Stupid Things with You

Disclaimer:

Kuroko no Basuke milik Fujimaki Tadatoshi-sensei

Warning :

AU, OOC, Typo(s), Aneh, Humor garing. Dan keanehan lainnya yang membuat fanfic ini males dibaca. Yah kalo mau baca sih author bersyukur dengan sangat. Psst, pict bukan punya saya ya:*

Happy Reading*kissu*

.

.

.

.

"Tetsuya, berhenti melihatku seperti orang kelaparan. Aku bukan makanan"

Akashi Seijuurou lama-lama dongkol juga jika terus diperhatikan. Bukan, bukan karna Tetsuya yang mengganggunya, tapi karna netra langit cerah itu nampak lapar dan siap menerjang kapan saja. Apalagi sih salahnya?

"Akashi-kun salah. Aku tidak pernah membayangkan Akashi-kun makanan"

Lirikan tajam dilayangkan Akashi.

"Tapi kalau yang dimaksud makanan diatas ranjang, bisa sih"

.

.

.

Hah?

Kepala Akashi miring sedikit, Tetsuya tring to hit... on me?

"Keluarkan pikiran mesum mu itu Tetsuya, aku tidak akan tergoda". Akashi kembali fokus pada bacaannya.

"Akashi-kun tidak mengerti. Aku sudah lapar"

"Kalau lapar ya makan sana. Jangan berharap aku menyerahkan diri sebagai makanan. Apalagi diatas ranjang"

Iris biru lautan milik Tetsuya kembali menghujam Akashi. Dan kepala strawberry hanya bergerak kesana kesini mengikuti alur kalimat. Sangat tidak terganggu lagi dengan hujaman Tetsuya.

"Akashi-kun memang beda. Kalau Aomine-kun atau Kise-kun sudah pasti pingsan tak berdaya". Tetsuya menautkan jari dan meletakkannya diatas meja.

"Hah, dari dulu aku bilang aku memang berbeda. Dan aku straight, tidak homo seperti kalian"

Hujatan milik Akashi ditelan bulat-bulat oleh Tetsuya. Kepala sekeras batu miliknya menolak sakit hati karna sudah terbiasa dan Akashi-kun adalah pujaan hati yang nelangsa.

"Ngomong-ngmong apa Akashi-kun tahu bahwa gay itu penyakit menular?". Serangan kembali dilakukan Tetsuya, tidak gentar sama sekali oleh kalimat sang pujaan barusan. Berurusan dengan Akashi-kun harus siap makan hati. Kalau tidak dihujat ya diadili.

"Ya, untuk sebagian orang mungkin akan gampang tertular. Tapi tidak denganku, Tetsuya. Aku kuat iman"

Segaris senyum tipis dilayangkan Tetsuya. Kalimat Akashi-kun barusan seperti berpesan. Demi Tetsuya, aku harus lebih kuat iman menahan godaan

"Kenapa tersenyum?"

Garis tipis itu hilang. "Aku tidak tersenyum"

"Terus saja berbohong, Tetsuya"

"Aku tidak berbohong"

Akashi menghela nafas berat. Demi neptunus yang jaraknya 4348,4 juta km dari dirinya dan Tetsuya. Dilluar sana masih banyak makhluk menyimpang lainnya yang siap tubuh untuk Tetsuya. Tapi kenapa anak ayam tukang untit ini malah lebih memilih Akashi yang mengibar bendera straight dihadapan hidungnya?

"Akashi-kun, kalangan homosapiens itu sudah biasa. Kenapa tidak terima saja?"

"Kalau yang kau maksud homosapiens dengan arti manusia modern, aku tidak menyangkal"

"Bukan, maksudku yang artinya makhluk menyimpang dengan jenis homo"

'PLUK'

Buku ditutup. Akashi yang awalnya duduk miring sembilan puluh derajat dari Tetsuya, kini merubah kursi dan menghadap mantan bayangan klub basketnya.

"Tetsuya, kau baru satu minggu mendeklarasikan diri sebagai makhluk pelangi. Kenapa kau bisa berubah seperti ini?"

"Akashi-kun, kita terlalu dekat. Nanti kalau aku khilaf bagaimana?"

"Khilaf bagaimana?"

"Menerjangmu Akashi-kun. Rawr"

Jari dengan pose ingin mencakar diletakkan dibagian kanan dan kiri kepala. Akashi mengerjap kehabisan kata.

"Jawab pertanyaanku, Tetsuya."

"Iya iya. Aku berubah karna Akashi-kun. Jadi tanya saja sama diri sendiri"

"Aku tidak melakukan apa-apa sampai membuatmu berubah"

"Justru karna Akashi-kun tidak melakukan apa-apa, makanya aku berubah"

"Aku tidak menangkap maksudmu."

"Akademik saja yang Akashi-kun junjung tinggi-tinggi. Pantas saja sampai sekarang masih single, kan aku jadinya seperti punya harapan"

"Kau ngelantur Tetsuya"

Tetsuya menghela nafas dengan wajah teflon. "Akashi-kun tidak pernah menotis perasaanku empat tahun belakangan ini. Aku lelah menunggu dan aku putuskan untuk mengejar Akashi-kun"

"Sudah kubilang kau ngelantur". Akashi menyandarkan punggung pada kursi. "Kau baru bilang seminggu ini menjadi sorang gay. Menyukaiku dari empat tahun yang lalu? Dikira aku tertipu?"

"Akashi-kun memang ketipu kok"

"Aku tidak"

"Akashi-kun iya"

"Tidak"

"Iya"

Akashi menggebrak meja. "Aku tidak tertipu oleh siapapun, Tetsuya. Apalagi denganmu."

Tetsuya gentar. Meski keras kepalanya mendorong membalas, hatinya tak kuat menahan serangan Akashi yang kini berdiri dan berjalan meninggalkannya. Semenit kemudian, bunyi pintu dibanting memekikkan telinga.

"FUAH!". Tetsuya saking takutnya sampai lupa bernafas. Aura Akashi yang marah benar-benar mimpi buruk. "Kenapa bisa aku jatuh cinta dengan makhluk yandere sepertinya?"

.

.

.

Tetsuya sungguh pilu. Kali pertama menyatakan cinta pada Akashi-kun, ditolak dengan tawa Akashi yang terbahak. Kali kedua aura Akashi-kun makin suram. Kali ketiga, Akashi-kun meninggalkannya dengan keadaan tak bernafas.

Yah, salahkan Tetsuya juga sih. Tujuh tahun kenal, empat tahun menyimpan perasaan, dan baru seminggu terakhir diungkapkan.

Serangan Tetsuya yang bertubi-tubi tak membuat Akashi-kun gentar. Makhluk dengan kepala strawberry yang kini merangkap atasannya itu benar-benar bebal terhadap Tetsuya. Cuya salah apa sih? Padahal hari pertama mengunjungi gay bar hati Tetsuya langsung penuh harapan gara-gara digerumul seme dan uke lapar.

Berbekal percaya diri yang didapat dari hari pertama debutnya, Tetsuya melenggang pantat menuju apartemen sebelahnya.

Tetsuya berpikir keras. Akashi-kun memang beda itu benar adanya. Dan bukan Kuroko Tetsuya namanya jika cepat menyerah.

Ia takkan menyerah demi mendapatkan Akashi-kun dan merubah marganya menjadi Kuroko-kun. Eh?

Ya, Kuroko Tetsuya terjebak penganut paham dirinya seme berkualitas untuk Akashi-kun. Masih berpositif thinking ria bahwa dia manly dan bara. Tolong sembuhkan penyakit fitnahnya.

'drrt drrt'

[Kuroko-kun, jangan lupa jam tiga ada syuting iklan sabun ya]

Kuroko melirik penuh minat, sebersit ide cemerlang tumbuh dari otak jeniusnya. Segera saja Tetsuya membalas.

[Sabunnya seperti apa, Aida-san?]

'drrt drrt'

[Kalau tidak salah sponsornya berbunyi 'Sabun untuk laki, pakai dan dapatkan wanita pujaanmu' seperti itu 'sih]

Mantap. Kami-sama memang selalu sayang sama Cuya.

.

Tetsuya menimang sebaiknya seberapa banyak Ia memakai sabunnya. Sponsor lain dalam kotak sabun itu berbunyi 'tuanglah sebanyak rasa cintamu pada orang terkasih mu!'

Dan jelas, bagi Tetsuya lima botol penuh tidak cukup menggambarkan perasaannya pada Akashi-kun. Dia merasa tidak becus menjadi penggemar Akashi-kun karna salah takar atas ketulusannya.

"Tunggu ya, Akashi-kun. Aku harus membeli sabun ini lebih banyak lagi"

Tangan dikepal. Jaket, topi, dompet beserta smartphone dirampas. Tetsuya pergi meninggalkan apartemen demi membeli sabun dengan takaran sesuai cintanya pada Akashi-kun

"Malam ini kau akan jadi milikku"

.

Akashi Seijuurou diam dengan tenang dibalik meja kerja. Membolak balik hasil kerja perusahaan. Satu map yang belum disentuhnya seminggu ini menjadi pusaat perhatian. Kuroko Tetsuya begitu judulnya dengan embel-embel love disekitarnya. Tetsuya mewarnai sendiri mapnya. Dan itu membuat Akashi sakit mata.

Map diraih dan dibuka dengan tenang. Kening mengkerut sedikit lantaran satu objek besar menjadi pusat kepala pening

"KUROKO TETSUYA,PENULIS NOMER SATU SE-JEPANG MENGUNJUNGI GAY BAR PADA SENIN, PUKUL DUA DINI HARI"

Secarik headline busuk dari koran yang sama busuknya membuat Akashi pening seminggu ini. Bawahannya dengan title cemerlang yang sudah didapat bertahun-tahun ini bisa runtuh seketika dengan headline seenak jidat tanpa konfirmasi.

Akashi mengerang mengingat kalimat Tetsuya seminggu yang lalu.

"Aku tidak akan membohongi publik. Kalau aku memang belok, ya aku ucapkan belok. Kenapa harus sembunyi?"

Sungguh, sepolos apasih anak itu sampai dia berani berfikir seperti itu?

Akashi mati-matian menodong Tetsuya dengan aura mengerikan.

"Jika kau tak mengkonfirmasi dengan dalih ide untuk novel depan, jangan harap bertemu denganku lagi. Kuroko Tetsuya"

Tetsuya langsung gentar. Dengan wajah kesal mengangguk dan mengiyakan.

"Baiklah, aku akan bilang begitu"

Setelahnya, konferensi pers berlangsung lancar. Tanya jawab menghujam Kuroko Tetsuya berlangsung sengit dengan modal rumor murahan milik pers dan jawaban tak terbantahkan dari Tetsuya.

Syukur saja wajahnya sebelas duabelas dinding rumah. Dan bersyukur juga Tetsuya keras kepala dan tidak gampang menyerah. Rasanya mau Akashi bom saja pers diseluruh dunia. Berani mencaci maki bawahannya sedemikian rupa. Dikira mereka siapa?!

Begitu pemikiran pemilik surai merah sebelum mengetahui bahwa alasan Kuroko Tetsuya belok merupakan dirinya. Kami-sama memang sering lupa tentang kebahagiaan yang harus dibagi pada Akashi.

Dan itulah mengapa, pernyataan cinta pertama Tetsuya ditolak dengan alasan sakit perut menahan tawa.

Semumur-umur kanjeng Akashi bertitah dengan kekuasaan melimpah. Dirinya tak pernah speechless apalagi jika berurusan dengan Tetsuya.

Pening iya, selesainya tidak.

'TING TING'

Bel apartemen miliknya berbunyi kencang. Akashi berdiri dari meja dan berjalan menuju pintu apartemen. Kamera dari luar dinyalakan.

Penghuni apartemen sebelah berdiri dengan rapih bak mau ketemu mertua.

"Kenapa lagi si itik ini tengah malam kesini?"

Tungkai dibawa pergi, berusaha tidak mengindahkan makhluk biru lembek diluar.

'TING TING'

bel berbunyi lagi, tak lama suara ketukan tak berhenti selama Akashi masih berdiri disana.

Berbalik, pintu dibuka seluas kepala. Sungguh tidak membiarkan si itik biru masuk nyelonong seperti biasa.

"TETSUYA?! ASTAGA BAU APA INI?!"

Akashi tampan menutup hidung tak karuan. Kepalanya yang sakit malah jauh lebih sakit mencium aroma yang benar-benar pekat.

"Bagaimana, Akashi-kun? Apa kau sudah jatuh cinta padaku?"

Si biru bertanya dengan watadosnya.

Jatuh cinta dahimu bening, Tetsuya?! Akashi bahkan hampir muntah-muntah oleh bau tak wajar yang menguar keras dari entitas didepannya.

"Apa-apaan kau? Kau mandi apa jadi sebegini ngengatnya? Bunga raflesia?! Aku langsung pusing Tetsuya. Pulang sana dan mandi yang benar!"

"Eh? Akashi-kun jangan salah artian. Itu bisa saja adalah perasaan bibit-bibit jatuh cinta. Aku sudah menuangkan sabun sebanyak cintaku padamu Akashi-kun. Sebentar lagi kau akan merasakannya"

"Sabun apa yang kau maksud? Aku mual Tetsuya, tak kuat!"

'BLAM'

Pintu ditutup dengan jarak sesenti dari hidung Tetsuya. Mundur perlahan, Tetsuya bergumam. "Apa kurang banyak ya?"

'BRAK'

pintu milik Akashi terbuka lagi. "Awas kalau kau datang padaku dengan bau seperti itu lagi."

'BLAM'

Kejam. Sudah dituduh bau, diusir dari peradaban, tak diijinkan masuk, diancam tidak boleh datang dengan bau itu lagi pula.

Sepertinya Akashi-kun tidak suka varian aroma ini. Aku akan coba yang lain. Batinnya.

.

Didalam apartemen, Akashi masih saja menutup hidung erat-erat dan bernafas lewat mulutnya. Sungguh kadar kurang kerjaan otak Tetsuya dibawah millenium. Lagipula apa yang dimaksud dengan sabun—

"Pakai, dan dapatkan pujaan hatimu! Tuang sesuai takar cintamu padanya, semoga berhasil"

Wajah watados Tetsuya nampang ditelevisi besar milik Akashi. Akashi sekelebat menghujam pada jargon sabun yang tidak disebutkan namanya.

"Tetsuya, kau itu sepolos apa?"

.

.

.

"Tidak mau Aida-san. Sekali tidak mau ya tidak mau".

Tetsuya menyilangkan tangan, kaki kanan dibawa keatas kaki kiri. Wajah dipalingkan dari sang manajer berambut pendek yang sedang kena skandal dengan pemilk perusahaan sebelah dengan inisial Hyuga Junpei. Itusih bukan inisial lagi namanya

"Kuroko-kun, coba kau fikirkan lagi. Provider telpon seluler ini sudah hampir jatuh bahkan tidak sanggup membayar mu sebagai wajah produknya lagi. Kau mau mereka bangkrut gara-gara membayarmu yang tiga kali lipat lebih besar dari pendapataanya tiap bulan?"

"Aku rela bekerja tanpa dibayar oleh mereka. Aida-san, aku sudah memakai provider itu tujuh tahun lamanya. Dan aku tidak akan menganut prinsip habis manis, sepah dibuang Aida-san. Tidak, asal Aida-san tahu saja aku itu orangnya sangat setia"

Aida menggeleng lelah, berniat menyelamatkan provider yang sedang berjuang. Kuroko Tetsuya malah babal tidak mau wajahnya dihapus dari produk.

"Bagaimana jika aku mengatakan bahwa ini untuk kebaikan mereka?"

Tetsuya terlihat berfikir sebentar.

"Tetap saja, selama mereka tidak menyuruhku pergi. Aku takkan pergi"

"Baik, berarti aku akan bilang pada petinggi provider agar mengusirmu. Dengan begitu kau mau melepas?"

"Kalau begitu namanya Aida-san memaksa. Aku juga tidak mau begitu"

Pelipis dipijit pelan selagi Tetsuya menyesap vanilla milkshake kepunyaan kantin dikantor agensinya.

Entitas biru dihadapannya benar-benar minta dipanggang. Mumpung ini hari minggu dan jadwal kerja Tetsuya lenggang, bagaimana jika Aida sekap saja ya?

Ah, pasti ketahuan oleh atasan tertinggi yang merupakan pujaan hati makhluk kerdil manis malaikat milik seluruh warga negara Jepang.

Aida mengusir pikiran jahat. "Baiklah, kalau begitu kita tunggu saja mereka menyerahkan penghentian kontrak. Paling-paling minggu depan"

"Ngomong-ngomong apa aku tidak ada jadwal hari ini, Aida-san?

"Tidak, kau libur. Kerjakan novelmu cepat, biar tepat deadline."

"Novelku sudah selesai kemarin. Kalau begitu aku pergi dulu"

"Eh? Tidak makan siang bersama?"

"Tidak, aku akan makan sendiri. Aida-san pergi saja dengan Hyuga-san"

"Kuroko-kun!"

.

'TOK TOK'

"Masuk"

Pintu berbunyi pelan. Akashi hampir tak menyadari ada kepala melongok dari pintu kayu jatinya. Hawa nya terlalu tipis untuk dinotis. Kalau saja Akashi bukan Akashi, niscaya siapapun teriak ketakutan gara-gara melihat penampakkan

"Akashi-kun sedang sibuk?"

Iris kucing melipir sebentar. "Iya, kalau rencanamu aku harus meladeni mu hari ini. Iya aku sibuk, Tetsuya."

"Jadi kalau alasanku kesini bukan untuk itu, Akashi-kun tidak sibuk?"

Merasa terlalu berbasa basi. Akashi akhirnya berhenti memilah milah kertas untuk ditandatangani, melepas kacamata baca yang harganya mahal mampus dan meletakkannya pelan diatas meja kacanya.

"Katakan langsung saja, kau tahu aku tak suka basa-basi"

Pintu sepenuhnya terbuka. Tetsuya berjalan dengan dokumen diketiak kiri, dan bento dijinjing tangan kanan.

Bento diangkat keatas. "Ayo makan bersama"

Akashi melirik jam tangan. Jam dua lebih siang, pantas saja perutnya keroncongan"

"Duduklah"

Dulu, sewaktu Tetsuya masih menjadi penulis nakal yang hobinya mepet deadline. Jarang sekali mengajak makan bersama. Kalaupun mengajak, biasanya mereka akan pergi ke resto terdekat, mana mungkin Tetsuya sempat membuat.

Tapi sekarang Tetsuya sudah berubah, tidak pernah mepet deadline dan lebih sering mengunjungi Akashi dibalik meja kerja.

"Kau tak ada jadwal?"

Akashi meletakkan dua gelas untuknya dan Tetsuya. Kepala Tetsuya menggeleng sebagai jawaban.

"Aku libur, novelku juga sudah selesai kemarin malam"

"Kau bergadang demi menyelesaikannya?"

"Ya, supaya hari ini libur. Lagipula, kenapa hari minggu pun Akashi-kun kekantor? Tidak perlu liburan apa?"

"Berkasku disini. Dan lebih nyaman bekerja disini, daripada diapartemen. Kau bisa nyelonong masuk sesuka hati gara-gara tahu password"

"Kalau begitu kenapa tidak diganti saja passwordnya?"

"Tetsuya mau aku ganti password apartemenku?"

"Tidak masalah sih"

Hening melanda.

"Asal Akashi-kun memberitahu password barunya"

Seperti yang diduga. Jawaban itik biru ini bikin Akashi nelangsa. "Aku tidak melihat poin dari perubahan passwordku"

Tetsuya selesai dengan tatanan makan siang. Nasi hangat, sup tofu, ikan presto yang terlihat segar dan enak sudah disusun sedemikian rupa.

"Itadakimasu"

"Sempat-sempat saja Tetsuya bikin sup tofu. Segitu sukanya denganku?"

Tetsuya merupakan penganut makan ya makan, ngomong ya ngomong. Tapi kalau buat Akashi, makan sambil kayang pun diladeni.

Kasian, buta gara-gara cinta yang bikin hati ngenes semata.

"Jangan kegeeran Akashi-kun. Aku tidak bikin sendiri. Aku beli di warung depan. Aku mana bisa memasak. Akashi-kun mau aku masakin ya?"

Jawaban klenger dari Tetsuya membuat Akashi menganga. Bisa bisanya piyo lembek ini menjebak dirinya. Merasa tidak mau kalah, sumpit ditunjuk menuju setiap hidangan.

"Lalu kenapa tidak dibungkus dari restoran? Kenapa harus kau bawa-bawa piring segala?"

"Tadinya biar Akashi-kun tahu aku itu calon suami yang baik dan perhatian terhadap calon istri"

Otak Akashi mencerna lambat.

"Siapa yang mau kau jadikan calon istri?"

Dagu mulus Tetsuya bergerak menunjuk Akashi. Menganga tidak percaya, sumpit diletakkan pada tempatnya.

"Maksudmu kau mau menjadikanku istri? Jadi kau mengira kau akan menjadi top ku?"

"Tentu saja. Aku ini perkasa, Akashi-kun. Manly dan bara. Mana cocok jadi bottom"

Cukup. Akashi tidak kuat dengan imajinasi menyedihkan makhluk belok didepannya.

"Aku tidak akan menjadi uke, Tetsuya. Bahkan jangan bermimpi aku mau menikah denganmu"

"Masa depan siapa yang tahu Akashi-kun. Lagipula, badan Akashi-kun itu kecil. Cocok nya memang jadi uke"

Akashi dongkol, "Kau ingin kita bertanding di gym?"

Tetsuya menegak saliva sulit. Meski keki terhadap dirinya yang dianggap lemah. Tetsuya tahu betul dirinya takkan menang melawan Akashi. Apalagi di gym, kalau diranjang sih Tetsuya masih benar-benar yakin.

Seseorang, tolong sadarkan anak ini.

"Akashi-kun kan sibuk. Mana mungkin sempat"

"Akan kuluangkan waktu untuk kekeras kepalaanmu, Tetsuya"

"Daripada ke gym, bagaimana kalau ngedate saja?"

Keki sekali rasanya Akashi. "Diam dan makan. Atau kutendang kau keluar"

.

Akashi kembali kebelakang meja. Membiarkan Tetsuya mengepak kembali lunch set bermotif winnie the pooh lucu miliknya. Akashi sampai harus tutup mata demi tidak geli melihat motifnya. Cocok sekali untuk Kuroko Tetsuya.

Selesai dengan merapihkan lunch setnya, Tetsuya berjalan menuju meja sang pujaan hati. Meletakkan dokumen yang cukup tipis jika Akashi terka sebagai penggalan novelnya dan duduk dikursinya.

"Apa ini Tetsuya?"

"Itu novel baruku. Coba Akashi-kun cek"

"Kenapa kau membuat novel baru? Kau fokus saja dengan novelmu sekarang"

"Coba dibaca saja dulu, Akashi-kun."

Netra biru itu terlihat malas namun tetap bersikukuh. Akashi-kun harus lihat dulu, baru komen.

Akashi membuka perlahan dokumen coklat. Didalamnya kertas dengan tulisan rapih sekitar dua puluh halaman. Akashi menangkap Tetsuya baru saja menyerahkan prolog padanya.

Prolog dengan tema Boy's Love itu hampir membuat Akashi menghentakkan kaki.

"Apa maksudmu membuat cerita seperti ini?"

Kuroko menghela nafas. "Akashi-kun ingat apa yang aku katakan pada media pada saat aku ketahuan mengunjungi gay bar?"

Akashi diam. Baru saja menangkap maksud dari sang penulis.

"Kalau aku tidak benar-benar membuat novel bertajuk gay, aku sama saja membunuh diri sendiri"

Akashi meletakkan dokumen. "Tidak usah sekarang, Tetsuya. Kau harus fokus pada novelmu yang sekarang dulu"

"Aku bisa membagi fokus dengan baik Akashi-kun. Tidak usah khawatir"

"Aku tidak khawatir pada fokus mu yang terbagi dua. Kita sudah bekerja sama tujuh tahun. Dan tidak sekali dua kali kau menerbitkan dua judul sekaligus."

Kepala bersurai biru ditelengkan

"Lalu?"

"Aku khawatir kau semakin marak dengan orientasi seksualmu dan tak berhenti mengejarku"

"Asal tahu saja Akashi-kun. Walaupun aku tidak marak tentang orientasi seksualku, aku tetap mengejar Akashi-kun."

"Kau terlihat optimis dan semangat"

"Tentu saja, tidak akan ada yang tahu nanti kita akan seperti apa. Marak, seperti burung saja. Akashi-kun kalau bikin perumpamaan yang lebih kreatif dong"

"Merak, Tetsuya. Kalau burung itu merak. Kau saja yang pengetahuannya sempit."

"Pengetahuanku tidak sempit, Akashi-kun"

"Kau tidak mengkap maksudku"

Hening, sedikit sengatan listrik menguar secara imajiner. Tetsuya kali ini mengalah dan berdiri.

"Sudah, itu saja yang mau aku sampaikan. Aku akan mencoba berbicara dengan editor kalau Akashi-kun tidak mau mendengarkan"

"Baru kemarin kau bersikeras bilang pada media kalau benar-benar belok. Lalu kenapa sekarang berusaha menutupi?"

Tetsuya berbalik memunggungi Akashi. "Karna kalau ketahuan, aku tidak bisa bertemu dengan Akashi-kun"

Akashi tekesiap. Sampai kapan anak itik ini benar-benar mengira dirinya ada kesempatan? Apa Akashi cuci saja otaknya ya? Rasanya itu lebih mudah daripada harus dihantui setiap hari dengan makhluk kerdil berorientasi belok yang sedang berusaha menularkan penyakitnya padanya.

Tetsuya mengambil lunch set dan berjalan santai menuju pintu. "Selamat siang, Akashi-kun". Ucapnya sebelum pintu benar-benar tertutup.

To Be Continued

Author's Note:

HELLLOOOWWWWWW

Omg aku lama banget ga kesini hiks.

Sesuai dengan janji setelah Aka-Head dibubarkan. Aku bakal publish cerita baru.

Sooooo, gimanaaa? Lucu kah? Garing kah? Hapus kah? Lanjut kah? Lucunya kurang dilucu-lucuin kah? Usaha cuya masih kurang greget kah? Lucu kah? Garing kah? *plak*

Silahkan berkomentar ya readers-tachi tersayang. Aku selalu memantau kalian *snip snip*