[11.50 pm.]
Malam itu, hujan lebat mengguyur ibu kota Korea Selatan, lebih tepatnya di daerah Gwangjin-gu. Seorang pemuda berjaket hitam berlari tunggang langgang lantaran curah hujan kala itu luar biasa lebat, petir saling bersahutan dengan kilat bak cakar sang dewa langit. Pemuda itu terus berlari tanpa merasa kelelahan. Koper berukuran besar ditariknya kasar. Sepatu miliknya jadi kotor akibat lumpur yang menempel di bagian luar sepatu. Tubuh jangkung itu mendadak berhenti.
Onyxnya menelisik setiap lukisan yang tertempel di dinding. Tak ada yang menarik dari lukisan-lukisan ini, yang ada hanya kegelapan dan ketakutan dalam lukisan tersebut hingga onyx tajamnya menangkap sosok cantik nan rupawan tepat di ujung tembok beton.
"My love.." Kekehan mengerikan terdengar dari bibir tipis itu.
Pemuda bersurai gelap bak kayu eboni itu menoleh pada remaja yang kini berwajah pucat dengan banyak luka dan memar disekujur tubuhnya. Seluruh tubuh yang membiru, hidung mancung, surai semerah darah, kulit agak tan namun halus juga bibir ranum itu, sungguh manis remaja SMA ini kalau dilihat dengan seksama. Namun, onyx itu menatap remaja tak berdaya tersebut dingin dan penuh akan ambisi.
Kim Taehyung..
Pria itu memejamkan matanya lalu mengucapkan sebuah mantra yang membuat suasana seluruh pekarangan gedung museum tua itu terasa semakin mencekam. Hujan semakin deras dibarengi dengan petir dan kilat saling bersahutan. Angin kencang tiba-tiba mendobrak jendela kaca seluruh museum, lukisan kuno dan tirai bergerak liar terbawa angin.
Pria berpakaian serba hitam itu membuka matanya, memperlihatnya onyx emeraldnya yang berubah terang. Tubuh Taehyung tiba-tiba melayang di udara. Kepulan asap kehitam-hitaman mulai terlihat di sekeliling tubuh tak bernyawa tersebut.
"Hei! Siapa di sana!" Seru pria berseragam, mengganggu ritual si pria misterius.
Tanpa memperdulikan, pria bermata elang itu kembali melanjutkan kegiatan ritualnya. Hingga sebuah cahaya hijau keluar dari sebuah photo wanita dan masuk ke dalam tubuh Taehyung melalui mulutnya yang terbuka lebar.
"Jangan bergerak!" Serunya lagi.
Si pria misterius itu mengalihkan sebelah tangannya ke arah security tersebut, mencekiknya dari jauh. Cukup dengan menggerakkan jari dan tangannya, security itu terlempar jauh keluar gedung.
"Jangan bergerak! Atau kutembak kau!" Terlihat tiga orang security menyusul, berlari ke arahnya.
Pria itu mendecih marah. Lampu tempel di sekeliling lorong tiba-tiba pecah dan memercikan api menghalagi tiga security yang hendak menghampirinya. Jemarinya yang lain bergerak seperti membuat sebuah isyarat. Salah satu pria berseragam itu merasa tercekik, tubuhnya melayang dan detik itu juga tubuh itu terlempar membentur sebuah etalase berisikan mannequin-mannequin peraga. Dua security lainnya tersentak karena terkejut.
DOR!
Sebuah tembakan berhasil mengenai lengan si pria misterius, tubuh Taehyung lantas terjatuh ke lantai lantaran fokus pria itu buyar dalam sekejap. Pria itu meringis, jemarinya mencengkeram bagian lengan yang terkena tembakan. Pria itu berlari menghampiri tubuh Taehyung, menyelimutinya dengan coat hitam miliknya. Pria bermata emerald itu membisikan sesuatu.
"Mari kita bertemu lagi ... Estelle."
Setelahnya pria itu pergi dan menghilang tanpa jejak, meninggalkan Taehyung yang terbaring lemas dan hanya berbalutkan coat hitam miliknya. Tak lama, dua penjaga keamanan itu berlari menghampiri Taehyung. Alangkah kagetnya dua pria itu. Salah satu security itu membuka handphonenya dengan tergesa-gesa dan menemukan berita yang sedang viral beberapa jam yang lalu.
"Dong Gun-sshi, anak ini ... " Pria bernametag Kwon Sangwoo itu memperlihatkan berita 'hilangnya jasad anak muda bernama Kim Taehyung' pada temannya. Pria bernama Dong Gun itu terhenyak lalu bersimpuh menyadarkan sosok tak berdaya itu. Pria itu menepuk-nepuk pipi Taehyung sedikit keras. Adanya pergerakan dari sosok muda itu sukses membuat dua pria itu terkejut bukan main.
"Panggilkan ambulan sekarang!"
.
.
ANOMALI
.
.
.
.
.
*Happy Reading*
.
.
Hello.04.
.
Jungkook tersentak dari tidurnya, keringat dingin membanjiri surai dan punggungnya begitu banyak. Pemuda itu lantas bangun dari baringannya dan mengusap kebelakang surainya yang basah. Jungkook menghela nafasnya lelah. Pikirannya melayang pada saat Jimin memberi tahukannya perihal kematian Taehyung beberapa jam yang lalu. Perasaan menyesal tak ayal menghantuinya. Dan anehnya, Jungkook merasa tak pantas untuk menyangkal.
Terbesit dalam pikirannya, mengapa bisa dirinya tega membiarkan Taehyung sekarat di depannya seperti itu. Benarkah ia melakukannya? Benarkah dirinya setega itu? Bagaimanapun, sejahat apapun Ji Taehyung di matanya tetap saja mana bisa ia membiarkan seseorang yang sekarat begitu saja. Terakhir yang Jungkook ingat dirinya berlari mengejar Taehyung dan ... dan ...
Alis Jungkook mengerut,
Setelah itu.. apa yang terjadi?
Kenapa ingatanku tiba-tiba terputus sampai di sana?
.
.
.
"Jungkook! Kau tidak apa-apa?! Jawab aku!"
Sore itu, hal pertama yang aku lihat adalah Jimin yang berwajah pucat dan anak itu memanggil namaku berkali-kali. Menamparku dan memakiku terus-menerus.
"Kau bosan hidup, HAH?!"
Sore itu, Jimin berteriak frustasi padaku. Memelukku penuh kekhawatiran.
Karena saat aku sadar, aku sudah berada di bawah jembatan perbatasan kota Jung. Sore itu, hujan deras membasahi kami berdua.
Jimin bilang, aku berjalan seperti orang gila, mengabaikan setiap panggilannya dan berakhir melompat ke sungai dari atas jembatan jalan raya. Melihatku melompat terjun, lantas anak itu – Jimin – ikut melompat dan menarikku ke daratan di sekitar sungai.
Benarkah itu terjadi padaku?
Karena yang aku ingat, tubuh ini berlari menuju Taehyung yang mencoba menggapai uluran tanganku..
.
.
.
Drrrtt.. drrrtt..
Jungkook sadar dari pemikirannya. Iphone miliknya berbunyi, lantas pemuda tampan itu mengambil dan mengangkatnya tanpa minat.
Telepon dari Jimin.
"Kook! Yoongi hyung ditangkap polisi! Bagaimana ini?!"
Jungkook membelalakan matanya. "Apa? K-kenapa bisa? ―Jimin tenang dulu!"
Helaan nafas frustasi terdengar dari seberang telepon. Jungkook memandang jam dinding di kamarnya yang menunjukan pukul 02.45 dini hari. Jungkook jadi ikut menghela nafasnya. "Oke Jim. Sekarang jelaskan padaku, ada apa sebenarnya?"
"Entahlah Kook, itu terjadi begitu saja. Tiga orang polisi datang 'berkunjung' ke apartemen kami. Dan mereka membawa Yoongi hyung! Mereka juga membawa surat perintah dari kepolisian untuk menginterogasinya atas kematian Taehyung!"
"A-apa kau bilang?"
"Kook ... mereka bilang Taehyung telah ditemukan jam dua tadi di Seoul.."
Jungkook tergugu. Mulutnya kaku tak bisa berucap.
"...konyolnya lagi, Taehyung ditemukan masih hidup. Mungkin itu sebabnya mereka membawa Yoongi hyung. Dia yang bertanggung jawab atas semuanya."
Jungkook menekuk kedua kakinya. Tanpa sadar pemuda tampan itu menggigit ujung kuku jarinya menahan sesuatu yang membuncah di dalam hatinya. Sesuatu yang membebani Jungkook terangkat begitu saja setelah mendapat kabar tentang rivalnya tersebut. Jungkook sadar kalau ini konyol, tapi ia tidak bisa menyangkal kalau dirinya merasa lega dan tenang.
"Jim, sebaiknya besok kita bicarakan ini lagi. Aku ... mengantuk."
"Ck. Sialan kau Jeon! Aku sedang kacau dan kau― malah ingin tidur?!"
"Selamat malam Park Jimin.."
Pick.
.
.
.
.
'Telah ditemukannya pasien berinisial KTH (18) yang sempat dikabarkan menghilang dari rumah sakit besar di Daegu pukul 18.10 tadi malam, pasien tersebut menghilang beberapa menit setelah dinyatakan meninggal dalam menjalankan operasi ketiganya sore lalu (28/10/2017) oleh dokter bedahnya, Park Yoongi.'
'Pasien KTH ditemukan di sebuah gedung Museum terkenal di Seoul pukul 02.15 dini hari tadi (29/10/2017) oleh dua penjaga keamanan museum tersebut. Pihak rumah sakit besar Seoul menyatakan bahwa pasien KTH masihlah dalam keadaan hidup saat pasien dibawa ke rumah sakit tersebut.'
'Saat ini dokter bedah Park Yoongi tengah dalam proses dimintai keterangan atas tindakannya yang menyatakan bahwa pasien KTH meninggal dunia pada pihak keluarga pasien. Penolakan sempat dilakukan oleh Dokter bedah jantung anak – Lee Ji Hoon (28) – karena dokter Lee merasa dia tidak ikut andil dalam―' klik
Pria bermata emerald itu mematikan siaran TVnya pagi ini. Dirinya meringis saat rasa perih dapat dirasanya pada bagian lengan sebelah kanannya. Sudah berabad-abad lamanya ia tidak pernah merasa sakit seperti ini, bukankah itu berarti dirinya sudah tidak abadi lagi?
Pria itu terkekeh geli.
Tentu saja, itulah alasan dirinya menstansfer jiwa kekasihnya pada pemuda menyedihkan itu bukan?
Ting tong..
Ting tong..
Pria itu menoleh ke arah suara bel rumahnya yang ditekan berkali-kali. Sosok jangkung itu bangkit dari duduknya, memakai mantel tipisnya lalu berjalan menghampiri pintu keluar. Dibukanya pintu itu. Onyxnya mendapati seorang pemuda bersurai caramel dan bertubuh pendek tengah tersenyum manis padanya dengan membawa sepiring fruit cake.
"Good mornin', Uncle Woobin!" Sapa pemuda manis itu penuh semangat.
Pria yang dipanggil Woobin itu menatapnya datar, "Morning.."
Pemuda manis itu berjalan mendekat, hendak masuk ke dalam rumah di depannya, namun hentakan tangan kekar pria di depannya menghalangi si pemuda manis, lalu merengut.
"Aku tidak pesan kue pada ibumu. Sebaiknya kamu pergi. Jangan ganggu aku.."
Woobin menutup pintu rumah minimalisnya, namun pemuda manis itu menahannya dengan kaki kecilnya. Jeritan kesakitan menghentikan Woobin melakukannya. Pria itu jelas kaget. Saat lengah, pemuda manis itu langsung memasuki rumah itu dengan merunduk. Woobin menghela nafasnya jengah.
Si Pemuda manis memasuki pantry, meletakkan cakenya di atas meja dan bergerak mengambil sebilah pisau kue. Lalu memotong kue itu menjadi bagian kecil dan menyimpannya di atas pisin. Pemuda itu membawa kaki kecilnya ke arah pria yang lebih tinggi.
"Ini bukan buatan bunda.. aku yang buat sendiri untuk uncle. Ayo di coba.." Katanya.
"Lain kali jangan lakukan ini lagi.."
"Ayo dicoba, dicoba.."
"Hweseung.."
"Woobin hyungg.. jangan begitu.." Mata pemuda manis itu membulat lucu, memelas.
Woobin menghela nafas, jarinya mengambil alih pisin berisi kue itu lalu dicicipinya. Onyxnya kembali menatap Hweseung yang juga menatapnya penuh harap.
"Ini enak. Terima kasih."
"Yesss.." Hweseung menggigit asal-asalan kepalan jarinya.
"Aku berusaha keras membuat kue ini untukmu, aku juga ikut les masak setiap sore hari. Bunda bilang, kalau mau mendapatkan hati seseorang harus berusaha keras. Makanya bunda mendaftarkan aku les memasak dekat sekolah. Coba bayangkan, bagaimana aku tidak cape menghadapi hidup ini kalau setiap sore harus les masak. Padahal biasanya aku selalu pakai waktu itu untuk bermain game atau menonton film dan juga bla bla bla bla.. " Katanya mengadu. Hingga telepon genggamnya berdering, mengganggu Hweseung yang tengah curhat tentang beratnya hidup yang dia hadapi.
Woobin memperhatikan bocah berumur lima belas tahun ini datar. Mimik wajah Hweseung itu berubah-ubah, seperti kesal, cemberut, manyun dan mendengus. Pemuda itu menekan simbol merah pada layar handphonenya. Lalu menatap Woobin sedih.
"Aku harus pergi.."
Woobin menganggukan kepalanya setuju.
"Kapan aku bisa kemari lagi?"
"Pulanglah, kekasihmu sudah menunggu bukan?"
Hweseung merengut, "Dia bukan! Hanya penggemar berat saja, hyung!"
"Jangan panggil aku hyung. Umurku beratus-ratus tahun di atas kamu!" Woobin mulai jengah dengan kelakuan kekanak-kanakan Hweseung.
Bibir semerah delima itu manyun. "Bercandanya tidak lucu sekali! Selamat tinggal uncle. Sayonara!"
Woobin memandang kepergian Hweseung yang cemberut itu tanpa ekpresi. Setelahnya pria itu kembali mengunci rumah dan segera mengobati lengannya yang terluka.
.
.
.
.
.
Lee Ji Hoon menatap datar detektif muda dihadapannya. Untuk yang sepuluh kalinya dokter itu menghela nafasnya jengah.
"Aku sudah bilang, aku tidak tahu apa-apa soal ini! Berapa kali aku harus membantah?!"
"Lantas, siapa yang melakukan operasi sebelum Kim Taehyung hilang dan pembunuhan suster Jang terjadi? Kau tidak berfikir kalau Kim Taehyung berubah jadi undeath dan membunuh suster Jang kan?"
"Y-ye?"
Detektif itu terkekeh, geli dengan buah pikirnya yang konyol. Pria itu menggeleng membuat surai halusnya bergerak beraturan.
"Maaf maaf.. Aku hanya bercanda. Ini sudah terlalu jenuh makanya aku begini." Masih terkekeh. "Ohya, kau kenal pria ini tidak?" Detektif itu menyodorkan selembar foto pada Ji Hoon yang membisu menahan kesal.
Alis si dokter menekuk bingung. "Aku tidak terlalu mengenal semua dokter-dokter di Hwawon.." Ji Hoon meringis sambil mengusap tengkuknya. "...jadi, aku tidak tahu.."
"Hmm begitu ya.. Dia adalah Dokter Park Yoongi. Dokter spesialis bedah dan jantung. Sudah satu tahun lebih beliau melepas posisi Physician Assistantnya di Hwawon dan sekarang ia sudah mendapat ijin yang sah menjadi Dokter bedah di sana." Jelas detektif muda itu, atensinya tidak lepas dari membersihkan kuku tangannya.
"Detektif Jung, kau mengenalnya?"
"Hmm~ ya, sedetik lalu. Setelah aku baca profilenya."
"Oh, Kau dokter bedah jantung divisi anak kan, Dokter Lee?" Lanjut si detektif.
"Ya."
"Dokter Lee, katakanlah memang bukan kau pelakunya. Dengan kata lain, ada dua kemungkinan pelakunya menyusup masuk ke dalam ruang operasi, bukan?"
Tak ada respon berarti dari Ji Hoon, yang ada dokter itu hanya menatap si detektif muda tersebut dengan pandangan aneh.
"Pertama! Pelaku mungkin saja seseorang yang bekerja di rumah sakit Hwawon." Tatapan si detektif bermarga Jung itu memicing, namun senyumannya terkesan main-main.
"Kedua! Pelaku itu adalah orang asing yang menyamar jadi dirimu. Coba lihat, ada beberapa catatan perihal operasi yang dia lakukan selama beberapa bulan ini. Semua laporan dan waktu operasi Kim Namjoon dan Kim Taehyung tertera di berkas ini." Detektif itu melempar cetakan berisi laporan. Dokter Lee mengambil berkas tersebut.
"I-ini.."
"Semua operasi yang dia lakukan berjalan lancar. Sangat muluuss~ tanpa ada kesalahan. Bahkan dokter misterius itu membantu Dokter Park saat ia kesulitan." Detektif itu melipat kedua tangannya, lalu bersender pada sandaran kursi.
"Pelakunya seorang dokter-kah?" Pertanyaan dilontarkan Ji Hoon ragu. Detektif bermarga Jung itu menyeringai membuat Ji Hoon tersinggung.
"Kau masih menyangka aku pelakunya?!"
Detektif itu merenggangkan sedikit otot lengannya. "Baiklah. Kalau begitu ini pertanyaan terakhir dan aku ingin kau menjawabnya dengan jujur."
"Pada saat kejadian berlangsung, apa yang sedang kau lakukan?"
Lee Ji Hoon memutar bola matanya jengah, "Come on! Itu pertanyaan yang sama sejak hampir dua jam aku di sini!"
"Aku tidak menuduhmu. Sekarang, cukup jawab pertanyaanku dengan jujur."
Melihat keseriusan dari sang penanya membuat Ji Hoon akhirnya kembali mengingat-ingat kejadian dua belas jam yang lalu.
"Saat sampai Korea aku langsung datang ke rumah sakit karena aku dihubungi kalau ada pasien yang kritis. Oh iya!" Ji Hoon akhirnya mengingat sesuatu yang menurutnya janggal.
"Entah ini bisa dijadikan informasi yang bagus atau tidak. Tapi, saat aku hendak pulang, aku sempat tertahan karena ada suster yang datang dan memintaku membantu dokter Park untuk melakukan operasi pada pasien Kim Taehyung―"
"―seseorang mendatangimu?" Sergah Detektif muda itu, tampak tertarik.
"Ya. Seorang suster muda juga cantik. Kalau tidak salah namanya Kim.. Seo.. Eun?"
Detektif itu menegakan tubuhnya. "Apa yang terjadi saat itu?"
"Ah, dia datang dan bertanya pada suster Im. Suster itu sepertinya mencari seorang dokter yang memiliki nama yang sama denganku dari divisi anak. Tapi, nama Dokter Lee Ji Hoon di divisi anak hanya aku seorang."
"Apa yang dilakukan suster itu saat melihatmu?
"Saat itu dia terlihat kaget dan pergi begitu saja. Aku malah sempat memintanya mengabariku jika perlu bantuan mendesak. Tapi, dia pergi dengan terburu-buru dan setelahnya aku tidak mendapat kabar apa-apa darinya." Lanjut Dokter Lee.
Detektif itu memicingkan matanya lagi, "Dan kenapa sejak kau duduk di sana hampir dua jam kau baru membicarakan ini, Dokter?"
Dokter Lee tersenyum kecut. "Maaf. Aku sempat lupa."
"Dampak panik memang luar biasa.."
Kalau begitu, seharusnya dugaanku benar..
.
.
Tik.
Tik.
Tik.
Detik demi detik berjalan dengan frekuensi yang sama, meninggalkan tiap menit ke menit yang baru. Ruang sempit dan minim cahaya itu hanya berisikan dua pria beda profesi. Pria yang berprofesi sebagai dokter menatap datar si pria yang berprofesi sebagai detektif – yang menginterogasinya, dimana pria yang berprofesi sebagai detektif itu tengah memutar video CCTV yang menampilkan sembilan orang berpakaian hijau tengah melakukan operasi. Tak lama, kepanikan terjadi dalam video tersebut.
"Waktu kematian 17.55 KST." Gumam detektif muda itu, membuat pria lain dalam ruangan sempit itu ikut mengalihkan atensinya.
"Park Yoongi-sshi, apa yang kau lakukan setelah memvonis mati Kim Taehyung?"
"Sebelum pergi, aku menyerahkan semuanya pada Dokter Lee lalu aku pergi memberi tahukan kematian pasien Kim pada pihak keluarganya."
Sebuah foto pria bersurai ikal disodorkan si detektif pada Yoongi, membuat Dokter muda itu sontak memperhatikan foto tersebut.
"Apa kau kenal pria ini?" Tanyanya.
Yoongi menggeleng. "Aku tidak mengenalnya."
"Coba perhatikan baik-baik, Dokter Park.." Detektif muda itu menatap intens Yoongi yang sedari tadi terlihat begitu tenang dan dingin.
"Bukankah pria dalam foto ini yang membantumu menjalankan operasi selama tiga bulan terakhir?" Detektif muda Jung kembali mendekatkan foto Dokter Lee Ji Hoon pada Yoongi.
Yoongi menatap datar si detektif. "Bukan dia orangnya."
Detektif itu menyeringai, "Lantas, seperti apa sosok Lee Ji Hoon yang kau lihat? Bisa sebutkan ciri-cirinya?"
"Dia bertubuh tinggi dan besar, tubuhku mencapai segini darinya.." Yoongi menunjuk bawah telinganya. "Berkulit putih pucat. Raut wajahnya tegas dan..." Yoongi mengalihkan atensinya ke arah lain, dokter itu tampaknya sedang mengingat.
"...matanya berlensa hijaulumut?"
Detektif itu tampak ragu dan menimbang sesuatu dalam pikirannya. "Hanya itu ciri-ciri yang kau ingat, Dokter Park? Selama tiga bulan ini aku denga―"
"―Hanya itu yang aku ingat..," Sergah Yoongi. ".. detektif Jung Hoseok."
Detektif bersurai caramel itu menatap serius dokter Park yang masih saja terlihat begitu tenang tanpa ekspresi.
.
.
.
.
"Detektif Jung Hoseok!"
Pria bersurai caramel itu menoleh saat namanya dipanggil. Atensinya menangkap dua pria paruh baya yang datang menghampirinya.
"Han Sajang.." Hoseok memberi hormat.
Si pria paruh baya tersenyum hangat pada detektif muda di depannya.
"Detektif Jung, apa aku mengganggumu?"
"Ah, ada yang bisa saya bantu, Sajangnim?"
"Aku hanya ingin mengenalkanmu pada Kepala Departemen Kriminalitas Daegu. Kenalkan, dia Ji Changwook Sajang. Dia, ayah dari pasien Kim Taehyung.."
Hoseok membelalakan matanya kaget, lantas Hoseok membungkukkan lagi tubuhnya pada pria paruh baya bertubuh segar di depannya. Changwook tersenyum.
"Ji sajang, detektif Jung akan membantumu menyelesaikan kasus yang terjadi pada putramu. Detektif Jung adalah salah satu pemuda yang memiliki semangat yang tinggi. Kasus yang dipegangnya selalu berhasil memuaskan." Hoseok tersenyum sungkan mendengar pujian dari atasannya itu.
Setelahnya pria yang lebih tua meninggalkan Hoseok dan Changwook, memberi luang keduanya untuk membahas kasus yang cukup rumit tersebut.
Changwook memeriksa beberapa berkas yang diberikan Hoseok beberapa saat lalu di ruang kerja Hoseok. Membacanya dan meneliti rincian kalimat yang tertera pada tumpukan printan tersebut. Sebuah mug berisi kopi panas diberikan Hoseok, diletakannya mug itu di depan partner barunya.
"Terima kasih." Changwook meraih mugnya, menyesapnya sedikit-sedikit.
Hoseok membalasnya dengan senyum ramah.
"Aku dengar, kau sudah menginterogasi seluruh pihak yang ikut andil dalam operasi putraku?" Tanya Changwook.
"Ya, itu benar."
"Boleh aku tahu hasil 'penelitianmu' seperti apa?"
Hoseok meringis, "Kalimat 'penelitian'.. itu terdengar berlebihan Ji Sajang."
Changwook terkekeh, lalu pria itu menyandarkan tubuh tegapnya pada sandaran kursi. "Anggap itu sebagai kalimat 'harapan' dariku padamu, Detektif Jung."
Hoseok menghela nafasnya, "Aku sudah mendengar kabar soal putramu dan aku turut bersedih."
"Rasanya seperti mendapat malapetaka saat mendengar kabar kematian dan hilangnya jasad putraku. Hingga kabar ditemukannya jasad putraku itu.. cukup membuat tubuh dan kepala ini ringan dalam sekejap."
"Tapi, putramu ditemukan dalam keadaan hidup Ji sajang.."
"Ya. Menurutmu, hal apa yang sangat membahagiakan selain keluargamu yang kembali utuh? Anak itu memang penuh keajaiban.. bukan begitu detektif Jung?"
Raut muka Hoseok mendadak muram, "Apa menurutmu kematian bisa berubah secara tiba-tiba?"
Changwook termenung. "Ya, itu bisa saja terjadi. Pihak Rumah sakit Seoul sudah menjelaskan perihal ROSC*ᶟ yang terjadi pada putraku."
"Lazarus*².." Gumam Hoseok. Netra itu mendadak kosong. Changwook mengerutkan keningnya.
"Detektif Jung, kau baik-baik saja?" Changwook bangkit dan berjalan menghampiri Hoseok.
Pemuda itu mematung beberapa detik, hingga akhirnya si detektif menoleh dan menatap serius Changwook yang terlihat khawatir padanya.
"Ji Sajang, yang terjadi pada putramu bukanlah ROSC ataupun lazarus. Kalaupun itu terjadi, itu hanya memerlukan 10 menit saja."
Changwook terdiam. Otaknya mendadak blank.
"A-aku tidak mengerti.."
Hoseok memejamkan matanya sambil menghela nafas berat. Hampir saja ia bicara yang tidak-tidak pada atasan barunya. Baik rasanya kalau ia jelaskan dan pria paruh baya ini mengerti. Tapi, bagaimana kalau tidak? Reputasinya dipertaruhkan disini.
"Aku sudah menginterogasi beberapa orang yang terkait dalam masalah ini. Tapi kebanyakan mereka tidak bisa mengingat seperti apa wajah dari dokter yang menyamar sebagai Dokter Lee tersebut." Hoseok mencoba mengalihkan pembicaraan dan Changwook tahu itu, namun pria paruh baya itu mencoba mengikuti alur pembicaraan si detektif muda.
"Menurutmu, pelakunya menyamar sebagai dokter?"
"Itu spekulasiku Pak.."
"Detektif Jung, kau pasti sudah dapat banyak bukti, makanya berspekulasi seperti itu. Kurasa, pendapatmu tidak bisa aku acuhkan. Bisa tolong jelas padaku?"
"Baik Pak!"
.
.
.
.
[7+d after accident]
Jin memandangi kamar rawat VVIP yang di tempati Taehyung saat ini. Di samping ranjang adiknya terdapat satu ranjang rawat lagi, ranjang itu sengaja diberikan pihak rumah sakit untuk keluarganya beristirahat di sini. Ada ayah dan ibu di sana. Dan sofa – berukuran cukup besar – di ujung ruangan di tempati dirinya. Hati Jin menghangat melihat betapa lelapnya keluarga kecilnya tertidur sekarang ini. Tak ada raut khawatir dalam tidur mereka, terlebih wajah tenang dari sang ibu tercinta. Jin bahkan dapat melihat ibunya tidur dengan tersenyum walau samar.
Jin memutar ingatannya. Bagaimana Taehyung akhirnya ditemukan di sebuah rumah sakit besar di Seoul. Pihak kepolisian langsung menghubungi sang ayah dua jam setelah Taehyung sampai di rumah sakit. Seluruh keluarga sontak meluncur dari Daegu ke Seoul detik itu juga tanpa menunggu pagi.
Keterangan lebih lanjut diberikan oleh seorang detektif dari Seoul pada sang ayah. Awal mulanya Taehyung ditemukan di museum tersebut dengan hanya berbalutkan selembar coat hitam, selain itu Taehyung benar-benar dalam keadaan tidak berpakaian. Taehyung sempat terkena hipotermia karena suhu tubuhnya yang sedingin es. Namun, penanganan medis yang terhitung gesit dapat menolong Taehyung hingga akhirnya pemuda manis ini selamat sampai sekarang.
Jin menautkan jarinya pada jari sang adik tercinta, pria itu memandang wajah tertidur Taehyung begitu lekat. Doenya meneliti setiap memar di wajah adiknya itu tanpa berani mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia takut, ia terlalu takut jika Taehyung harus pergi darinya secara tiba-tiba lagi seperti minggu lalu.
"Terima kasih karena sudah bertahan sampai saat ini, Taegi. Aku tidak pernah semenyesal ini selama hidupku, itu semua karena aku sangat menyayangimu. Karena kami mencintaimu, adikku tersayang.."
Dikecupnya kening sang adik singkat, "Cepatlah sadar, Tae.."
Remasan pada jarinya membuat Jin terperanjat. Jari Taehyung bergerak! Walau sekali, tapi Jin yakin adiknya ini sudah dalam keadaan baik. Dari ilmu kedokteran yang pernah ia pelajari, bahwa pergerakkan sekecil apapun dari seorang pasien yang koma adalah sebuah kemajuan besar. Itu berarti adiknya ini sudah mulai memasuki tahap kesadarannya. Jin mengusap surai merah sang adik.
"Tae.. taehyungie.." Panggilnya pelan-pelan.
Bola mata yang terselimuti kelopak itu bergerak, alisnya mengerut. Hingga akhirnya sang kelopak mata itu terbuka dan menampilkan hazel indah milik Taehyung. Jin bangkit dari duduknya lalu membangunkan kedua orang tuanya dan sang kakak, memberitahukan kabar gembira bahwa adiknya telah sadar dari tidur panjangnya. Lantas seluruh penghuni rumah sakit Seoul ramai dan gempar karena 'sadarnya pasien Kim Taehyung yang sempat hilang tertelan kegelapan.'
.
.
.
.
.
Jungkook meminum susu putihnya lalu mengelap bibir tipisnya dengan serbet. Pagi ini Jungkook sangat keren seperti biasanya, baju santai yang membalut tubuh atletisnya tidak membuat sosok itu jelek. Bagaimana ya.. kadar tampannya memang sudah warisan keluarga besar Jeon dan itu bersifat permanen, sehingga pakai baju compang-camping pun akan tetap membuat ketampanannya itu di atas rata-rata. Jungkook bangkit dari kursi makannya. Saat pemuda itu hendak menaiki anak tangga menuju kamarnya, panggilan lembut seorang maid berhasil menghentikan langkah Jungkook.
"Tuan muda Jeon, anda kedatangan tamu―"
"―Jungkook!" Jimin berjalan terburu-buru menghampiri Jungkook. Melewati maid yang terlihat terkejut atas kedatangannya yang tiba-tiba.
"Ikut aku.."
Jungkook menatap sahabatnya bingung, Jimin menariknya menuju kamarnya sendiri lalu pemuda pendek itu menutup kamar Jungkook dan menguncinya.
"Ada kabar buruk.." Katanya.
"Yoongi hyung bilang Taehyung sudah sadar!"
Bola mata Jungkook membelalak. Kaget tentu saja.
"Bagaimana ini, kau harus segera bersujud memohon maaf pada Taehyung, Kook!"
Alis Jungkook menukik, "Apa maksudmu bicara begitu? Kenapa juga aku harus memohon maaf padanya?"
"Kau pikun atau bodoh?! Jisoo menuduhmu melakukan percobaan pembunuhan pada Taehyung! Jika Jisoo melaporkannya pada ayah Taehyung mati kau."
"Ayah Taehyung?"
"Ayahnya seorang kepala departemen di kepolisian Daegu."
Jungkook melipat kedua tangannya, "Jelas aku tidak melakukannya! Kau bersamaku saat itu, Jim."
"Aku tahu! Tapi Jisoo melihatmu berdiri di depan Taehyung yang sekarat!"
"Mata manusia tidak bisa dijadikan bukti."
Jimin mengusak surainya frustasi, "Bagaimana bisa Jisoo melihatmu di sana? Saat itu jelas sekali aku melihatmu melompat dari jembatan.."
"Jangan bahas itu lagi."
"Baiklah Jeon. Sebaiknya kau ikut aku ke Seoul. Kita sudah seharusnya meminta maaf pada Taehyung."
Mata Jungkook memicing, "Akhir-akhir ini kamu kelihatan dekat dengan Chanyeol dan yang lainnya."
Jimin menekuk wajahnya, "Nanti aku jelaskan. Makanya ikut dulu."
.
.
.
.
.
Kerusuhan kembali terjadi di rumah sakit besar di Seoul. Setelah ramai dibicarakan media tentang hilangnya jenazah seorang pelajar, kini rumah sakit itu kembali ribut dan kacau karena seorang pasien yang baru saja sadar dari komanya kabur entah kemana. Salah seorang pasien sempat melihat sesosok pemuda manis bersurai merah terang baru saja berlari tunggang langgang keluar sana. Pasien alzaimer berusai lanjut itu menunjuk ke arah jalan raya yang ramai oleh hiruk pikuk manusia di sana.
"Wahh, baru pertama kali ya pasien alzaimer dipercaya manusia sehat gitu aja." Ungkap seorang pasien yang tengah duduk santai bersama teman yang menjenguknya.
"Apapun bisa terjadi Junie-ah. Lihat, rumah sakit mendadak kacau." Ucap temannya yang lain.
Jiwon mengurut keningnya yang sakit. Apalagi setelah mendengar pembicaraan pasien-pasien lain yang merasa terganggu dengan kekacauan yang terjadi akibat dari ulah putra bungsunya dan itu berhasil membuat kepala dan seluruh tubuhnya semakin sakit. Wanita itu kembali berlari-lari kecil mencari keberadaan Taehyung yang kini tengah dicari oleh hampir seluruh keamanan dan suster di Seoul.
Kalau kalian ingin tahu, Taehyung baru saja menghilang.
Hilang untuk yang kedua kalinya. Dan kali ini anak itu benar-benar hilang karena kabur.
Semua terjadi begitu saja. Taehyung yang menangis tiba-tiba. Taehyung yang meringkuk ketakutan dan tidak mau didekati. Tak kenal keluarganya sama sekali. Melihat keadaan Taehyung yang diluar kendali mereka, lantas membuat pihak keluarga meminta penjelasan. Saat kembali dari ruang dokter, Taehyung sudah tidak ada di ruang rawatnya.
Jiwon kembali meneteskan air matanya. Sungguh, Jiwon sangat khawatir pada putra bungsunya itu. Perasaan menyesal kembali mencubit sanubarinya, membuatnya berkali-kali meyalahkan dirinya sendiri, betapa tidak becusnya ia merawat putra sahabatnya yang begitu ia cintai.
Changwook yang melihat pemandangan menyedihkan itu langsung memeluk sang istri, kembali mencoba memberi ketenangan dengan usapan dan kalimat penenang. Jin yang tak sengaja melihat keadaan kedua orang tuanya hanya bisa menghela nafasnya berat. Pria itu memandang langit yang sudah berubah gelap, jarinya menengadah hingga tetes demi tetes air langit itu menyentuh ujung jarinya. Hujan sudah turun. Dan Taehyung belum juga ditemukan. Dan Jin merasa semua akan bertambah buruk.
.
.
.
.
Tubuh ringkih itu memeluk kakinya yang ia lipat, meringkuk menahan dinginnya air hujan yang semakin deras. Tubuhnya bersembunyi di sebuah gang sempit, dimana tubuh kurusnya bersender pada tembok sebuah toko. Surai merah itu kuyu akibat didera hujan, bibir merahnya berubah pucat.
Pikirannya melayang pada saat dirinya tersadar beberapa jam lalu. Semua menjadi begitu mengerikan di mata Taehyung. Orang asing yang mengerumuninya, bau-bau aneh yang begitu memuakkan dan juga tatapan orang-orang yang begitu mengancam. Memikirkan itu membuat Taehyung 'ingin pulang', pemuda manis itu semakin membenamkan kepalanya diantara kedua lutut.
Hazelnya tak lepas memandangi orang-orang yang berlari kesana-kemari mencari tempat berteduh. Hingga hazelnya tak sengaja bertemu pandang dengan seseorang yang sedari tadi memperhatikannya dari dalam mobil hitam. Tatapan itu tajam dan mengintimidasi. Dengan tubuh bergetar pemuda bersurai red chili itu bangkit dan bergerak mundur secara teratur hingga akhirnya berlari meninggalkan sosok asing yang mulai ikut berlari mengejarnya.
.
.
.
.
Sebuah mobil mewah berjalan dengan kecepatan sedang membelah jalanan luas yang basah akibat hujan deras yang melanda Seoul, suhu yang menurun membuat Jungkook tidak menyalakan pendingin di mobilnya. Di dalam mobil tersebut, ada Jimin yang sedang memainkan iphonenya. Dan jungkook yang menyetir.
"Sial. Kau mengajakku ikut supaya aku yang menyetir."
Jimin terkekeh tampan, "Tentu saja.."
"..oh iya, bisa kau mampir dulu ke toko kue di depan sana?" Pinta Jimin. Jungkook mengedikkan bahunya. Lantas pemuda itu mengarahkan mercedes GTRnya ke samping jalan.
"Tunggu aku sebentar ya.. hanya 5 menit." Setelahnya Jimin berlari menembus hujan menuju toko kue bergaya classic tersebut.
Jungkook membuka kaca jendela mobilnya, sontak udara dingin langsung mengenainya membuat Jungkook merinding. Pemuda berparas tampan itu memandangi lalu lintas yang begitu ramai kesana kemari hanya untuk sekedar membunuh waktu. Onyxnya menangkap sesosok pemuda yang tengah meringkuk kehujanan di sebuah gang kecil di seberang sana.
T-taehyung?!
Jungkook menajamkan pandangannya pada sang objek, kembali memastikan apakah sosok itu adalah pemuda yang akhir-akhir ini menghantui pikirannya atau bukan.
Surai semerah darah itu jelas milik rivalnya.
Namun, tatapan sayu dan lemah itu tentu seperti bukan Taehyung sekali. Taehyung kan garang dan punya tatapan yang dingin.
Sampai akhirnya Jungkook yakin kalau sosok di seberang sana adalah sang rival saat mereka saling beradu pandang. Entah dorongan apa hingga membuat Jungkook ingin menghampirinya dan pemuda tampan itu melepas setbeltnyatanpa melepas pandangannya dari Taehyung.
Tubuh Taehyung menegang..
Jungkook berhasil melepas setbelt..
"Taehyung!"
Pemuda manis itu bergerak mundur dan berlari lebih dalam memasuki gang kecil tersebut.
Dan Jungkook segera berlari menembus hujan dan menyeberang jalanan tanpa takut terserempet mobil yang melaju cepat.
.
.
.
.
Kaki ramping tanpa alas itu terus berjalan begitu cepat tanpa khawatir pada tapaknya yang mulai terluka akibat benda tajam yang bertebaran di jalan sempit tersebut. Hari yang mulai gelap dan hujan yang semakin deras tidak membuat Taehyung cemas. Rasa takut membuatnya kembali memaksakan diri untuk terus berjalan dan mencari tempat bersembunyi.
Langkah Taehyung terhenti kala dirinya dihadang tiga orang preman. Ketiganya terlihat mabuk. Ada beberapa botol minuman bertebaran di sana.
"Aiyayayayy.. Lihat siapa yang datang?" Seru pria bertubuh paling besar.
Taehyung berjalan melewati tiga orang tersebut namun sebuah lengan besar mendorongnya hingga membuat Taehyung terjatuh dan meringis kesakitan. Dengan perasaan was-was, Taehyung memandang tiga pria di depannya yang tengah tertawa senang.
"Lihat dia! Lihat dia! Bagaimana bisa anak laki-laki terjatuh hanya karena didorong seperti itu?" Teriak pria bertubuh paling kecil. Tawanya membahana membuat Taehyung ciut seketika. Masalah baru, dirinya terancam di sini.
"Dia bukan anak laki-laki Haneul-ah! Dia anak perempuan! Lihat cantik begini!" Pria yang lebih besar meneliti tubuh Taehyung yang basah. Pakaian rumah sakitnya yang tipis berhasil mencetak seluruh bagian tubuh Taehyung yang ramping dan menggoda.
"Benarkah perempuan? Jinwoo-ya, coba kemari! Apakah anak ini laki-laki atau perempuan.."
Merasa terpanggil, pria yang tengah duduk di sebuah rumah bobrok sambil meminum minumannya itu menoleh. Berjalan asal-asalan, tubuhnya yang kering berubah basah seketika. Tubuh jangkungnya mendekat dan memandang Taehyung yang beringsut ketakutan. Netranya memindai Taehyung. Melihat puting kecil Taehyung yang menyembul dari pakaian basahnya membuat pria jangkung itu tertawa terpingkal-pingkal.
"Kenapa kau berkeliaran sendirian di sini? Hmm? Kau tidak takut kalau ada orang jahat di sini dan memperkosamu?"
Liquid bening itu turun bercampur air hujan yang deras. Taehyung menggeleng pelan. Tubuhnya membeku karena kedinginan, jarinya pun tidak bisa ia rasakan. Dengan keadaan begini ia tidak bisa melarikan diri.
"Benarkan aku bilang! Dia anak perempuan!"
"Heh kalian berdua! Bagaimana kalau malam ini kita bersenang-senang?" Tatapan pria itu berubah intens dan penuh nafsu pada Taehyung yang tak berkutik.
Taehyung mendorong si pria jangkung dan berlari ketakutan. Tapi, tarikan kasar di lengannya membuat Taehyung kembali terkapar di atas tanah yang kotor. Kedua tangannya di tahan si pria bertubuh paling kecil. Taehyung menjerit meminta tolong. Tangisnya terdengar nyaring namun seseorang baru saja menutup mulutnya.
Dengan sekali tarikan, si pria bertubuh besar menarik kasar celana panjang dan celana dalam Taehyung bersamaan. Namun, kegiatannya terhenti kala ia melihat sesuatu yang seperti miliknya.
"Yak! Kau berbohong Jinwoo-ya! Dia anak laki-laki. Lihat, anak ini punya penis!"
Taehyung menangis sesegukan sembari menggeleng tidak terima. Sebelah kakinya merapat, mencoba menutupi bagian privasinya tersebut. Tapi, pria bernama Jinwoo itu malah menahan kakinya dan menduduki tubuh rampingnya.
"Kalian belum pernah ya bersenang-senang dengan lelaki. Kalau begitu perhatikan baik-baik. Haneul, tahan itu!"
Dengan kasar si pria jangkung meremas penis Taehyung yang bebas tanpa penghalang. Untuk sesaat Taehyung membeku, pemuda manis itu kembali menangis dan berteriak – walau tertahan. Pandangannya berubah kabur kala jemari pria itu seperti tengah memijat penisnya. Walau kasar tapi Taehyung mulai merasakan hal aneh di sana.
"Ahahahah.. Lihat! Sepertinya anak itu menyukainya!"
"Sepertinya kita perlu melakukan lebih dari ini.."
Saat sebuah jari menembus lubang bagian bawahnya, tubuh Taehyung menegang. Dan entah kekuatan darimana akhirnya Taehyung menendang kemaluan pria di atasnya dan menggigit jari yang menutup mulutnya. Taehyung merangkak menjauhi preman-preman tersebut. Namun kakinya diinjak oleh si pria yang bertubuh besar membuatnya menjerit kesakitan, Taehyung memejamkan matanya kala pria itu hendak memukulnya. Hingga suara pecahan beling menyadarkan Taehyung dan betapa kagetnya ia saat melihat si pria bertubuh besar itu sudah ambruk di sampingnya dengan kepala berdarah.
"Brengsek kau!"
Taehyung memaku pandangannya pada pemuda berpakaian serba hitam yang tengah berkelahi dengan dua preman itu dengan sangat brutal. Hantam sana hantam sini, tak ada rasa kemanusiaan dari diri pemuda berpakaian serba hitam itu. Habis sudah ketiga preman tersebut, ketiganya terkapar tak berdaya dengan muka bonyok dan berdarah-darah.
Taehyung memaku pandangannya pada sepatu kets hitam yang berdiri tepat di depannya. Sosok asing itu berjongkok, dan Taehyung beringsut ketakutan. Sebuah sentuhan di dapat Taehyung di pundaknya membuat empunya meronta dan melarikan diri. Taehyung merangkak sedikit demi sedikit, menghindari sosok itu. Melihat Taehyung yang mulai menjauh, si pemuda berpakaian hitam itu kembali menariknya agak kasar sehingga Taehyung menjerit ketakutan dan berontak dengan lebih brutal lagi. Dan itu berhasil membuat si pemuda asing tersebut kewalahan.
"Taehyung tenanglah! Ini aku Jeon Jungkook!"
Pemuda manis itu terus berontak dan hendak melarikan diri dari Jungkook. Tangisan pilu berhasil keluar dari bibir pucat Taehyung. Pemuda manis itu terlihat sangat mengenaskan. Hanya dengan pakaian yang tipis sebatas paha berhasil membuat emosi Jungkook semakin memanas. Taehyung hampir saja diperkosa kalau saja Jungkook terlambat barang sedikit. Melihat keadaan Taehyung yang sebegini berantakannya pasti anak ini sempat dilecehkan beberapa saat lalu.
"J-jangan sakiti aku.." Cicitnya, suaranya pelan sekali hampir tidak terdengar karena tertelan derasnya hujan.
Jungkook tersentak, "A-aku tidak akan menyakitimu. Tenanglah, jangan menagis lagi.. aku akan mengantarmu kembali ke rumah sakit."
Taehyung menggeleng. Jari rampingnya menarik kemeja Jungkook mendekat dengan erat.
"Orang tuamu sekarang ini pasti sangat khawatir dan mencarimu kemana-mana."
Atensi Taehyung lantas teralihkan saat Jungkook menyebutkan orang tuanya. Masih dengan air mata yang masih mengalir, pemuda manis itu malah tambah menangis bahkan lebih terisak dan menyedihkan.
Dan perlu ditegaskan lagi, niat Jungkook adalah membawa Taehyung kembali ke rumah sakit. Namun, Taehyung yang terus menangis dan tidak bisa tenang membuat Jungkook kesulitan juga. Akhirnya dengan modal nekat – dan persetan dengan ide bodohnya, Jungkook memilih mendekatkan wajah tampannya pada wajah Taehyung yang kini masih menangis sesegukan. Jungkook menarik sedikit dagu lancip itu perlahan, membuat wajah memerah Taehyung menghadap padanya. Sampai akhirnya dua belah bibir itu mengecup ringan bibir pucat Taehyung.
Taehyung yang terkejut dengan perlakuan Jungkook hanya dapat terdiam kaku. Saat berontak pun itu tidak terjadi lama, usapan lembut di lengannya yang dingin berhasil menenangkan Taehyung detik itu juga. Dan ciuman dua pemuda ini berlanjut hingga beberapa detik kedepan. Bibir tipis Jungkook bergerak lembut mengemut bibir tebal Taehyung. Melihat Taehyung yang ikut memejamkan matanya semakin membuat Jungkook ikut terbuai dalam ciuman mereka.
Jungkook menahan debaran jantungnya yang menggila sementara jarinya mengusap lembut kedua pipi Taehyung. Bagaimana tidak menggila kalau dirinya malah disuguhi pemandangan 'berbeda' dari sang rival. Ditambah keadaan Taehyung yang terlihat begitu lemah tak berdaya semakin membuat Jungkook berpikiran yang tidak-tidak. Begitu pula dengan Taehyung yang gugup, pemuda manis itu meremas kemeja bagian dada Jungkook sampai kusut. Hujan menjadi saksi kedua rival ini berciuman untuk yang pertama kalinya. Dalam ciumannya yang berlanjut, Jungkook sudah siap mendapat pukulan dari Taehyung nanti.
Hik.
Jungkook membelalakan matanya dan segera melepas tautan ciuman mereka. Taehyung cegukan. Dan itu sukses membuat Jungkook sadar dari kelakuan konyolnya. Memalukan.
Ia baru saja mencium Taehyung!
Tepat di bibirnya!
"K-kau baik-baik saja?" Tanya Jungkook, yang hanya dibalas tatapan polos dari Taehyung. Jari lembut itu mengusap lelehan air mata Taehyung dan si pemuda manis hanya dapat memejamkan matanya menikmati sentuhan itu.
Dengan segera Jungkook menghubungi Jimin dan meminta sahabatnya itu menjemput mereka. Pemuda tampan itu mengalihkan atensinya ke arah lain, mencari sesuatu yang bisa menutupi area privat Taehyung. Tapi nihil. Celana yang teronggok di sana sudah tidak layak dipakai Taehyung, lantas Jungkook melepas kemeja hitamnya dan mengikatnya di pinggang Taehyung.
Jungkook tersenyum hangat, membalas tatapan Taehyung yang sedari tadi tidak lepas darinya.
"Kau bebas memperlakukanku semaumu setelah ini. Tapi, kali ini tolong jangan tolak bantuanku, oke?"
Taehyung mengangguk patuh layaknya seorang bocah yang baru dimarahi oleh orang tuanya. Lantas pemuda manis itu mengaitkan lengannya dipundak Jungkook dan bersandar lemah di dada bidangnya. Tanpa menunggu lama, Jungkook segera menggendong Taehyung ala bridal style dan pergi meninggalkan tempat tersebut.
Tak lama, Jimin datang dengan mobilnya. Dan jangan tanyakan ekspresi macam apa yang anak itu pasang. Tentu saja syok dan horor.
"Bung, kau akan mendapat masalah besar! Aku baru dapat kabar bahwa Taehyung menghilang. Dan sekarang dia ada bersamamu!"
"Jimin! Jangan banyak bicara dan bawa kami ke rumah sakit sekarang juga!"
"Kau tahu Kook, aku berharap Tuhan memberkati kalian berdua." Jimin kembali mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit Seoul dengan kecepatan maksimal.
.
.
.
Jungkook meringis kala alkohol baru saja menyentuh permukaan kulitnya yang lecet. Dan Jimin ikut meringis jadinya, lukanya memang tidak begitu parah tapi tetap saja sakitnya akan tetap terasa. Jimin jadi prihatin pada Jungkook, anak itu terlihat akan flu setelah 'bermain' hujan-hujanan dengan Taehyung barusan. Hidung Jungkook sedikit memerah.
"Maaf. Apa aku terlalu kasar?" Tanya Jin khawatir. Sekarang ini Jin – hyungnya Taehyung – tengah membersihkan luka Jungkook. Hanya ada tiga orang saja di ruang rawat Taehyung, karena kedua orang tua Taehyung saat ini sedang berada di ruang dokter.
Jungkook terkekeh sungkan. "Tidak masalah. Aku hanya refleks.."
Lantas Jungkook mengalihkan atensinya pada sesosok pemuda manis yang masih tertidur akibat bius yang diberikan dokter. Tatapannya berubah sendu dan perasaan bersalah kembali muncul dalam benaknya.
"Taehyung pasti akan baik-baik saja. Jangan pasang wajah bersalah begitu.." Ucap Jin, pria dua puluh lima tahun ini mencoba menghibur Jungkook yang tampak murung. Jimin ikut mengalihkan atensinya pada Taehyung yang tertidur pulas, lucu sekali.
"Apa kalian teman Taehyung juga?" Tanya Jin.
Jungkook dan Jimin meringis canggung, "Ah ya, maaf karena kami belum memperkenalkan diri. Namaku Jungkook dan yang di sana Jimin."
Jimin tersenyum manis pada Jin yang ikut menoleh padanya.
"Aku belum pernah melihat kalian sebelumnya. Taehyung tidak pernah mengajak teman-temannya yang lain ke rumah, selain si quarted tentu saja." Maksud Jin itu Namjoon, Chanyeol, Baekhyun dan Hyunwoo.
Jimin menelan ludahnya kesusahan. Jungkook menggaruk tengkuknya bingung. Masa mereka harus bilang kalau hubungannya dan Taehyung adalah teman. Maksudnya teman berantem dan tawuran, lagipula teman di sini pun artiannya lain, bukan teman seperjuangan tapi musuh bebuyutan. Hahh.. mereka harus menjelaskannya bagaimana?
Tapi Jin tampak tidak peduli dengan Jungkook dan Jimin yang sibuk dengan pikirannya. Pria itu melilitkan perban pada buku jari Jungkook yang lecet.
"Terima kasih ya sudah menyelamatkan adikku. Kalau hal buruk itu benar-benar terjadi, Taehyung pasti akan hancur dan menyerah pada masa depannya. Kau sudah jadi pahlawan buat keluarga Taehyung."
Jungkook tak membalas ucapan itu. Ia hanya bergeming tak berniat membalas ucapan Jin.
Terbesit dalam pikiran Jimin, kenapa saat itu Jungkook sampai sebegitu khawatirnya pada Taehyung. Bahkan anak itu merelakan kemeja hitamnya untuk Taehyung dan bertopless ria sambil hujan-hujanan. Yang Jimin tahu, Jungkook bukan tipe caring man macam begitu, ia berbanding terbalik dengan Seunghyub yang notabene agak ramah.
"Sepertinya kau hebat dalam berkelahi ya, Jungkook?"
Jungkook tersenyum kikuk. "Tidak juga, Taehyung lebih handal dari aku sih."
Jin terkekeh. "Anak itu tidak sekuat seperti yang kalian pikirkan. Taehyung akan menangis kalau ia terluka akibat berkelahi. Anak itu terlalu senang menutupinya dari orang lain termasuk merahasiakannya dari keluarganya sendiri. Anak itu selalu menangis sendirian." Raut muka itu berubah sendu.
Jungkook termenung. Dirinya melihat Taehyung menangis saat itu. Taehyung terlihat ketakutan dan lemah. Jungkook jadi lebih bersimpati pada anak itu sekarang. Terlebih.. ciuman mereka beberapa saat lalu masih sangat Jungkook ingat. Betapa lembut dan tebalnya bibi itu dan... dan...
Manis..
Aku menginginkannya lagi..
"Taehyung-ie.."
Jungkook tersentak dari lamunannya dan langsung menoleh ke arah Jin yang berjalan mendekati Taehyung. Di sana Taehyung tengah berusaha bangun dari tidurnya, anak itu sudah tidak terlihat pucat lagi, kali ini wajahnya lebih segar. Taehyung menggigit bibir bagian bawahnya gugup kala hazelnya bertemu pandang dengan onyx Jungkook yang tajam, namun keduanya saling mengalihkan pandangan mereka kearah lain. Dan terciptalah situasi awkward diantara mereka.
Jin dengan segera menawarkan minum ataupun makanan yang mungkin ingin Taehyung makan, dan anggukan manis Taehyung membuat Jin senang bukan kepalang. Lantas pria itu segera menyiapkan makanan rumah sakit untuk adiknya itu makan. Dan Taehyung hampir saja melewatkan makan malamnya.
.
.
"Jangan pergi.."
Jimin membatu sesaat ketika melihat drama menyentuh antara Jungkook dan Taehyung. Malam ini sudah pukul delapan malam, itu berarti mereka harus segera pulang ke Daegu sekarang juga. Karena perjalanan dari Seoul ke Daegu perlu menempuh jarak yang cukup lama dan melelahkan. Dan sekarang Taehyung melarang mereka untuk pulang. Atau lebih tepatnya, ia tidak ingin ditinggal Jungkook.
Boleh Jimin tertawa dan menghina Jungkook sekarang?
Lihat, betapa bodohnya tampang yang Jungkook ekspresikan sekarang ini. Anak itu pasti kaget bukan kepalang saat mendapati Taehyung yang merajuk memintanya untuk tidak pulang. Jimin saja hampir membanting meja saking tidak percayanya. Karena jimin dan Jungkook masih ingat betapa gagah dan beraninya sosok Taehyung saat mereka tawuran minggu lalu.
Dan kenapa juga mereka harus lihat sisi lain dari Taehyung? Lihat, Jungkook hampir semaput saking terpesonanya. Jimin sih tidak, hanya hampir mimisan saja.
"Taehyung-ie.. Jungkook dan Jimin harus segera pulang. Tidak baik rasanya kalau orang tua mereka memarahi mereka nanti. Hmm..?" Bujuk Ibu.
Masih dengan merajuk, Taehyung memasang wajah sedihnya. Ibu saja hampir membujuk dua pemuda tampan ini untuk menginap, soalnya ini mungkin kali pertama Taehyung merajuk seperti ini. Ayah, ibu dan Jin saja sampai kaget melihat kelakuan putra/adik bungsunya itu. Jungkook yang ditatapi Taehyung hanya bisa diam, ia merasa urat-urat di wajahnya menegang.
Wajah Taehyung berubah murung dan kusut. Anak itu lantas merebahkan tubuhnya dan menutupinya dengan selimut sampai kepala. Ibu menutup mulutnya saking kagetnya. Seburuk itukah suasana hati putranya ditinggal pergi anak muda yang tampan ini? Jiwon melirik sedikit Jungkook yang terlihat speechless. Wanita itu memindai tubuh Jungkook dari atas sampai bawah. Lalu obsidiannya memberi isyarat pada Changwook untuk melakukan sesuatu.
Changwook mengangguk.
Baiklah, sebagai Ayah yang berbudi luhur dan sayang anak, lantas Changwook merangkul Jimin dan Jungkook, menggiring dua pemuda tampan ini ke ujung ruangan. Important discussion katanya.
Changwook menatap penuh selidik Jimin dan Jungkook, "Siapa sebenarnya kalian ini? Bisa membuat anakku yang gagah perkasa sampai merajuk begitu? Apa salah satu dari kalian pacarnya Taehyung?" Changwook menatap intens Jungkook dan Jimin. Tentunya pertanyaan terakhir itu hanya candaan semata. Jimin sadar itu kok mangkanya ia mengerutkan keningnya tidak terima.
Tapi, Jungkook menafsirkannya berbeda. Itu seperti bom yang meledak di otaknya.
Jimin menyikut perut Jungkook. Jungkook menggeleng panik. "A-aku bukan pa-pacarnya Taehyung. Aku bersumpah.."
Jimin menyengir ria. Jungkook terlihat out of chacacter sekali. Kemana Jungkook yang pemberani dan punya tatapan angkuh itu?
Changwook menepuk pundak Jungkook penuh harap. "Kalau begitu, bisa tolong bujuk Taehyung untuk tidak bersedih lagi? Kau bisa membuat janji palsu padanya atau apa.."
Ayah yang jahat.. pikir Jimin.
Seperti terkena hipnotis, Jungkook lantas menganggukkan kepalanya setuju.
Jungkook memainkan ujung kausnya, dia agaknya sedikit nervous karena diamanahi calon mertua – eh, maksudnya Ayah Taehyung – untuk membujuk anaknya. Jungkook sesekali menoleh ke belakang, dimana ada empat manusia yang pura-pura menonton TV di sana. Jungkook berdehem.
"Taehyung.. err, bagaimana keadaanmu sekarang?"
Taehyung menggigit bibir bawahnya. Mau berbalik ke arah Jungkook tapi gengsi. Ia malu.
Jungkook menghela nafasnya, "Aku harap kau baik-baik saja. Ma-maksudku.. ini pertama kalinya aku berbicara seperti ini denganmu. Jadi, aku bingung memulainya dari mana.." Jungkook menggaruk surainya yang tidak gatal.
Taehyung segera berbalik kearah Jungkook. Kedua saling beradu pandang, menyalurkan sengatan aneh di hati keduanya. Lutut Jungkook rasanya lemas, ini mungkin kedua kalinya ia jatuh dalam pesona seorang Taehyung, ia masih ingat sekali bagaimana rasanya menyukai seniornya ini saat pertama kali mereka bertemu di perkenalan sekolah waktu itu.
"Aku akan bicara melantur mulai sekarang dan mungkin... itu akan membuatmu merasa tidak nyaman. Aku akan siap sedia dipukuli lagi olehmu tanpa melawan. Jadi, aku harap kau cepat sembuh."
"I-ini seperti mimpi buatku. Bicara santai denganmu tanpa main pukul ataupun berteriak marah." Jungkook menjilat bibirnya yang tiba-tiba mengering.
Taehyung hanya memperhatikan sosok tampan di sampingnya tanpa menyanggah. Ia masih mengagumi betapa gagah dan menariknya sosok manusia kelinci yang tengah berbicara dengannya.
"Aku dengar, kau mengalami amnesia sementara. Jadi, ini mungkin yang membuatmu lupa kehidupanmu sebelumnya. Satu hal yang perlu kau tahu. Semua orang yang menangis untukmu, tertawa bersamamu, memelukmu dan menyayangimu, mereka adalah orang yang menganggap hidupmu sangatlah berharga. Dengan kata lain, mereka jugalah yang kau butuhkan dan kau cintai, Taehyung.."
Kalimat yang lolos dari sosok itu membuat hati Taehyung tercubit. Jungkook mengusap lembut air mata yang mengalir di pipi halus Taehyung. Jungkook tersenyum hangat, menyampaikan betapa tulusnya pemuda itu sekarang.
Haruskah ia mempercayakan segalanya pada pemuda ini?
Di dunia yang menurutnya sangatlah asing ini?
"Aku akan kembali lagi besok.."
"Ayah dan ibuku pasti khawatir sekarang. Kalau aku sampai pulang terlambat, aku takut mereka tidak mengizinkan aku menjengukmu lagi. Kalau itu terjadi, mungkin aku harus menyusup diam-diam lewat jendela kamar dan terjun dari lantai 2. Kemungkinan selamat 50 persen."
Taehyung tersenyum dalam genangan air matanya.
Tak lama Jungkook membujuk Taehyung, sampai akhirnya si pemuda manis setuju membiarkan Jungkook dan Jimin pulang ke Daegu. Pukul 12 malam Jungkook dan Jimin sampai di rumah mereka masing-masing. Jungkook mengamati atap kamarnya, senyum simpul tersemat di wajah tampan itu. Mau bagaimana lagi, ia tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya sejak pulang tadi.
Ini pertama kalinya Jungkook berbincang hangat dengan Taehyung yang pada dasarnya pemuda manis itu adalah rivalnya. Musuh bebuyutan. Teman tawurannya.
Dan jangan lupa..
Taehyung itu cinta pertamanya..
.
.
.
.
Jungkook menelan ludahnya kepayahan. Ditatap mematikan oleh tiga kakak kelasnya tentu saja membuat Jungkook cukup geer. Mereka mencoba mengulitinya atau apa? Kenapa tatapan mereka tajam sekali.
"Hei, hei.. sambutannya cukup sampai sini dulu ya.." Sanggah Jimin, pemuda bersurai silver itu menarik Jungkook ke belakang tubuhnya, walau pada kenyataannya tubuh jangkung Jungkook tidak bisa ditutupi sempurna oleh Jimin.
"Kenapa kau ajak dia kesini?" Tanya Chanyeol, pemuda jangkung ini masih tidak terima bahwa Jungkook ada di hadapannya.
"Apa perlu aku jelaskan kenapa aku disini?! Minggir!" ―Jungkook.
Keempat pemuda tersebut menatap Jungkook tanpa kata. Jungkook berjalan meninggalkan Jimin, Chanyeol, Namjoon dan Hyunwoo setelah sebelumnya pemuda itu mengambil box kue dari tangan Jimin. Jungkook menaiki lift menuju lantai dimana Taehyung berada. Chanyeol memelototi Jimin meminta penjelasan.
Dengan coolnya Jimin berkata, "Sekarang ini Jungkook sedang menebus dosanya." Telunjuknya bergerak ke kanan-ke kiri, "Jangan coba-coba halangi dia, okey brother..?"
Namjoon terkekeh geli, begitu pula dengan Hyunwoo.
Chanyeol mendecih sebal.
.
.
.
.
Jisoo tanpa sengaja menjatuhkan telepon genggamnya. Gadis ini terlalu terkejut, pasalnya dirinya baru dikabari Chanyeol tentang Taehyung yang sudah sadarkan diri. Gadis itu menutup mulutnya untuk menghindari jeritan yang mungkin terjadi. Gadis bersurai panjang itu tentunya sadar bahwa dirinya tidak boleh berisik, sekarang ini Jisoo tengah menemani Baekhyun yang masih belum sadarkan diri sejak kecelakaan menimpanya.
Jisoo mengusap surai Baekhyun lembut, "Baek, cepatlah sadar.. kami sangat khawatir padamu. Sekarang Taehyung sudah sadar Baek. Dia pasti akan mengomel dan meminta penjelasan apa yang terjadi padamu saat itu."
"Dan ... sebaiknya kita tidak memaafkan Jungkook sialan itu." Tatapannya berubah tajam. Gadis itu kembali mengingat kejadian menyedihkan, dimana dirinya melihat Jungkook yang hanya terdiam melihat Taehyung yang tengah sekarat.
Tubuh kuyup Jisoo ambruk, gadis itu menutup mulutnya syok. Sesampainya ia di sana, pertama yang ia saksikan adalah tubuh Taehyung yang tergeletak tak berdaya dengan bersimbahan darah dan juga...
"..ya tuhan, bagaimana bisa ―J-jungkook.."
Betapa tegaknya tubuh jangkung Jungkook yang hanya menatap tubuh tak berdaya itu tanpa ekspresi.
"Aku tidak bisa memaafkannya.."
.
.
.
.
Jungkook menghela nafasnya sejenak, nervous tentu dirasakan oleh pemuda berumur tujuh belas tahun ini. Namjoon, Hyunwoo dan Chanyeol sudah memasuki kamar rawat Taehyung sepuluh detik lebih lama darinya, dan sialnya Jimin juga lebih memilih ikut mereka daripada menungguinya melepas nervous.
Setelah beberapa detik berdiam diri di depan kamar rawat 1206, lantas Jungkook memberanikan diri membuka pintu kamar tersebut. Alhasil, seluruh penghuni kamar VVIP tersebut memaku pandangan mereka pada Jungkook. Dan Jungkook hanya bisa tersenyum ramah.
"Selamat sore ... semuanya.." Katanya.
Jiwon lalu memecah keheningan, "Aah, selamat sore ... tampan."
Jungkook berdiri kaku – dan cukup gemetar – di detik-detik pertama, sampai Changwook menepuk pundak si tampan Jungkook dan menggiringnya masuk.
"Kenapa diam saja di depan pintu. Ayo masuk."
Bagaimana keluarga Ji ini tidak memusatkan perhatian mereka pada Jungkook coba. Pemuda yang sekarang duduk tanpa bicara apa-apa ini tampannya beribu-ribu kali lipat dari lelaki manapun. Changwook dan Jin saja kalah, apalagi Jimin dan kawan-kawan.
Hidung mancung, mata bulat indah, bibir tipis juga tubuhnya yang terlihat atletis. Dari pakaian sampai sepatu saja pastinya berbranded semua. Mungkin gel rambutnya juga. Jungkook terlihat begitu fashionable. Dan pastinya itu semua menjadi daya tarik seorang Jeon Jungkook.
"Jadi, kue ini untuk Taehyung?" Tanya Jiwon, wanita itu tersenyum saat menerima kue tart lucu dari tangan Jungkook. Itu kue yang Jimin beli kemarin, by the way.
Jungkook tersenyum canggung, "Tentu. Ini untuk Taehyung."
"Terima kasih tampan.. Taehyung pasti senang kalau kuenya lucu begini."
"Benarkah? Ohya, aunty bisa memanggilku Jungkook. Kalau dipanggil 'tampan' rasanya..." Jiwon terkekeh geli. Jungkook meringis malu.
"Aku sangat senang. Karena Jungkook, Taehyung tidak lagi histeris pada kami seperti kemarin.. kurasa hubungan kalian sangat dekat ya.."
"Kami.. tidak terlalu dekat.." Gumamnya dalam hati.
Jiwon mempersilahkan Jungkook untuk duduk di sofa. Di sana Jungkook disambut dengan berbagai macam ekspresi. Jimin yang tersenyum menyebalkan. Wajah Chanyeol yang kusut. Hyunwoo yang menatapnya datar dan dingin. Dan Namjoon yang terlihat normal dari yang lainnya. Dan Jungkook memilih duduk di samping Namjoon.
Jimin terkekeh geli melihat kekonyolan Jungkook kembali terulang. Lihatlah, bagaimana bisa seorang lelaki duduk dengan kaki merapat seperti itu. Bukankah kegugupan Jungkook terlalu terlihat jelas?
Jungkook melihat-lihat kamar rawat VVIP yang di tempati Taehyung, sampai onyx kelam itu menangkap seorang pemuda manis yang kini tengah memperhatikan – yang Jungkook rasa kakaknya Taehyung – Jin tengah mengajari Taehyung sesuatu.
"Taehyung terlihat seperti anak kecil.." Gumam Namjoon. Jungkook yang duduk bersisian dengan Namjoon tentu bisa mendengarnya.
"Lihat bagaimana anak itu tersenyum.. aku sudah lama tidak melihat senyuman cantik itu."
"Aku tidak dengar.." Jungkook mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dan tingkah lakunya mengundang Namjoon untuk tersenyum padanya.
"Entah harus percaya atau tidak, tapi aku merasa janggal dengan kejadian yang menimpa Taehyung, Baekhyun, aku, dan juga kau."
"Jangan mulai. Aku tidak mau membahasnya, terutama denganmu."
"Aku tahu kau kemari bukan untuk minta maaf pada Taehyung..."
"..kau hanya merasa perlu melihat keadaannya bukan?"
Jungkook mendecih sebal, "Apa aku terlihat begitu menyesal? Jawabannya tidak. Ini cuman tata krama seorang konglomerat."
"Kau mengkhawatirkan Taehyung. Aku tahu."
"Jangan melucu tukang sok tahu."
Namjoon menutup mulutnya menahan gelak tawa. Benar-benar adik kelasnya ini. Bagaimanapun Namjoon tahu Jungkook bukanlah orang jahat seperti yang dibilang Jisoo kepadanya tempo hari. Jungkook hanya korban atas kekejaman Taehyung selama ini. Bukan apa-apa, tapi hatinya menolak mengakui kalau pemuda berwajah seperti kelinci ini tega berlaku jahat pada sahabatnya itu.
Taehyung tersenyum manis sekali kala Jin kembali memujinya dan Jungkook melihat itu. Kejadian yang belum pernah ia lihat selama mengenal seorang Ji Taehyung.
Cantik sekali.
Hazel Taehyung membalas tatapan Jungkook, keduanya saling bertatapan untuk sepersekian detik. Dan Jungkook merasa sebilah pisau seperti menembusnya. Tatapan Taehyung begitu polos dan lugu, seperti kejadian masa lalu yang kelam itu tidak pernah terjadi diantara keduanya.
Dan Jungkook menyesalinya.
"Jungkook.." Gumam Taehyung.
"Jungkook?" Tanya Jin. Taehyung mengangguk. Lantas Jin menoleh ke belakang, kearah tatapan yang Taehyung tuju.
Doenya menangkap pemuda tampan yang tengah meminum darjeeling tea buatan ibunya. Pemuda itu ikut tersenyum kala Changwook melontarkan lelucon lucu.
"Jadi, siapa itu Jungkook?" Tanyanya pada Taehyung. Taehyung hanya tersenyum lalu menggeleng sebagai jawaban. Jin jadi gemas pada adik garangnya yang berubah jadi imut begini.
"Dia tampan."
Jin tergelak mendengar Taehyung memuji pemuda bernama Jungkook itu, terlebih Taehyung langsung menutup mulutnya karena ucapannya dapat didengar Jin, anak brandal itu terlihat malu-malu sekarang. Dan Jin merasa Taehyung seperti kerasukan roh lain.
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Dan waktunya lima pemuda tampan ini pulang kembali ke Daegu. Ibu Taehyung bilang, besok mereka akan kembali ke rumah sakit Hwawon. Karena Taehyung terlihat sudah tidak memerlukan perawatan khusus seperti kemarin.
Selagi Changwook dan Jiwon berpamitan dengan Jimin dkk, bukannya segera tidur, Taehyung malah memandangi wajah tampan Jungkook yang tengah berpamitan dengan sang ibu. Merasa diperhatikan, Jungkook membalas tatapan Taehyung padanya. Onyxnya menatap Taehyung yang sedang berbaring di ranjang rawatnya sambil memeluk sebuah guling.
Taehyung memandanginya dengan matanya yang bulat, modus untuk minta ditanyai. Tapi sayangnya Jungkook masih sangat canggung untuk berbicara atapun menyapa Taehyung. Maka dari itu Jungkook akhirnya memilih mengabaikan tatapan memelas Taehyung dan pergi berbalik meninggalkan kamar rawat karena Jimin memanggilnya. Taehyung langsung bangkit dari baringannya, pemuda manis itu memaku pandangannya pada Jungkook hingga siluet pemuda tampan itu tidak terlihat lagi dari pandangannya.
.
.
.
.
.
Seorang wanita menjerit kesakitan kala sebilah pisau mengenai bagian tubuhnya. Darah mengalir deras dari luka goresan tersebut. Kekehan menggelikan sontak keluar dari bibir tipis pria beronyx emerald.
"Itu sebabnya, jangan mengganggu Nona Seo Eun.." Ucap pria itu, kembali pria itu menyayat luka sebelumnya lebih memanjang. Jeritan dan raungan terus wanita yang berprofesi sebagai suster itu lakukan.
"A-amp-puni akuhh.. aku mohonnhh.." Isak wanita bernama Kim Seo Eun itu. Wanita itu jelas tidak tahu dirinya sekarang ada dimana, hanya rumput dan angin dingin yang dapat ia jadikan petunjuk dimana dirinya berada. Dengan mata yang ditutupi sebuah kain, membuat dirinya kepayahan untuk melihat pelaku bertubuh jangkung itu.
"Baiklah, akan aku beri kesempatan untukmu hidup. Berkat kau juga aku harus memajukan pertemuanku dengan wanita itu. Tak ada ruginya untukku sebenarnya. Tapi entah kenapa di dalam sini rasanya kesal sekali.." Sahutnya, sambil menepuk bagian dadanya. Dilepasnya tali penutup mata wanita tersebut.
Wanita itu membelalak, kala matanya menangkap sesosok pria yang dikenalnya. "D-dokter Lee?"
Pria itu menatap dingin si wanita tersebut, "Pergilah, selagi aku masih memberimu kesempatan. Larilah Kim Seo Eun, larilah secepat mungkin ... sebab kau harus takut karena sudah melihatku."
Bak terhipnotis, detik itu juga si wanita berlari kesetanan tanpa arah, menjerit-jerit ketakutan. Kaki ramping itu berlari kencang sekali, tak mengenal benda-benda tajam yang diinjaknya hingga kaki itu membawanya ke sebuah tebing, dimana laut bebas membentang di bawah sana dan berakhir mati tertelan ombak.
Pria bertubuh jangkung itu berjalan menuju ujung tebing. Mencari wanita yang baru saja terjun bebas dari sana. Pria itu menggeleng dramatis.
"Sudah aku beri kesempatan hidup, malah terjun bunuh diri, ckckck.."
Setelahnya, pria itu terkekeh geli seolah-olah itu bukanlah perbuatannya.
.
.
.
.
.
.
.
*²Lazarus : Terjadinya henti detak jantung seseorang akibat kecelakan namun kembali tertolong, yang ditandai dengan kembalinya denyut nadi. Jika ini terjadi, biasanya hanya beberapa menit saja.
*ᶟROSC : Return Of Spontaneous Circulation
See yaa next chapter ››
NOTE:
Horraayyy akhirnya kita update jugaaaaaaaa
Hayo... si goemul akhirnya menampakan dirinya wkwkwkk..
Gimana menurut kalian tentang chapter 6 ini?
Apa ini ngebosenin?
Maaf yaa kalau alur ceritanya sangat sangat lambat dan panjang. Karena genrenya drama sih, jadi kita memang bikin ini sedrama mungkin, sepanjang mungkin dan mungkiinn... bakal nyeritain peran lain yang ikut andil kenapa pria asing itu sangat menginginkan roh orang lain masuk ke tubuh Tae wkwkwkwkk...
Kalian bisa kasih kita masukan soal ff ini kok.. Soalnya jujur aja, kadang-kadang aku sama saudaraku juga bingung dan stuck tiba-tiba gitu aja... ucap syukur deh, karena sempet save video kookie cium pipi tae, jadi kita semangat lagi nulisnyaaa, ahahahah...
Ohya, di chapter ini dan selanjutnya kita bakal terus kasih kalian kejutan.. sooo, tungguin kita terus yaa.. hihihii
Dan jangan lupa mampir dulu sama ff baru kita yang judulnya, 07. GHOST. Ff ini remake dari komik karya dari mba Yukino Ichihara dan mba Yuki Amemiya. Komik paling bikin baper menurut kita. Bromancenya dapet, tapi di ff itu kita tambahin bumbu-bumbu micin, supaya gurih dan enak bacanya wkwkwk...
Ba-byee... #peluk_kalian