Hello dear readers~ Long time no see~

Maafkan author yang tidak meng-update cerita selama beberapa bulan yang panjang. Author mencoba menyelakan diri untuk menulis. Hanya saja, dengan pekerjaan dunia nyata yang cukup menyita perhatian, jadinya semangat menulis menurun dan folder ini teronggok di pojokan yang penuh debu dan keputus-asaan! Author udah ga bisa lagi bertahan untuk begadang demi nulis kalau ga mau tepar tak berdaya. Jadi, meski dengan progres super lambat, author akan berusaha untuk menyelesaikan fic ini sampai akhir!

Terima kasih untuk semua readers yang begitu sabar menanti. semoga tulisan abal author ini masih ada di hati~

Buat myuu yang tanya kenapa bintang-nya Yuu Kanda meredup, nanti akan tahu di beberapa chap ke depan ^_^

Yuki ChibiHitsu-chan : terima kasih udah sabar menunggu~ Ini dia chapter barunya.. hehehehe

Cooliceprinces : thanks for ur review~ Kenapa Kanda jarang interaksi langsung dengan Golden Trio? Karena dia g nganggap siapapun cukup dekat dengan dia, kecuali rekan Exorcist tersayang-nya :D Tapi mungkin nanti akan author jadikan masukan untuk membuat scene interaksi mereka di cerita...

Rumie : thanks for triple review, ini dia chapter barunya~

And now, everyone, happy reading~

Chapter 27

Tim Gryffidor yang secara tak terduga berhasil bertahan di laga Quidditch tahun itu membuat Ron sangat bersemangat dan tidak melakukan apapun kecuali menceritakan pertandingan terakhir.

Namun, Harry dan Hermione tak bisa menyembunyikan fakta bahwa keduanya sama sekali tidak menonton pertandingan setelah gol pertama Roger Davies. Kentara kecewa, Ron tetap mendengarkan alasan kedua sahabatnya itu, kaget sekaligus tak percaya kalau Hagrid-lah yang menarik Harry dan Hermione dari lapangan.

"Jadi," kata Ron, berdeham dengan ekspresi jengkel sekaligus geli, "Hagrid ingin kita mengajari adik tiri raksasanya bahasa Inggris dan bermain dengannya? Ini resmi, Hagrid kehilangan akal sehatnya."

"Jangan bicara begitu," tegur Hermione.

"Kalau begitu bagaimana kau menjelaskan itu tadi?" gerutu Ron. "Nah, balik lagi ke tadi, yang jelas, kita isa berharap kita tak perlu berurusan dengan si Grawp ini. Ini hampir akhir semester, Hagrid belum dipecat, jadi kita bisa bebas darinya. Lagipula, kayak kita kurang kerjaan saja. PR semakin banyak dan kita hampir ujian!"


Pagi cerah di awal Juni itu dipenuhi percakapan anak-anak yang menikmati sarapan di Aula Besar. Dan, seperti biasa pos burung hantu muncul di tengah acara, membawakan surat atau paket kepada murid-murid Hogwarts. Namun, dilihat oleh Harry seekor elang tampan yang dulu itu datang kembali, membawa sebuah bungkusan. Elang itu meluncur mulus ke arah meja guru, menjatuhkan bungkusannya di depan Profesor Kanda yang heran. Tentu saja. Sepertinya ini pertama kalinya guru galak itu menerima paket.

Bahkan sejumlah guru menatapnya ingin tahu.

"Wah, kau dapat pos? Tumben sekali?" ujar Profesor Flitwick.

Kanda mengernyit. Ia sendiri tak mengerti. Siapa yang repot-repot mengirimkan paket untuknya? Satu-satunya yang mungkin hanya gurunya yang norak itu. Tapi Tiedoll sedang misi rahasia yang membuatnya tak akan berhubungan dengan dunia luar untuk sementara waktu, jadi jelas bukan dia.

Kanda mencari alamat pengirim dibungkus paket itu. Namun yang ada di sana adalah namanya dan nama pengirim yang ternyata dari Markas Besar. Masih mencurigakan baginya. "Lebih baik bukan kobra hitam lagi," gumamnya pelan

Kanda pun membuka bungkusnya dengan cepat, sementara si elang memakan daging asap dari piring Profesor Sinistra.

"Kobra hitam?" tanya Profesor Flitwick kaget. "Kenapa kau bisa dapat kobra hitam?"

"Karena yang mengirimkannya sepertinya berpendapat akan cukup menghibur melihatku mati," kata Kanda datar. Ternyata, yang ada di dalamnya adalah sebuah golem emas.

"Timcanpy?" Kanda mengerjap heran. Eh, bukan. Timcanpy punya tanduk...

Golem emas itu membuka sayapnya, lalu melayang di depan exorcist yang mengernyitkan dahinya itu. Mata biru Kanda melebar begitu si golem membuka mulutnya, memunculkan barisan kata berwarna-warni;'SELAMAT ULANG TAHUN, KANDA!'

Profesor Sprout tersedak jus labunya. "Kau ulang tahun?!" tanyanya terbatuk.

Kanda menggeratakkan giginya. Ia mengambil kotak paketnya dan memeriksa isinya. Ada beberapa kotak lain yang lebih kecil dan juga beberapa surat.

"Norak sekali," gerutu Kanda, mengambil earpiece di sakunya dan langsung mengontak Markas-nya, sementara Profesor Sprout tersenyum-senyum, bersama Profesor Sinistra dan Profesor McGonagall. Si golem emas tak mau menutup tulisan itu, terbang berputar dengan gembira, membuat si elang menatapnya jengkel.

"Oi, Komui. Apa maksudnya ini?"

"Oh? Shen Li sudah sampai? Suka hadiahmu?" terdengar suara riang si Supervisor Black Order.

"Komui, aku –"

"Yeah, yeah," potong Komui segera, "kau tidak suka rayakan ulang tahunmu. Aku tahu. Semua juga tahu itu. Tapi, kurasa sudah lewat waktunya untuk kau berdamai dengan masa lalu."

Kanda mengerjap, sementara para guru memandangnya heran.

"Kau selalu benci jika kami buatkan pesta untukmu. Kau juga selalu membakar habis hadiahmu. Jenderal Tiedoll sampai kehabisan ide untuk membuatmu senang di hari ini selama bertahun-tahun."

"Kalian keras kepala."

"Kau lebih kepala batu," cetus Komui santai. "Hadiah kami mungkin akan berakhir sama. Tapi kau tahu kami akan mengulanginya lagi tahun depan. Dan golemnya akan tereduksi, dia tidak kami program bisa bertahan lama di area sihir. Dan aku hanya ingin katakan, paling tidak, sekali dalam seumur hidupmu, aku benar-benar berharap bisa melihatmu berhenti menganggap keberadaanmu di dunia sebagai bencana. Kami senang kau ada. Lavi bilang akan adakan pesta, tapi Bookman memarahinya karena mencoba menyelundupkan brendi. Lagipula mana bisa pesta kalau bintang utamanya tidak ada, kan? Lena-chan titip salam. Bukan berarti aku setuju kalau adikku tersayang bisa dengan cowok macam kau, ingat itu!" tambah Komui serius.

"Oh iya, ada surat penting di dalam kotak. Itu salah satu wasiat Renny padamu. Aku sudah periksa isinya. Bukan sesuatu yang berbahaya, dia hanya ingin mewariskan semua kekayaannya, tanpa kecuali, padamu."

Semua mata langsung terarah pada Kanda, yang mengerjap bingung, "Apa?"

"Yeah. Aku juga kaget, tahu. Keluarga Epstain kan kaya raya. Kau jadi miliarder dalam sekejap –"

"Kenapa dia berikan itu padaku?" tanya Kanda jengkel. "Aku tidak butuh –"

"Aku tidak bisa merinci jumlah uang di brankasnya – wow, ini cukup untuk membangun lima apartemen mewah - belum termasuk rumah mewahnya di California, dan tiga villa di Edinburg, Hawai, dan Selandia Baru..."

"Komui, aku sama sekali tidak butuh itu semua," kata Kanda jengkel. "Untuk apa perempuan itu memberikannya padaku? Kompensasi untuk masa lalu? Sudah kubilang dia sudah membayarnya dengan nyawanya. Harus kukatakan aku cukup puas -"

"Kadang aku berpikir kau ini psikopat."

"Aku berpikir hal yang sama," ujar Profesor Sprout, berbisik pada Profesor Sinistra.

"Yah, mungkin itu tujuannya, sih" kata Komui. "Yang jelas kau harus tanda tangan surat-suratnya dulu. Dan menurutku lakukan saja, sebelum ada yang mengetahui soal ini dan mencoba memanfaatkannya. Kau tahu Renny pewaris tunggal keluarganya. Sepupunya sama sekali tidak bisa diandalkan dan dia juga tidak pernah menikah. Jika itu semua sudah atas namamu, terserah padamu mau kau apakan. Yang terpenting kita harus amankan dulu semuanya."

"Merepotkan."

"Kalau kau bingung, kau bisa tanyakan pada Jenderal Tiedoll."

"Kau tahu dia tidak bisa dihubungi."

"Eh... benar juga." Komui terhenti sejenak. "Kami kehilangan kontak tiga bulan terakhir. Bagaimana dia bisa menghilangkan jejak begitu ya? Apa dia ketularan Cross Marian?"

"Che."

"Terakhir dia mengontak kami di Sudan, tapi dia belum menghubungi lagi. Tidak ada kabar artinya kabar bagus, kan? Untuk soal warisan itu..."

"Kau bilang nanti terserah padaku mau diapakan, kan?"

"Yeah. Tapi jangan dibakar seperti Krory membakar kastilnya sendiri. Yang jelas tanda tangan saja dulu. Kalau kau pulang nanti kita bisa bahas soal ini. Kita juga perlu diskusikan dengan pengacara dan lain-lain."

"Yeah, yeah, terserah sajalah."

"Ingat, Kanda, jangan dibakar dulu suratnya –"

"IYA!"

"Oke, sampai ketemu lagi kalau begitu. Selamat ulang tahun, Kanda."

Dan sambungan terputus.

Kanda mendengus tak percaya. Golem emas di depannya berputar, lalu melayang di depannya dan kemudian mengeluarkan suara letupan kecil, tereduksi menjadi asap warna-warni dan berkelip cantik.

Para guru menatap kolega muda mereka dengan ingin tahu sekarang. Penasaran, apakah ia akan membuang hadiah ulang tahunnya, termasuk hadiah warisan jutaan poundsterling itu, atau kenapa ia membenci ulang tahunnya.

"Profesor?" tanya si guru Herbologi pelan. "Kenapa kau –"

"Itu pribadi," sela Kanda datar, menutup kotak hadiahnya. Ia hampir berharap itu tadi ular berbisa saja, atau tarantula sebesar piring.

Kanda memejamkan matanya sejenak. Ia sepertinya masih belum bisa menerima masa lalu sepenuhnya. Namun, Komui ada benarnya. Bukankah di hari ia kembali adalah penerimaan akan dirinya sendiri seutuhnya, sebagai Yuu Kanda? "Mereka benar-benar tidak menyerah, eh?" gumamnya.

"Sepertinya kau yang harus menyerah," ujar McGonagall tenang, membuat Kanda menoleh ke arahnya. "Entah apa yang membuatmu berpikir seperti itu, kurasa teman-temanmu tak berpikiran sama."

Kanda mengerjap.

"Setiap anak lahir dengan takdirnya sendiri."

"Takdirku ada di kegelapan."

"Tapi jalan yang ditempuh itu ditentukan olehmu sendiri," tambah McGonagall.

"Sayangnya," Kanda menatap kotaknya, "mereka yang menentukan jalan itu untukku. Selama ini, aku hanya menjadi boneka, bukan," ada seringai ganjil yang muncul selama sepersekian detik di wajah tampan itu, "tapi mesin pembunuh untuk mereka."

"Barbar," ujar Umbridge dengan suara manisnya yang paling berbahaya. Tak ayal lagi kalau ia menguping. "Jadi organisasi itu hanya memunculkan orang kasar dan barbar."

"Hati-hati lidahmu," kata Profesor McGonagall. Ia sudah mendengar dari Dumbledore kalau guru muda itu menjadi exorcist sejak kecil, lebih tepatnya dipaksakan menjadi exorcist karena kemampuannya yang bisa mengendalikan Innocence. Tak adil menghakimi seorang anak yang 'dibentuk' menjadi dia yang sekarang sementara ada sebab lain di sana.

"Tidak juga," kata Kanda datar, berdiri dari duduknya. Ia menatap sengit Umbridge seraya mengangkat tangan kirinya yang berselubung sarung tangan kulit naga, mengizinkan si elang bertengger di sana sementara tangan yang lain membawa kotak hadiahnya. "Hanya aku orang barbar yang ada di sana. Jangan memasukkan yang lainnya dalam kategori itu."

Enak saja. Membayangkan orang seperti Lena atau Johnny dikatai barbar?

"Apa?"

"Aku satu-satunya yang tersisa dari pelatihan 'kecil' mereka. Mereka tak mau ambil risiko memiliki orang sepertiku lebih banyak. Kau tahu, jika bukan karena pedang itu, dan juga perang ini, mereka juga akan menghabisiku. Orang sepertiku terlalu berbahaya, Inkuisitor."

"Kau-!"

"Untungnya aku tak berminat menghabisimu. Kau terlalu menyebalkan. Nanti juga mati sendiri."

Dan Kanda melengos pergi.

"Beraninya dia!"

"Anak itu memang tak punya takut, ya," celetuk Profesor Sprout.

"Dan rasanya dia semakin misterius saja," ujar Profesor Flitwick.

"Satu hal yang aku tahu," kata Profesor McGonagall tegas, "anak itu punya masa kecil yang keras dan berat. Dia melalui semuanya, dalam cara yang tidak kita ketahui. Dan," guru Transfigurasi itu menatap tajam Umbridge yang mengacuhkannya, "sangat tidak adil menghakiminya terlalu keras."


Minggu-minggu akhir tahun ajaran Hogwarts kali ini akhirnya tiba. Atmosfer ujian yang menegangkan kentara terasa di antara anak-anak kelas lima dan tujuh. Mereka yang sudah berkutat dengan buku-buku dan catatan lama, sembari sesekali mempraktekkan mantra sekarang harus memperlihatkan hasil kerja keras mereka. Kanda memperhatikan betapa bingung dan gugupnya ketika para pengawas ujian tiba di Hogwarts.

Orang-orang yang tampaknya sangat uzur itu tiba di Hogwarts ketika malam tiba. Kanda mau tak mau berdiri di antara para guru untuk menyambut mereka. Profesor Marchbanks, penyihir wanita renta bertubuh kecil itu sedang berbicara dengan Umbridge. Agaknya dia sedikit tuli, melihat bagaimana Umbridge berbicara keras dengannya yang hanya berjarak dua puluh senti.

"Perjalanan yang menyenangkan, perjalanan yang menyenangkan. Sudah kulakukan berkali-kali," kata Profesor Marchbanks tak sabar. "Aku belum dengar kabar soal Dumbledore," katanya seraya menatap berkeliling, seakan pak tua itu akan muncul begitu saja dari lemari sapu. "Tidak tahu dimana dia, kurasa?"

"Tidak sama sekali," kata Umbridge gusar, melempar tatapan tak senang pada Potter dan Granger yang kebetulan ada di dekat tangga, menunggui Weasley mengikat tali sepatunya; tipuan lama untuk mencari kesempatan menguping. Dasar bocah. "Tapi Kementerian akan segera melacaknya."

"Aku ragukan itu," sahut Profesor Marchbanks. "Tidak jika ia tidak ingin ditemukan. Aku mengujinya sendiri dahulu, ketika ujian OWL dan NEWTs-nya. Hal-hal luar biasa yang bisa dia lakukan dengan tongkatnya..."

Jadi Pak Tua itu agak seperti Cross Marian. Eksentrik dan tak tertebak, serta memiliki keahlian berupa aksi menghilang yang bahkan tak bisa dilacak oleh siapapun.

"Ngomong-ngomong, inikah guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam yang dibicarakan itu?" Profesor Marchbanks mengernyitkan dahinya agar bisa melihat Kanda lebih jelas. "Kau lebih muda dan lebih tampan dari yang dibicarakan. Dia akan memecahkan semua rekor Lockhart di Weekly Magazine."

Kanda mengerjap; agak tak menduga komentar dari penyihir uzur yang bahkan lebih tua dari Dumbledore. Apa pula Weekly Magazine itu?

"Itu majalah sihir," ujar McGonagall pelan, yang dilihat Kanda sedang berusaha keras menahan senyumnya. "Dan Lockhart itu dulu model terpopuler di sana, dan sempat menempati posisimu tiga tahun lalu."

Kanda benar-benar menahan diri untuk tidak menggeratakkan giginya. Disamakan dengan laki-laki pesolek macam model narsis seperti itu? Enak saja!

"Tapi aku terkesan dengan hasil pembelajaranmu. Untung sekali anak-anak itu belajar dari exorcist sepertimu, Anak Muda," kata Profesor Marchbanks.

"Mari saya antar anda sekalian ke kantor guru," kata Umbridge manis, tanda ia sedang sangat jengkel, "Tentunya anda ingin teh hangat setelah perjalanan jauh?"

(Skip scene - Ujian berlangsung)

Ujian Praktek Astronomi dan Pemecatan Dramatis Rubeus Hagrid

Harry mengarahkan teleskopnya ke halaman di bawah sana. Dilihatnya dua sosok baru muncul dari undakan Aula Depan. Ia mengenali sosok tergesa Profesor McGonagall dan tegapnya Profesor Kanda yang berjalan agak dibelakangnya.

"Jangan ganggu dia!" teriak Profesor McGonagall. "Atas dasar apa kalian mengusirnya dengan cara seperti –"

Salah satu dari penyihir pengawal Umbridge meluncurkan sebuah mantra ke arah guru Transfigurasi itu. Beberapa anak menjerit kaget; namun Mantra Bius itu luput karena dengan cepat Profesor Kanda menarik Profesor McGonagall menghindar.

"Gargoyle gundul!" teriak Profesor Tofty saking kagetnya, ikut lupa akan ujian. Namun Harry memfokuskan lensa teropongnya pada Profesor Kanda, yang dengan gesit melesat maju, menghajar empat pengawal Umbridge yang mencoba memantrainya hanya dengan tangan kosong. Ia bergerak lincah sebelum ada dari mereka mengangkat tongkat sihirnya, memukul, menendang, dan menjatuhkan keempat targetnya dalam hitungan detik. Umbridge dan Dawlish tampak mengangkat tongkat sihirnya, gemetar.

"Astaga," seru Profesor Tofty tak percaya.

Mereka tak bisa mendengar percakapan di bawah sana, namun dilihat Harry baik Umbridge dan Dawlish menurunkan tongkatnya. Kanda pun bergerak membelakangi mereka, menghampiri Hagrid yang tengah mendekap Fang si anjing yang tak bergerak akibat hantaman Mantra Bius.

"Oh, tidak!" jerit Hermione; Harry mencengkeram teleskopnya begitu erat dengan tangannya yang berkeringat. Tak terduga, Umbridge mengangkat tongkatnya dan meluncurkan kutukan dengan cahaya keunguan yang sukses menghantam punggung guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam mereka!

"PENGECUT!" raungan Hagrid sekali lagi terdengar, mengacungkan payung merah jambunya dengan murka. "PENGECUT BRENGSEK! BERANINYA KAU -"

Sesuatu yang besar mendadak muncul dari kegelapan hutan. Harry mengenali kilat abu-abu dan kebiruan itu, juga sesuatu yang berwarna hijau yang berkilau. Yoru!

Geraman si Fenrir terdengar jelas di halaman yang kosong. Serigala besar itu langsung berdiri di antara Umbridge dan tubuh tuannya yang terkapar dengan protektif, memamerkan taringnya, memaksa Umbridge dan Dawlish mundur.

Betapa terkejutnya mereka semua ketika melihat Profesor Kanda perlahan bangkit, agak tertatih ketika berdiri. Yoru bergerak mundur, membiarkannya berpegangan pada tubuhnya yang besar bak beruang.

Tampaknya ada percakapan di sana, yang tak bisa didengar siapapun di Menara Astronomi. Yang bisa dilihat Harry hnyalah Hagrid yang kemudian pergi sembari memanggul Fang yang masih pingsan, Profesor McGonagall yang menyihir tandu-tandu sihiran untuk empat 'korban' Profesor Kanda, dan si guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam yang kemudian mengikuti sang guru Transfigurasi kembali ke kastil didampingi Yoru, meninggalkan Umbridge dan Dawlish di halaman kastil yang sunyi.

Pemecatan Hagrid yang berakhir dramatis itu menjadi topik perbincangan panas yang bahkan bertahan sampai pagi. Harry tentu saja mencemaskan Hagrid yang sekarang entah dimana, sekaligus geram pada Umbridge yang melakukan pemecatan dengan cara tak manusiawi. Ia juga bertanya-tanya bagaimana keadaan Profesor Kanda sekarang. Bagaimanapun juga, menurut Hermione, mantra dengan berkas cahaya keunguan itu bisa dikategorikan mantra berbahaya. Tak heran mereka tak melihatnya ketika sarapan.

"Apa dia ada di rumah sakit ya?" tanya Lavender ingin tahu.

"Anak-anak Hufflepuff memberitahuku kalau dia tidak ada di sana. Hanya orang-orang Kementerian yang babak belur yag ada di rumah sakit," kata Parvati serius.

"Umbridge benar-benar keterlaluan," kata Hermione sangat gusar. Ia bahkan tak mau menatap ke meja guru. Harry sendiri mengerling ke sana. Dilihatnya wajah-wajah masam para guru, tak sekalipun menatap Umbridge yang tampak agak berpuas diri. Beberapa pengawas ujian yang telah renta pun beberapa kali melempar tatapan tak senang yang sama sekali dihiraukannya.

Profesor Kanda tak ada di Aula Besar pagi itu.

Ketika Harry keluar dari Aula Besar untuk mengambil buku-bukunya di Menara Gryffindor, dilihatnya Profesor McGonagall sedang berdiri di balik pintu menuju ruangan di pojok koridor, berbicara dengan sosok kecil yang tak bisa dilihatnya. Harry yang penasaran buru-buru bersembunyi di balik baju zirah, karena ia mengenali suara melengking Dobby si peri rumah.

"... Tuan Kanda tidak menginginkan apa-apa, dia menyuruh Dobby untuk tidak membawakannya apa-apa."

"Apa dia terluka?" terdengar suara cemas Profesor McGonagall.

"Oh ya, Tuan sepertinya terluka," sahut Dobby lesu. "Tapi Tuan masih tidak mau makan dan dia tidak mau Dobby membawanya ke rumah sakit. Dia tidur dengan Fenrir itu di sampingnya."

"Bisa kau bawa aku ke ruangannya, Dobby?"

Harry mendengar suara kelepak ringan, tanda si peri rumah menggeleng keras. "Tuan meminta Dobby untuk tidak membawa siapapun ke sana. Dia tidak mau ada yang datang."

"Dobby, dia perlu bantuan..."

"Tuan tidak memerintahkan Dobby, Tuan meminta Dobby seperti itu. Dobby akan mengabulkan permintaan Tuan Kanda."

Terdengar helaan napas panjang McGonagall. "Baiklah kalau begitu. Bolehkah aku memintamu untuk mengawasinya, apapun itu?"

"Tentu saja, Profesor, Madam," kata Dobby segera. "Profesor Dumbledore menunjuk Dobby untuk melayani Profesor Kanda. Dobby akan melaksanakannya dengan baik."

"Bagus sekali. Kau tidak harus ada di dapur atau membersihkan kastil. Pastikan Profesor Kanda dalam penjagaanmu."

"Baik, Madam."

"Kau boleh pergi, Dobby. Terima kasih."

Terdengar lecutan seperti cemeti, tanda si peri rumah itu sudah pergi.

Jadi, Harry berkata dalam hati, sementara dilihatnya Profesor McGonagall kembali masuk ke Aula Besar, mantra semalam berpengaruh pada Profesor Kanda. Cukup mengejutkan karena ia bisa bangkit hanya beberapa saat setelah diserang. Namun, efek dari mantra itu jelas melukainya. Kenapa ia tidak pergi saja ke Madam Pomfrey dan mendapat bantuan dari Matron rumah sakit itu?


Ketika Kanda membuka matanya, ia harus mengerjap beberapa kali untuk memfokuskan pandangannya, lalu menatap sekitarnya. Rambut-rambut halus berwarna abu-abu yang berpadu dengan hitam kebiruan itu terasa hangat di sekitarnya, sementara seleret cahaya matahari sore menerobos masuk dari jendela yang terbuka. Kanda beringsut duduk, menyadari entah berapa lama ia meringkuk bersama Yoru di lantai beralas karpet di kamarnya. Si Fenrir yang menyadari sang tuan sudah terbangun mengeluarkan suara dengkuran pelan.

Kanda menggaruk belakang telinganya, sebagai tanda terima kasih. Ia menatap sekelilingnya, mendapati perapian telah menyala dengan api kecil, menguarkan udara hangat yang menenangkan. Lilin-lilin juga sudah dinyalakan, membuat kamarnya yang gelap menjadi lebih terang. Dan di atas meja, ada baki berisi makanan yang sepertinya sudah ada di sana sejak pagi.

"Dobby."

Suara decit lantai pelan menunjukkan kehadiran si peri rumah. Kanda memang sudah memintanya untuk tidak membuat suara yang terlalu keras seperti lecutan cemeti itu setiap kali muncul di hadapannya. Yah, mengingat refleksnya yang terlalu berlebihan, bisa kacau kalau ia salah mengenali kedatangan Dobby sebagai sebuah serangan.

"Tuan memanggil?" tanya Dobby dengan mata hijaunya yang sebesar bola tenis itu dengan penuh harap.

"Singkirkan itu," ujar Kanda sembari menunjuk makanan dingin di atas meja.

"Apa Tuan mau makan sesuatu? Dobby akan segera membawakan apapun yang Tuan mau."

"Aku akan turun ke Aula," kata Kanda sambil berdiri. "Tapi, yeah, aku ingin makan sesuatu."

"Dobby akan segera menyiapkannya."

Kanda mengatakan apa yang ia inginkan untuk makan malam. Si peri rumah dengan gembira menyanggupinya, berjanji begitu ia tiba di Aula Besar, pesanannya akan segera disajikan.

"Apa Tuan memerlukan hal lain?" tanya Dobby lagi, menatap Kanda yang menggulung rambut panjangnya di depan cermin. "Rumah sakit?"

Kanda mengangkat sebelah alisnya. "Tidak. Tapi bawa Yoru ke Hutan tanpa ketahuan siapapun, kalau kau bisa."

Si Fenrir mengangkat kepalanya, menatap Kanda dengan mata merahnya yang sekarang tampak bingung. Exorcist itu pun bergerak mendekatinya, mengusap kepala si serigala besar itu. "Kalau anak-anak itu melihatmu, akan ada masalah lagi. Aku akan mengunjungimu lagi nanti."

Yoru mendengus pelan, sebelum bangkit sambil menyundulkan kepalanya ke tangan Kanda. Serigala itu lalu berjalan mendekati Dobby yang menuggunya di depan pintu, siap ber-Apparate keluar. Kanda tak menunggu keduanya menghilang, langsung berbalik menuju kamar mandi. Rasa sakit yang melanda sejak semalam sudah hilang, membuatnya berkeringat karena demam. Mandi air hangat kedengarannya akan sedikit membuatnya lebih baik.

Kanda muncul di Aula Besar sedikit lebih awal. Tak banyak anak-anak yang sudah ada di sana untuk makan malam, mungkin sedang bersenang-senang karena ujian sudah berakhir. Meskipun demikian, para guru memenuhi kursi di meja guru, berikut para pengawas ujian. Dan semuanya tampak agak kaget melihat kemunculan kolega termuda mereka itu.

"Profesor? Kau..." Profesor Sinistra menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki, mencoba menemukan hal yang tidak biasa di sana. Tapi, exorcist itu masih membuat rambut panjangnya dibuntut kuda seperti biasa dengan pita merahnya. Wajahnya juga tak terlihat seperti orang sakit. Kalaupun ada yang tidak biasa, itu adalah karena ia mengenakan kimono berwarna biru tua dengan hakama hitam. Yah, itu juga hal yang wajar karena guru muda itu sepertinya senang memakai pakaian sesuka hatinya; tak jarang mereka menemukannya tanpa jubah seperti guru yang lain. "Kau baik-baik saja?"

Kanda mengerjap. "Ya."

Dan ia langsung duduk di kursinya yang biasa. Secara mengejutkan, piring-piring emas menghilang, digantikan semangkuk nasi pulen yang masih mengepulkan uap hangat, piring keramik kecil berisi tempura, katsu, dan ikan, juga mangkuk lain berisi sup, dan beberapa makanan asing lain, lengkap dengan sumpitnya.

"Tumben sekali," celetuk Profesor Sprout.

Kanda mengangkat bahu, "Lagi ingin saja."

"Kau yakin?" tanya Profesor McGonagall, matanya menyipit cemas meski nadanya netral. Selama hampir setahun mengenal pemuda ini, ia cukup mengenal wataknya sebagai si keras kepala yang jago menyembunyikan kesakitan. "Mantra semalam –"

"Aku baik," katanya datar. "Anda sudah tahu kemampuanku, kan?"

Para guru yang mendengar itu langsung bertukar pandang. Kanda mengabaikannya, mengambil sumpitnya sambil berbisik pelan, 'Itadakimasu' sebelum mulai makan.

"Kau benar-benar di luar dugaan," komentar Profesor Sprout, menggelengkan kepalanya. Kanda sendiri hanya diam dan lebih memilih melahap makan malamnya.

"Ini hanya membuktikan kalau dia memang monster."

Gerakan Kanda mengambil sepotong katsu terhenti. Beberapa guru, terutama Profesor McGonagall langsung menatapnya cemas, sebelum melempar pandangan memperingatkan pada Kepala Sekolah mereka itu. Wajah kodok Umbridge terang-terangan menunjukkan kebenciannya.

"Bukankah sudah kukatakan untuk tidak –" ujar guru Transfigurasi di antara gigi-giginya. Namun, sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, Kanda memotong dengan dingin.

"Jangan membuatku kehilangan selera makanku."

Profesor Sprout yang duduk di sampingnya mengerjap bingung. Itukah jawabannya untuk penghinaan Umbridge?

"Kau –" Umbridge menatapnya dengki.

"Setelah apa yang terjadi, aku tidak tahu apa aku bisa menahan diri lebih dari ini, jadi," Kanda menoleh dan menatap sang Inkuisitor Agung dengan tatapan yang bahkan bisa membuat Millenium Earl lari terbirit-birit, "lebih baik tutup mulutmu."

Jika Umbridge gentar, ia jelas tak menunjukkannya namun, sang Inkuisitor Agung melengos, tak lagi menatap Yuu Kanda yang melanjutkan sarapannya.

Yakk, cut!

To be continued...

P.S : Review, please~