DIRTY LITTLE SECRET

Pergaulan bebas nyatanya sudah berhasil mengubah gadis manis bernama Luhan menjadi sosok gadis binal. Hal ini mau tak mau membuat kakak kandungnya sendiri menghela napas panjang, apalagi tingkah adiknya itu sungguh aneh bagi Sehun. HUNHAN. PWP. GS. Luhan. Sehun. Gender Switch. Porn with Plot. NC. INCEST.

.

.

A story by lolipopsehun

Idea by Fujoaoi

.

.

#5yearswithEXO

#weareone

#9inoureyes12inourheart

.

.

ENJOY

.

.

Sehun menggeliat malas saat suara bel rumahnya terdengar cukup keras. Melirik jam dinding sekilas, ia nyaris mengerang. Ini masih terlalu pagi untuk bertamu dengan cara yang tidak sopan –menekan tombol bel berkali-kali. Yah, ditambah lagi ini akhir pekan, seharusnya Sehun tidak diganggu saat liburan.

Dengan langkah malas, Sehun membuka pintu, belum sempat berucap sepatah katapun, ia cukup terkejut melihat sosok gadis mungil berada di depan pintu rumahnya dengan cengiran lebar.

"Sehun," ucapnya dengan suara lucu dan senyuman manis.

Alih-alih menjawab, Sehun malah mendengus malas. Membiarkan sosok gadis mungil itu memeluknya sedikit kemudian melewati tubuhnya dan memasuki rumah. Pria itu melirik sedikit ke belakang, melihat sosok adik kandungnya yang sudah berbaring di atas sofa, sementara ia menyeret koper gadis itu masuk.

"Kemana saja kau selama dua minggu ini, Luhan?" tanya pria itu, berdiri di samping sofa dimana adiknya berbaring sambil memainkan ponsel di tangan.

Luhan mengangkat bahu acuh. "Kau kan tau aku baru saja menyelesaikan kuliah di California, dan pulang hari ini,"

"Pembohong,"

"Apasih, Sehun?"

"Kau pikir kau tak tau kau selama dua minggu ini bermain-main di Hong Kong? Harusnya aku mengatakan pada Mom dan Dad tentang hal ini,"

Luhan mendesah kasar, melempar ponselnya dengan tidak sopan dan memandangi wajah kakaknya itu dengan tatapan tidak suka. "Dengar ya, Oh Sehun, aku ke Hong Kong untuk mencari pekerjaan, bukan bermain-main,"

"Oh ya?" balas pria itu, tersenyum sinis. "Dan melihat semua foto-foto pesta nyaris telanjang di sosial mediamu, itu yang kau bilang mencari pekerjaan?"

Luhan membuang muka, kembali mengambil ponselnya dan berusaha mengabaikan Sehun.

"Luhan," pria itu memanggilnya dengan suara yang lebih tinggi. "Berhentilah bermain-main dan tata hidupmu mulai sekarang. Kau sudah dewasa,"

"Ya aku tau Sehun," balasnya malas, mengabaikan kakaknya yang super cerewet itu pagi ini.

"Aku serius," pria itu menarik adiknya agar duduk dan menatap matanya. "Kau sudah besar, seharusnya bisa lebih baik dari ini, Luhan," lembut, Sehun mengusap surai adiknya itu perlahan, sementara Luhan menundukkan kepala.

"Aku tau," bisik Luhan lirih, entah mengapa saat Sehun menasihatinya dengan lembut, Luhan selalu tunduk pada pria yang sebenarnya hanya dua tahun lebih tua darinya itu.

Bagaimanapun Sehun masih kakaknya, kan?

"Dan berhentilah menggunakan baju-baju pendek seperti ini," ucap Sehun lagi, melirik celana super pendek dan crop tee tipis adiknya itu.

Luhan mengikuti pandangan Sehun, melirik tubuhnya sendiri. "Ini musim panas,"

"Ya, aku tau. Tapi tidak sopan kan kalau kau pergi keluar rumah dengan baju seperti itu,"

Dengan bibir mengerucut lucu, Luhan menganggukkan kepala, masih kesal dengan ucapan kakaknya itu. "Ya, Sehun,"

"Satu lagi, jangan memanggilku Sehun. Aku lebih tua darimu, Luhan,"

"Di Amerika aku bahkan memanggil guruku dengan namanya langsung," bisik Luhan lirih, seperti bicara sendiri, menggerutu sebenarnya.

Sehun tersenyum simpul, mengusap rambut adiknya lagi. "Ya, Luhan aku tau. Tapi kita tidak di Amerika, kan?"

Masih mengerucutkan bibir kesal, gadis itu merengut. "Ya, Sehun," ia berbisik. "Oppa," tambahnya, dan Sehun hanya tersenyum melihat tingkah adiknya itu.

.

.

Sadar tak seharusnya membangkak dengan semua yang Sehun ucapkan, Luhan berniat minta maaf pada kakaknya itu. Ia tau, sebenarnya dirinya yang salah. Luhan sudah berbohong mengatakan baru saja kembali dari California, padahal dia sudah menghabiskan dua minggu penuh di Hong Kong untuk liburan dan bermain-main.

Dan kemudian pulang ke rumah tanpa kabar saat kedua orang tuanya pergi ke Bangkok untuk urusan kerja.

Seharusnya ia mendengarkan ucapan Sehun meskipun kesal dengan pria itu.

Setelah seharian penuh memikirkan kesalahannya, menelan keegoisannya sendiri, gadis itu dengan berani mengetuk pintu kamar Sehun. Ia berniat untuk bicara, meminta maaf, dan mungkin bertanya tentang kehidupan Sehun selama ini.

Mengingat, Luhan baru saja bertemu dengan kakaknya itu setelah malam natal tahun lalu.

Sudah lama sekali memang.

Dan Sehun hanya pernah mengunjunginya satu kali saat liburan. Itupun karena Luhan merengek ingin dikunjungi saat kuliah. Mengingat kakaknya itu sangat sibuk dengan pekerjaan dan masih menyempatkan diri menemuinya, Luhan semakin merasa bersalah. Bagaimanapun, selama ini Sehun diam-diam sudah mengiriminya uang tanpa sepengetahuan orang tua mereka.

Ya, Luhan memang meminta uang lebih untuk senang-senang dengan ribuan alasan yang ia gunakan untuk membujuk Sehun. Bodohnya lagi, entah tau atau tidak, kakaknya itu dengan senang hati mengirimkan uang pada Luhan. Kemudian ia akan menghabiskannya untuk bersenang-senang dan berpesta semalam suntuk.

Itu terjadi ratusan kali mungkin, selama Luhan kuliah.

Dia jahat sekali memang selama ini pada Sehun.

Dan gadis itu sudah sadar sekarang, tidak seharusnya ia membangkang pada kakaknya itu. Harusnya Luhan menurut dan tau terima kasih. Ucapan Sehun ada benarnya juga.

Tak ada jawaban dari dalam, Luhan memutuskan untuk masuk kamar kakaknya yang sudah lama tak ia kunjungi itu. Seperti biasa, kamar Sehun masih saja berantakan karena buku-buku tebal berserakan di lantai. Sejak masa sekolah, Sehun memang penggila belajar dan Luhan cukup mengingat itu dengan baik.

Beberapa kali mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan kamar kosong itu, Luhan tak menemukan sosok Sehun dimanapun. Tapi suara gemericik air dari kamar mandi membuat Luhan berhenti mencari Sehun.

Sehun sedang mandi.

Tapi entah kenapa, Luhan berjalan mendekat pintu kamar mandi kakaknya yang tertutup, dan tanpa sadar mendengar suara-suara samar Sehun dari balik sana.

Luhan mengernyit, seingatnya, kakaknya itu tidak pernah bernyanyi di kamar mandi.

Penasaran, ia mencoba mendekati pintu kamar mandi Sehun, kemudian menempelkan telinganya kesana. Awalnya, Luhan tidak bisa mendengar apa yang Sehun katakan, ia hanya bisa mendengar suara-suara tipis seperti rintihan atau desahan, Luhan sendiri juga tidak mengerti apa yang sedang kakaknya itu lakukan di balik pintu kamar mandi.

Perlahan, masih dalam diam dan berusaha menahan napas agar Sehun tidak mendengarnya, Luhan masih mendengarkan suara desahan kakaknya dari balik kamar mandi. Entahlah, ini sesuatu yang baru untuknya. Bahkan, Luhan belum pernah membayangkan ini dalam hidupnya.

Bagaimana bisa sosok Sehun yang selalu Luhan anggap sempurna melakukan hal ini di rumah.

Masturbasi?

Tanpa sadar, Luhan menahan tawa, demi apapun, ia tak pernah berpikir Sehun akan melakukan hal itu juga –sama seperti pria-pria remaja di luar sana, bedanya, Sehun bukan pria remaja lagi sekarang.

Tapi kenapa dia masih melakukan ini?

Dan tiba-tiba saja sekujur tubuh luhan merinding saat mendengar namanya keluar dari bibir Sehun, dengan sebuah desahan berat yang terdengar putus asa.

Apa Sehun membayangkan tubuhku saat melakukan kegiatan dosanya itu?

Dasar gila.

Luhan mulai menyesal datang ke kamar kakaknya itu untuk minta maaf.

.

.

Hari berganti, Sehun masih menikmati masa libur musim panasnya dengan senang hati. Ia memang menghabiskan waktu-waktu luangnya dengan bermalas-malasan. Dia bebas selama beberapa minggu tanpa ocehan ibunya.

Ya, tentu saja, suara adiknya yang super cerewet itu membuat Sehun mau tak mau mengernyit.

"Oppa, kau ada acara siang nanti?" tanya Luhan saat mereka duduk untuk makan sarapan yang Sehun buat beberapa menit lalu.

Pria itu berpikir sementara berusaha menelan makanannya. "Tidak ada,"

"Mau mengantarku pergi tidak? Atau aku bisa pinjam mobilmu,"

Sehun mengerutkan kening bingung, mulutnya kembali mengunyah. "Kemana?"

Luhan tersenyum. "Aku akan bertemu dengan beberapa teman sekolah siang nanti,"

"Oh ya, siapa?"

"Oppa tak perlu tau,"

"Tentu aku harus tau,"

Luhan mendengus ringan sementara wajah Sehun kembali tampak serius. Malas, gadis itu mengambil ponselnya dari atas meja makan, mengusap layarnya beberapa kali dan memberikan ponsel itu pada Sehun.

"Itu mereka," bisik Luhan.

Sehun hanya mengangguk beberapa kali, melihat jejeran teman-teman wanita Luhan dalam sebuah akun sosial media. "Kenapa kau mulai memakai sosial media?"

Luhan tidak menjawab, ia hanya mengangkat bahu acuh dan lanjut makan dalam diam.

"Padahal dulu kau sangat pemalu, Luhan. Hobimu saja keluar masuk toko buku. Jangankan menggunakan sosial media, berpose di depan kamerapun jarang sekali,"

Luhan hanya nyengir, pura-pura tertawa. Malas mendengar ocehan kakaknya yang tidak penting itu. Oke, ia hanya ingin Sehun berhenti membahas masa lalunya yang kelam. Masa lalu seorang siswa polos yang tidak mengenal dunia senang-senang sama sekali.

"Aku senang kau sudah berubah, setidaknya bukan lagi kutu buku," Sehun terkekeh ringan sementara Luhan merengut.

"Ya, Oppa, terima kasih," sindirnya, berpura-pura tersenyum sambil memutar bola mata sebal.

"Serius Luhan, aku senang kau punya teman. Dulu kau hanya akan menempel pada Mom seperti permen karet,"

Lagi-lagi dengusan malas keluar dari bibir Luhan. "Ya, itu karena aku sudah berhasil hidup mandiri di luar negeri," debatnya.

"Tentu saja, itu membuatmu lebih mandiri. Tapi kau juga harus menyesuaikan budaya luar dengan budaya kita,"

"Oke, cukup Sehun," Luhan menggeser piring kosongnya menjauh dan berdiri dari duduknya. "Aku akan siap-siap untuk pergi siang nanti. Tolong antarkan aku," ucapnya final. Gadis itu buru-buru berjalan untuk masuk ke dalam kamar, meninggalkan Sehun yang hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah adiknya.

Sungguh, Luhan memang gadis keras kepala.

.

.

Lepas tengah hari, setelah tidak ada kabar dari adiknya itu, Sehun mencoba mengetuk pintu kamar Luhan. Beberapa kali mengetuk dan tak mendapat jawaban, akhirnya Sehun membuka kamar gadis itu dan langsung terkejut saat melihat isi kamarnya.

Kamar adiknya itu sangat berantakan, beberapa baju –dan pakaian dalam– berceceran di lantai sementara Luhan sedang sibuk memasukkan beberapa barang ke dalam koper.

"Kau mau kemana?" tanya Sehun langsung, bingung saat melihat adiknya mengemas pakaian seolah hendak melarikan diri dari rumah.

Luhan melirik kakaknya sekilas, kemudian sambil tersenyum lebar, ia kembali berusaha memasukkan barang ke dalam kopernya. "Bukankah aku sudah bilang akan pergi siang ini,"

"Mengapa membawa banyak barang?"

"Aku akan menghabiskan waktu libur musim panas di pantai,"

Sehun mengernyit, berjalan mendekati adiknya yang tampak sibuk dengan koper. Dan pria itu nyaris membuka mulut lebar-lebar saat melihat pakaian yang sedang Luhan rapikan di dalam koper.

"Kau akan memakai semua bikini itu?"

Luhan mengangguk semangat. "Tentu, ini musim panas,"

"Tidak," ucap Sehun cepat.

Gadis itu menoleh kearah kakaknya dengan wajah yang diliputi kebingungan. "Apa maksudmu?"

"Aku tidak mengijinkanmu pergi,"

Luhan mengerang. "Demi Tuhan, Sehun aku sudah berjanji akan pergi. Apasih masalahmu?"

Sehun tidak menjawab, ia hanya memandangi adiknya itu dengan tatapan serius, penuh penekanan seolah menghakimi. Tanpa berucap sepatah katapun, ia menutup koper Luhan, kemudian melemparkannya menjauh hingga membentur dinding kamar Luhan di sisi seberangnya.

"Aku sudah katakan berkali-kali Luhan, kau tak seharusnya menunjukkan tubuh telanjangmu di depan umum,"

"Aku tidak telanjang,"

"Menutupi alat vitalmu saja, itu termasuk telanjang,"

Luhan menatap kakaknya itu dengan berani. "Ini musim panas, dan aku akan memakai bikini di pantai, apa itu tidak wajar? Aku tidak telanjang,"

"Kalau aku bilang tidak, maka kau tidak akan pergi kemanapun,"

Luhan mengerang kasar. "Kau hanya kakakku, jangan mengaturku, Sehun. Kau bukan ayahku. Mulai sekarang urus saja dirimu sendiri," ia beranjak dan berjalan mendekati kopernya.

"Sentuh koper itu dan aku akan menelanjangimu disini,"

Dan Luhan berhenti berjalan, ia membalikkan badan dengan cepat untuk kembali menatap kakaknya yang masih diam tak bergerak. "Apa kau bilang?"

"Kau mendengarku, Luhan," kali ini Sehun memutar tubuhnya menghadap Luhan. "Dan aku tidak main-main,"

Alih-alih merasa takut, gadis itu malah tertawa, seolah-olah mengejek sang kakak yang sudah geram menahan amarah sejak tadi. "Aku tak peduli," bisiknya, mengalihkan pandangan dari Sehun dan menundukkan badan untuk mengambil kopernya.

Kesabaran Sehun terbakar habis.

Dengan satu sentakan kasar, membuat Luhan memekik, Sehun menyeret tubuh gadis itu dengan paksa, kemudian membuatnya terpelanting di atas ranjang Luhan yang berantakan. "Lepaskan aku, Sehun," Luhan menjerit-jerit sementara Sehun mengunci gerakan tubuh gadis itu, mencengkeram tangan mungilnya.

"Diam," bentak sang kakak dengan suara mengerikan. "Berhenti membangkang, Luhan. Jangan keras kepala,"

"Lepaskan aku brengsek, apa yang kau lakukan?" Luhan masih meronta-ronta sementara Sehun menjepit tubuh gadis itu dengan kakinya. Bertumpu kedua lututnya, Sehun duduk di atas paha adiknya itu.

"Jaga bicaramu. Sekarang diam. Aku tidak akan membiarkanmu pergi,"

"Kau tidak berhak mengatur hidupku, Oh Sehun. Kau bukan siapa-siapa,"

"Tentu saja aku berhak, aku kakakmu,"

Luhan mengerang, sadar tak bisa lepas dari belenggu cengkeraman Sehun, ia menyerah, berhenti bergerak-gerak dan mulai mengatur napas yang nyaris habis. Sementara ia bisa melihat gurat amarah dalam tatapan mata tajam Sehun, tetapu, tiba-tiba saja senyum Luhan mengembang.

Dan itu hanya membuat kerutan bingung dikening Sehun semakin dalam.

"Aku akan tetap pergi, apa yang akan kau lakukan?"

"Kau menantangku?"

"Hanya ingin tau seberapa besar keberanianmu untuk menelanjangiku disini, Oh Sehun,"

"Jangan menyulutku, Luhan,"

Luhan mencebik, tertawa mengejek. "Terserah saja, aku tak peduli. Sekaran lepaskan aku, bajingan," Dan Sehun benar-benar sudah murka mendengar ucapan adiknya.

Dengan kasar, tangan kokoh pria itu berhasil merobek kaus tipis yang mengungkung tubuh Luhan, cukup kuat hingga membuat gadis itu memekik keras. Sehun tak peduli umpatan yang Luhan lontarkan, ia tak peduli saat gadis itu meronta minta dilepaskan dengan menarik rambut Sehun, tapi pria itu tetap berusaha membuat adiknya telanjang.

"Brengsek, Oh Sehun, apa yang kau lakukan?" protesnya, sementara Sehun berusaha membuka kaitan celana pendek Luhan, gadis itu menarik-narik rambut Sehun dengan kasar, sesekali memukuli punggung pria itu, minta dilepaskan.

Tapi tenaga Sehun bukan tandingannya.

"Sudah kubilang jangan membangkang. Berhenti menjadi gadis keras kepala," Sehun membisikkan itu di depan bibir Luhan dengan suara geraman buas, sementara adiknya mulai menelan ludah kasar. Mendadak saja gugup.

Sehun tampak begitu penuh emosi dan meledak-ledak.

"Lepaskan aku, Oh Sehun, sialan aku akan–,"

Ucapan Luhan terpotong saat Sehun dengan kasar merengkuh wajah gadis itu dan menciumnya dengan kasar. Cukup keras hingga membuat Luhan menggumamkan pekikan protes dari balik mulut kakaknya yang luar biasa panas –dan menakjubkan tentu saja.

Sial.

Sehun mencium dengan kasar, panas, sangat basah, penuh gairah dan emosi yang meluap-luap. Luhan menolak, tentu saja, ini pertama kali ia dicium dengan paksa, terlebih oleh kakaknya sendiri. Sebisa mungkin Luhan berusaha mendorong tubuh Sehun menjauh, pada awalnya, tapi otaknya memerintahkan hal lain setelah itu.

Di bawah kendali ciuman kasar Sehun yang menghipnotis, memabukkan seperti alkohol, Luhan berhenti menarik rambut Sehun untuk menjauh. Gadis itu malah meremas surai kakaknya dengan kasar, menariknya lebih dekat, dan tanpa sadar, bibirnya bergerak mengikuti gerakan bibir Sehun yang terkesan terburu-buru.

Tidak munafik, Luhan menikmati ini.

Sudah lama ia penasaran apakah kakaknya itu pandai mencium dan rasa ingin taunya terbayar sudah.

Seharusnya sejak awal aku tak pernah meragukan Sehun.

Sadar Luhan malah menikmati ciuman mereka, bahkan kaki gadis itu sudah melingkari pinggulnya, Sehun melepaskan. Ia tak mau kelepasan karena hal itu, bagaimanapun Luhan masih adik kandungnya. Gadis itu terengah-engah dengan mata terpejam rapat sementara bibirnya mengeluarkan desahan menggoda.

Sehun menelan ludah melihatnya.

"Luhan," bisik Sehun dengan suara lembut. "Maaf aku–,"

"Jangan berhenti, please," desah gadis itu dengan suara nyaris habis, ia masih meremas rambut Sehun kasar sementara matanya memancarkan sesuatu yang tak bisa Sehun pahami.

Gairah, mungkin?

Luhan tampak begitu meluap-luap dan siap.

Sehun menarik tubuhnya menjauh dan Luhan bangkit untuk duduk juga. Dengan cepat, ia menyentak helaian kain terakhir yang menutupi payudaranya. Dan itu berhasil membuat Sehun membelalak, kaget tentu saja, terlebih Luhan tampak benar-benar panas.

"Luhan, apa yang kau lakukan?" tanya Sehun saat gadis itu menarik tangannya.

Luhan mengarahkan tangan Sehun ke dadanya sendiri. "Kau yang bilang ingin menelanjangiku," ia meremaskan tangan Sehun diatas dadanya sendiri, kemudian mendesah ringan karena itu. "Aku menginginkanmu, Oh Sehun,"

"Tidak," Sehun tercekat, menarik tangannya dari dada Luhan dan bergerak menjauh.

"Kau bahkan sudah memulai ini,"

Sehun menelan ludah kasar saat Luhan perlahan menarik tubuhnya agar berbaring di atas ranjang dan menduduki pahanys.

"Luhan," ia berusaha mengingatkan sementara adiknya itu sudah melepas kaus Sehun.

"Ya, Sehun?"

"Ini salah, kau tau,"

Luhan nyengir, menyentak celana Sehun menuruni kaki jenjang pria itu. "Apa yang salah?"

"Kita tak seharusnya melakukan ini," bisik Sehun, mulai panik saat bibir Luhan bermain-main di atas pahanya.

Luhan terkekeh ringan, kecupannya semakin naik hingga nyaris menyentuh kejantanan pria itu. "Kau sendiri yang bilang akan membuatku telanjang. Dan sekarang aku sudah telanjang, disini, didepanmu, karenamu juga,"

Sehun menelan ludah kasar, berusaha menahan desahan saat lidah Luhan mulai bermain-main dipinggulnya. Sebenarnya Sehun tidak ingin menolak, sama sekali tidak, bahkan bagaimana ia bisa menolak ini. Ia hanya pria dewasa yang merindukan sentuhan wanita.

Tapi meniduri adiknya sendiri?

Entahlah apa ini dosa yang bisa dimaafkan.

"Luhan, lebih baik kau pergi ke pantai sekarang," ia memilih opsi aman.

Luhan tertawa, menarik wajahnya agar berhadapan dengan kakaknya itu, kemudian mengecup bibir Sehun sekilas. "Apa kau tak menginginkanku, Sehun?"

"Ya, aku tak menginginkanmu,"

Oke, itu seratus persen bohong.

Bagaimana Sehun bisa tidak mengingkan Luhan jika sejak tadi imajinasi liarnya sudah memainkan peran gila dalam otak. Sehun sudah membayangkan Luhan akan meremas kejantanannya dengan rapat dan hangat, basah tentu saja. Kemudian Sehun akan menghentaknya kasar hingga adiknya itu menyerah dan kalah.

Sehun akan berhenti hingga ia bosan mendengar rintihan permohonan Luhan dan mungkin juga suara erangan minta ampun.

Oh sial, membayangkannya saja sudah membuat Sehun tegang.

"Pembohong," bisik Luhan.

"Apa maksudmu?" Sehun mengernyit bingung, melenyapkan fantasi liarnya –yang kotor.

"Aku bisa mendengarmu mendesahkan namaku saat di kamar mandi kemarin," dan Sehun terbelalak.

"Apa yang kau lakukan di kamarku?" tanyanya dengan suara bentakan.

"Itu tak penting lagi," balas Luhan sambil tersenyum. "Yang jelas, kau benar-benar ingin melihat tubuh telanjangku, kan? Pasti kau membayangkan sedang bermain di dalamku saat menyentuh dirimu sendiri kemarin. Benar begitu, Oh Sehun?"

Sehun kehabisan kata. "Luhan, itu–,"

"Tak perlu munafik, Sehun. Jika kau memang ingin merasakan tubuhku, aku akan memberikannya,"

"Luhan ini salah, seharusnya kakak dan adik tidak melakukan hal ini,"

Luhan mengangkat bahu acuh. "Selama tidak ada orang yang tau, kenapa tidak?"

"Kau yakin?" tanya Sehun lagi.

"Sehun, kau sudah membuatku bergairah dan ini bukan waktu yang tepat untuk bergerak mundur. Lagipula aku ingin merasakan pengalaman baru,"

"Apa itu?"

"Bercinta dengan kakakku sendiri," dan saat Luhan mengatakan itu, bibirnya sudah bergerak turun menelusuri dada hingga perut Sehun yang terbentuk sempurna.

Jemari mungilnya menarik celana dalam Sehun hingga lepas dan cukup terkejut saat melihat kejantanan kakaknya itu. Luhan masih memandanginya dengan takjub, sambil sesekali menatap wajah Sehun. Sementara pria itu menahan tawa, dengan lembut jemarinya mengusap surai Luhan.

"Kenapa?"

"Sejak kapan kau tumbuh dewasa?" tanya Luhan dan Sehun hanya tertawa renyah. "Terakhir aku melihatnya hanya sebesar ini," Luhan mengangkat jari kelingkingnya ke depat wajah Sehun dan pria itu tertawa lagi.

"Kapan terakhir kali kau melihatnya?"

Luhan menggeleng tak yakin. "Saat kecil mungkin, seingatku kita sering mandi bersama dulu," Sehun lagi-lagi hanya tertawa. "Aku tak tau bisa bertumbuh sebesar ini,"

"Bisa lebih besar lagi sebenarnya,"

"Ya aku tau," balas Luhan malas, menerima satu tawa renyah dari kakaknya lagi.

Tanpa pikir panjang, Luhan menyapukan bibirnya hingga menyentuh pusat tubuh Sehun di bawah sana. Sementara pria itu menahan napas merasakan bibir basah dan panas adiknya bermain-main dengan liar. Luhan memenuhi mulut panasnya dengan kejantanan Sehun yang menyesakkan, ia nyaris tesedak sementara napas kakaknya itu terdengar tak beraturan.

Perlahan, gerakan tarik ulur yang Luhan lakukan membuat erangan berat Sehun terdengar.

Pria itu tidak memohon, tapi juga tak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ia meremas surai adiknya, mendorong tubuhnya lebih cepat di dalam mulut Luhan, dan mulai kehabisan napas. "Cukup, Luhan," bisiknya dengan suara mengerikan.

Dan gadis itu melepaskannya. "Ada apa?" tanya Luhan bodoh, ia mengusap ujung bibirnya yang setengah basah kemudian kembali duduk di atas perut Sehun.

Sehun berusaha mengatur napas sementara ia memandangi tubuh telanjang Luhan yang menakjubkan di atas tubuhnya. Luhan terasa sangat siap, basah dan panas disaat yang bersamaan. Bahkan wajah cantik gadis itu sedikit memerah karena gairah.

"Kau yakin dengan ini?" tanya Sehun, mengulur waktu.

Gairahnya memang sudah melenyapkan logika, tapi ada sedikit akal sehat yang tersisa di dalam otak tumpulnya.

Luhan tersenyum, jemarinya bermain-main diatas dada Sehun dan membentuk pola-pola abstrak disana. "Seratus persen yakin," balasnya.

Sehun balas tersenyum, ia menarik tubuh adiknya hingga terlentang di atas ranjang, kemudian merangkak diatasnya. "Sudah berapa kali kau melakukan ini?" tanya Sehun, menarik celana dalam Luhan hingga terlepas dari kakinya.

Luhan mengangkat bahu. "Aku tak pernah menghitung,"

"Gadis nakal," Sehun menyeringai, dengan satu gerakan cepat ia membalik tubuh adiknya, kemudian menarik Luhan agar bertumpu pada kedua lutut dan sikunya nya sendiri dengan wajah menghadap bawah. "Kau benar-benar sudah berubah, Luhan,"

"Tak bisakah kita lebih cepat, Sehun?" dan pria itu menampar pantat Luhan dengan kasar, berhasil membuatnya mengerang.

"Bagaimana kau harus memanggil kakakmu sendiri?"

"Sehun, Oppa, please," rengek Luhan, ia semakin menundukkan tubuh dan menarik pantatnya sendiri ke atas.

"Good girl,"

Jemari Sehun perlahan turun untuk menyentuh tubuh Luhan yang begitu panas dan basah. Ia mencari jalan masuknya dalam sekali sentak dan itu berhasil membuat Luhan mendesah kasar, nyaris meneriakkan umpatan untuk pria itu.

Leguhan kasar Luhan terdengar putus asa saat Sehun memainkan jemari di dalam tubuhnya yang benar-benar sudah siap.

Luhan begitu panas dan basah, sangat mendamba.

"Please, Oppa," rengeknya dengan satu desahan berat.

Sehun tertawa ringah, terdengar mengejek. "Tidak sabaran sekali, Luhan,"

"Sial," desisnya.

Tapi gadis itu tak peduli, ia malah mendorong tubuhnya mundur hingga menempel pada tubuh Sehun, kemudian mengerang kasar saat kejantanan sang kakak menyentuh kulit tubuhnya. Terkesan jalang memang, tapi ia terlalu bergairah untuk peduli.

Sadar adiknya sudah benar-benar siap, Sehun tak mengulur waktu lebih lama lagi. Ia mencondongkan tubuh ke depan untuk mengecupi punggung telanjang Luhan, menghisapnya sedikit dan membuat leguhan gadis itu terdengar cukup keras.

"Kau lebih suka bermain lambat atau cepat, Luhan?" bisik Sehun, mengecupi ujung telinga gadis itu.

Dan Luhan sedikit menggeliat. "Kasar dan keras,"

"Oh, ya?" tanya Sehun dengan satu kekehan ringan. "Kau mau aku melakukannya seperti itu?"

"Ya, Oppa, please,"

Sehun tertawa sedikit, ia kembali menarik tubuhnya ke belakang dan mulai bergerak mendorong masuk ke dalam tubuh adiknya. Sementara itu, Luhan mengerang, menjerit kasar saat Sehun dengan sengaja menyatukan tubuh mereka dengan satu hentakan kuat.

"Sial, Oh Sehun," erangnya kasar, kemudian menjerit tertahan saat Sehun menampar pantatnya lagi.

"Jaga bicaramu, sayang. Itu tidak sopan,"

Luhan mengangguk lemah, di bawah sana, Sehun sudah mulai mendorongnya dengan tempo perlahan, menarik ulur dengan gerakan teratur, hingga ia bisa mendengar suara helaan napas kasar Luhan, mendengar desahan putus asa adiknya itu.

Sementara Luhan seolah mencengkeramnya dnegan kuat, panas, dan basah disaa bersamaan. Sungguh, ini jauh lebih nikmat dari imajinasi liar yang sering Sehun bayangkan saat bermain sendiri di dalam kamar mandi. Tau Luhan semenakjubkan ini, Sehun akan menidurinya jauh-jauh hari.

"Oppa, lebih keras, please," rengek Luhan, sedikit menggoyang-goyangkan tubuhnya.

Dan Sehun berusaha menahan desahan karena itu.

Sehun benar-benar mendorongnya dengan kasar, dengan temp yang membuat napas Luhan berantakan, gerakan tubuh yang membuat gila, statis dan kuat di saat bersamaan. Suara erangan keras Luhan membuat seluruh tubuh Sehun merinding. Bahkan Luhan meracau seolah kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

Ia menyelipkan nama Sehun dalam desahannya, mengerangkan nama pria itu dengan permohonan penuh putus asa.

Dan Sehun berusaha mendorongnya lebih kasar lagi, lebih kuat, lebih keras dari sebelumnya.

"Kau menyukainya?" bisik Sehun, suaranya terdengar penuh hasrat.

"Ya, oppa, lebih keras, please," desah gadis itu dengan suara yang benar-benar luar biasa indah bagi Sehun. Sungguh, demi apapun, ia menyesal baru menyadari adiknya ini menakjubkan.

Tangan kokoh Sehun tanpa sadar mencengkeram pinggul Luhan kuat-kuat, memenjarakannya hingga gadis itu tak bisa bergerak banyak. Luhan benar-benar kehilangan kendali pada dirinya sendiri, kehilangan kendali atas pikirannya, ia membiarkan Sehun menghentak-hentaknya dengan kasar dari belakang, menghiraukan bibirnya mendesahkan nama pria itu dengan suara sarat gairah –kemudian memohon pada Sehun untuk memberinya lebih tanpa kalimat yang jelas.

Geraman buas Sehun ditelinganya, hanya membuat Luhan semakin menggila.

Luhan bisa merasakan seluruh tubuhnya yang mengejang, perutnya melilit bersamaan dengan Sehun yang masih menghujamnya dengan cepat, kasar, kuat, dan statis. Dan ia menjeritkan nama Sehun dengan keras keras saat merasakan aliran panas berlomba-lomba turun menuju pusat tubuhnya, terus membakar hingga membasahi kejantanan Sehun yang penuh dengan lava panas membara.

Kemudian merasakan seluruh tubuhnya melemas.

Luhan terengah-engah, mencari udara sementara tubuhnya sudah terkapar di atas ranjang. Ia bisa merasakan bibir Sehun mengecupi punggungnya yang polos dan itu membuat tubuh Luhan kembali merinding.

"Menyerah, eh?"

"Aku tidak kuat lagi," bisik Luhan, napasnya putus-putus mencari udara.

Sehun tertawa renyah. "Kau sendiri yang minta kasar dan keras," pria itu membalikkan tubuh adiknya hingga kembali terlentang. "Tapi menyerah secepat ini," ia menggelengkan kepala heran.

"Kau gila,"

Sehun hanya tersenyum. "Ya, benar. Dan aku belum selesai,"

Mata Luhan membulat sempurna saat Sehun melebarkan kedua kakinya dan mengangkat keatas, membuat Luhan kembali terbuka lebar untuk pria itu. Dengan satu gerakan singkat, pria itu kembali mendorong masuk, menghujam dengan kasar –lebih cepat dari sebelumnya.

Luhan mengerang kasar, berusaha mengatur napas sementara Sehun tak memberinya jeda sama sekali untuk sekedar membuat Luhan pulih dari ledakan gairahnya barusan. Pria itu sekali lagi berusaha membuat pertahanan diri Luhan runtuh.

Dalam waktu singkat, Luhan bisa kembali merasakan sengatan panas menyerang tubuhnya.

"Oppa, please," rengeknya, mencoba membuat Sehun terkendali, tapi pria itu malah menulikan telinganya. "Sial,"

Umpatan Luhan terdengar begitu merdu bagi Sehun, dengan kekehan ringan, ia tak berhenti bergerak. Tanpa peduli apa yang Luhan jeritkan padanya, Sehun tetap saja bergerak cepat dalam tubuh gadis itu. Gerakan Sehun menuntut, semakian membuat Luhan menggila.

Luhan bisa merasakan pertahanan diri Sehun yang nyaris lepas, kejantanan pria itu semakin memenuhinya dengan sesak, dan mendorongnya lebih penuh lagi. Jadi Luhan berusaha membantu, ia mengeratkan cengkeramannya pada pusat tubuh Sehun, membuat desahan pria itu terdengar begitu putus asa.

Untuk kedua kalinya, aliran panas kembali membanjiri tubuh gadis itu. Napas Luhan habis dan tubuhnya melemas di bawah hentakan Sehun yang masih statis. Masih memejamkan mata dan mencari udara, ia menunggu kakaknya itu selesai.

"Sial," erang Sehun. "Kau mau merasakannya, Luhan?"

"Ya, Oppa, please," bisik Luhan dengan suara nyaris habis.

Ia bisa merasakan Sehun melepaskan tautan mereka hingga rasa dingin menyerang pusat tubuh Luhan. Kemudian ia bisa merasakan benda hangat basah membasahi bibirnya. Luhan tersenyum, membuka mata dan menghisapi sisa pelepasan Sehun sementara pria itu mengerang kasar dengan umpatan tipis keluar dari mulutnya.

"Rasanya manis sepertimu," bisik Luhan, ia sedikit mengusap sudut bibirnya yang basah.

Sementara Sehun tersenyum, ia membantu Luhan membersihkan wajahnya yang berantakan. Ada sedikit rasa bersalah yang tersirat di balik manik mata Sehun karena sudah melakukan hal ini pada adiknya sendiri.

"Maaf, Luhan,"

"Bukan masalah, Oppa," balas Luhan dengan cengiran lebar, ia mengecup bibir Sehun sekilas kemudian memeluknya. "Aku menikmatinya, terima kasih,"

Sehun tertawa, menarik tubuh telanjang Luhan dan memeluknya lebih erat lagi. "Kau luar biasa, sayang," bibirnya mengecup puncak kepala gadis itu. "Terima kasih,"

.

.

Luhan menggeliat malas saat matahari pagi membuat matanya silau. Dengan terpaksa, ia membuka mata. Hal pertama yang ia lihat adalah tubuh telanjang Sehun yang meringkuk dalam pelukannya. Ya, memang, setelah menghabiskan semalaman penuh desahan, Sehun terlalu lelah untuk sekedar pindah kamar.

Kemarin sore setelah menghabiskan satu sesi bercinta yang panjang, nyatanya, Sehun masih benar-benar menghajarnya sampai tengah malam.

Dan itu bukan sesuatu yang bisa Luhan tolak.

Meskipun tubuhnya nyaris remuk dan nyeri, rasanya benar-benar menyenangkan. Kejantanan Sehun yang luar biasa bahkan masih terngiang-ngiang dibenak Luhan. Seolah hanya mengingatnya saja, Luhan sudah bisa merasakan kenikmatan itu lagi.

Tersadar dengan pikiran bodohnya, Luhan tersenyum. Ia sedikit menggeser tubuhnya untuk melepaskan pelukan Sehun dan pria itu mengerang malas, membisikkan nama Luhan dalam tidurnya.

"Oppa, sudah pagi," bisik gadis itu di balik telinga pria itu, tapi Sehun masih saja menutup mata dan menggeliat malas. "Kau bisa terlambat pergi bekerja pagi ini," tapi Sehun tetap tidak bangun, pria itu masih saja menutup mata dan semakin meringkuk dalam selimut.

Menyerah membangunkan kakaknya, Luhan beranjak, ia sedikit merapikan wajah dan rambutnya, kemudian mengambil kausnya yang tergeletak di lantai dan mencari kemana celana pendeknya Sehun lemparkan semalam.

Memang, untuk urusan ranjang, kakaknya itu gila.

Selesai berpakaian dan sedikit merapikan wajah, Luhan kembali duduk di atas ranjang, tepat di samping Sehun. Ia mengambil ponsel dan membaca banyak pesan masuk dari teman-temannya. Ya, mereka semua protes karena Luhan mengatakan tidak bisa ikut berlibur dengan alasan konyol.

Tapi ia tidak menyesal dengan itu.

Kenapa ia harus bersenang-senang di pantai terik saat musim panas saat ia bisa bersenang-senang dengan tubuh telanjang kakaknyan –dan kejantanan Oh Sehun yang menakjubkan.

Kembali, gadis itu tersenyum ringan sambil memandangi Sehun yang masih saja memejamkan mata. Tanpa sadar, jemarinya mengusap wajah Sehun dan merapikan rambut berantakan pria itu. Ia mengusap layar ponselnya beberapa kali dan membuka aplikasi kamera dari sana.

Merapikan wajah dan rambutnya sendiri, Luhan mendekatkan wajahnya sendiri untuk mengambil fotonya bersama Sehun yang sedang tidur. Dengan pose bibir mengerucut lucu menggemaskan, gadis itu senyum-senyum sendiri saat hendak mengunggah foto mereka di media sosial.

Bayangan kegiatan mereka semalam kembali memenuhi otak Luhan.

Dan gadis itu memasang foto Sehun untuk kali pertama di sosial medianya, dengan tulisan yang sebenarnya membuat Luhan sendiri geli. Tentu saja, tulisan sibling goals nyatanya hanya luhan tuliskan sebagai kedok saja.

Dibalik sibling goals, mereka memiliki rahasia yang lain.

Rahasia kecil kotor yang hanya diketahui keduanya.

Luhan dan Sehun.

Sepasang saudara kandung.

.

.

FIN

.

.

Dalam rangka Anniv 5 years with EXO, ini hadiah PWP HUNHAN buat yang kangen mantan (uhuk)

Udah itu aja.

Tolong yang baca review ya semuanya.

Komentar apa kek gitu,

Tanya apa kek gitu bebasin.

Thank you.

With love,

lolipopsehun

Harusnya hari Sabtu update jamaah bareng beibiexol, parkayoung, dobbyuudobby, railash61, pupuputri92, kimji, kang seulla, tapi karena mendadak harus keluar kota jadi updatenya molor hari minggu. Maapin, gapapa kan ya~ Thank you~