To Love naRUto
Disclaimer: Semua karakter dari anime "Naruto" dan "To Love Ru" bukan milik saya, saya hanya meminjamnya saja.
Main Cast: Naruto .U.
Pair: Naruto .U x ?
Summary:
Niatnya untuk kembali ke masa lalu harus gagal ketika mengetahui jika dia sudah berpindah dimensi dengan tubuhnya yang juga ikut menyusut, diadopsi oleh Keluarga Yuuki sebagai kakak tertua untuk dua adiknya. Masalah-masalah tak masuk akal mulai menghampirinya, bisakah dia menyelesaikannya? Atau kembali ke tujuan awalnya?
Warning: Author Newbie, Abal-abal, Semi-Canon, Typo, Miss Typo, Echhi, Soft-Lime, Human!Naruto, God-Like!Naruto, Smart!Naruto, Fem!Rito(Riko), Read 'n Review and Not Like Don't Read.
Chapter 01
Keluarga Baru dan Masalah Baru
"Riko-nee!" panggil anak perempuan yang baru tumbuh dengan kepala yang dimahkotai surai berwarna coklat gelap bergelombang dibiarkan terurai dan sebagiannya diikat di bagian belakang atas kepalanya, sepasang iris emas gelap itu menatap kearah perempuan yang tengah membantunya menyiapkan sarapan pagi di ruang makan yang merangkap dengan dapur.
"Apa?" sahut perempuan bersurai oranye gelap dengan mengangkat salah satu alisnya setelah mendengar panggilan dari adiknya, dia meletakan mangkok yang dibawanya diatas meja lalu menatap kearah orang yang memanggilnya.
"Sepertinya Naruto-nii lupa menyetel alarmnya lagi," ucap anak perempuan yang usianya sekitar 13 tahunan dengan kepalanya yang mendongak keatas langit-langit ruangan tersebut "Bisa Riko-nee membangunkannya? Kita bisa terlambat jika Naruto-nii belum bangun juga," pinta anak perempuan itu dengan senyuman memohon kepada kakak perempuannya itu.
"Baiklah, Mikan urus sisanya, ya," ucap perempuan bernama Riko itu yang sudah melangkahkan kakinya menuju lantai dua rumah tersebut dimana ruangan kamar kakak tertuanya berada.
"Siap, Onee-chan!" sahut anak perempuan bernama Mikan itu yang sudah menggantikan kakaknya untuk menyiapkan sarapan pagi.
Beralih pada salah satu kamar yang ada di lantai dua...
Seorang pemuda bersurai pirang keemasan masih saja bergelung dengan selimut, bantal dan gulingnya meskipun sinar matahari sudah masuk melalui celah-celah gorden yang menutupi jendela besar di sebelah ranjangnya, sinar itu seolah ingin membangunkan sang pemilik kamar tapi tetap saja pemiliknya tak bergeming sedikitpun dan malah menggumamkan sesuatu yang tak jelas. Dia tak tahu jika mesin yang seharusnya membangunkan dirinya belum ia setel sama sekali, pemiliknya sendiri lupa menyetelnya malam kemarin karena terlalu fokus dengan tugas yang harus diselesaikan. Dia langsung tertidur karena otaknya kelelahan.
"Onii-chan!" sahut seseorang dari luar pintu kamarnya dengan agak keras.
Klek!
Kriet!
Daun pintu kamar tersebut terbuka kearah dalam sehingga menampakan pelaku pendorong pintu tersebut sementara sepasang iris emas gelap menatap kearah sosok yang masih saja terlelap di alam mimpinya dan sama sekali tak mendengar panggilan dirinya "Beginilah jika Onii-chan mengerjakan tugas hingga larut malam, dia pasti akan lupa caranya untuk bangun tidur," ucap Riko dengan menghela napas berat dan sudah melangkahkan kakinya menuju ranjang milik kakaknya.
"Onii-chan...! Naruto-niichan...! Ini sudah pagi, cepat bangun," panggil Riko yang mulai menggerak-gerakan tubuh kakaknya yang sama sekali tak bergeming sedikitpun meskipun guncangan di tubuh kakaknya sudah sangat kuat, perempuan itu beralih menatap pada penutup mata yang menghalangi mata kiri kakaknya. Semua orang berpikir jika penutup mata itu hanyalah hal sepele yang tak terlalu penting.
Tapi tidak bagi Riko ataupun Mikan, mereka berdua sangat penasaran dengan apa yang ada di balik penutup mata tersebut. Semenjak kedatangan kakak angkatnya pada keluarga ini, kakak angkatnya itu selalu saja memakai penutup mata untuk menghalangi mata sebelah kirinya. Setiap kali Riko maupun Mikan bertanya 'Kenapa penutup mata itu tak dilepas saja?' kakaknya selalu menjawab 'Mata sebelah kirinya kurang jelas untuk melihat, jadi akan mengganggu sekali jika dilepas,' dan tentunya mereka berdua sama sekali tak percaya dengan alasan itu.
Rasa penasaran itu sering kali muncul di benak Riko dan Mikan membuat mereka sesekali membuat siasat agar mereka bisa melepaskan penutup mata itu dari kepala sang kakak, tapi kebanyakan siasat itu gagal ketika dikerjakan, entah itu karena keberuntungan kakak angkatnya atau memang kakak angkatnya sudah tahu dengan siasat yang mereka buat. Rasa penasaran mereka sudah mencapai titik tertinggi bagaikan Gunung Mt. Everest sekarang.
Rasa penasaran itu menuntun tangan kanannya untuk bergerak kearah penutup mata yang masih terpasang di kepala sang kakak, tujuannya untuk membangunkan sang kakak sudah berbelok pada rencana pelepasan penutup mata milik kakaknya. Menurutnya ini adalah kesempatan yang bagus untuk melihat menjalankan rencana yang selalu saja tak terlaksana, dia bisa merasakan jika debaran jantung di dadanya mulai berpacu seiring tangannya yang bergerak mendekati penutup mata tersebut.
'Sedikit lagi! Tolong jangan bangun dulu, Onii-chan!' teriak Riko dalam hati supaya kakaknya itu jangan membuka matanya terlebih dahulu, padahal sedari tadi dirinya berusaha membangunkan kakaknya dengan cara mengguncangkan tubuh itu dengan kuat disertai teriakan yang memanggil nama kakaknya.
Senyum kemenangan sudah terukir jelas di bibir Riko yang sudah yakin jika dirinya akan berhasil dalam kesempatan ini...
"Eh?" raut wajah kebingungan tercetak jelas di wajah cantik perempuan itu, tangannya berhenti tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki olehnya. Tapi dia bisa merasakan jika ada sesuatu yang melingkar tepat dipergelangan tangannya 'A-apa... A-apa Onii-chan tahu jika aku akan melakukan ini?' tanya Riko di dalam hatinya sambil berusaha menggerakan tangannya yang sebentar lagi bisa mencapai penutup mata milik Naruto.
"Kyaaaaa!"
Bruuk!
Riko merasakan jika tubuhnya sudah ditarik menuju sisi lain dari ranjang milik kakak angkatnya itu direspon dengan suara teriakan lumayan keras sementara iris emas gelapnya itu menatap kearah laki-laki bersurai kuning keemasan jabrik yang sudah berada diatasnya sambil menahan tangan kanannya dengan tangan kiri, sementara iris biru laut sebelah kanannya malah menatap kosong kearahnya. Perasaan takut dan was-was menjalar pada setiap bagian tubuhnya meskipun laki-laki yang ada diatasnya sekarang ini adalah kakaknya tapi tetap saja dirinya takut jika kakaknya melakukan hal yang tidak-tidak.
Nyuut~
"Aaahh... J-jangan diremas, O-onii-chan."
Naruto memiringkan kepalanya bingung ketika mendengar suara desahan dari depannya, matanya mengerjap beberapa kali menandakan jika kesadarannya mulai muncul "Riko?" panggilnya dengan terheran-heran ketika melihat tubuh Riko yang dibalut seragam SMA Sainan malah terbaring di ranjangnya. Tangan kanannya yang memegang sesuatu yang cukup lembut dan kenyal itu mulai bergerak lagi dengan gerakan meremas secara perlahan.
"A-aaahn..."
Dia sedikit terheran dengan lenguhan pelan yang dikeluarkan adik perempuannya itu ditambah dengan wajahnya yang terlihat memerah seperti sedang menahan sesuatu bahkan dia sudah penasaran dengan apa yang diremas tangan kanannya, matanya mengikuti kemanapun lengannya bersarang "Eh?!" laki-laki itu mulai sadar jika tangannya sudah menangkup...
"Huwaaa! Maaf Riko, a-aku tak sengaja!"
Gubrak!
...Benda kenyal yang ternyata adalah salah satu dada Riko yang sangat berkembang itu, Naruto langsung menjauhkan dirinya dari tubuh adiknya dan berakhir dengan terjerembab di lantai kayu berkarpet miliknya.
'K-kami-sama... C-cobaan apalagi kali ini?'
-0-0-0-
Naruto Uzumaki atau yang sekarang sudah berubah menjadi Naruto Yuuki karena diadopsi oleh pasangan Saibai Yuuki dan Ringo Yuuki beberapa tahun silam, mereka kasihan melihat Naruto yang terus saja duduk di salah satu ayunan taman bermain di daerah Sainan itu dan entah kenapa ide mengadopsi Naruto itu malah muncul di otaknya. Mereka juga mengadopsi Naruto bukan karena alasan yang tak jelas, mereka ingin agar Naruto bisa menjaga kedua adik angkatnya kala itu yaitu Riko Yuuki dan Mikan Yuuki selama mereka sibuk dengan pekerjaannya. Mereka sibuk bekerja untuk membiayai mereka bertiga yang masih duduk di bangku sekolahan.
Sekarang Naruto hanya berjalan gontai menuju sekolahnya tanpa memperdulikan tatapan keheranan dari orang yang berpapasan atau memang satu arah dengannya, sementara Riko yang berjalan disampingnya hanya menatap khawatir pada kakak angkatnya itu. Kejadian yang terjadi diantara mereka tadi pagi bukanlah sepenuhnya kesalahan kakaknya, dia juga jadi penyebab kejadian itu terjadi apalagi kakaknya memang selalu sial jika berdekatan dengan perempuan.
"Naruto-nii?" panggil Riko pada Naruto yang masih berjalan dengan cara aneh, tak lupa ekspresi khawatir yang terpasang di wajah cantik Riko.
"A-ah... Ya, Riko?" Naruto merespon panggilan itu dengan menolehkan kepalanya kearah Riko yang ada di samping kirinya dengan memasang ekspresi khawatir padanya, sebenarnya dia juga sedikit bersalah karena kejadian tadi pagi.
"Onii-chan tak apa-apa 'kan?"
"Hmm, yah, tak apa-apa... Hanya saja..."
Riko menatap penasaran kearah Naruto seolah meminta lanjutan dari kalimat yang sama sekali tergantung di tengah jalan ditambah ekspresinya yang sedikit aneh menurutnya, meskipun begitu Riko masih setia untuk menunggu apa yang akan dikatakan oleh kakak angkatnya itu.
"Maaf soal yang tadi pagi, aku tak tahu jika kau ada disana."
Entah kenapa tiba-tiba saja wajah Riko langsung memerah ketika mencerna kata-kata yang keluar dari mulut laki-laki pirang yang berjalan di sampingnya, dia langsung memalingkan wajahnya dari pandangan mata kanan milik Naruto. Otaknya langsung tersambung pada kejadian memalukan pagi tadi "A-aku sudah memaafkannya kok, jadi jangan diingat-ingat lagi," ujarnya tanpa memandang lawan bicaranya.
"Umm, terima kasih," Naruto hanya tersenyum mendengar pernyataan dari adik yang tak memiliki hubungan darah apapun dengannya, dirinya memang sangat bersyukur sekali bisa hidup dan tinggal di dunia modern yang cukup aneh itu tapi di sisi lain dia merasa bersalah karena tujuan sebelum kesini malah tak tercapai. Dia bisa merasakan jika semua orang yang menumpukan harapan padanya kecewa karena dirinya memang tak berhasil kembali ke masa lalunya dan malah terlempar ke dimensi entah berantah ini.
Rinnengan Chaku Tomoe yang ditransplantasikan pada mata kirinya adalah satu-satunya pemberian sahabat sekaligus rivalnya ketika Perang Dunia Shinobi keempat mencapai titik akhir, kemenangan yang ia dapat tak membuatnya bangga diri tapi malah sebaliknya, rasa bersalah di hatinya selalu menghantui setiap napas yang ia hirup karena ia tak bisa menyelamatkan semua umat manusia dari jutsu pemusnah milik Dewi Kelinci itu sehingga yang tersisa hanya Reinkarnasi Ashura yaitu dirinya dan Reinkarnasi Indra yaitu Uchiha Sasuke.
Keduanya berusaha mengalahkan Kaguya, sang Dewi Kelinci itu dan berusaha menyegelnya kembali di Bulan. Tetapi ketika kemenangan sudah berada tepat di depan mata, Naruto harus kehilangan Sasuke karena serangan telak dari Nenek Moyang Pengguna Chakra pertama itu. Sahabatnya malah memberikan salah satu mata istimewanya itu kepadanya sebagai penebus dosa atas apa yang telah dilakukan olehnya di masa lalu, mau tak mau Naruto harus menerima mata itu. Sasuke menghembuskan napas terakhirnya setelah memberikan mata Rinnengan Chaku Tomoe miliknya kepada Naruto dan karena mata itu bersatu dengan salah mata Sharingan milik Sasuke membuat mata itu juga memiliki kemampuan Sharingan milik Sasuke.
Dia selalu saja teringat masa lalunya ketika mengingat mata kirinya yang sengaja ia tutupi agar orang-orang di sekitarnya tidak curiga dengan mata istimewa yang diberikan oleh sahabatnya itu karena disini manusia tak memiliki kekuatan seperti chakra atau lain sebagainya, tapi jika memang mendesak dirinya pasti akan menunjukan matanya itu dengan tujuan menakut-nakuti orang yang memiliki niat buruk di sekitarnya dan itu berjalan dengan hasil yang memuaskan.
"...-chan."
"...ii-chan."
"Naruto-niichan!"
Naruto tersentak kaget ketika mendengar suara teriakan yang menyebutkan namanya tepat di depan wajahnya dan dia sudah melihat Riko berdiri di hadapannya dengan tatapan khawatir kembali padanya "A-ada apa, Riko?" tanya Naruto yang sudah kembali dari ingatan kilas balik masa lalunya, sepertinya Riko memang mengetahui jika dirinya memang sedang melamun.
"Kenapa Naruto-nii malah menangis?" tanya Riko yang mengundang perhatian beberapa murid di kawasan Sekolah Menengah Atas Sainan itu.
"Eh?!" Naruto mulai menyadari jika pipinya terasa sangat basah seperti dilewati oleh air yang berasal dari matanya, tangan kanannya menyentuh pipinya yang basah itu dengan perlahan berusaha memastikan jika itu memang jejak air matanya sendiri 'Kenapa aku menangis?' tanya Naruto pada dirinya sendiri ketika merasakan sensasi basah di pipinya.
Pemuda pirang itu langsung menghapus jejak air matanya dengan tangan kanannya dengan senyum kecil terukir di bibirnya "A-aku tak apa-apa kok, Riko. M-mataku kelilipan tadi jadi mataku berair," apa yang Naruto ucapkan sepenuhnya adalah kebohongan belaka untuk menutupi apa yang dia ingat tadi, dia tak mau jika orang-orang disekitarnya tahu jati dirinya yang sesungguhnya "Sebaiknya kita bergegas, bel masuk sekolah pasti akan berbunyi sebentar lagi," titah Naruto yang sudah melangkahkan kakinya kearah bangunan sekolah yang ada di depannya, dia berusaha agar pembicaraan itu tak berlanjut ke tahap berikutnya.
Riko menghela napas dengan penuh penghayatan, dia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kakak angkatnya itu sampai-sampai air mata keluar ketika Naruto melamun dan seperti biasa kakak angkatnya memang sangat tertutup terhadap masalah pribadinya termasuk pada keluarganya sendiri. Setelah itu, Riko mulai melangkahkan kakinya membuntuti langkah kakak angkatnya yang sudah memasuki bangunan sekolah tersebut.
-0-0-0-
"Hmmm~mmm..."
Suara helaan napas memecah keheningan kelas yang ditempati oleh pemuda bersurai pirang jabrik itu, tangan kanannya yang memegang bolpoin masih terus menulis apa yang dijelaskan atau yang ditulis di papan tulis hitam oleh pria yang umurnya sudah setengah abad lebih dengan rambut abu-abu tetapi botak di bagian atasnya memakai kacamata bulat lumayan tebal dengan motif seperti lingkaran obat nyamuk. Meskipun dirinya memang seharusnya beristirahat menikmati sisa hidupnya bersama keluarga, anak dan cucu-nya, dia malah tertarik untuk terus mengajar di SMA Sainan itu karena dia memang tak memiliki semua itu. Alasan tuntutan kebutuhan juga menjadi faktor utama yang membuatnya terus membagi ilmu yang ia miliki di SMA tersebut.
Profesor Honekawa tak terlalu ketat dalam mengajar, dia tak terlalu peduli dengan murid-murid yang memang tak serius mengikuti pelajarannya. Ditegur pun rasanya percuma karena di pertemuan berikutnya murid itu akan melakukan tindakan yang sama, daripada dirinya capek terus saja menegur orang yang tak pernah memperdulikan tegurannya lebih baik dia fokus dengan apa yang akan diajarkan olehnya. Sekarang dia tak masalah jika murid-murid dimana dirinya mengajar itu memperhatikan pelajarannya atau tidak, karena semuanya juga akan berbalik pada diri mereka sendiri.
Terkadang Naruto merasa kagum dengan perjuangan hidup yang dilakukan oleh Profesor Honekawa; di usia tuanya, dia terus bekerja tanpa kenal lelah untuk menghidupi dirinya sendiri. Hidup sebatang kara memang membuat siapapun yang menjalaninya harus berusaha sekeras mungkin agar dirinya tidak tergerus oleh alur waktu yang terus berjalan dan selalu berubah-ubah, setidaknya Naruto sangat mengerti apa yang dirasakan oleh Profesor Honekawa yang selalu saja sendirian itu.
"Apa ada yang ingin kalian tanyakan sampai sejauh ini?" tanya Profesor Honekawa yang menyudahi acara menulis di papan tulisnya ketika menyadari jika materi yang ia sampaikan memang sudah cukup, suaranya yang cukup bergetar karena mengeluarkan suara yang cukup keras perlu mengeluarkan energi yang lumayan banyak.
Semua murid yang ada disana hanya bungkam mendengar pertanyaan dari pria tua yang ada di depan kelas tersebut, Profesor Honekawa hanya menghela napasnya perlahan, sebenarnya dia peduli dengan kepahaman para siswa yang ada di kelas ini karena bisa gawat di kemudian hari nanti jika tidak paham dengan apa yang diajarkannya. Tapi melihat respon yang dikeluarkan oleh murid-murid yang diajarinya memaksanya untuk mengerti bahwa murid-murid pintarnya ini memang sudah mencerna dengan baik apa yang dia beberkan di depan kelas semenjak 1 jam yang lalu hingga sekarang.
"Baiklah, sampai disini saja pertemuan kita. Kalian diperbolehkan untuk istirahat," ucap Profesor Honekawa yang juga sudah membereskan beberapa buku materi yang dibawanya lalu melangkahkan kakinya menuju pintu geser kelas yang ada di sebelah kiri ruang kelas tersebut, wajah suntuk yang sebelumnya terpasang di wajah para murid yang ada disana sudah tergantikan oleh wajah berseri dengan rasa senang membucah di hatinya. Satu jam bergelut dengan pelajaran dan guru membosankan bagaikan seribu tahun dikurung dalam penjara.
Beberapa murid sudah berhamburan keluar dari kelas itu untuk mendapatkan tempat terlebih dahulu di stand penjual makanan yang terdapat di dalam sekolah tersebut, setelah berusaha mengerti dengan pelajaran yang lumayan sulit dipahami membuat perut mereka semua berontak untuk meminta isi oleh makanan. Ketika istirahat ruang kelas menjadi lengang dan menyisakan beberapa murid yang memang sudah menyiapkan bekal makan siang mereka dari rumah termasuk pemuda pirang jabrik yang tengah membuka kotak bekalnya.
"Mereka memang baik sekali, sampai-sampai membuatkanku bekal seperti ini," gumam lelaki pirang itu sambil menatap isi kotak bekalnya yang diisi dengan beberapa onigiri yang sangat menggugah selera makannya untuk segera memakannya.
Dia meletakan kotak bekal itu diatas meja yang ditempatinya sambil mengambil satu onigiri dari kotak bekal tersebut lalu memakannya dengan perlahan, meskipun dirinya sudah beberapa kali dibekali makanan seperti yang ada di depannya tapi dia sama sekali tak bosan dengan makanan rumahan yang dibuat oleh kedua adiknya. Dia yakin jika bekal yang tersedia di hadapannya ini bisa mengganjal perutnya hingga pulang sekolah nanti.
"Yo, Naruto," sapa seseorang yang juga sudah menepuk pundaknya lumayan kuat dan Naruto sendiri sudah tahu siapa yang melakukan itu padanya.
"Oh, kau Saru, kukira siapa," ucap Naruto sambil menelan semua makanan yang ada di dalam mulutnya dengan penuh ketenangan.
Twitch!
Pemuda yang menyapa Naruto memiliki nama lengkap Saruyama Kenichi, di dahinya tiba-tiba saja tercipta sebuah perempatan yang menandakan kekesalannya pada pemuda pirang yang sedang menikmati bekalnya "Jangan penggal namaku seenaknya, Teme!" Urat-urat kemarahan terlihat sangat jelas di wajah pemuda berambut hitam jabrik dengan hampir seluruh rambutnya mengarah ke belakang, jangan samakan dirinya dengan makhluk primitif yang selalu memakan pisang itu.
Naruto terlihat tenang-tenang saja mendengar teriakan keras dari Saruyama sambil menikmati bekalnya "Bukankah lebih akrab jika memanggilmu seperti itu? Lagipula namamu itu perlu dipersingkat lagi," tanggap Naruto yang sudah tersenyum kecil dengan niat mengejek pada teman yang ia kenal semenjak SMP itu, mereka memang selalu seperti itu setiap hari.
"Itu namanya pelecehan nama, Kue Ikan," balas Saruyama dengan kemarahannya yang sudah mereda setidaknya dia bisa membalas penghinaan dari sahabatnya itu.
"Memang, tapi tak sehina dirimu," ledek Naruto yang masih mempertahankan senyumnya, tangan kirinya mengangkat kotak bekal kearah Saruyama yang sudah berdiri di sampingnya "Ambil saja, kau pasti mau 'kan?" tawar Naruto yang masih berusaha menghabiskan onigiri yang tersisa di tangannya, mulutnya masih belum puas dengan rasa nikmat dari makanan tersebut.
"Hey, Naruto. Sepertinya aku punya kabar bagus untukmu," ucap Saruyama yang sudah mengambil onigiri di dalam kotak bekal milik Naruto, terkadang sahabatnya yang brengsek itu selalu saja membagi jatah bekal makan siangnya bersama dengan dirinya.
Naruto hanya memicingkan matanya kearah Saruyama menandakan jika dirinya sedikit tertarik dengan apa yang akan diungkapkan olehnya "Kabar apa? Kuharap bukan kabar absurb seperti kemarin," Naruto menjawab dengan nada biasa-biasa saja sambil meneguk sekotak jus yang dibawanya dari rumah, tenggorokannya terasa sangat nyaman ketika air itu membantu makanan yang belum sepenuhnya turun ke lambungnya.
"Sepertinya kau sedang ditaksir oleh seseorang," ujar Saruyama dengan senyum jahil sudah terukir di bibirnya.
"Pffft~puaah...," keterkejutannya terhadap apa yang baru saja dikatakan oleh Saruyama membuat jus yang masih ada di mulutnya harus dikeluarkan secara paksa, masih untung dirinya bisa menyemburkan air jus itu bukan kearah Saruyama. Dia berusaha menormalkan napasnya yang sempat terganggu karena semburan tersebut lalu dia menolehkan kepalanya kearah Saruyama dengan tatapan tajam dari mata sebelah kanannya yang tak tertutupi apapun "B-bisakah kau menyampaikan kabar yang serius untuk satu hari ini saja? Aku tak suka bualanmu itu."
Senyum jahil yang terpasang di wajah Saruyama semakin melebar setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Naruto, dia sangat tahu betul karakter sahabat semenjak SMPnya ini bahkan dirinya sendiri tak mengerti kenapa kemalangan itu malah menimpa sahabatnya. Sahabatnya ini selalu saja ditimpa oleh kesialan jika berada di dekat lawan jenisnya dan membuat sahabatnya ini sedikit anti terhadap perempuan kecuali kepada kedua adiknya, meskipun dirinya sangat jarang berinteraksi dan berusaha menjauh dengan perempuan tetap saja kesialan itu selalu menghantuinya dimanapun dirinya berada.
"Ayolah, Naruto. Meskipun kau berusaha menghindari mereka, tapi tetap saja kesialan itu malah mendekatkan mereka padamu. Sebenarnya aku iri padamu karena memiliki kesialan yang sangat menguntungkan seperti itu bahkan sebagian siswa laki-laki disini ingin kesialan itu berpindah pada salah satu diantara mereka walaupun kedengarannya sangat tak mungkin," jelas Saruyama yang masih memasang seringai jahilnya, menjahili sahabat 'kuning'nya ini memang salah satu kegiatannya untuk mengisi waktu istirahat atau jam kosong "Lalu apa warna celana dalam Sairenji-san saat kau 'intip' kemarin?" lanjut Saruyama yang masih melancarkan kejahilannya.
Dengan otomatis, otaknya langsung memberikan kilas balik tentang kejadian yang terjadi kemarin saat dirinya mendapatkan tugas untuk mengepel koridor depan kelasnya di hari piketnya. Tanpa pikir panjang, Naruto langsung melaksanakannya dengan penuh kehati-hatian agar tak ada orang yang terpeleset karena pekerjaannya itu. Pemikirannya tentang kehati-hatian itu meleset jauh dari perkiraannya, perempuan bersurai ungu gelap seleher dengan dua penjepit rambut merah yang menahan poninya malah melewati koridor yang sedang dipel olehnya.
Tetapi malapetaka dan kesialan itu malah datang di waktu dan tempat yang sangat tidak tepat...
Perempuan yang memiliki nama lengkap Haruna Seirenji itu malah terpeleset dan menabrak tubuhnya dengan keras hingga ia bisa merasakan seberapa keras punggungnya membentur lantai kayu koridor tersebut, masalah yang sebenarnya adalah kepala 'kuning'nya malah masuk ke dalam rok seragam milik perempuan bermarga Seirenji itu atau dengan kata lain kepalanya itu sudah diduduki oleh perempuan itu sehingga masuk ke dalam roknya. Naruto sendiri tak bisa melihat apapun selain kegelapan dan hanya bisa merasakan sesuatu yang lembut menyentuh sekitar bibir dan hidungnya lalu selanjutnya dia merasakan tamparan lumayan keras di pipinya. Siapa yang salah, siapa yang marah.
"Ouh, jadi sekarang kau berusaha mengingat warnanya ya," tanya Saruyama yang masih melancarkan serangan jahil kepada sahabatnya itu.
Pemuda bersurai pirang jabrik itu hanya merinding disko dengan wajah memerah setelah lamunan tentang kilas baliknya buyar karena pertanyaan jahil dari sahabatnya "Urusai! Lebih baik aku ke kamar mandi saja," ucap Naruto yang sudah melenggang pergi menuju pintu belakang kelasnya yang sudah terbuka lumayan lebar.
"Sisa onigirinya untukku ya," pinta Saruyama pada Naruto yang sepertinya sudah dongkol setengah mati karena aksi jahilnya barusan.
"Habiskan saja, asalkan jangan dengan kotak bekalnya, Saru," ejek Naruto yang sudah melenggang pergi menuju kamar mandi umum sekolah tersebut.
"Berhenti memenggal namaku seperti itu, mata satu," balas Saruyama yang masih tak terima dengan panggilan Naruto semenjak dulu.
Sementara di sisi lain kelas tersebut tepatnya pada beberapa orang siswi yang tengah berkumpul untuk menikmati bekal makan siang yang mereka bawa dari rumah masing-masing, salah satu dari mereka tepatnya perempuan bersurai ungu gelap seleher itu mendengar apa yang dibicarakan oleh Naruto dan Saruyama. Dia tak mengira jika akan ada yang tahu kejadian antara dirinya dengan Naruto dan sebenarnya itu adalah kesalahan dirinya sendiri karena sepatunya sangat licin ketika berjalan di koridor tersebut, bahkan tangan kanannya sudah terlanjur menampar salah satu pipi pemuda pirang itu.
"Kau baik-baik saja 'kan, Haruna-chan?"
Haruna mengangkat kepalanya sambil menatap kearah orang yang memanggil namanya dengan menanyakan keadaannya, dia memang menyadari jika dirinya memang bersikap aneh semenjak dirinya memakan bekal makan siangnya. Haruna hanya tersenyum kecil kepada Riko "Aku baik-baik saja kok, Riko-chan, hanya sedang teringat sesuatu saja."
-0-0-0-
Ting! Tong! Teng! Tong!
Suara bel pertanda berakhirnya seluruh pelajaran di SMA Sainan itu terdengar sangat nyaring sampai-sampai bisa terdengar sampai beberapa kilometer jauhnya, sebagian muridnya memilih untuk kembali ke rumah karena memiliki kegiatan lain dan sebagian lagi memilih untuk tinggal lebih lama lagi di sekolah karena ekstra kulikulernya atau mengerjakan piket untuk membersihkan ruang kelasnya.
Seperti apa yang dilakukan oleh pemuda pirang dengan penutup mata di mata kirinya yang menuntun langkah kakinya menuju gerbang sekolah yang sudah terbuka dengan lebarnya, beberapa murid juga sudah memilih untuk kembali ke tempat tinggalnya masing-masing "Riko sedang mengerjakan piketnya, Mikan juga sedang mengerjakan tugas kelompok di rumah temannya. Jadi, diriku yang harus membeli semua bahan makanan untuk makan malam," pemuda pirang itu bergumam pelan dengan di sela jari tangannya terdapat sebuah kertas berisi tulisan daftar belanjaan yang harus dibeli.
"Tak apalah, daripada bengong saja di rumah," sambungnya sambil memasukan kertas itu ke dalam saku celana seragamnya agar tidak hilang.
Deg!
Mata kanannya tiba-tiba saja melebar seukuran bola pingpong ketika dirinya merasakan jika akan ada sesuatu yang buruk akan datang kepadanya tapi entah kenapa sesuatu yang buruk itu akan terasa merepotkan baginya, kepalanya mengadah kearah langit biru yang terhampar sangat luas dengan dihiasi awan-awan putih ringan ditambah angin yang berhembus kearahnya seperti ingin mengabarkan sesuatu.
Ting!
Dia mengangkat salah satu alisnya perlahan ketika melihat kilatan cahaya dari balik langit biru tanpa tiang itu, dari kilatan cahaya itu munculah benda hitam dengan percikan api hitam di bagian depannya yang terus meluncur cepat. Naruto sendiri belum mengetahui benda jatuh itu akan mendarat dimana tetapi dia yakin jika benda jatuh seperti meteor atau sejenisnya itu akan menghantam salah satu kawasan SMA Sainan ini dan akan berdampak buruk jika mengenai seseorang, asap hitam mengekor di belakangnya membentuk jalur lurus layaknya sebuah anak panah.
Perlahan-lahan kepalanya mulai menarik garis lurus yang akan dilalui oleh benda jatuh itu dan memperkirakan dimana benda itu akan menghantam tanah lalu memastikan jika tempat itu memang tak ada orang yang berdiri disana, mulutnya menganga lumayan lebar ketika mengetahui jika tempat mendarat benda jatuh itu malah ditempati oleh Haruna Seirenji yang merupakan teman sekelasnya yang sepertinya sedang mendapatkan panggilan dari seseorang melalui ponselnya.
"Haruna-san!" teriak Naruto yang coba memanggil perempuan itu untuk menoleh kearahnya agar dirinya bisa memperingatkan perempuan itu untuk menyingkir dari tempat itu.
"Cepat pergi dari sana! Itu berbahaya!" teriak pemuda pirang itu lagi setelah mendapatkan perhatian dari perempuan itu, kemungkinan jarak mereka yang lumayan jauh dan pendengarannya terkonsentrasikan pada panggilan ponselnya membuat perempuan itu tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Naruto.
Tanpa membuang waktu, Naruto melemparkan tas selempangnya terlebih dahulu agar tak menghambat dirinya dan kakinya yang terbalut sepatu langsung berlari secepat mungkin ke tempat dimana perempuan itu berdiri. Benda hitam yang jatuh dari langit itu tak menunjukan tanda-tanda akan berhenti atau mengurangi kecepatannya, dia harus secepat mungkin menyingkirkan Haruna dari tempat berdirinya sekarang karena terlambat satu detik saja nyawanya bisa meninggalkan raganya dengan cepat.
Grep!
Dooon!
Ledakan keras diiringi dengan gempa bumi kecil terjadi tepat di depan halaman Sekolah Menengah Atas Sainan itu, asap hitam membumbung tinggi dari tempat mendaratnya benda hitam yang diklarifikasi bukanlah sebuah batuan meteorit melainkan besi yang berbentuk seperti pesawat yang mampu menampung satu orang saja. Semua murid yang berada di halaman depan dekat gerbang sekolah itu hanya terbengong melihat benda jatuh itu ditambah lagi aksi heroik dari siswa yang memiliki rambut pirang dengan gaya layaknya buah durian.
"Akhirnya kemampuanku berguna juga," gumam Naruto dengan nada sangat pelan sampai-sampai tak akan ada siapapun yang mendengarnya sedekat apapun orang itu, dia menatap kearah perempuan yang sudah ia gendong dengan gaya bridal "Kau tak terluka 'kan, Haruna-san?" tanya Naruto yang sedikit cemas dengan keadaan Haruna yang sepertinya lumayan terkejut dengan apa yang dilakukannya, entah kenapa nama 'Haruna' itu malah mengingatkannya pada marga rekan setimnya dulu yaitu 'Haruno' keduanya sama-sama memiliki arti musim semi.
Sepasang iris ungu gelap itu menatap kearah suara dentuman keras tadi berasal yang sudah dijatuhi benda hitam terbakar dengan asap hitam membumbung ke langit dan itu adalah tempat berdirinya saat menerima panggilan dari ibunya yang berada di luar kota, lalu kepalanya menoleh kembali kearah siswa laki-laki pirang jabrik dengan salah satu matanya yang ditutup dengan kedua tangannya yang masih menahan tubuhnya dalam gendongannya "Yuuki-kun?" ucapnya yang berusaha memastikan jika dirinya tak salah orang 'D-dia mengendongku,' batin Haruna yang sedikit tak percaya.
Naruto hanya tersenyum kecil kala mendengar perempuan itu malah memanggilnya dengan menggunakan nama marga keluarga angkatnya lalu kedua tangannya sudah menurunkan tubuh Haruna dengan kakinya terlebih dahulu agar bisa berdiri dengan baik "Baguslah jika kau tak apa-apa," ucap Naruto yang terlihat lega dengan keadaan Haruna yang tak kekurangan sesuatu apapun.
"T-terima kasih, jika saja Yuuki-kun tidak menarikku tadi, aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku," ujar Haruna dengan wajahnya yang sedikit memerah dilengkapi senyum kecil di bibirnya.
Naruto hanya menganggukan kepalanya perlahan pertanda dia menerima ucapan terima kasih dari Haruna kemudian pandangannya terarah pada benda hitam yang masih mengepulkan asap hitam 'Apa ini ada hubungannya dengan perasaan tak mengenakan tadi? Itu bukanlah batu meteor tapi benda itu mirip sekali dengan besi, apa mata Rinnengan yang menariknya? Kurasa tidak, mata ini tak akan berfungsi jika ditutup seperti ini,' gumamnya dalam hati sambil memegangi penutup mata kirinya.
Naruto menarik napasnya untuk menenangkan pikirannya, dia tak boleh menunjukan kemampuannya dengan sembarangan kecuali jika kemampuan itu memang sangat diperlukan. Kemampuan 'Sang Pahlawan Perang' itu belum berubah sama sekali walaupun dirinya belum pernah menggunakannya lagi selama beberapa tahun ini bahkan terasa bertambah mengingat mata Rinnengan milik sahabatnya, memang sangat merepotkan dititipi kekuatan luar biasa.
-0-0-0-
"Aahhhh~..."
Desahan nikmat dari laki-laki bersurai pirang itu menggema di kamar mandi kecil yang dilengkapi dengan shower dan bathub yang sudah ditempati olehnya, dia tak bisa menahan rasa nikmat yang ketika air hangat di dalam bathub itu membuat tubuhnya sangat rileks dan nyaman. Malam hari membuat suhu lingkungan sekitar turun secara drastis mengharus pemuda itu untuk kembali menaikan suhu tubuhnya agar kembali stabil dan satu-satunya untuk membuat suhu tubuhnya stabil adalah berendam air hangat di dalam bathub, dia sangat menikmati suasana damai seperti ini.
"Kesialan yang menguntungkan, huh?" gumam pemuda itu sambil menatap langit-langit kamar mandinya, dia masih teringat dengan perkataan yang diucapkan oleh Saruyama ketika istirahat di sekolahnya tadi. Pemuda itu tersenyum kecil mengingat ucapan itu, dimana-mana kesialan itu mendatangkan sebuah kerugian bagi siapapun yang dikehendaki olehnya dan semua orang di dunia ini pasti tak akan mau mendapatkan kesialan.
Dia tak pernah tahu semenjak kapan dirinya memiliki kesialan semacam itu hingga dirinya harus menjaga jarak dengan perempuan, pandangannya terarah pada kedua tangannya yang selalu saja mendarat di bagian terlarang bagi laki-laki untuk menyentuhnya bahkan dia sudah terbiasa ditampar oleh perempuan sekarang. Apa ini sebuah karma karena selalu saja memanggil Jiraiya yang notabenenya adalah gurunya itu dengan panggilan 'Ero-sennin' hingga gurunya itu mengutuk dirinya dengan kesialan-kesialan tak masuk akal, setidaknya di kamar mandi ini dia bisa bersantai tanpa mengkhawatirkan kesialannya.
"Sebenarnya aku ingin kembali tapi aku sudah nyaman disini, bersama dengan keluarga baruku. Aku ini memang egois ya," ujar Naruto yang sudah menenggelamkan sebagian kepalanya di dalam air hangat itu, semoga saja dirinya segera menemukan jalan keluar terbaik untuk masalah yang ada di kepalanya ini.
Mata biru langitnya menatap tertarik kearah riak-riak air yang tercipta karena gelembung-gelembung yang menyembul dari dalam bathubnya dan selama ini dirinya tak pernah buang angin di dalam air karena menurutnya itu tak sopan sama sekali, matanya membulat sempurna ketika melihat percikan-percikan listrik tercipta diatas gelembung-gelembung 'Itu tak mungkin konsleting listrik 'kan?'
Bwuurrsshh!
Air di dalam bathub itu langsung menyembur keluar membuat Naruto terkaget dengan apa yang terjadi "Apa ini benar-benar konsleting listrik?" tanya Naruto entah kepada siapa dengan kedua tangannya terulur ke depan untuk menghalangi air itu mengenai wajahnya.
"Are? Apa ini?" Naruto sedikit terkejut ketika merasakan telapak tangannya malah menyentuh sesuatu benda yang sangat kenyal "Sangat lembut dan kenyal lalu ini...," dia meremas benda itu dan sama sekali belum menyadari benda apa yang sekarang ia remas itu.
"Rencana melarikan diri, berhasil!"
Iris biru langit itu melebar dengan sempurna ketika menatap seorang perempuan bersurai merah muda panjang bagaikan permen kapas yang mengingatkannya pada cinta pertamanya ketika di Akademi Ninja, ekspresi senang tercetak jelas di wajah cantiknya, kelopak matanya terbuka sempurna menampakan sepasang iris hijau layaknya batu emerald, bahkan tubuhnya tak ditutupi sehelai benang apapun dengan kedua tangan pemuda itu sudah mendarat di kedua dadanya dengan ukuran normal layaknya remaja perempuan seusianya.
"Selamat malam, penduduk bumi!" sapa perempuan itu dengan nada kekanak-kanakannya.
"Hwaaaaa!"
Teriakan Naruto menggema di kamar mandi tersebut hingga memecah keheningan malam yang melingkupi Kota Sainan, tangannya sudah melakukan hal-hal yang tidak-tidak pada perempuan asing yang tidak diketahui darimana asalnya dan kenapa juga harus muncul di dalam kamar mandinya.
[To Be Continued...]
Mohon Kritik, Saran, Kesan dan Pesannya, Minna!
Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kesamaan judul cerita, isi cerita atau alurnya dengan cerita yang lainnya, ini murni pemikiran dan ide saya sendiri.