ONE OF THOUSANDS ROSES

Warning! BL/SLASH! also general warning applied.

Cast Pairing: Lee Hyukjae (HaeHyuk) Lee Donghae (HaeMin) GS! Lee Sungmin (Yes, this is Lee Brothers's area)

Genre Rating: Full of Family (semi incest), Romance (Mature content), lil bit Hurt, and much Drama.

Disclaimer: Story belong to me. They (casts) belong to GOD, themselfs. And HaeHyuk belong to each other.

HAPPY READING

Rambut pirang dan memakai setelan semi formal warna buru laut.

Berapa kali pun Donghae mencari, tetap tidak ada yang berpenampilan seperti itu di dalam hall. Artinya, Hyukjae masih belum kembali setelah mereka melakukan kontak mata lebih dari lima belas menit yang lalu.

Setelah mempersilakan para tamunya menempati tempat duduk yang sudah dipersiapkan, Lee Donghae yang tampan memberikan isyarat kepada kepala sekretarisnya untuk mendekat lalu membisikkan perintah pencarian terhadap Hyukjae. Donghae harus tahu di mana Hyukjae saat ini karena batinnya mendadak resah.

"Apa acaranya bisa dimulai sekarang?"

Ketika menoleh, Donghae menemukan Choi Siwon sedang berdiri di sampingnya sambil tersenyum memamerkan sepasang lesung di pipinya. Lelaki itu terlihat lebih berwibawa dan serius dalam balutan setelan formal warna kelabu yang beraksen flanel.

"Kita akan mulai tepat pukul enam, Masi. Jangan terlalu bersemangat."

Masih ada waktu sekitar sepuluh menit. Donghae ingin menunggu kabar tentang Hyukjae terlebih dahulu dari kepala sekretarisnya yang telah pergi untuk memulai pencarian.

"Baiklah, jika itu maumu, Mr. Whale," kata Siwon sambil mengusap rambutnya yang berbelah samping, rapi dan licin karena diberi pomade. "Ngomong-ngomong, di mana Sungmin? Tadi aku belum sempat menyapanya karena sibuk memeriksa persiapan."

Oh, benar. Tak lama setelah Hyukjae meninggalkan hall, Sungmin mendapat panggilan masuk di ponselnya. Sang Dokter dengan sopan menyingkir dari kerumunan untuk menjawab panggilan tersebut, lalu keluar dari hall dan belum kembali sampai saat ini.

"Mungkin pergi ke rumah sakit," kata Donghae sambil mengangkat bahu, tidak peduli. Pada acara peluncuran sebelum-sebelumnya, Sungmin bahkan pernah meninggalkan tempat acara tepat ketika Donghae berdiri di atas panggung untuk memberikan kata sambutan. Demi apa? Hanya demi gadis cantik bernama Jaemin yang dikabarkan teserang demam saat itu.

Siwon menggeleng prihatin sambil menepuki pundak Donghae. "Don't worry. I'am with you."

"Abeoji."

Keduanya menunduk, memperhatikan Jeno yang sedang meraih tangan sang ayah lalu memohon dengan cara paling manis supaya diperbolehkan untuk mencari sang paman yang tidak kunjung kembali dari toilet.

"Tunggulah sebentar lagi. Mungkin Samchun masih punya sedikit urusan di sana," kata Donghae.

"Tapi ini sudah lama sekali, abeoji. Bagaimana jika Tamchunie ditangkap oleh monstel Frankenstein?"

Choi Siwon tertawa lalu memiringkan badan kepada Donghae, "Bagaimana jika yang menangkap Hyukjae adalah hantu wanita muda yang meninggal karena dibunuh oleh kekasihnya sendiri lantaran cemburu buta?"

Donghae melirik Siwon dengan raut wajah seolah sedang berteriak, Hello Mr. Handsome! Hotel ini bukan benteng samun peninggalan belanda yang sudah ada sejak lima puluh tahun silam, bukan pula tempat kejadian perkara pembunuhan keji semisal candaan konyol barusan. Jadi, sudah pasti Hantu yang disebutkan tadi tidak ada di sini.

Untungnya, Choi Siwon segera mengangkat tangan tanda menyerah sekaligus meminta maaf atas perkataannya yang sembarangan sehingga perang dunia di antara mereka tidak sampai pecah. Harus ada yang secara suka rela menjadi air saat yang lain menjadi api kan? "Sebaiknya aku memeriksa persiapan di belakang panggung dulu."

Setelah Choi Siwon meninggalkan mereka, Donghae menghela napas kemudian meletakan tangannya di atas kepala Jeno, mengusak rambut sang anak tanpa merusak tatanannya. "Jangan cemas." Itu juga yang sedang diupayakan Donghae terhadap hatinya, karena, oh! Terima kasih banyak kepada opini sinting Choi Siwon yang ternyata berhasil membuat perasaan Donghae makin tidak tenang.

Jangan salah paham. Donghae tidak sedang membayangkan hantu wanita muda membawa Hyukjae pergi dari hotelnya, tapi Donghae sedang membayangkan seorang wanita muda sungguhan atau lelaki yang super tampan dan menarik sedang berusaha membujuk sang ipar supaya mau diajak pergi dari bangunan ini untuk bersenang-senang dan melupakan dirinya. "Samchun akan baik-baik saja."

Harus.

Jeno cemberut tapi tidak bisa mengatakan apa pun untuk protes kepada ayahnya. Ia harus bersikap baik dan penurut karena ingat pesan Hyukjae sebelum mereka berangkat ke sini.

"Di mana Mark? Kalian bermain bersama kan tadi?"

Jeno kemudian menunjuk seorang bocah yang sedang berdiri di antara kerumunan orang dewasa, terlihat kesal karena tidak diperhatikan oleh paman-pamannya yang sibuk membangun interaksi dengan tamu Donghae yang lain.

"Baiklah, mari kita temui Mark."

Dua laki-laki tampan beda generasi itu berjalan menuju kerumunan Jongwoon, membaur dan larut dalam perbincangan sampai akhirnya mereka memutuskan untuk duduk karena acara akan segera dimulai.

Tak lama setelah Donghae dan Jeno bergabung dalam deretan kursi paling depan, ponselnya bergetar singkat. Donghae sangat berharap bahwa sang kepala sekretaris mengirim kabar untuknya tentang Hyukjae, tapi Donghae harus rela menelan kekecewaan karena nama yang muncul di bagian atas layar lima inchi itu adalah Lee Sungmin.

Maaf, aku harus pergi.

Dikirim sekitar lima belas menit yang lalu.

Serius! Sejelek itukah jaringan di hotel Donghae?

Rasa pusing mulai menyerang kepala Donghae ketika sang pemilik acara menyimpan kembali ponselnya di balik saku jas dan menatap lurus ke depan.

Ayolah! Donghae tidak pusing karena tingkah Sungmin yang sudah ia hafal di luar kepala, atau masalah jaringan yang memang selalu rewel di akhir pekan. Donghae sudah kebal dengan hal itu. Yang membuat Lee Donghae mendadak sakit kepala adalah Choi Siwon. Temannya yang tinggi dan tampan itu entah sejak kapan sudah berada di atas panggung, sedang menyesuaikan mic di atas mimbar dengan tinggi badannya.

Donghae tidak bodoh untuk sekedar memahami apa yang sedang dilakukan Siwon.

Tapi kenapa?

Biasanya, Siwon tidak akan mau turun langsung untuk membawakan sebuah acara sekalipun Donghae yang memintanya sendiri.

Ketika Donghae ingin berdiri untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, Siwon memberikan isyarat padanya untuk tidak beranjak ke mana pun. Duduklah dengan tampan di sana dan semuanya akan baik-baik saja. Sayangnya, hal tersebut tak cukup untuk membuat Donghae duduk tenang di tempatnya, justru kecemasannya semakin besar sekalipun Siwon benar-benar membuka acaranya dengan begitu baik, ramah, penuh senyuman dan humor tapi tidak melenyapkan suasana formal dalam hall.

Tibalah saat bagi sang pemilik acara untuk memberikan kata sambutan.

Donghae berdiri, merapikan jasnya sebentar lalu berjalan dengan tenang ke atas panggung sesuai permintaan Siwon. Basa-basinya mengalir lancar seperti arus sungai saat musim semi, tidak berbelit-belit.

"Baiklah, untuk mempersingkat waktu, izinkanlah saya memperkenalkan terobosan baru perusahaan kami."

Donghae menengok ke belakang sambil merentangkan tangan kirinya. Perlahan, panel yang juga difungsikan sebagai layar raksasa di belakang Donghae bergeser ke samping kiri dan kanan untuk memperlihatkan rupa dari mahakarya Donghae. Para tamu undangan pun mulai bertepuk tangan karena tidak bisa menyembunyikan kekaguman pada model dan warnanya yang tidak umum.

Tapi...

Alih-alih tersenyum bangga karena hasil kerja kerasnya mendapat sambutan baik, Donghae justru kehilangan semua kata-katanya ketika kendaraan ciptaannya mulai bergerak dengan anggun memasuki panggung. Pengemudinya bukanlah Kim Seokjin, seorang model yang telah ia sepakati bersama Siwon untuk mengisi acara ini. Pengendaranya adalah Lee Hyukjae. Adik iparnya sendiri. Dan Donghae yakin dirinya tidak sedang berhalusinasi.

APA-APAAN INI?

Hyukjae menghentikan mobil tersebut dalam posisi serong sehingga memenuhi sebagian panggung. Lalu ia keluar, berdiri di samping mobil untuk menghadap pada para tamu undangan, sebentar, sebelum akhirnya berpaling pada Choi Siwon.

Hal tersebut membuat Donghae menyimpulkan bahwa semua keganjilan ini bersumber dari otak Siwon. Temannya yang kurang ajar itu pasti telah memanipulasi situasi sehingga Hyukjae mau berpenampilan seperti model internasional dan naik ke atas sini.

Mengerti akan isi pikiran Donghae, Siwon tersenyum tenang kepada sahabatnya yang sedang mendeklarasikan perang lewat tatapan mata, kemudian Siwon menggerakkan tangannya sedikit untuk meminta Donghae meneruskan acaranya sebelum para undangan sadar bahwa ada keganjilan di atas panggung.

Sambil membenarkan sedikit dasinya yang terasa seperti mencekik, Donghae bersumpah akan mencekik Siwon setelah acara selesai.

o0o

Alih-alih melaksanakan sumpahnya, Donghae lebih memilih untuk menarik Hyukjae keluar dari hall tepat setelah mereka selesai berbincang dengan para jurnalis di ujung acara. Ia membawa sang ipar memasuki sebuah lift yang kebetulan terbuka dan kosong. Jeno juga ada bersama mereka. Bocah itu sudah seperti ekor Hyukjae karena sedari tadi tak mau melepaskan genggamannya pada tangan sang paman, terlebih saat ada beberapa lelaki tampan mencoba mendekati Hyukjae untuk merebut perhatiannya.

Dalam perjalanan menuju lantai atas, tak satu pun dari mereka membuka percakapan, tak terkecuali Jeno. Bocah itu sedang bersandar manja pada Hyukjae sambil menutup mata, terlihat lelah dan mengantuk. Jelas, sekarang sudah pukul sepuluh malam lebih sepuluh menit, sudah lewat waktunya Jeno untuk tidur.

Sebelum Jeno terjerembap, Donghae segera menggendong pangeran kecilnya, tak mau Hyukjae yang mengambil inisiatif dan kerepotan sendiri. Awalnya Jeno menolak dan bersikukuh untuk terus menempel pada Hyukjae, tapi akhirnya bocah menggemaskan itu mau melepaskan sang paman ketika Donghae mengatakan bahwa Hyukjae tidak akan ke mana-mana, pamannya yang manis akan menemani Jeno di sini sampai besok.

Hyukjae melotot, ia membuka mulut hendak protes tapi terhenti ketika Donghae membalas tatapannya. Secara tidak langsung Donghae mengatakan bahwa ia sedang tidak menerima penolakan dalam jenis apapun, terlebih setelah apa yang terjadi malam ini. Mereka akan menginap dan menyelesaikan segala urusan yang harus diselesaikan.

Lift berhenti dan terbuka di lantai tujuh belas, mereka keluar dari kapsul berukuran dua meter kubik tersebut dan berjalan melewati lorong pendek menuju satu-satunya pintu. Hyukjae tahu betul apa yang ada di baliknya. Sebuah tempat di mana dirinya pernah bertingkah tak tahu malu dengan memohon untuk dipuaskan oleh kakak iparnya sendiri.

Penthouse pribadi Donghae.

Di dalam sana ada dua kamar tidur. Hyukjae amat bersyukur ketika Donghae memilih untuk mengistirahatkan Jeno di kamar yang tidak pernah mereka tempati untuk mengumbar nafsu. Kakak iparnya itu mungkin sedang merasa tidak nyaman karena teringat detail dari keintiman mereka yang rasanya seperti baru terjadi subuh tadi—sama seperti Hyukjae.

"Biar aku saja," kata Hyukjae sambil menahan tangan Donghae yang hendak melepaskan sepatu Jeno tanpa mengurai talinya. Sebenarnya lelaki ini sengaja atau memang tidak tau caranya melepas sepatu bertali anak-anak?

Tanpa banyak protes, Donghae segera menyingkir dari ranjang tempat Jeno terbaring, membiarkan Hyukjae duduk di tepinya untuk melepaskan sepatu, dasi kupu-kupu, dan ikat pinggang yang dipakai bocah itu.

"Bagaimana bisa kau yang mengendarai mobil itu, Hyukjae?"

Ketika menarik selimut untuk dipasangkan pada Jeno, Hyukjae sempat melirik Donghae dan melihat dengan jelas tangan sang ipar mengepal di kedua sisi tubuhnya. Donghae jelas tengah murka sekalipun raut wajahnya sama sekali tidak memberikan konfirmasi.

Hyukjae jadi ketakutan, setengah mati. Bukan pada amarah Donghae, melainkan pada dirinya sendiri. Hyukjae takut tergoda untuk berdiri dan menakhlukan kakak iparnya ini. Karena demi apapun, Donghae yang sedang dalam mode seperti ini terasa ribuan kali lebih menggoda untuk dimiliki.

Kau sudah tidak waras. Kau harus pergi ke rumah sakit jiwa untuk di rawat, Lee Hyukjae!

"Tidakkah kau merasa perlu untuk menjelaskan sesuatu kepadaku, Hyukjae?"

Yang ditanya menutup mulutnya rapat-rapat, tidak berniat menuding seseorang untuk dijadikan kambing hitam atas segala sesuatu yang menimpanya malam ini.

Dalam hal ini Hyukjae tidak akan menyalahkan siapapun. Tidak Kim Seokjin yang merupakan model resmi untuk acara Donghae sekaligus pemuda cantik ceroboh yang bertabrakan dengannya di persimpangan. Tidak pula Kim Kibum yang dengan brengseknya memaksa Hyukjae untuk menggantikan kewajiban Seokjin karena mereka tidak punya pilihan lain, tidak ada waktu yang tersisa bagi Kibum untuk mendatangkan model yang lain. Bahkan Hyukjae tidak akan mengarahkan telunjuknya tepat pada hidung Donghae, lelaki yang dengan kejamnya telah mengumbar pesona sampai membuat Hyukjae lari terbirit-birit untuk mengurangi rasa sakit hati atas perasaan mendambanya yang tidak pantas.

Semuanya adalah kesalahan Hyukjae. Murni karena Hyukjae tidak mampu membuat pertahanan kokoh untuk hatinya sendiri guna menghalau godaan terkejam bernama Lee Donghae.

"Seburuk itukah ancaman Choi Siwon sampai-sampai kau tidak berani mengatakan apapun?"

Hyukjae tidak suka didesak, terlebih oleh rasa penasaran Donghae. Tapi Hyukjae tidak akan menghindari Donghae lagi, percuma. Semua usaha pelariannya selalu gagal, malah membuat Hyukjae selangkah lebih dekat pada kakak iparnya.

Sekarang, dengan sisa kewarasannya Hyukjae menengadah pada Donghae sambil memperlihatkan senyumnya yang penuh rasa sabar. "Yang terpenting adalah acara kakak ipar malam ini sukses. Jangan memusingkan hal yang lain."

Memang benar. Acara Donghae tidak berantakan sama sekali meskipun jalannya jadi berbeda jauh dari rencana awal. Tapi, di sini hati Donghae yang jadi berantakan karena tiap kali mengedarkan pandangan ia selalu menemukan sepasang mata yang terkunci pada Hyukjae, mengagumi Hyukjae. Bahkan ada seorang kolega yang secara terang-terangan menawarkan malam yang tidak akan terlupakan pada Hyukjae. Donghae merasa jengkel setengah mati sekalipun Hyukjae tidak menunjukan ketertarikan yang sama seperti orang-orang itu.

"Masalahnya tidak sesederhana itu, Hyukjae."

"Jadi, apa yang kakak ipar inginkan sekarang? Melihatku berlutut dan meminta maaf atas semua yang terjadi?"

Bukan itu!

Oh Tuhan, beri Donghae kesabaran.

Tidakkah keinginannya cukup jelas? Donghae hanya ingin mengetahui runtutan kejadian yang membuat Hyukjae tiba-tiba muncul di atas panggung seperti seorang mempelai yang siap dibawa ke pelaminan, sekaligus mencari tahu apa yang mendasari Hyukjae melakukan semua ini. Apakah motif sang ipar sama persis dengan salah satu perkiraan dalam pikirannya atau tidak? Itu saja.

"Apa pun masalahmu denganku, tidak seperti ini cara untuk membalasnya."

Dari sorot mata yang diperhatikan Donghae beberapa hari terakhir, ia tahu bahwa perasaan Hyukjae terluka tiap kali melihatnya melakukan kontak fisik dengan Sungmin. Sekecil apa pun itu dan tidak peduli bahwa interaksi tersebut hanya dari pihak Sungmin.

Demi apa pun, seharusnya Hyukjae tidak boleh seperti itu!

Bukankah Hyukjae sendiri yang bersikeras supaya Donghae memberikan kesempatan lain kepada Sungmin? Terlebih Hyukjae juga pernah menolak Donghae secara mentah-mentah. Seharusnya, Hyukjae tidak boleh merasa terluka. Sedikit pun tidak boleh, karena hal itu hanya akan membuat Donghae yakin bahwa perasaannya pada Hyukjae tidak bertepuk sebelah tangan, dan mengakibatkan hasratnya untuk memiliki sang ipar menjadi tidak terkendali.

"Bisakah kita melupakan semua ini?" tanya Hyukjae yang masih tersenyum, mencoba untuk bersikap tenang karena tidak mau terprovokasi dengan pernyataan Donghae. Meskipun benar Hyukjae sakit hati, tapi ia tidak sampai berpikir untuk memanfaatkan situasi demi membuat Donghae merasakan apa yang ia rasakan—kecemburuan, yang bahkan sampai saat ini belum mau diakui oleh Hyukjae. "Toh semuanya sudah selesai."

Cukup sudah! Habislah kesabaran Donghae. Lelaki tampan itu menarik tangan Hyukjae hingga sang ipar bangkit dari ranjang dan berdiri tegak di depannya. "Baiklah, kita akan melupakan semua hal—" SIALAN! "—ini." Satu tangannya yang bebas ia gunakan untuk menarik pinggang Hyukjae kemudian menekan punggung sang ipar guna melenyapkan jarak di antara mereka.

Hyukjae menjerit tertahan sambil memejamkan mata dan meremas jas bagian depan Donghae menggunakan tangannya yang bebas.

"Kau kenapa?" tanya Donghae dengan wajah cemas. Jeritan iparnya yang manis ini jelas bukan sekedar trik murahan untuk meloloskan diri dari dekapannya yang rapat. Donghae sendiri merasakan ada sesuatu yang tidak lazim di bawah telapak tangan kokohnya, tepatnya di balik jas putih dan kemeja sutra warna indigo yang dipakai Hyukjae.

"Aku baik-baik saja."

Satu hal yang baru disadari Donghae malam ini; Menanyai Hyukjae dengan cara baik-baik tidak akan ada gunanya. Maka dari itu Donghae memutuskan untuk melepas paksa jas Hyukjae, tak peduli dengan sang ipar yang beberapa kali menepis tangannya.

Sukses dengan jasnya, Donghae kemudian membalik badan Hyukjae. Di sana, di sepanjang tulang punggung Hyukjae, Donghae melihat beberapa peniti seukuran jari kelingking berjajar untuk menahan lipatan kemeja yang melekat rapat dan membentuk lekuk tubuh indah Hyukjae. Tak hanya di punggung, di bagian bawah kedua lengan sang ipar pun berjejer benda serupa, hanya saja ukurannya lebih kecil.

Tak mau membuang waktu, Donghae segera mencabut peniti yang menancap di punggung Hyukjae karena ulahnya. Cukup dalam tapi tidak membuat Hyukjae berdarah.

"Hentikan! Aku bisa melepaskannya sendiri."

"Berhenti bergerak, Hyukjae, atau—"

"Aw!"

Terlambat. Peniti lain yang telah dibuka oleh Donghae kini menancap di punggung Hyukjae berkat ketidakpatuhannya.

"Diamlah sebentar, Hyukjae," kata Donghae sambil memegangi pundak sang ipar.

Akhirnya Hyukjae diam, membiarkan Donghae melepaskan satu-persatu peniti di kemejanya. Tak mau tertusuk untuk yang ketiga kali, lagi pula acara peluncuran sudah selesai, seharusnya tidak masalah jika ia melepas semua benda kecil, tajam dan terkutuk itu.

Selesai dengan semua peniti Hyukjae, Donghae kembali menghadapkan sang ipar padanya, tapi Donghae tidak lagi mengeluarkan ceramah ataupun terlihat murka. Donghae hanya diam memperhatikan Hyukjae yang kemejanya tidak lagi membentuk lekuk tubuhnya alias kebesaran.

"Seaneh itukah aku?"

Jemari Donghae bergerak untuk menyisipkan rambut Hyukjae ke belakang telinga hingga memperlihatkan berlian hitam yang terpasang di daun telinga sang ipar. Seperti berandalan. Tapi Donghae berani bersumpah bahwa benda tersebut sangat cocok saat berpadu dengan rahang tegas, kulit putih lembut dan tatanan rambut Hyukjae yang ikal setengah acak-acakan. Belum lagi riasan mata yang mempertegas sorot mata sang ipar. Entah Donghae harus berterima kasih atau malah harus memaki Kibum beserta tim penata riasnya yang telah membuat penampilan Hyukjae jadi seperti ini. "Benar. Kau terlihat aneh sekali dengan dandanan seperti ini."

"Seperti seseorang yang butuh perawatan mental?"

Donghae menggeleng sambil tersenyum penuh arti kemudian meraih kedua tangan Hyukjae. Iparnya yang manis tidak berusaha menarik tangannya ataupun menunjukkan reaksi penolakan yang lain karena ia telah tenggelam dalam tatapan teduh Donghae serta kelembutan sentuhannya.

Oh Tuhan, izinkan Hyukjae menyerah.

Hyukjae sudah tidak sanggup lagi mengelak dari dominasi seseorang bernama Lee Donghae. Kakinya lemas dan rasanya Hyukjae ingin pingsan saja dalam dekapan iparnya yang tampan ini, tak peduli bahwa lelaki ini telah mengatainya aneh. Hyukjae rela.

"Such a Goddess." Seorang dewi yang membuat Donghae tidak segan untuk berlutut di atas tanah berlumpur hanya demi secuil perhatiannya. Seperti itulah rupa Hyukjae malam ini di mata Donghae.

Hyukjae tertawa, geli karena sadar dirinya tidak setinggi apa yang disebutkan Donghae. "Kau sedang mabuk, tuan Lee Donghae?" Tapi Hyukjae tidak akan menampik bahwa setengah dari hatinya merasa senang atas pujian yang dilontarkan Donghae. Dewi apakah yang dimaksudkan Donghae? Dewi bulan? Kedengarannya bagus.

Baiklah, sudah diputuskan. Hari Senin nanti Hyukjae akan pergi ke psikiater untuk mengonsultasikan kesehatan mentalnya.

Donghae mengambil satu langkah mendekat lalu mengangkat tangan Hyukjae untuk mencium jemarinya yang lentik. "Bukan terhadap alkohol." Tapi pesona sang iparlah yang membuat tingkat toleransi Donghae terhadap apa pun sangat rendah malam ini. Donghae mabuk kepayang karena Hyukjae.

Beberapa detik setelahnya, Donghae dan Hyukjae saling mendekatkan wajah sambil menutup mata dengan perlahan, menghubungkan bibir mereka yang telah lama merindukan interaksi ini. Keduanya bergerak dengan lembut dan penuh perasaan, menghayati setiap kecupan dan kecapan, setiap tekstur juga rasa satu sama lain yang mampu mengalahkan manisnya madu. Hingga akhirnya Donghae mengakhiri kontak tersebut karena ingin mengatakan sesuatu.

"Saranghanda."

Hyukjae membuka mata dan langsung menggali ketidakseriusan di mata iparnya. Sayangnya, Hyukjae tidak menemukan apapun selain kesungguhan.

T.B.C

Happy Chinese new year and happy long weekend. Maap atas super keterlambatan updatenya ya teman-teman padahal kemarin bilang bakal update cepet TTvTT Intinya Siap nerima julukan tukang PHP dari kalian. Makasih buat semuanya yang udah ngeluangin waktu buat baca ff ini, yg udah ngasih perhatian lebih sama ff ini—review, fav, follow, dan yang ngasih dukungan penuh ke saya buat nerusin ff ini. Love you all. See you next chap :*

POJOK REVIEW

Meenserra

Makasih banyak kak~ :* love you~ *kiss n hug* kakak juga semangat ya.

elf forever

Warning ya. Hahahaa kita semua dikibulin sama oppa, ternyata warning sama sekali gk ada hubungannya. Yuk kita ngeprint gambar warning yg gede trus mentionin k mereka XD Jeongmal? Padahal waktu aku nulis ini gk berasa hurtnya lo, hehehe. Happy ending happy ending semoga chap depan aku lg mood bikin happy ending ya :D

Eka94

Aku juga gemees banget sama Jeno yg semakin hari semakin miriiiip sama Hae :'( siap siap mungkin chap depan terakhir. TTnTT

kyukyu0203

Maaf udah buat km nunggu lama. Udah terjawab semua kan pertanyaannya? Kecuali appnya Jaemin sih. Itu bakal ada waktunya sendiri nanti. Hehehe. Belum kepikiran ngeshare story d watty, tp ntar klo udah kepikiran bakal aku kasih tau kok. Hehehe. Thanks for coming :*

Slaphyuk

Sorry for making you dissapoint and almost give up. Please don't. Aku bakal nyelesein ff ini kok. Doain aja penyakit malesnya gk kumat trus punya banyak waktu buat berimajinasi. Hehehe. Makasih banget udah mau nunggu. Sekali lagi maaf... #bow

Tina KwonLee

Ok, gpp yg penting semangatnya itu buat aku semangat ngelanjutin ff ini. Makasih ya. Pasti ini d lanjut sampe akhir kok. Kurang dua chapter mungkin. Hehehehe