"Kelas bela diri? Kau mau jadi preman?"

Sial.

Jongin mengumpat pada ucapan ayahnya dalam diam. Dia hanya meminta ijin, bukan pendapat. Tidakkah pria itu tahu bahwa bela diri termasuk olahraga. Oh, ayahnya tentu tak mengerti, yang dia tahu hanya kerja, kerja, kerja.

"Belajar bisnislah dengan baik. Jangan macam-macam."

"Maaf." Jongin bicara untuk pertama kali sejak ayahnya mengoceh. "Aku telah bergabung hampir setengah tahun di kelas itu."

"Kau mengikuti kegiatan tak berguna itu sudah setengah tahun?" Tuan Kim tampak meledak sekarang. "Keluar dari rumah, Kim Jongin! Kau sudah cukup membuatku sakit kepala!"

Tanpa bicara apapun Jongin pergi atas pengusiran itu. Ayahnya boleh mengusirnya, tapi lihat saja nanti, pria itu akan memerintah sebagian besar anak buah untuk mencari Jongin membawa pulang.

Cih, merepotkan.

Ini bukan pertama kali terjadi. Jongin bukan pemuda baik-baik. Ayah maupun ibunya sama-sama seorang karir membuatnya tumbuh kekurangan perhatian hingga menjadi sosok berandalan.

Sebenarnya dia tidak ingin menyalahkan siapapun disini.

Kuliah bisnis cukup membuatnya muak. Mengikuti kelas bela diri dan menembak adalah sebagian kecil hobi yang dilakukan empat kali selama sebulan, sialnya ia tidak mendapat izin atas itu padahal—oh, sejak kapan ia menjadi baik dan peduli pada izin.

Balapan liar, mabuk, klub malam sudah menjadi rutinitas di akhir pekan. Tidak ada sisi baik bila dilihat dari sosoknya.

Oh, mungkin ada satu.

Jongin tak suka bermain wanita.

Buatnya, itu merepotkan.

Pemuda itu menggendong ransel tanpa membawa mobil keluar dari pekarangan rumahnya yang luas. Langkah panjangnya menyusuri sisi jalan. Ia menyalakan sebatang rokok untuk menemani perjalanannya yang sepi, dingin.

Ini masih libur semester, juga libur dari ayahnya yang tiap hari mengomel untuk belajar bisnis keparat itu. Ibunya, nyonya Kim ada di Korea masih pada kesibukan mengurus butik. Posisi Jongin disini selain kuliah adalah menemani ayahnya menjalankan bisnis di benua eropa, di kota Roma. Dan itu hal yang menyebalkan.

Masa bodoh meski ini bukan Seoul, dia ingin menikmati waktu bebasnya sekarang.


(Bad)Couple

Oneshoot by weyyy

Jongin x Kyungsoo

AU. Drama. GS for uke's. Typo's. OOC. Rated M


Malam itu hujan turun, memilih mendinginkan musim semi dengan tetesan dari langit cukup deras. Jongin menoleh pada seorang gadis yang berlarian mendekati halte tempatnya duduk.

Kasihan. Gadis itu cukup basah. Hanya ada mereka berdua. Jongin memutuskan kembali melihatnya, hanya ingin memastikan tidak ditemani hantu karena gadis berambut indah sepunggung itu diam saja tanpa melakukan apa-apa. Dia tidak mengeluarkan ponselnya sekedar meminta seseorang menjemput atau menoleh ke sudut jalan memastikan kedatangan bus.

Dia hanya duduk diam.

Detik itu si gadis balas menatap Jongin, membuatnya terkesiap.

Shit. Jongin tadinya berpikir dia benar-benar hantu, tapi saat melihat wajahnya ia pikir Tuhan sedang mengirim malaikat kemari.

Cantik. Mungil. Muda. Putih. Khas asia.

Jongin tanpa sadar melengkungkan sudut mulutnya. Merasa puas yang ia sendiri tak yakin alasannya adalah karena gadis itu menawan. Itu saja.

Terbiasa melihat para jalang di klub, gadis ini kelihatan berbeda. Rasa kekagumannya terganggu ketika bus melaju berhenti didepan halte, diantara mereka tidak ada yang memutuskan naik hingga bus kembali pergi.

"Kenapa melewatkan bus terakhir?" Jongin yang pertama bersuara, iseng menggunakan bahasa Korea, gadis itu toh tak akan mengerti.

Tapi justru dia melebarkan mata sipit bundarnya karena terkejut, menggemaskan. "Jadi itu bus terakhir?"

Luar biasa, dia orang Korea. Kebetulan atau takdir bisa bertemu sesama asal negeri gingseng di negara seperti ini, bukan? Yang kemungkinannya hanya 30%.

Jongin tersenyum mendengar pertanyaannya, suaranya semanis parasnya. "Ya. Ini sudah sangat larut." Tapi tampaknya gadis itu idak merasa takut seperti yang diduga. Dia kembali diam setelah mengucapkan terima kasih atas informasi bus. Sepertinya sedang liburan mungkin.

"Kau mau pulang?" Jongin berani bertanya lagi.

"Tidak." Ia tersenyum.

Untuk pertama kalinya Jongin merasa seperti sakit jantung cuma karena senyuman.

"Aku sedang jalan-jalan." Lanjutnya, sedikit bingung.

"Di malam hari begini?"

"Memangnya harus siang hari?"

Damn. Gadis itu mencuri hatinya. Ingatkan Jongin untuk tidak lagi pergi ke klub yang hanya akan mendapat godaan manis dari wanita, ternyata wanita di luar klub jauh lebih manis.

"Kau benar. Jalan-jalan tidak selalu siang hari." Jongin terkekeh sok akrab. "Hujannya sudah berhenti. Kau mau kemana?"

"Tidak tahu."

Tidak tahu? Demi Tuhan gadis ini benar-benar unik. Pengaruhi Jongin juga berpikir unik. "Mau mampir ke apartemenku? Di dekat sini." Ayahnya tentu tidak tahu soal itu. Diam-diam ia menyisih uang bulanan, menabung untuk membeli apartemen.

Well, Jongin menyukai kebebasan.

Bukannya takut atau mencurigai sebagaimana Jongin adalah orang asing, si gadis kembali tersenyum, mata bundarnya menyipit manis. "Boleh?" Terlalu bersemangat, Jongin terkekeh lagi.

"Tentu." God, Jongin beruntung. Liburan kali ini ada gadis yang menemaninya.

.

.

Jongin bukan laki-laki romantis. Dia tak suka puisi, ia benci cerita picisan. Tapi baru kali ini mengakui sesuatu yang menurutnya konyol, tidak logis. Tiba-tiba mengakui bahwa cinta pandangan pertama itu ada, nyata. Seperti yang dirasakan pada gadis manis bernama unik dan singkat, Dyo. Sepertinya itu bukan nama sebenarnya, Jongin pikir. Dia juga meminta Dyo memanggilnya Kai, nama familiar di kalangan teman-temannya.

Jongin ingat ia mendapat pengusiran, bodohnya tidak membawa uang. Sisa isi dompet habis setelah membelikan mereka makan siang. Sudah menjelang sore, Dyo juga tidak membawa uang. Unik bukan? Gadis itu tampak seperti bukan liburan, melainkan lebih mirip melarikan diri.

Jongin tidak mau dilihat sebagai pria yang tak mampu mencari nafkah di mata Dyo. Konyol ya? Itulah yang kau rasakan ketika sedang.. errr.. jatuh cinta?

Jongin juga tak yakin menyebut ini jatuh cinta. Hanya saja ia terkejut karena seorang gadis membuatnya tertarik hanya dalam satu kedipan.

Otak bejat Jongin bekerja saat melihat supermarket dua puluh empat jam tampak sepi pengunjung ditengah senja.

"Mungkin aku akan masuk neraka."

Dyo menatap Jongin yang menggerutu, mata bundarnya ikut memandangi supermarket.

"Dyo, kita harus melakukan sesuatu. Atau kau tunggu disini saja. Aku akan masuk dan jika aku keluar, kubilang lari, larilah. Bagaimana?"

"Aku ikut denganmu. Kalau kau masuk neraka aku juga masuk kesana."

Wtf. Tadinya Jongin ragu. Tapi untuk sekarang ia nekat ingin lebih dekat dengan Dyo. Menjadikan teman, kekasih, istri. Oke, siap laksanakan. Apalagi yang di butuhkan lelaki selain wanita cantik dan setia?

"Kau yakin mau ikut? Aku bakal mencari makanan disana."

"Kau bilang uangmu habis. Mau bayar pakai apa?"

"Tidak bayar. Tapi.. merampok." Jongin sejenak tertawa melihat keterkejutan di wajah Dyo.

Tapi berikutnya lagi-lagi dia mendapat kejutan, Dyo malah menyeringai. "Sepertinya seru. Ayo lakukan."

Ah, sial. Jongin semakin jatuh cinta. Gadis itu nyalinya besar juga. Tipe Jongin sekali.

"Ayo." Tanpa ada protes dia menggenggam tangan kecilnya. Di jarak seperti ini Jongin dapat mencium aroma manis dari rambut dan tubuhnya yang mungil.

Mereka memasuki supermarket seperti sepasang kekasih yang belanja makanan untuk perayaan aniv. Keduanya mengitari rak snack, memasukan beberapa makanan ringan ke dalam jaket. Minuman dingin, bir, cup mie mini, dua kemasan bubur siap saji, dan cokelat.

"Kita lari?"

"Ya. Now!"

Mereka berlari keluar membawa barang dibalik pakaian, kasir penjaga toko yang menyadarinya berteriak keras-keras dengan aksen Italianya. "Hei kalian berdua! Dasar pasangan nakal. Awas saja!"

Malang, jalanan sangat sepi menjelang malam. Pria tua itu tidak dapat meminta tolong atau mengejar keduanya yang gesit berlari di masa muda mereka.

Dyo tertawa setibanya di apartemen sambil mengatur napas. Mereka masih tertawa bersama akan apa yang barusan dilakukan. Gila memang.

Sebenarnya Jongin bisa mencari pinjaman kepada teman-temannya atau menyelinap pulang sekedar mengambil uang. Tapi berpetualang dengan Dyo jauh lebih menarik.

Mereka makan hasil dari curian supermarket tadi. Sambil makan Jongin memberanikan diri bertanya kepada Dyo. Katanya gadis itu kemari untuk menghilangkan penat dari pekerjaannya di Seoul, ia kehilangan uang dan ponsel. Pantas saja. Hanya laptop dan beberapa pakaian yang tersisa didalam ransel.

Jongin punya rencana untuk membawa Dyo pulang ke Seoul minggu depan sebelum kembali masuk kuliah. Ia ingin ibunya tahu bahwa Jongin punya pacar orang Seoul di Italia, bukan cuma balapan yang terus ia lakukan disini, itupun kalau Kyungsoo mau menerimanya.

Setelah mereka mandi bergantian, Jongin berjalan ke balkon tanpa pakaian atas sambil menghisap rokok. Tiba-tiba Dyo merebut batangan itu, menghisapnya, membuatnya terkejut. Gadis itu bisa merokok ternyata, meski caranya sedikit aneh, seperti amatir. Dyo terlihat seksi dengan kaos ketat tanpa lengan dan celana minipants, satu tangannya yang lain memegang botol hijau minuman alkohol. Tampilannya kontras dengan wajahnya.

"Aku baru pertama kali merasakan rokok." Katanya, tedengar telalu polos, ia menghisap lagi. "Tidak buruk."

Merebut kembali rokok dari mulut Dyo, Jongin terkekeh. "Sekarang rokoknya lebih enak."

"Oh ya?"

"Karena bibirmu membekas disini." Sekilas Jongin tersenyum melihat rona merah di pipi Dyo selagi gadis itu menenggak minumnya. "Kau belum mengantuk?"

"Aku akan tidur." Meraih tangan Jongin yang memegang rokok, Dyo menghisap untuk terakhir kali sebelum beranjak ke dalam, asap keluar dari mulutnya. "Selamat malam, Kai."

Pria itu membalasnya sok manis. Sebelumnya tak pernah bersikap seperti ini kepada wanita. Menghabiskan batangan rokok itu dia kemudian menyusul masuk. Jongin sudah akan merebah tubuh ke sofa ruang tengah untuk tidur, sementara Dyo tidur dikamar, seperti kemarin. Tapi ia mendengar suara musik kali ini.

Jongin akui ia keparat, tidak seharusnya berniat mengintip didepan kamar ketika seorang gadis ada di dalam. Tapi itu kan kamarnya. Dia memutuskan membuka pintu. Dari celah kecil itu matanya membesar melihat Dyo meliukkan tubuh didepan cermin, dinakas ada laptop menyala, memutar video dance practice. Apakah pekerjaannya sebagai dancer? Tariannya begitu cantik.

Berhenti sejenak setelah tiga menit, Dyo masih belum menyadari Jongin mengintip dibalik pintu. Gadis itu berdeham didepan cermin, lalu mulai bersuara, menyanyi. Lutut Jongin melemas, seperti mendengar suara dari surga, meskipun menjamin dia bakal masuk neraka.

"Aku merasa bosan." Di dengarnya Dyo menggerutu setelah nyanyiannya selesai. "Belajar dance dari grup lain tidak buruk." Ia memutar kembali video di laptop, menari lagi. Sekarang Jongin berpikir, Dyo bukan sekedar menghilangkan jenuh dengan menyanyi atau dance, dia tampak seperti... berlatih?

Jongin asli Korea, tapi bukan pecinta kpop. Melihat Dyo menari dengan kesan dance seksi seperti itu membuatnya nekat melebarkan pintu, masuk ke dalam.

Dyo tersentak, mata bundarnya melebar kaget.

"Boleh bergabung?" Mungkin Jongin lancang, tapi Dyo hanya mengangguk kikuk.

"Kau meragukanku ya? Aku pernah ikut kelas menari sewaktu High School." Pemuda itu melirik laptop, video memutar practice dari Trouble Maker. Meski tak tahu siapa mereka, yang pasti artis asal negaranya. Jongin tak tahu apapun soal seleb Korea, terlalu lama tinggal di Italia.

Kemuduan Dyo menekan play, dua orang artis berbeda jenis memulai dance dan mereka tinggal mengikuti gerakan.

Jongin benar, pemuda itu benar-benar pernah ikut kelas menari. Dancenya sangat baik. Jongin bahkan lebih mirip dance machine disekelompok boygrup. Meski sedikit mabuk, tapi Dyo sadar penuh. Merasakan dibalik dadanya berdebar keras melihat mata Jongin yang tajam bergantian menatap laptop dan memandanginnya, mengikuti gerakan disana.

Mereka begitu luwes, begitu tepat, begitu indah dalam menari.

Lagu berhenti. Keduanya terengah berakhir bertatapan dalam diam. Berkecamuk dalam kepalanya Dyo mengakui Jongin amat menggoda ketika berkeringat. Tubuhnya yang mungil masih berada dalam pelukan pemuda itu, merasakan otot maskulin menekannya, aroma mint yang menguar dan... tiba-tiba bibirnya dicium seakan tak dapat menahan diri.

Dyo terbelalak. Tapi tidak menampik bahwa ciuman orang asing ini membawa matanya terpejam kemudian. Jongin mungkin sudah gila. Salahkan Dyo yang membuatnya terlalu gila. Dia menuntun lengan ramping itu melingkari lehernya, mengangkat Dyo ke gendongan menekannya ke dinding terdekat. Tarikan napas menjadi satu, awal ciuman lembut berubah bergairah dengan lidah saling membelit itu belum terlepas.

"Kai... nghh..." Shit, Jongin mengumpat dalam hatinya. Desahannya benar-benar manis. Dyo mengerang ketika Jongin beralih ke samping, mencari daun telinganya yang lembut. Lalu berpindah ke kulit lehernya yang tipis dan harum, mengecup, menggigit kecil.

Jongin menurunkan Dyo dari gendongan untuk berdiri sementara tangannya meremas pinggang ramping itu. Napas Jongin terengah, ia menekan kening mereka. "Melihatmu menari.." bisiknya, "kau menggoda. Maaf, aku brengsek sekali karena sempat berpikir ingin menidurimu. Sekarang tidurlah. Maafkan aku."

Dyo merasakan kekosongan ketika Jongin melangkah menjauh. Pria itu bahkan telah memikatnya, sejak bertemu di halte.

Jangan...

Dyo tidak ingin Jongin pergi. Seketika menahan lengan pemuda itu, menggeleng kecil. "Tidurlah disini."

Kejadiannya begitu cepat. Jongin laki-laki normal. Ada gadis cantik yang membuatnya kalut, menawarkan tidur bersama, tak akan dia tolak.

Dyo yang memancing seperti itu membuat Jongin lebih agresif. Ia kembali menciumnya. Kali ini tangan Jongin menyentuh disetiap tubuh Dyo, merasakan lekuk tubuhnya, payudaranya, bokongnya yang padat.. pengaruhi gadis itu merintih, sulit bernapas.

Apa yang ada dalam benak Jongin setelah melucuti pakaian mereka hanya satu, Dyo sangat memesona luar dalam. Direngkuhnya tubuh ramping itu erat, membuatnya merasakan otot tubuh Jongin, merasakan debaran jantungnya yang menggila tepat ketika pertama kali bertemu, merasakan pusat gairahnya menegang hanya karena melihat wajah rupawan khas anak-anak macam Dyo. Dia bukan gadis biasa, Dyo luar biasa sampai Jongin rela mati dengan perasaan bahagia karena telah menemukan sesuatu yang berbeda, indah.

"Kai?"

Jongin masih ingin memeluknya, tubuh Dyo yang putih sehalus sutra tampak seperti kertas. Jongin merasa menjadi tinta yang menoda andai benar-benar melakukan itu. Tapi dia tak dapat menahannya lagi, tak ada yang lebih penting selain hasrat.

"Sentuh aku." Dyo berbisik, suaranya seperti malaikat penghasut. "Tidak apa-apa. Aku milikmu malam ini."

Jongin membiarkan Dyo melepas pelukannya. Gadis itu tersenyum, berjinjit mengecup pipi Jongin. Selagi beringsut berlutut, Dyo sempat mencium dada Jongin yang bidang, perutnya yang berotot, sebelum meraih kejantanan besar mengeras itu dalam genggamannya yang mungil.

Jongin mengerang, tidak percaya apa yang ia lihat. Dia tidak bisa melihat ke bawah lagi, tidak lagi, tapi juga tidak tahan. Mata bundar menggemaskan itu sayu, binarnya berkilat menggoda Jongin. Erangannya semakin keras ketika Dyo membawa miliknya ke mulut tanpa berpikir.

Fuck. Dyo tidak sepolos wajahnya, Jongin sangat menyukai gadis itu.

Dia menahan diri sampai lebih cepat. Jemarinya yang panjang menepi helai rambut Dyo ke sisi wajahnya sebelum menyematkan jemari disana. Sesak dirasa Jongin, ia menggeram mencapai pelepasan.

Ia hanya butuh satu tarikan napas kemudian meraih Dyo kembali ke gendongannya, perjalanan terasa bergairah mendekati ranjang.

Mulutnya mengembara ke leher sewaktu menindih Dyo, lalu menggoda diantara tulang selangkanya yang indah. Jongin tersenyum ketika mengulum puncak payudara Dyo hingga menegang dalam mulutnya sementara yang lain diremas cukup kuat. Payudara itu besar, padat, seperti tak pernah tersentuh siapapun. Jongin bisa merasakannya, berbangga diri seakan pria pertama.

Ciumannya berpindah semakin turun, mengecupi perut datar Dyo yang halus, melebarkan pahanya. Jongin menelan ludah, sejenak berpikir Dyo bukan manusia. Benar-benar luar biasa, ini indah, ini sesuatu yang bagus, too much.

Cepat Jongin membenamkan wajah dipusat gairah itu, kewanitaannya terasa segar dan harum, dan sempit.

Jongin tersenyum lagi mendengar Dyo kembali mengerang, merasakan jari-jari mungil meremas helai rambut kecokelatannya. Dyo sudah cukup basah, Jongin tak ingin membuang waktu menggoda dengan jari. Dia merangkak kembali mencium Dyo, kali ini lebih lembut, meyakinkan gadis itu percaya padanya.

"Aku mulai." Jongin berbisik, sambil mencium Dyo cukup lama. Selagi satu tangannya menuntun miliknya masuk lebih dalam. Dyo merintih, Jongin melirik ke bawah, terkesiap ketika setitik darah keluar dari sana. "Shit!" Dia mengumpat pada dirinya sendiri. Tidak menyangka Dyo benar-benar suci, Jongin telah merusak itu. "Darah." Gumamnya, sedikit menggeram. "Apa kau belum pernah melakukan ini?"

"Tidak." Tangan Dyo mengalung dileher Jongin, mencegah pria itu menarik diri. "Maafkan aku tapi.. touch me. Please... "

Jongin menjawabnya dengan dengusan kesal, tubuhnya merendah untuk mencium dahi Dyo. "Aku yang minta maaf."

Tidak ada yang bicara setelah itu. Dyo benar-benar kejutan. Ia benar-benar hawatir Jongin menyesal dan tak mau melanjutkan ini karena tak tega. Meski ia tidak yakin itu terjadi.

"Dyo, sayang.." Menggumam pada akhirnya, Jongin mencium Dyo lagi. "aku tak bisa menahannya."

Senyum kecil Dyo menghapus rasa penyesalan pemuda itu, "Ya. Lakukan."

Ini mungkin lebih gila daripada menawarkan gadis itu istirahat di apartemennya, atau mengajaknya merampok. Tapi Jongin tak bisa tidak mencium Dyo, ia mulai bergerak pelan, tapi berikutnya gerakan itu semakin liar. Erangan mereka seperti musik erotis memenuhi tiap sudut kamar.

Keduanya mencapai puncak. Dyo terserang kantuk yang melelahkan, tapi ia merasa Jongin menyentuhnya lagi. Membuat posisi baru dengan Dyo diatas mengangkangi Jongin, gairah pria itu seakan tak ada habisnya hingga tubuh mereka kembali menyatu.

Dia membantu pergerakan Dyo, sesekali tangannya meremas payudara dan bokongnya. Memandangi wajah cantik Dyo yang hanyut dalam kenikmatan, membawanya mengerang lebih keras ketika rasa menggelitik pelepasan itu semakin dekat. Lagi.

Setelah puncak berlalu Dyo ambruk didada Jongin, ia menciumi dada bidang itu seperti anak kucing, pengaruhi Jongin terkekeh sambil menarik selimut. Dyo merasakan kecupan dikepalanya, usapan dipunggungnya kemudian membawa matanya terlelap.

Sekitar lima jam Dyo tertidur. Dia mengerjapkan mata lalu melepas pelukan Jongin. Mulutnya melengkung mengamati wajah tampan yang damai itu. Ia akui Jongin kadang terlihat mesum, tapi hal itu hilang kalau sedang tertidur. Dyo terkekeh sendiri, mengelus wajah Jongin sejenak sebelum beranjak dari ranjang.

Selesai membersihkan diri dikamar mandi sudut ruang, ia mengenakan pakaian bersih. Dyo memasang modem dilaptop. Ponselnya hilang, tapi ia mendapat banyak email. Beberapa orang mengkhawatirkannya. Senyumnya melengkung lega ketika berita baik ia baca di salah satu email.

Pagi ini managernya akan menjemput di bandara. Dia harus kembali ke Seoul.

Dyo membereskan pakaian yang tergeletak dilantai, sambil meringis merasakan perih diantara kedua pahanya. Menyiapkan sarapan untuk Jongin karena dua jam lagi menjelang pagi. Pria itu tinggal menghangatkan makanan setelah terjaga.

Dyo sudah bersiap diri, matanya mengerut kecewa sewaktu melihat Jongin masih terlelap, tak tega membangunkannya.

Petualang singkat dengan Jongin amat sangat seru, merupakan pengalaman yang sulit. Pemuda itu telah menolongnya, mengajarinya banyak hal. Mengajarinya kesederhanaan, mengajarinya berbagi, mengajarinya berusaha, dan membuatnya.. tertarik.

Dyo berharap bisa kembali kesini menemui Jongin, mengganti kerugian supermarket dan mengingatkan Jongin untuk tidak lagi merokok. Ia terhenyak, sadar akan kesalahan mereka.

Mulut Dyo yang bergetar menyapu bibir Jongin sebagai salam perpisahan. Satu dua tetes air mata jatuh mengenai pipi pria itu, tapi tidak membuatnya terjaga. Ia mengeluarkan selembaran memo kecil, mulai menulis sesuatu sebelum menaruhnya dinakas.

Dyo harus pergi.

.

.

Jongin tidak berniat pulang ke Seoul sekedar menemui ibunya sebelum kembali masuk semester terakhir. Sebentar lagi pendidikannya selesai, ia akan menyandang sebagai rekan kerja ayahnya dalam bisnis keluarga. Ayahnya marah besar karena Jongin terus mengurung diri setelah dimintai pulang. Akhirnya dia menurut untuk menemui nyonya Kim di Korea.

Tentang Dyo...

Ia dibuat stress. Bahkan mencari namanya di pencarian Google. Gila kan? Betapa dia nyaris sesak napas. Dyo, nama stage dari Do Kyungsoo. Salah satu member girlgrup yang terkena skandal tidur dengan petinggi agensi. Dikabarkan Dyo pergi ke luar negeri entah kemana untuk menenangkan diri. Sekarang gadis itu telah kembali karena skandalnya terbukti tidak benar, tidak ada bukti apapun yang melibatkan kabar brengsek itu.

Jongin lega. Tapi dadanya sesak sewaktu sadar Dyo meninggalkannya, sadar akan dia yang tak bisa melakukan apapun untuk seleb seperti Dyo.

Berniat melupakannya, Jongin menyibukkan diri kepada kegiatan kampus. Dia butuh beberapa baju baru dari ibunya. Butik nyonya Kim akan tutup di jam sekarang. Jongin diam-diam menyelinap masuk ke butik besar itu, berniat memberi kejutan, tapi justru dia yang terkejut.

Ibunya.. tengah tertawa dan tersenyum membahas model pakaian dengan seorang gadis. Jongin melupakan bahwa ibunya adalah desainer ternama yang menangani banyak pakaian artis bahkan merambat ke luar negeri.

Dyo—Do Kyungsoo ada disana.

Wanita itu sangat cantik dan lugu, Jongin merindukannya.

"Oh ya Tuhan, putraku ada disini." Nyonya Kim berseru menarik lengan Jongin yang mendadak tidak bertenaga. "Kau mengejutkanku, Jongin. Eomma sudah bilang telepon dulu. Bagaimana kabar appa, hm? Eomma rindu kalian."

Wajah Kyungsoo masih menunjukkan rasa terkejut, tapi segera terkekeh ketika nyonya Kim memeluk Jongin seperti anak kecil.

"Ey, kenapa diam?" Nyonya Kim mengikuti kemana arah pandang Jongin, ia tertawa. "Seperti baru pertama kali melihat gadis cantik saja. Kau membuat ibumu malu. Oh ya, ini nona Do. Dia itu artis. Kau harusnya bangga pada ibumu karena banyak artis yang kemari. Seperti biasa.. idol selalu datang kalau butik sudah sepi. Nona Do, ini Kim Jongin, putraku."

"Jongin? Di Italia aku memanggilnya Kai." Kyungsoo tersenyum, Jongin kembali merasa sakit jantung melihat senyum itu. Dyo tidak melupakannya.

"Jadi rumor kau melarikan diri ke Italia itu benar?" Nyonya Kim terkejut, tapi tersenyum lebar. "Sepertinya kalian bertemu disana ya. Ah baiklah. Aku akan memberi privasi. Eomma pergi membuat minum dulu ya, Jongin."

Jongin tak mengerti apa arti senyum ibunya ketika meninggalkan mereka. Dia membuang napas keras-keras, tangannya terkepal sambil menelan ludah susah payah. Jongin merasakan hasrat sialan untuk tidak menarik Dyo—Kyungsoo, maksudnya, untuk masuk kepelukannya.

"Apa kabar?" Kyungsoo yang pertama bicara, suaranya manis seperti minggu lalu.

"Buruk," Menjawab terang-terangan, Jongin masih menatap wanita itu tajam. "Kau meninggalkanku. Kau tidak mengatakan siapa dirimu sebenarnya."

Kyungsoo tersenyum pelan. Tangannya terangkat ke wajah Jongin, mengelus dahi yang mengerut kesal itu dengan telunjuknya. "Maafkan aku. Aku harus mengurus suatu masalah. Aku tidak berniat—"

"Aku tahu semuanya. Skandal tidur dengan petinggi agensi rupanya tidak benar, tapi skandal tidur dengan putra seorang desainer.. itu baru benar." Jongin membela diri dengan gentle. Mungkin dengan ini ia pikir tak akan lagi kehilangan Kyungsoo. "Besok aku kembali ke Italia. Aku mau kau.. aku.. aku.." Sial. Tiba-tiba mentalnya menciut.

Kyungsoo terkekeh melihat gelagatnya.

"Lain kali aku akan menemuimu disana. Di Roma kita berpetualang lagi. Tapi bukan untuk mencuri, bukan untuk mabuk, bukan merokok, atau.."

"Bercinta? Kau tidak mungkin tidak melakukan itu lagi denganku."

Kyungsoo tertawa. Lagi-lagi pemuda di depannya mengatakan hal gila. Kai hanya nama panggilan akrab, tapi saat tahu nama Kim Jongin ia jadi ingin memanggil pria itu dengan Jongin saja. "Jongin," Gumamnya, "Kita harus minta maaf pada kasir supermarket itu. Ayo menebus kesalahan bersama."

"Aku menunggumu mengatakan 'ayo berpacaran'. Bukankah kau menyukaiku?" Jongin yakin Kyungsoo tertarik padanya. Gadis sinting mana yang rela memberi keperawanan kalau bukan ada sedikit rasa pada pria asing.

Ah, terlebih memo kecil itu. Jongin pasti masih menyimpannya.

"Aku merindukanmu." Ini takdir yang bagus bukan? Dyo yang di Roma dan Kyungsoo yang dihadapannya tampak berbeda. Kemungkinan masalah yang dihadapinya membuat wanita itu sesat, Jongin pikir. Dia ingin memperbaiki ini, dia ingin mengenal wanita itu sebagai Kyungsoo. "Kau tidak merindukanku... Kyungsoo?" Ya Tuhan, Jongin sangat menyukai memanggilnya dengan Kyungsoo. Tapi wanita itu tidak menjawab apapun.

Ingatkan bahwa Jongin bukan pria romantis, ia benci kisah-kisah picisan tapi kehidupannya sendiri terasa picisan. Jongin tidak tahu kenapa bisa bicara mendrama begini.

"Kau mungkin tak percaya. Tapi aku menyukaimu." Dia megutip kalimat dalam memo kecil yang ditinggalkan Kyungsoo terakhir kali. Jongin sudah akan bicara lagi sebelum Kyungsoo meraih benda bergetar disaku jeansnya, mendekatkan ponsel baru itu ke telinga.

"Kyungie, kau dimana? Ayolah aku tahu kau sedang di distrik. Maknae kami menangis seharian, Zitao kan cengeng. Luhan dan Lay unni mencarimu, tapi Lay eonni lupa jalan pulang dan sibuk kabur dari fans. Kau tahu.. leader dan manager kita mondar-mandir ke agensi. Kau tidak kasihan pada Xiu unni, hah? Cepat kembali atau aku bakal.. pokoknya cepat."

Kyungsoo terkekeh mendengar suara cempreng Baekhyun. Teman vocal line-nya sudah menjadi pakar penenang maknae yang mudah menangis. Ah, Kyungsoo merindukan teman-teman grupnya. Ia harus kembali ke dorm, ia harus kembali untuk latihan comeback. Tapi ia jauh lebih merindukan pria dihadapannya. "Aku hanya belanja baju sebentar, Baek. Aku tutup ya. Bilang pada Zizi jangan menangis, aku akan kesana."

Telepon ditutup, perhatian Kyungsoo sepenuhnya untuk Jongin. Wanita itu berjinjit berniat mencium pipi tapi seketika Jongin menoleh, hingga bibir Kyungsoo berakhir mendarat dibibirnya, terasa manis, terasa lembut. Jongin menekan bibirnya lekat-lekat, dia amat menyukai ketika mencium gadis itu.

Pertemuan mereka tak ingin Jongin buat tanpa makna. Dyo atau Kyungsoo telah memikat hatinya.

Mereka menjauhkan diri ketika sadar nyonya Kim masuk membawa minuman jus. Wanita itu tampak terkejut melihat mereka berciuman. Tersenyum-senyum sendiri ia hanya mempersilahkan mereka duduk di sofa terdekat lalu kembali pergi. Sekarang nyonya Kim berpikir, skandal nona Do adalah dengan putranya.

Kyungsoo menyesal membuat nyonya Kim repot-repot membawa minum, lebih menyesal karena Jongin menunggu kepastian. Tapi tampaknya tahu, dari ciuman itu Jongin paham bagaimana perasaan Kyungsoo tanpa harus dikatakan.

"Aku harus pergi." Kyungsoo meraih paper bagnya. "Aku akan kembali menemuimu di Roma. Disana sangat nyaman karena sebagian besar orang tidak mengenaliku. Kita akan berpetualang lagi."

"Sebagai pasangan baik-baik." Jongin menambahkan sambil tersenyum. Meski Kyungsoo tidak mengakui perasaannya, Jongin sudah tahu kebenarannya. "Kasir supermarket itu mengatai kita pasangan nakal. Tapi menjadi pasangan baik-baik kedengarannya lebih bagus."

Kyungsoo yakin Jongin dapat mengerti, ia hanya ingin menghindari skandal lain, untuk saat ini. Biarlah perasaannya tersimpan tenang, biarlah Jongin aman lebih dulu.

"Ya. Pasangan baik-baik. Itu menarik." Wanita itu kembali berjinjit, kali ini tepat mengecup bibir Jongin sebelum melangkah pergi dengan masker dan kaca mata. "Sampai jumpa di Italia."

Sekarang Jongin tahu kebenarannya. Mereka akan bertemu lagi. Entah kapan.


FIN


Hai wey balik lagi bawa oneshoot! moga suka /kkk/

Terima kasih sudah baca ^^

xoxo