Single Mom

By Maknaeline94

Haechan (GS)

Mark

Chenle (GS)

Renjun

Jisung

Jeno

Jaemin (GS)

Others

DLDR!

November 22, 2010

"Haechan aku mohon jadilah ibu untuk putriku." Mohon Jaemin pada sahabat sekaligus adik iparnya tersebut dengan lirih.

"Jaemin-ah, kau harus kuat. Kita akan merawat bayi cantik ini bersama, Jeno oppa juga akan menjaganya dari surga sana. Kau pasti bisa Jaemin-ah." Haechan terus memberikan semangat pada Jaemin untuk dapat bertahan hidup.

Seusai melahirkan putrinya, Kondisi Jaemin tiba-tiba langsung menurun, dan entah kenapa Jaemin merasa waktunya untuk menyusul sang suami akn tiba. Lee Jeno suaminya meninggal dalam kecelakaan ketika ia mengandung 5 bulan. Beruntung ia cukup tegar untuk menghadapi kenyataan bahwa ia harus kehilangan suaminya di saat ia mengandung anak mereka. Jeno dan Jaemin menikah belum lama, baru sekitar 5 bulan sama seperti usia kandungan Jaemin. Jeno dan Jaemin memang menokah muda, karena Jaemin yang telah hamil terlebih dahulu sebelum menikah. Dan setelah menikah pun Jaemin putus sekolah, karena tidak mungkin ia bersekolah dengan oerut yang besar. Haechan yang awalnya mengetahui kehamilan Jaemin, sangat marah pada oppa kandungnya, Jeno. Haechan beranggapan Jeno sudah merusak masa depan Jaemin, terlebih Jaemin merupakan anak yatim piatu yang benar-benar harus berjuang selama ini untuk melanjutkan pendidikannya dengan beasiswa yang didapatkannya dengan otak cerdasnya. Tapi apa mau dikata, semua telah terjadi, dan kedua orang tua Jeno pun menikahkan Jeno dan Jaemin, lagi pula kedua orang tua Jeno sangat menyayangi Jaemin dan menganggap Jaemin sebagai putrinya sendiri. Jaemin memang dekat dengan keluarga Jeno. Karena sebelum mengenal Jeno, Jaemin sudah lebih dulu mengenal Haechan dan bersahabat dengan Haechan sejak mereka masih di sekolah dasar. Pada saat itu Jeno sedang berada di China, tinggal dengan neneknya dan bersekolah disana. Baru ketika Jaemin dan Haechan berada di tahun pertama mereka sebagai siswa hogh school, Jeno kembali ke Seoul untuk melanjutkan kuliahnya di Seoul. Dan ketika itu Jaemin bertemu dengan Jeno dan saling tertarik satu sama lain, dan akhirnya mereka berpacaran.

"Aku rasa aku akan segera menyusul Jeno oppa." Ucap jaemin sambil mengelus pipi putrinya yang masih tertidur disamping tubuhnya.

"Jangan berbicara seperti itu Jaemin-ah, kau pasti akan baik-baik saja. Berjuanglah demi putrimu." Haechan menggenggam tangan kiri Jaemin, dan terus mengucapkan kata-kata penyemangat untuknya.

"Aniya, aku tidak kuat lagi Chan-ah. Jebbal, aku mohon jadilah ibu untuk Chenle. Sayangi dan cintai putriku seperti anak mu sendiri Chan-ah. Aku mohon." Pinta Jaemin dengan senyum manis diwajahnya, dengan mata yang berkaca-kaca.

"Chenle? Nama yang indah. Aku akan selalu menyayangi Chenle, aku akan menganggapnya seperti anakku sendiri tanpa kau pinta Jaemin-ah." Ucap Haechan sambil menahan tangisnya yang akan pecah. Ia sangat terharu dengan pejuangan Jaemin demi melahirkan putrinya tanpa didampingi oleh seorang suami. Dan melihat kondisi Jaemin saat ini semakin membuat Haechan merasa sedih, padahal setelah melahirkan dokter mengatakan bahwa kondisi sang ibu dan bayinya sehat-sehat saja. Tapi entah mengapa sekarang kondisi Jaemin menurun drastis.

"Jeno oppa yang memberikan nama itu, ketika kami memeriksakan kandunganku di usia empat bulan. Sebulan sebelum Jeno oppa pergi. Gomawo Haechan, kau memang sahabat sekaligus adik ku yang sangat aku sayangi, gomawoyo karna kau mau merawat Chenle. Terima kasih untuk segalanya, maafkan aku yang selalu merepotkanmu." Jaemin berujar dengan nada yang lirih, mengucapkan terima kasih kepada Haechan karena telah merawatnya ketika ia mengandung bayinya.

"Aniya, kau tidak pernah merepotkanku Jaeminie. Tapi aku mohon bertahanlah, kau harus kuat, berjuanglah untuk Chenle." Haechan masih terus memberikan semangat untuk Jaemin. Dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya.

"Aku juga ingin, tapi rasanya tidak mungkin Chan-ah. Baby Chenle, kau baik-baiklah pada bibi Haechan mu ya. Tumbuhlah menjadi anak yang sehat dan baik. Tumbuhlah menjadi putri yang cantik ya sayang. Eomma dan appa sangat menyayangimu. Terima kasih telah membawa kebahagiaan untuk eomma dan appa." Masih dengan senyum manisnya berpesan pada putrinya dan mengecup pipi putrinya yang masih tertidur. Setelah mengatakan hal tersebut Jaemin langsung tersenyum menghadap Haechan.

"Gomawo Haechanie, aku menyayangimu. Aku mohon rawatlah Chenle sepenuh hatimu. Gomawo." Makin lama suara Jaemin semakin lirih, dan setelah berterima kasih kepada Haechan, Jaemin menutup matanya. Na Jaemin telah pergi untuk selamanya. Terdengarlah tangisan Haechan yang sangat menyedihkan. Belum lama ia ditinggal pergi oppanya, dan sekarang sahabatnya juga telah tiada. Bayi yang ada disamping ibunya pun juga ikut turut menangis, seolah tahu kalau ibu yang telah melahirkannya telah tiada. Bayi yang baru berumur beberapa jam itu pun menangis dengan cukup keras.

2017

"Mommy, eodiga?" Suara tinggi seorang anak perempuan yang baru saja masuk ke kamar sang ibu.

"Mommy di kamar mandi Lele, tunggulah sebentar." Balas seseorang dengan suara yang cukup keras agar sang putri dapat mendengar suaranya.

"Okay." Sahut Lele atau Chenle yang diketahui adalah seorang anak dari Jeno dan Jaemin. Dan seseorang yang ia panggil Mommy adalah Haechan.

Haechan memang membiasakan Chenle untuk memanggilnya Mommy, karena menurutnya panggilan Eomma dari Chenle hanyalah untuk Jaemin, ibu kandungnya. Haechan selalu menceritakan tentang Jeno dan Jaemin kepada Chenle. Karena menurutnya Chenle haruslah tahu tentang yang sebenarnya, walaupun Chenle masih kecil tapi Haechan selalu berusaha untuk menjelaskannya dengan kata-kata yang akan dimengerti oleh anak seusia Chenle. Karena bagaimana pun Jeno dan Jaemin adalah orang tua kandung Chenle. Bahkan Haechan selalu rutin mengajak Chenle untuk mengunjungi makam milik Jeno dan Jaemin. Dan Chenle merupakan anak yang cukup pintar untuk mengerti semua yang dijelaskan Haechan.

Chenle memutuskan untuk menunggu saja di kamar Mommy nya, ia berjalan ke arah kasur dan melihat benda bersegi panjang yang tergeletak diatas kasur yang ternyata adalah sebuah handphone milik sang ibu. Chenle memencet tombol pada ponsel tersebut dan memasukan kata sandi untuk membuka ponsel tersebut, ia memang sudah biasa memainkan ponsel milik Haechan, karena Haechan memang mengijinkannya untuk menggunakannya. Chenle membuka salah satu aplikasi permainan yang ada di handphone, dari pada ia bosan menunggu ibunya yang mandinya sangat lama itu.

Lima belah menit kemudian Haechan keluar dengan rambut yang masih basah, Haechan menghampiri Chenle yang masih serius bermain game yang ada di ponsel miliknya. Haechan mengusap kepala Chenle dan mencium pipi menggemaskan milik anak itu. Chenle yang sadar Haechan sudah selesai mandi langsung menutup aplikasi game tersebut.

"Mommy lama sekali mandinya." Keluh Chenle dengan bibir mengerucut.

"Mianhae baby, kan Mommy sedang mandi." Haechan mengecup bibir Chenle yang terlihat imut.

"Lele biasanya menonton pororo di jam segini, ada apa mencari Mommy?" Lanjut Haechan bertanya pada Chenle. Karena biasanya di jam-jam ini Chenle akan memilih menonton pororo di ruang keluarga. Chenle sangat suka dengan pororo sehingga tidak ingin melewatkan satupun episodenya. Dan sekarang anak ini malah menunggu dikamar Haechan, pasti ada sesuatu yang ia inginkan jika sudah seperti ini.

"Ah iya, Lele hampir lupa. Mom, kita jalan-jalan yukkk. Tadi di sekolah Jisung bilang ada cafe Hello Kitty yang baru buka, Lele ingin kesana. Ya Kaa-chan yaaa~" rayu Chenle pada Haechan agar mau mengajaknya ke cafe yang baru buka itu.

"Guraeyo? Lele ingin kesana? Hhmmm bagaimana ya?" Haechan terlihat berpikir, ia ingin menggoda Chenle. Haechan sebenarnya sudah tau tentang cafe yang baru buka itu dari teman kantornya. Dan ia memang berniat mengajak Chenle kesana, mengingat Chenle sangat menyukai hal-hal yang lucu dan imut seperti anak itu sendiri.

"Ayolah Mom, Lele sangat ingin kesana. Kata Jisung makanannya enak-enak dan dekorasinya sangat lucu." Chenle menatap Haechan dengan puppy eyes miliknya dan jangan lupakan tangan Haechan yang telah digelayuti oleh Chenle. Anak itu jika memang sudah ada maunya pasti akan mengeluarkan aegyo.

"Hahaha arra arra, kajja kita kesana. Mommy akan ganti baju, Lele juga ganti baju sana." Haechan tidak dapat menahan tawa karena melihat tingkah menggemaskan Chenle.

"Yeayyy gomawoyo Mommy, saranghae, jeongmal saranghayo." Chenle memeluk Haechan dan mengecupi seluruh muka Haechan, mulai dr kening, pipi, hingga bibir.

"Eh tumben Lele sudah bangun?" Haechan mengerutkan keningnya begitu ia membuka pintu kamar Chenle, dan melihat anak itu telah rapi dengan seragam sekolahnya dan tengah duduk di meja rias, sedang mencoba menguncir rambutnya sendiri.

"Morning Mom hehe." Sapa Chenle singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari cermin.

"Morning sayang, kenapa kau sudah bangun? Ini kan baru jam setengah enam pagi." Haechan mengambil alih sisir dan mulai menyisir rambut anak kesayangannya itu, dan menguncir rambut anak manisnya.

"Aku ingin segera pergi ke sekolah Mom, hari ini akan ada pemilihan untuk lomba bakat antar sekolah. Aku sudah tidak sabar." Chenle berucap dengan penuh semangat. Pantas saja anak itu sudah bangun pagi-pagi, mengingat biasanya anak itu susah dibangunkan setiap paginya, sama seperti kebiasaan Haechan sebenarnya. Tapi Haechan sudah mulai berubah ketika ia memiliki Chenle sebagai anaknya, ia menjadi lebih dewasa.

"Jinja? Hari ini? Mommy hampir lupa. Lele akan menyayi dan memainkan piano kan?"

"Ne~ Lele akan nyanyi lagu Let It Go hehe."

"Ahh pasti akan sangat bagus, sayang sekali Mommy tidak dapat melihatnya nanti. Tapi Mommy akan berdoa semoga penampilanmu nanti lancar, fighting." Haechan mengepalkan tangannya, memberikan semangat pada Chenle. Haechan dan Chenle memiliki hobi yang sama, yaitu menyanyi dan memainkan alat musik, mereka sudah terlihat seperti ibu dan anak sungguhan katena banyak kesamaan yang mereka miliki.

"Gomawo Mom~" Senyum Chenle pada Haechan, senyum yang sangat manis, membuat Haechan tidak tahan untuk mengecup pipi putri manisnya.

"Kajja kita sarapan ke bawa." Haechan menggandeng Chenle untuk mengajaknya menuju ruang makan yang berada di apartemennya. Sejak Haechan lulus kuliah, ia memutuskan untuk pindah ke apartemen dengan alasan agar lebih mandiri. Selain itu jarak apartemen ke kantornya dan sekolah Chenle lebih dekat dibandingkan dari rumah orang tuanya. Dia juga sangat menghayati perannya sebagai seorang ibu, Haechan benar-benar merawat Chenle dengan sepenuh hatinya seperti anaknya sendiri. Meski pada awalnya ia sangat kesulitan mengurus seorang bayi, padahal dia sendiri saja masih sangat manja pada orang tuanya, maklum saja ia masih seorang siswa high school tingkat dua. Sebenarnya orang tuanya sudah menawarkan untuk merawat Chenle, tapi Haechan tetap pada pendiriannya untuk merawat Chenle dengan bantuan orang tuanya tentu saja.

"Mom, nanti aku boleh ya ke kantor Mommy. Aku ingin makan siang sama Mommy. Boleh yaa~" Chenle menatap ibunya yang masih fokus dengan jalanan yang ada di depan. Saat ini Haechan sedang mengantarkan Chenle ke sekolahnya.

"Oh okay sayang. Tapi Mommy tidak bisa menjemputmu, Ten Imo yang akan menjemputmu. Gwaenchana?"

"Gwaenchana Mom." Mereka telah sampai di depan sekolah Chenle.

"Belajarlah yang rajin dan sukses untuk pertunjukannya sayang." Haechan mengecup kedua pipi Chenle dan juga bibir anak manis itu, ritual yang biasa dilakukan Haechan sebelum melepas anaknya untuk pergi ke sekolah.

"Ne Mommy~ aku turun dulu." Chenle pamit pada ibunya dan segera turun untuk menuju kelasnya. Anak itu berjalan beriringan dengan seorang anak laki-laki yang Haechan tahu bernama Jisung. Ternyata anak dengan rambut mangkuk itu sudah menunggu putrinya sejak tadi di parkiran sekolah. Aahhh mereka terlihat sangat imut.

Begitu sampai di kantor, Haechan langsung menuju ruangannya yang berada di lantai paling atas, dengan sesekali membalas sapaan para karyawan yang berada di kantor milik Appanya ini. Haechan memang memiliki kedudukan yang cukup tinggi di kantor milik sang Appa. Mengingat ia merupakan pewaris tunggal dari perusahaan ini. Anda saja jika Oppanya, Jeno masih ada, pasti Jeno lah yang akan menjadi pewaris di perusahaan ini. Sebenarnya Haechan tidak terlalu tertarik dengan dunia bisnis, sebab cita-citanya adalah seorang penyanyi, tapi apa mau dikata semua telah terjadi. Dan ia harus bertanggung jawab juga atas perusahaan ini. Ia tidak ingin membuat orang tuanya sedih dengan hanya bersikap egois, kenyataan memang tidak dapat berjalan dengan apa yang ia inginkan.

Padahal ketika ia masih sekolah, sudah ada beberapa agensi yang menawarinya untuk menjadi artis mereka, tapi Haechan menolak itu semua dengan alasan ia belum siap. Karena Haechan tahu, ia harus lebih memikirkan Chenle yang masih kecil dan juga keluarganya.

Setelah lulus dari high school, ia benar-benar banting setir dengan mengambil jurusan bisnis pada kuliahnya. Padahal ia sangat buta dengan berbagai hal mengenai bisnis, mengingat ia sekolah di jurusan seni sebelumnya. Beruntung Haechan merupakan anak yang cukup cerdas, ia jadi dapat mengikuti pelajaran dengan mudah, bahkan Haechan merupakan salah satu lulusan terbaik dari angkatannya. Dan lihatlah dia sekarang, dia cukup menikmati perannya sebagai wanita karir.

Haechan masih membalas sapaan para pegawainya dengan senyum manisnya.

"Eh tumben kau datang lebih pagi Chan-ah?" Sapa seorang wanita begitu Haechan masuk ke dalam lift.

"Chenle ingin berangkat sekolah lebih pagi, dia sangat semangat untuk pertunjukan bakat yang ada di sekolah. Ah iya Eonnie, bisakah nanti siang kau menjemput Chenle di sekolahnya? Anak itu ingin makan bersama ku. Aku tidak bisa menjemputnya karena Jaehyun Oppa akan datang untuk membahas proyek milik Lee Corporation" Haechan menjawab pertanyaan wanita tadi yang diketahui bernama Ten. Ten adalah sekertaris sekaligus sahabatnya juga. Sekaligus meminta Ten untuk menjemput Chenle di sekolahnya.

"Ahh begitu. Arra, aku akan menjemput Chenle, lagi pula sudah lama aku tidak melihat putri cantikmu itu." Ten memang mengenal Chenle, dia juga tahu asal usul, Chenle yang sebenarnya. Dan dia juga amat sayang kepada Chenle. Sepertinya Chenle memiliki aura yang dapat membuat orang-orang di sekelilingnya menjadi suka dengannya. Anak itu memang terlalu manis sih. Jika Ten tahu siapa Chenle sebenarnya, lain dengan para pegawai yang lainnya. Mereka hanya tahu Chenle anak dari Haechan yang tidak diketahui di mana suaminya. Haechan sendiri memang

"Gomawo Eonnie."

"Chan-ah, kudengar CEO dari Lee corporation sangat tampan. Dia baru saja kembali dari Canada untuk meneruskan perusahaan keluarganya." Muncullah kebiasaan Ten yang suka menggosip, pantas saja dia menjadi ratu gosip di kantor karena selalu tahu mengenai berita-berita yang paling update, entah itu berita penting ataun tidak penting sama sekali. Haechan terkadang suka bingung dari mana Ten mendapat berita-berita yang paling update, tapi ia tak pernah ambil pusing dengan hal itu karena ia juga suka mendengat ocehan Ten.

"Benarkah?" Tanya Haechan ogah-ogahan menunjukan ketidaktertarikannya. Jangan salah paham dulu, bukannya ia tidak tertarik dengan pria tampan, hanya saja ia tidak terlalu memikirkan tentang pria-pria. Saat ini ia hanya memikirkan tentang Chenle, sepertinya ia benar-benar menghayati perannya sebagai seorang single mom. Jujur saja Haechan belum pernah berpacaran, ketika masih di high school ia hanya memikirkan tentang mimpinya menjadi penyanyi. Setelah itu ia memikirkan Chenle yang harus ia rawat, bahkan saat dia kuliah ia harus memikirkan tentang study nya. Haechan beranggapan, tanpa pacarpun hidupnya bahagia, jalani saja toh kalau sudah waktunya pasti bertemu, jodoh itu tidak akan kemana-mana. Haechan memang seseorang yang cenderung cuek dengan masalah percintaan, selama dirinya masih bahagia ya jalani saja hidup ini, lagi pula ada Chenle yang selalu membuat harinya penuh warna

"Kau ini, jika aku membahas pria tampan kau pasti malas-malasan menanggapinya. Kau itu sudah cukup umur untuk menikah Chan. Kau harus mulai mencari calon suami, kasihan juga kan Chenle. Anak itu pasti perlu peran seorang ayah." Nasihat Ten pada Haechan agar segera mendpatkan jodoh.

"Kau berbicara seolah kau sudah menemukan jodoh untuk mu Eonnie." Sarkas Haechan pada Ten.

"Eiyyy aku sudah menemukan calon ku asal kau tahu saja." Ten menjulurkan lidahnya, bermaksud meledek Haechan. Kekanakan sekali Ten ini, tidak sadar umur kalau kata Haechan.

"Maksudmu Taeyong si tsundere itu? Heol, aku yakin kau memerlukan waktu yang lama untuk menaklukannya." Haechan menggoda Ten, padahal Haechan tahu jika Taeyong juga menyukai Ten, hanya saja Taeyong itu tsundere dan gengsian. Bagaimana Haechan bisa tahu? Tentu saja ia tahu, Taeyong itu kan sepupunya Haechan. Lagi pula Taeyong termasuk orang yang gampang ditebak, Ten saja yang kurang peka atau polos atau mungkin bodoh, karena ia sendiri tidak sadar jika Taeyong juga menyukai dirinya

"Yahhh jangan begitu dong Chan, kau seharusnya mendoakanku agar hubungan kami berjalan lancar. Jika aku menikah dengan Taeyong Oppa kan kita jadi saudaraan."

"Ya ya terserah kau saja lah Eonnie. Aku masuk dulu." Haechan bergegas memasuki ruang kerjanya. Banyak pekerjaan yang harus dilakukannya, ia harus mengecek berbagai macam laporan. Membayangkannya saja sudah malas, tapi mau tidak mau tetap harus dikerjakan agar cepat selesai.

Tiga jam kemudian Haechan sudah hampir menyelesaikan pekerjaannya. Haechan termasuk orang yang tekun jika sudah fokus pada apa yang dikerjakannya. Jadi tidak aneh jika ia cukup cepat menyelesaikan pekerjaannya. Toh semakin cepat selesai semakin cepat pula ia bisa beristirahat.

Tok.. Tok..

Terdengar ketukan pintu dan Haechan langsung mempersilakan orang tersebut yang ternyata adalah Jaehyun, yang merupakan perwakilan dari Lee Corporation. Haechan sudah cukup akrab dengan Jaehyun, karena perusahaannya dan Lee Corporation sangat sering melakukan kerja sama perusahaan.

"Ku kira kau akan datang setelah jam makan siang." Sapa Haechan tanpa basa-basi pada Jaehyun.

"Aku kan ingin numpang makan disini." Jawab Yuta enteng. Jaehyun ini memang cukup pelit, padahal untuk mulut dan perutnya sendiri. Haechan juga yakin gaji yang diberikan Lee Corporation untuk Jaehyun juga tidak mungkin kecil, mengingat jabatan Jaehyun cukup tinggi. Tapi memang pelitnya Jaehyun itu sudah mendarah daging kalu kata Ten.

"Kau pikir ini restoran." Haechan memutar matanya malas menghadapi Jaehyun. Lebih baik ia melanjutkan pekerjaannya yang sebentar lagi selesai, ia ingin segera istirahat dan makan siang dengan putri tercintanya.

Tok.. Tok..

Terdengar lagi ketukan pintu dan tak lama muncul Ten yang hanya berdiri di depan pintu.

"Chan-ah, aku pergi menjemput Chenle dulu ya." Ten memberi tahu Haechan dengan singkat dan langsung pergi setelah mendengar jawaban berupa anggukan dari Haechan. Haechan masih terus berkutat dengan laporan yang ada di mejanya. Sedangkan Jaehyun? Ia hanya duduk di sofa yang ada di ruangan Haechan dan memainkan handphone miliknya, mungkin sedang berkirim pesan dengan gebetannya. Jaehyun memang sudah biasa seperti ini jika berkunjung ke kantor Haechan, bilangnya sih ingin meeting. Ya memang sih dia meeting, tapi meeting hanya setidaknya tiga jam dan sisanya dia hanya akan bersantai-santai atau bermain-main di kantor orang lain. Jaehyun kan memang tidak tahu malu kalau menurut Haechan. Mungkin Jaehyun betah disini karena ada seseorang yang dincarnya, Doyoung, yang merupakan pegawai di kantor Haechan yang terkenal dengan sifat judesnya. Tapi tetap saja Jaehyun selalu mengejar-ngejar Doyoung, padahal Doyoung sangat dingin terhadap Jaehyun

"Aahhhh akhirnya kelar juga~~~" Haechan merenggangkan tubuh lelahnya. Sangat pegal duduk di bangku dan terus menggunakan otaknya untuk mengecek semua laporan yang ada.

"Hello? Ah kau sudah tiba? Okay aku akan turun untuk menjemputmu." Jaehyun berbicara dengan teleponnya. Haechan hanya memberikan pandangan bertanya pada Jaehyun setelah Jaehyun menutup teleponnya.

"Aku turun dulu Chan-ah, aku akan segera kembali." Jaehyun tidak menanggapi pandangan bertanya Haechan, ia hanya pamit pada Haechan lalu segera keluar dari ruangan Haechan.

Haechan tak ambil pusing dengan hal itu, Jaehyun kan orangnya memang seperti itu. Biarkan saja, dirinya juga perlu mengistirahatkan tubuhnya sejenak dari segala kepenatan yang ada. Ah ia dia lupa untuk memberi tahu ibunya jika Chenle tidak akan kerumah orang tuanya. Haechan segera mengambil handphonenya untuk menghubungi ibunya dan memberitahukan ibunya jika Chenle akan ke kantornya setelah anak itu pulang sekolah.

Tak lama setelah Haechan menutup teleponnya, terdengar kembali ketukan pintu dan ia dengan segera mempersilakan orang tersebut untuk masuk. Yang ternyata orang itu adalah Jaehyun dan seseorang lagi di belakang Jaehyun yang Haechan tidak kenal. Jaehyun berjalan menuju meja Haechan dengan diikuti olah pria yang tidak dikenal itu.

"Chan-ah, kenalkan ini Mark Lee. Ia CEO Lee Corporation." Ucap Jaehyun dengan santai.

"Dan Mark, ini Haechan. Kau pasti sudah tahu dia siapa bukan." Lanjut Jaehyun masih dengan nada santai miliknya.

Sedangkan Haechan sendiri masih duduk dengan muka cengo, begitu pula dengan Mark. Haechan dan Mark seolah menyelami mata masing-masing. Haechan yang segera sada dari kegiatan 'mari memandangi wajah tampan Mark' segera bangkit berdiri dan membungkukan badannya pada Mark. Mark pun membungkukan badannya, ia juga tersadar dari lamunan memandangi wajah manis Haechan. Mark mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Haechan, maklum ia berasal dari Canada. Cukup lama mereka berjabat tangan sambil memandangi wajah masing-masing dan melepas kembali tangan mereka begitu mendengar suara milik Jaehyun yang sedang kesal karena pesannya tidak dibalas oleh Doyoung.

Entah mengapa suasananya sangat canggung. Salahkan saja Jaehyun yang langsung meninggalkan mereka setelah memperkenalkan mereka. Hingga akhirnya Mark membuka suara.

"Maafkan aku yang datang disaat jam makan siang, Jaehyun Hyung yang menyuruhku untuk datang dengan segera."

"Ah gwaenchanayo Mark-ssi. Dan silakan duduk." Jawab Haechan simpel dan jangan lupakan senyum manis yang melengkung di bibirnya. Haechan mempersilakan Mark untuk duduk di sofa. Dan dengan Haechan juga duduk di sofa yang lainnya.

"Panggil aku Mark saja. Kurasa kita seumuran."

"Ah ne. Kau juga panggil Haechan saja."

Haechan Pov.

Ahhhh kenapa sangan canggung sekali, dan kenapa pula jantungku berdetak sangat kencang. Bisa gila aku jika jantungku terus berdegup kencang seperti ini. Dan juga si Jaehyun kenapa malah pergi, bukannya membantu mencairkan suasana.

Mark Pov.

Ya Tuhan, kenapa dia sangat cantik, manis pula. Dan kenapa aku jadi gugup. Sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Apa aku terkena karma dari temanku yang selalu aku ejek karena jatuh cinta pada pandangan pertama?

Normal Pov.

Setelah beberapa menit suasana sudah lebih mencair dibandingkan sebelumnya. Haechan dan Mark juga sudah terlihat mengobrol bersama, mulai dari topik mengenai perusahaan mereka, hingga topik-topik yang lainnya. Karena memang pada dasar ya Haechan itu oramg yang cerewet jadi obrolan mereka bisa mengalir dengan lancar, bahkan saat ini mereka terlihat tertawa bersama.

"Ah jadi Taeyong Hyung adalah sepupumu?" Mark bertanya kepada Haechan.

"Ne, ia sepupu ku Mark. Sepertinya kau akrab dengannya."

"Aku pernah satu highschool dengannya, ia adalah sunbaeku. Ya memang kami cukup dekat karena berada di klub yang sama. Dan aku sempat lost contact dengannya karena aku melanjutkan pendidikanku di Canada." Jelas Mark panjang lebar pada Haechan.

"Ah begitu, pantas saja kau sangat mengenalnya."

Haechan dan Mark masih asik mengobrol mengenai hal apapun, rasa canggung sebelumnya telah hilang sepenuhnya. Yang ada hanya kedua orang yang asik dengan dunia yang mereka ciptakan sendiri. Seperti ada ketertarikan diantara keduanya, jika dilihat dari mata mereka masing-masing, saling mengagumi satu sama lain. Lihat saja Mark yang terus tersenyum, hal ini sebenarnya jarang terjadi, mengingat Mark yang suka dingin dalam menghadapi wanita, tapi berbeda jika ia berhadapan dengan Haechan. Seolah membuatnya ingin selalu tersenyum ketika memandang wajah Haechan. Bagaimana dengan Haechan? Hampir sama dengan Mark, ia sangat menikmati mengobrol dengan Mark. Walaupun dia memang orang yang ramah pada siapa saja, tapi dia merasa berbeda ketika mengobrol dengan Mark. Seperti ada sesuatu yang membuatnya ingin terus-terusan memandang wajah Mark. Entah mengapa ia juga tidak tahu. Ia tidak mengerti dengan dirinya sendiri saat ini.

Obrolan mereka terus mengalir hingga terdengar kembali suara ketukan dari pintu ruangan Haechan. Dan tak lama kemudian terdengar suara khas anak-anak di rungan tersebut

"Mommy, aku pulang~" suara tinggi milik Chenle membuat kedua orang yang sedang asik mengobrol tersebut mengalihkan mata mereka pada Chenle.

"Mommy, tahu tidak tadi Joy seosaengnim memuji Lele karena suara Lele sangat indah saat bernyanyi." Chenle segera menghampiri Haechan dan memeluk Haechan dari samping Dan bercerita dengan semangat.

"Jinjayo? Wah Lele sangat hebat." Ucap Haechan sambil balas memeluk Chenle dan mencium pucuk kepala anak itu

"Mom, Lele lapar. Mommy sudah memesan makanan?" Tanya Chenle pada Haechan dengan bibir mengerucut."Ya Tuhan, Mommy lupa sayang. Lele ingin makan apa? Biar Mommy pesankan." Haechan lupa untuk memesan makanan untuk Chenle, karena ia terlalu asik mengobrol dengan Mark.

Ngomong-ngomong soal Mark, ia terlihat sangat bingung dengan interaksi keduanya. Seolah ia tidak percaya jika wanita cantik ini sudah memiliki anak.

'Baru juga aku jatuh cinta padanya, masa iya aku harus patah hati secepat ini?' Batin Mark berkata dalam hati.

Okay sepertinya perlu ada yang meluruskan hal ini pada Mark hahahahaha.

Tbc or not?

Semunya tergantung respon kalian~ hahaha Single mom rencananya aku bikin cuma sampai 2 atau 3 chapter saja, ya baru rencana saja sih. Masih dalam tahap pembuatan hehehe.

Maafkan aku yang belum melanjutkan The Witch, karena aku lumayan ragu untuk memposting lanjutannya T.T aku perlu meyakinkan diriku dulu *alesan* wkwkwk

Terima kasih~