... JANGAN!"

Sret!

Naruto menarik tangan kanannya itu dari leher pria tersebut disertai dengan energi putih yang ikut tertarik dari dalam tubuh pria itu, secara otomatis energi putih itu langsung masuk ke dalam tubuhnya begitu pula dengan ingatan yang dimiliki pria tadi.

'Orang yang menyuruh mereka memang berambisi untuk membuat keluarga Tenjouin-senpai jatuh dan akan melakukan apa saja untuk menjatuhkannya, itu sudah keterlaluan,' ucapnya dalam hati setelah ingatan pria itu masuk ke dalam kepalanya.

Setelah bangkit berdiri, dia langsung melangkahkan kakinya dengan cepat kearah mobil SUV yang dikendarai oleh ketiga penculik tadi berusaha memastikan jika seseorang yang harus ia selamatkan itu baik-baik saja...

Klap!

Naruto hanya tersenyum lega kearah Saki yang terlihat baik-baik saja walaupun keadaannya sangat kacau, dengan perlahan Naruto mulai mendekati perempuan itu sambil berkata "Senpai sekarang sudah aman, penculik-penculik itu tak akan berbuat macam-macam lagi pada Senpai. Biar aku lepaskan ikatannya."

Saki hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban sambil membalikan tubuhnya dimana kedua tangannya diikat ke belakang punggungnya membuatnya tak bisa melawan sama sekali, dalam hatinya dia sangat senang karena bisa diselamatkan dari kejadian yang tak diinginkannya ini. Dia juga mengira jika remaja berambut model duren itu tak akan selamat setelah mendengar tembakan beruntun tadi.

Setelah selesai di bagian tangan, Naruto mulai melepaskan tali yang mengikat kedua kakinya yang masih dibalut sepatu sekolahnya. Sementara kedua tangannya yang sudah terbebas mulai melepaskan sumpalan kain yang berada di mulutnya, dia sangat senang bisa berbicara seperti biasa lagi.

"Nah, sekarang Senpai sudah... Uwaaaa!"

Tanpa Naruto sangka, perempuan itu malah menghamburkan pelukannya kearahnya membuatnya terdorong ke belakang hingga pantatnya terduduk di aspal dengan kerasnya. Dia hanya bisa meringis pelan ketika merasakan rasa sakit di bokongnya, tatapannya terarah pada Saki yang sudah memeluknya dengan begitu erat diiringi isakan kecil darinya.

"Senpai tak perlu takut lagi, aku sudah melumpuhkan mereka semua. Mereka pasti tak akan mengganggu Senpai lagi mulai dari sekarang, aku jamin itu," ujar Naruto yang berusaha menenangkan Saki yang masih trauma dengan apa yang terjadi padanya.

"A-aku kira... Hiks... aku benar-benar akan dibawa oleh mereka bertiga... Hiks... aku sangat takut... sangat takut...," gumam Saki dengan kedua tangannya semakin erat memeluk Naruto bahkan jari tangannya meremas pakaian seragam milik laki-laki itu hingga kusut.

Naruto hanya bisa tertawa kecil mendengar ucapan dari Saki "Yah, aku minta maaf karena aku tak langsung menolong Senpai tadi. Aku hanya tak mau berkelahi di dekat lingkungan sekolah, itu malah membahayakan lagi bagi yang lain," ungkapnya, contohnya saja senjata api tadi. Jika pria pembawa senjata api tadi menembakannya secara asal di lingkungan sekolah yang notabenenya penuh dengan orang-orang, pasti akan ada yang kena.

Saki hanya menggeleng dalam pelukannya "Huum... Ini bukan salahmu... Aku sangat paham dengan alasanmu itu... Terima kasih sudah menyelamatkanku," ucapnya sambil mengangkat kepalanya hingga tepat berhadap-hadapan dengan wajah lawan bicaranya, meskipun mata ungu itu sedikit mengganggunya tapi itu malah membuat rasa penasarannya muncul.

"Sama-sama, Senpai. Lagipula sudah suatu kewajiban untuk menolong seorang teman," balasnya sambil menunjukan cengiran lima jarinya "Kalau begitu, kita sebaiknya segera kembali ke sekolah. Rin-senpai dan Aya-senpai pasti sangat mengkhawatirkanmu karena tiba-tiba menghilang," ajak Naruto.

Saki menggelengkan kepalanya perlahan "A-aku ingin pulang saja," jawabnya dengan singkat, dia tak mungkin kembali ke sekolah dengan keadaan mental yang masih goyah seperti ini. Setidaknya dia ingin menenangkan diri dulu di Mansionnya sendiri.

"Baiklah, biar aku antar Senpai ke rumah Senpai..."

"Tapi salah satu kakiku terkilir, jadi aku tak bisa berjalan dengan benar. Lagipula jarak darisini ke Mansionku lumayan jauh," potong Saki dengan cepat.

"Uhm, aku mengerti, Senpai."

Saki melepaskan pelukannya pada tubuh laki-laki itu dan memundurkan tubuhnya dengan perlahan memberi ruang pada Naruto, sepasang iris emas itu terus menatap Naruto yang mulai menjongkokan dirinya dengan posisi membelakanginya seolah-olah memberikan punggung lebarnya itu pada Saki.

"Ayo naik, Senpai. Biar aku gendong sampai Mansion milik Senpai itu," titah Naruto, walaupun dirinya sama sekali tidak yakin dengan idenya kali ini. Semoga saja ini tidak membawa masalah baginya.

Remaja pirang itu bisa merasakan jika beban di punggungnya mulai bertambah karena tubuh Saki yang mulai merapat padanya, dia tak tahu harus berbuat apa saat merasakan sensasi tak karuan di bagian punggung atasnya. Hanya dua kata yang terlintas di otaknya, kenyal dan berisi.

Kedua tangannya memegangi masing-masing kaki milik kakak kelasnya itu dan mulai bangkit berdiri secara perlahan...

"Baiklah, kita berang..."

Baru saja dirinya akan melakukan tolakan untuk melakukan lompatan tinggi menuju salah satu atap rumah yang tak jauh darinya, sebuah ingatan malah masuk ke dalam kepalanya dan tentu saja ingatan itu milik bunshinnya yang ia tugaskan untuk menggantikan dirinya sementara waktu. Tapi sekarang dari ingatan terakhir yang didapatkannya dari bunshinnya, dia terkena masalah yang cukup gawat dan kenapa harus berurusan dengan murid perempuan segala.

'Bunshin sialan! Sudah kubilang jangan membuat masalah, aku juga yang kena imbasnya. Dasar merepotkan.'

"Naruto? Apa ada masalah?" tanya Saki yang merasa aneh karena Naruto malah menggantungkan perkataannya dan tak bergerak begitu saja, seperti sedang ada yang dipikirkan olehnya.

Kepala kuning itu menggeleng pelan "Tidak ada apa-apa, Senpai. Ayo kita berangkat ~ttebayo!" serunya sambil melompat setinggi mungkin menuju atap rumah yang dituju sebelumnya.

"Kyaaa! K-kenapa harus melewati atap orang segala?" tanya Saki yang sedikit panik karena ini pertama kalinya dia digendong oleh seseorang sambil melompat-lompat dari satu atap ke atap yang lain bahkan tak ada raut ketakutan di wajah Naruto saat melakukannya, seolah sudah terbiasa.

"Ini cara tercepat untuk seorang ninja berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya, aku juga melakukan hal seperti ini ketika mengejar mobil yang menculik Senpai tadi," jelas Naruto sambil terus berkonsentrasi agar kakinya memijak atap rumah tersebut dengan benar, dia tak mau jika harus mengganti rugi karena menginjak atap rumah orang lain sampai rusak.

"Senpai, bisakah aku meminta sesuatu darimu?" tanya Naruto dengan senyum rubah terukir di bibirnya.

"M-meminta apa?" tanya Saki yang sedikit gugup, dia berpikir jika Naruto akan meminta imbalan atas apa yang dilakukannya tadi. Bagaimana jika Naruto malah diminta untuk melakukan hal-hal yang bisa memuaskan hasrat laki-lakinya? Dia belum siap sama sekali.

"Bisakah Senpai merahasiakan kejadian ini atau apa yang Senpai lihat sebelumnya tentang diriku? Aku sebenarnya tak ingin memaksa, tapi aku minta tolong pada Senpai untuk merahasiakannya. Bisa 'kan, Senpai?" pinta Naruto dengan sungguh-sungguh.

Perempuan itu mendesah lega setelah mendengar permintaan Naruto yang ternyata bukanlah sesuatu yang ada di dalam pikirannya tadi "Tentu saja, kau tak perlu khawatir dengan itu. Rahasiamu aman bersamaku," jawab Saki yang menyanggupi permintaan Naruto.

"Hah... Leganya..." ucap Naruto yang terlihat senang mendengar jawaban dari kakak kelas yang dia tolong itu, kedua kakinya terus melompati beberapa atap rumah itu tanpa kehilangan keseimbangan sedikitpun.

"Ternyata orang mesum sepertimu memiliki sisi baik dan misterius juga ya," celetuk Saki sambil menikmati perjalanannya, sebenarnya dia ingin berkata soal salah satu kakinya yang terkilir itu adalah kebohongan semata. Dia tak tahu jika lelaki itu melakukannya sampai sejauh ini.

"Senpai tadi bilang apa?"

"Terima kasih karena sudah mau mengantarku pulang," jawab Saki dengan cepat.

"Perasaan bukan itu deh... tapi ya sudahlah."

Naruto memilih untuk meneruskan perjalanannya mengantarkan Saki menuju Mansionnya sambil memikirkan ingatan bunshinnya yang masuk, bisa-bisanya dia menghilang seenaknya. Disana pasti sedang terjadi kebingungan besar-besaran, sepertinya dia harus mulai mengurangi menciptakan bunshin yang tak pernah memikirkan masa depan pemiliknya.

'Kuharap bukan masalah serius.'

[To Be Continued...]

Saya minta maaf karena terlalu lama tidak meng-updatenya, tapi saya berterima kasih bagi kalian yang sudah mau menunggu.

Maaf jika chapter sekarang agak terlihat aneh atau semacamnya, saya hanya menuliskan apa yang ada di dalam otak saya saja. ini juga faktor kelamaan gak pernah nulis lagi, jadi penulisannya kaku lagi.

Di chapter depan saya janji akan memperbaiki segala kekurangan di chapter ini...

Semoga menghibur dan jangan bosan-bosan membaca cerita saya yang absurb ini...

Terima kasih semuanya...