Husband

.

.

Story by Phoebe Maryand

.

.

Cast

Lee Jeno, Huang Renjun

Support Cast

Halmeoni, Lee Haechan, Yukhei

And SMTown Member

Genre

Romance, Married Life, Hurt/Comfrot, Family

Lenght

Chaptered

Rated

M

Summary

Renjun yang baru saja mengalami kecelakaan harus menghadapi kehidupan yang amat membingungkan ketika bangun tidur pada pagi hari. Bagaimana tidak, jika kau bangun dalam keadaan telanjang dan dalam pelukan seseorang yang tiba-tiba mengaku menjadi suamimu. Apa yang sebenarnya terjadi?

Warning

BxB, Typo(s), OOC, AU!MarriedLife


.

Chapter 1

.


Huang Renjun, seorang pria yang dikaruniai wajah tampan namun juga cenderung manis adalah seorang pegawai administrasi disebuah majalah travelling yang sudah berdiri mungkin hampir seumur Ayahnya. Tak kurang dari dua tahun yang lalu, Renjun melamar ke Paradise Corp. Memiliki seorang teman bernama Lee Haechan yang sekarang duduk di meja sebelahnya dan beberapa orang lain yang tidak begitu dekat dengannya di kantor ini. Setahu Renjun, di kantor ini hanya Haechan yang menganggapnya ada, berbicara dengannya secara baik-baik dan memandangnya sebagai manusia.

Sedangkan karyawan yang lain sangat acuh dan masih tidak peduli meskipun sudah bekerja di selama dua tahun. Sekarang beginilah hidupnya setiap hari, duduk di depan komputer, mengetik,mengetik, dan terus mengetik, seolah-olah keyboard adalah dirinya.

Renjun sangat mengantuk karena hari ini dia hampir seharian berada di kantor tanpa melakukan apa-apa, ia bahkan tidak pergi keluar untuk makan siang. Bukan karena terlalu banyak pekerjaan, tapi Renjun sedang diet demi tampil sempurna pada pernikahannya yang akan berlangsung bulan depan. Yukhei, calon suaminya selalu mengatakan kalau Renjun tampak gemuk dan Renjun tidak akan suka bila terlihat gemuk dihari pernikahannya.

Ponselnya yang berada di sebelah komputer bergetar. Renjun membuka matanya lebar-lebar karena matanya sudah redup sejak tadi. Ia benar-benar merasa lapar dan itu sudah membuatnya mengantuk. Tapi melihat siapa pengirim pesan diponselnya semua rasa kantuk Renjun lenyap begitu saja dan tidak tersisa sama sekali.

From : Yukhei

Baby, pulang jam berapa? Bisa bertemu hari ini? Pulang kerja datang ke café ku ya? Aku sangat merindukanmu.

Yukhei pada akhirnya mengirim pesan juga setelah seharian ini Renjun menanti kabar darinya. Semenjak rencana pernikahan mereka diputuskan, Yukhei benar-benar berkonsentrasi bekerja seolah-olah ia akan meninggalkan cafenya untuk selamanya.

Semua hal itu menyebabkan Renjun mengurusi persiapan pernikahannya seorang diri dan semakin sulit untuk bertemu dengan Yukhei. Tapi Renjun selalu merasa kalau hal itu bukanlah masalah yang harus diribut-ributkan. Renjun sudah terlalu banyak menuntut kepada Yukhei dan dia tidak akan meminta hal yang lebih lagi. Renjun sudah harus bersyukur karena Yukhei mengabulkan permintaannya untuk mempercepat pernikahan mereka, meskipun hal itu membuatnya repot seorang diri. Tidak, ada Haechan yang siap membantunya meskipun Renjun tidak memberitahu dengan siapa ia akan menikah nanti pada Haechan, ia patut bersyukur.

Renjun juga tidak pernah memperkenalkan Yukhei kepada siapa-siapa kecuali Halmeoni sehingga rencana pernikahan ini juga sama rahasianya seperti keberadaan Yukhei. Kedua orang tuanya juga belum tahu, hanya Halmeoni satu-satunya orang yang tahu dan Halmeoni sangat tidak setuju. Halmeoni pada awalnya menyukai Yukhei, tapi begitu tahu kalau Renjun dan Yukhei akan melangkah ke jenjang yang lebih serius, Halmeoni menolak keberadaan Yukhei terang-terangan. Terlebih sejak Renjun mengatakan kalau dirinya akan pindah dan tinggal bersama Yukhei setelah menikah, kebencian Halmeoni kepada Yukhei semakin menjadi-jadi.

"Renjun, kau dipanggil sajangnim ke ruangannya." Haechan berdiri di depan pintu ruang kerja mereka sambil memijat dahinya. Laki-laki itu mendapat pekerjaan yang sangat luar biasa belakangan ini. Seringkali Haechan mengeluh kalau dirinya hampir muntah menghadapi kertas-kertas dan komputer.

"Ada apa?"

"Pokoknya segeralah ke sana. Kau tahu, kan? Besok dia akan pensiun dan ini adalah hari terakhirnya di kantor."

Haechan mengangguk lalu memandang kalender yang berada di sebelah komputernya, 22 Juni. Jung Yunho sajangnim pernah mengatakan rencana pensiunnya saat rapat terakhir mereka minggu lalu. Sama sekali tidak diduga bahwa rencana itu berlangsung secepat ini, jarang sekali ada orang yang memulai pensiunnya pada pertengahan bulan Juni, seperti yang Tuan Jung lakukan.

Renjun berusaha mengembalikan semangatnya dan berjalan menuju ruangan kerja Tuan Jung. Begitu sampai, Renjun hanya perlu mengetuk pintu beberapa kali dan ia melihat bayangan Tuan Jung yang berjalan mendekati pintu lewat dinding kaca anti pecah yang berwarna keabu-abuan. Siapapun bisa melihat bayangan dari dalam ruangan tapi tidak bisa melihat semuanya selain warna hitam yang bergerak pada dinding kaca yang menyelubungi ruangan Tuan Jung. Entah siapa yang punya ide untuk membuat ruangan kerja seperti ini, yang pasti ide ini membuat atasan manapun menjadi kehilangan lebih dari lima puluh persen privasinya.

"Silahkan." Tuan Jung benar-benar muncul di balik pintu dan mempersilahkan Renjun masuk. Laki-laki yang sangat baik. Seandainya Tuan Jung tidak punya istri, mungkin Renjun akan memaksa laki-laki itu untuk menikah dengan Halmeoninya.

Renjun menahan tawa sambil melangkah menuju sofa yang ada di ruangan itu. Tuan Jung menutup pintu dan memandangi Renjun sambil bertolak pinggang.

"Jadi menikah bulan depan?" Tanyanya.

Renjun mengangguk. "Tentu saja."

"Masih merahasiakan siapa calonnya? Bagaimana bila aku tidak bisa datang pada pernikahanmu bulan depan? Aku mau liburan ke Pulau Jeju bersama keluargaku."

"Masih belum bisa, sajangnim. Bahkan kedua orang tuaku sama sekali tidak tahu." Tuan Jung mengangguk lalu melangkah mendekati mejanya. Ia mengambil sebuah amplop dan sebuah kantong kertas lalu memberikan keduanya kepada Renjun.

"Ini adalah kiriman. Dalam satu jam lagi, kau harus sampaikan ini kepada Tuan Lee yang sedang meeting di Love Hotel. Dia Bos yang baru, dan sebagai ucapan terima kasihnya amplop itu silahkan dibuka."

Kedua alis Renjun menyatu. Ia memandangi amplop putih itu sejenak lalu membukanya pelan-pelan. Dirinya hampir saja berteriak melihat apa yang ada di dalam sana. Sebuah pernyataan kenaikan gaji untuk bulan depan. Tuan Jung benar-benar mengabulkan permintaannya yang satu ini dalam waktu singkat. Baru dua minggu yang lalu Renjun mengeluh karena kekurangan banyak biaya untuk pernikahannya dan ia berharap Tuan Jung mau meningkatkan nominal gajinya dari gaji staf junior menjadi staf senior. Dan sekarang Renjun mendapatkannya. Ia kembali menoleh kepada Tuan Jung dengan pandangan penuh rasa terima kasih. Tuan Jung menggeleng-gelengkan kepalanya menandakan kalau dirinya tidak menyukai ekspresi Renjun yang seperti itu. Dia tidak suka jika ada orang yang berterima kasih dengan wajah memelas.

"Sekarang pergilah. Waktumu sudah berkurang sepuluh menit. Tuan Lee akan sampai satu jam lagi dan dia sangat membutuhkan semua file yang ada dalam tas kertas itu." Renjun dengan cepat berdiri dari duduknya dan mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya ia mengambil semua barang-barangnya dan melangkah pergi menuju hotel yang Tuan Jung sebutkan.

Tuan Lee, dia yang akan menerima barang-barang itu dan Renjun harus segera menemuinya dengan batas waktu yang semakin menipis. Setiap kali melihat jam Renjun merasa semakin diburu waktu yang semakin sedikit sehingga Renjun terpaksa turun dari taksi yang ditumpanginya karena macet. Sebisa mungkin ia memotong jalan kemana-mana sehingga menemukan jalan raya yang tanpa macet. Lampu lalu lintas menyala dan semua orang berusaha menyebrang jalan secepatnya. Beberapa orang menyenggol tas kertas yang dibawanya sehingga benda itu robek dan menumpahkan segala isinya. Sangat banyak kertas yang berserakan sehingga Renjun harus mengejarnya ke berbagai arah. Jumlah orang di jalanan semakin menipis sehingga Renjun semakin khawatir. Berkali-kali Renjun memandangi jam tangannya dan waktunya hanya tersisa lima belas menit lagi. Ia harus cepat karena Love Hotel sudah ada di depan. Tapi selembar kertas melayang dan Renjun masih berusaha mengejarnya. Sayangnya gerungan mobil-mobil yang siap berjalan membuatnya terpaksa menepi dan meninggalkan selembar kertas lagi di tengah jalan raya. Tinggal dua belas menit lagi, Renjun bergerak secepat mungkin ke tengah jalan saat melihat jalanan sepi. Ia berharap setelah meraih kertas itu, Renjun bisa segera menyebrang tanpa harus menunggui lampu lalu lintas lagi. Sekilas ia seperti melihat seseorang berdiri di depannya, tapi saat Renjun mengerjapkan matanya, apa yang dilihatnya sama sekali tidak ada. Mungkin ia cuma berkhayal dan lebih baik kembali memunguti file-file penting itu.

Bunyi tapak sepatunya berketuk di jalan aspal dan baru berhenti setelah tangannya berhasil menyentuh kertas yang berterbangan kesana-kemari. Renjun juga harus memeluk barang-barang dari dalam tas kertas yang sobek hanya dengan satu tangan karena tangannya yang lain sedang berusaha keras menggapai kertas yang sedang dikejar-kejarnya dengan susah payah.

"Sial! Tolonglah…" Bisiknya.

Renjun mulai khawatir saat melihat jalanan mulai ramai kembali, ia sempat bersyukur karena kertas itu terbang ke pinggir. Tapi tiba-tiba jantung Renjun seakan berhenti saat mendengar bunyi benturan keras yang datang entah dari mana. Renjun berusaha menoleh, tapi ternyata matanya terpejam. Ia sudah tergeletak di jalanan dengan keadaan yang tidak diketahuinya. Beberapa bagian tubuhnya mulai terasa nyeri, semuanya seperti mimpi. Banyak orang yang berkerumunan di sekitarnya dan mengatakan kalau dirinya harus dibawa ke rumah sakit.

Renjun masih tidak bisa membuka matanya. Dalam hati ia berteriak. Tolong aku. Aku harus bertemu Tuan Lee demi masa depanku dan Yukhei! Renjun membuka matanya perlahan, ia memandangi warna…entahlah.

Renjun sendiri tidak yakin jika yang dilihatnya adalah langit. Ia menegakkan kepalanya dan memandang ke sekeliling. Renjun sedang berada di sebuah taman dan ia berbaring di sebuah bangku kayu. Di sebelahnya, Renjun mendapati seorang pria asing yang belum pernah dikenalnya sebelumnya. Pria itu tersenyum.

"Kau sudah bangun? Kalau begitu aku bisa pulang dengan tenang. Kau ingat jalan pulang ke rumah, kan?" Renjun mengangguk bingung.

"Kau siapa?"

"Aku? Namaku Kangmin. Aku pergi dulu karena tugasku sudah selesai. Sampai jumpa." Kangmin tersenyum lalu pergi

meninggalkan Renjun begitu saja.

Renjun berusaha bangkit dan duduk dengan tenang. Ia berusaha mengingat semuanya, dan beberapa ingatan terbayang. Renjun baru saja mengalami sebuah kecelakaan, ia memandangi tubuhnya dan untungnya tidak terjadi apa-apa padanya. Renjun hanya merasakan nyeri di beberapa bagian dan ia ragu kalau itu terjadi karena kecelakaan yang dialaminya barusan. Renjun memandangi sekelilingnya. Ia kehilangan kertas-kertas penting untuk Tuan Lee. Sebisa mungkin Renjun bangkit dan mencari-cari, tapi tidak satupun jejak mengenai berkas itu bisa ditemukan. Jalanan juga sudah mulai sepi dan sepertinya tidak ada seseorangpun yang mengenalnya, ia korban kecelakaan beberapa waktu lalu, secepat itukah mereka melupakannya? Waktu? Jam berapa sekarang? Renjun berbisik. Ia mengangkat lengannya dan memperhatikan jam tangannya lekat-lekat. Sudah jam lima sore dan ini sudah lewat jam pulang kerja. Tubuhnya yang masih sakit mendorong Renjun untuk memanggil taksi dan segera pulang. Terserah dengan apapun yang terjadi nanti, yang pasti dirinya sangat ingin istirahat.

Butuh waktu yang panjang untuknya sampai ke rumah karena rumah Halmeoni memang terletak di pinggiran kota Seoul. Setelah membayar taksi, Renjun langsung memasuki rumah dan menemukan Halmeoni-nya sedang sibuk menyiapkan makan malam. Renjun mendekat dan memeluk wanita tua itu erat-erat.

"Ada apa?" Halmeoni berhenti bergerak dan membelai kepala Renjun dengan lembut. Renjun mendesah, masih dalam pelukannya.

"Aku baru saja naik gaji. Tapi kupikir sebentar lagi aku akan dipecat." Halmeoni membelai punggungnya. "Kalau begitu gunakan waktu itu untuk beristirahat di rumah. Kau sedang tidak sehat, jadi perlu banyak istirahat."

"Halmeoni tahu darimana kalau aku sedang tidak sehat hari ini?" Sekarang wanita tua itu mengubah pandangan penuh kasihnya menjadi pandangan yang penuh kebingungan.

"Kenapa masih bertanya? Kau cucuku bukan?"

"Ya, tentu saja. Kau bisa merasakan apa yang ku rasakan. Kau selalu tahu apapun yang terjadi padaku. Aku sedang dalam keadaan buruk dan sekarang sepertinya harus istirahat. Halmeoni, aku tidur di kamarmu ya?" Halmeoni mengangguk.

"Tapi pada saat jam tidur tiba, kau harus pindah kembali ke kamarmu. Aku akan merasa aneh jika ada kau di kamarku. Kau sudah sangat lama tidak tidur denganku lagi, aku sudah terbiasa tidur sendiri dan tidak nyaman jika ada orang lain di kamarku."

Renjun mendesah kecewa, ia memang sudah lama tidak tidur bersama Halmeoni-nya. Sejak merasa sibuk menyiapkan pernikahan, Renjun bahkan nyaris tidak pulang ke rumah beberapa kali. Ya, meskipun begitu ia ingin berbaring di kamar neneknya walaupun sebentar, hanya demi bermanja-manja, hal yang sudah sangat lama tidak dilakukannya.

Lagi-lagi Renjun terbangun dengan perasaan aneh. Begitu ia membuka matanya, tiba-tiba saja ia melihat banyak perubahan di kamarnya. Ranjang yang biasa ditidurinya sudah berbeda dengan yang biasa, dan ia memakai kelambu? Sejak kapan Renjun suka dengan kamar bernuansa klasik begini? Kamarnya yang dulu didominasi dengan pernak-pernik moomin, karakter kartun kesukaannya. Namun sekarang semua itu seolah-olah hilang tak berbekas meskipun masih ada beberapa bagian yang masih berada ditempatnya. Satu lagi, hawa yang dirasakannya sudah sangat tidak sama dengan yang biasa dirasakan sebelumnya. Kamarnya terasa lebih hangat padahal Renjun suka berada dalam kamar yang sejuk.

"Mungkin AC-nya rusak." Gumam Renjun pelan. Ia menggeliat dengan penuh semangat dan harus terkejut saat menyadari kulitnya sedang bersentuhan dengan kulit orang lain di dalam selimut. Renjun memandangi laki-laki yang berada di sebelahnya, sedang tertidur pulas sambil memeluknya. Renjun mengerjapkan matanya untuk meyakinkan jika semua ini mungkin hanya mimpi. Ia menyentuh perutnya, lalu dada dan kembali turun hingga ke paha.

Keterkejutannya semakin bertambah karena ia sedang tidak memakai apa-apa dalam pelukan seorang laki-laki yang tidak dikenalnya. Renjun seharusnya berteriak, tapi ia masih termenung memandangi laki-laki itu, cukup good looking dengan rambutnya yang berwarna hitam kehijauan dan terlihat sangat dewasa meskipun sedang tidur, tapi Renjun tidak mengenalnya.

Laki-laki itu di temuinya dimana? Di kantor? Ia tidak punya teman kantor setampan ini. Lalu di diskotik? Apakah semalam Renjun mampir ke diskotik? Renjun mengerjapkan matanya sekali lagi dan ia ingat, ia bahkan pulang sebelum makan malam dan langsung tidur di kamar Halmeoni-nya. Lalu siapa laki-laki ini? Bagaimana mungkin bisa ada di atas ranjangnya dan tanpa busana seperti dirinya? Renjun memandang berkeliling untuk meyakinkan apakah ini benar-benar kamarnya? Meskipun banyak yang berubah, Renjun yakin kalau ruangan ini adalah kamarnya. Kamar yang sudah ditempatinya dua tahun belakangan ini semenjak ia memutuskan untuk menemani Halmeoni dan tinggal di Seoul. Rak buku yang berada di dekat pintu juga miliknya, Renjun kenal dengan semua koleksinya dan buku-buku yang memenuhinya adalah susunannya sendiri.

Sebuah kecupan manis mendarat di bahunya disertai belaian hangat di lengannya. Renjun menoleh kepada laki-laki itu, dia baru bangun dan tersenyum semanis mungkin kepadanya. Matanya belum terbuka dengan sempurna karena baru bangun tidur, tapi Renjun yakin kalau laki-laki itu tidak salah orang, dia menyebut nama Renjun dengan manis. Laki-laki itu tidak salah orang.

"Renjun sayang, kau sudah bangun?" Renjun mengangguk sambil terus memandangi laki-laki itu dalam jarak yang sangat dekat. Keheranan sudah menyesaki benaknya dalam dosis yang sangat tinggi.

"Bagaimana mungkin aku bisa seperti ini? Semalam aku tidur di kamar Halmeoni."

"Aku yang membawamu ke kamar kita. Mana mungkin aku membiarkan istriku tidur di kamar lain? Soal pakaian seharusnya kau tidak perlu terkejut. Bukankah kita selalu melakukannya? Kau tahu kalau aku tidak suka AC lalu kita menyingkirkannya. Semenjak kamar ini tidak memiliki pendingin lagi, Kau selalu tidur tanpa pakaian seperti itu."

"Jadi semalam aku membukanya sendiri?"

"Aku yang membuka. Tidak salah, kan? Aku suamimu."

Renjun menggeleng masih dengan ekspresi herannya. Laki-laki itu mengakui Renjun sebagai istrinya? Renjun masih bingung dan termenung. Kemarin ia tengah mempersiapkan pernikahannya dengan Yukhei, lalu baru mendapatkan kenaikan gaji dan mengalami kecelakaan. Kemudian terbangun di sebuah taman bersama seorang pria yang menolongnya dan langsung pulang karena kelelahan mencari-cari file untuk Tuan Lee yang belum ditemukan hingga sekarang.

Semalaman ia sudah mempersiapkan batinnya jika harus dimarahi oleh Tuan Lee, bosnya yang baru. Tapi sepertinya kejadian hari ini lebih parah bila dibandingkan dengan amarah Tuan Lee di hari pertama bekerja. Dia sudah menikah? Lalu kenapa bukan dengan Yukhei? Lalu siapa laki-laki itu dan kenapa laki-laki itu yang menjadi suaminya?

"Ah, aku sudah terlambat. Aku harus segera ke kantor."

Laki-laki itu bangkit dan duduk sambil memegangi kepalanya yang pusing, ia menoleh kepada Renjun dan memandangi setengah dari tubuhnya yang terbuka secara tidak sengaja dengan diiringi sebuah senyum penuh kekaguman.

"Tapi melihatmu seperti ini sepertinya hari ini aku tidak usah ke kantor." Laki-laki itu memeluk Renjun lagi dan meraba nipplenya dalam ritme yang lembut. Renjun segera menolak dan mendorong tubuh pria yang mengaku sebagai suaminya itu menjauh. Kedua lengannya segera menyilang ke depan dada dangan kuat.

"Kau ingin melakukan apa?" Kening laki-laki itu berkerut. "Kau bertanya? Kenapa? Bukankah ini normal untuk pasangan suami istri? Kau istriku kan, Huang Renjun? Ah, tidak Lee Renjun?"

"Kau siapa? Bagaimana bisa aku menikah denganmu? Aku punya orang yang sangat ku cintai dan kami akan segera menikah. Kau berbohong dengan pernikahan ini, kan? Ini hanya bercanda, atau kau salah orang? Tapi kau menyebut namaku…"

"Kau tidak ingat aku? Aku Jeno." Laki-laki itu mendengus. "Sudahlah kalau kau memang sedang tidak bersemangat, tidak perlu mengeluarkan kata-kata aneh seperti itu. Aku akan berangkat ke kantor saja." Renjun menelan ludahnya. Jeno meninggalkan ranjang dan berjalan menuju kamar mandi tanpa mengenakan apa-apa. Bukan pertama kalinya Renjun melihat tubuh laki-laki, tapi ini pertama kalinya ia melihat pemandangan seperti ini di dalam kamarnya sendiri. Laki-laki itu? Tadi dia ingin melakukan apa? Bercinta denganku? Tidak… Batin Renjun. Lalu kata 'tidak' keluar bukan hanya sebagai gema dihatinya. Renjun benar-benar berkata tidak dalam intonasi yang sangat lantang. Dia tidak mungkin sudah menikah dengan laki-laki lain selain Yukhei. Tidak mungkin menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya. Tidak mungkin…

"Tidaaak!"

Dan suasana menjadi riuh. Suara pintu diketuk dengan nada tidak sabaran membuat Renjun ingin segera menghambur ke pintu, tapi sebelum itu terjadi laki-laki bernama Jeno yang mengaku sebagai suaminya itu segera mengambil celana piyamanya yang berada di lantai lalu memakainya dan membuka pintu. Halmeoni masuk dan memeluk Renjun yang masih kebingungan. Ia membelai kepala Renjun sambil bertanya ada apa.

"Halmeoni, siapa laki-laki itu?" Desis Renjun dalam pelukan neneknya. Halmeoni memandangi Jeno sekilas lalu memeluk Renjun lebih erat.

"Dia Jeno suamimu, sayang. Kau sendiri yang bersikeras untuk menikah dengannya Sebulan yang lalu. Sekarang kenapa kau berteriak dan mempertanyakan siapa dia?…"

"Tidak mungkin," Renjun memotong.

"Aku akan menikah dengan Yukhei, bukan dengan dia!"

"Renjun, apa yang terjadi? Kenapa kau bisa seperti ini? Apa kau sudah lupa kalau Yukhei sudah pergi? Kau sendiri yang memutuskan hubunganmu dengan Yukhei dan memilih menikah dengan Jeno." Renjun memandangi Halmeoninya dengan tatapan yang semakin bingung. Kemarin ia dan Yukhei janjian bertemu di café miliknya, baru kemarin dan Renjun masih mengingatnya dengan baik. Lalu bagaimana bisa dia menikah dengan laki-laki bernama Jeno itu bulan lalu? Kenapa harus meninggalkan Yukhei dan memilih orang yang tidak dikenalnya?

"Kau kenapa? Apa kepalamu terbentur?" Jeno bertanya sambil mendekat. Ia menyeka sejumput rambut Renjun yang menutupi wajah. Sekilas Renjun melihat kilauan di jari manisnya dan Renjun spontan memandang jarinya juga. Ada cincin yang memiliki kilau yang sama disana. Cincin kawin? Laki-laki itu benar suaminya? Renjun memegangi kepalanya.

"Aku kecelakaan kemarin dan sepertinya aku melupakan banyak hal. Maaf." desisnya. Renjun tidak berbohong. Ia memang kecelakaan, tapi Renjun masih bisa mengingat semua kejadian sebelum kecelakaan. Ia belum menikah pada saat itu, lalu bagaimana bisa begitu terbangun ia sudah memiliki seorang suami dengan cincin kawin melingkar di jari manisnya?

"Tanggal berapa sekarang?" Jeno masih memandangnya dengan tatapan heran, tapi tidak lama karena ia segera mengambil jam tangannya yang masih berada dalam jangkauannya.

"Dua puluh tiga Juni."

Dua puluh tiga…Juni… Renjun terus mengulangi kata-kata itu dibenaknya. Kemarin adalah hari terakhir Tuan Jung di kantor dan kemarin adalah tanggal 22 Juni, Renjun tidak mungkin salah karena sebelum masuk ke ruangan Tuan Jung, Renjun sempat melihat ke kalender. Kemarin ia mengalami kecelakaan, pulang ke rumah dan terbangun pagi ini dengan status baru. Dia dan Jeno sudah menikah Sebulan yang lalu. Mustahil, kemarin Renjun masih lajang. Tapi Halmeoni juga mengatakan hal yang sama. Apa yang terjadi pada dirinya? Atau lebih tepatnya, apa yang terjadi pada hidupnya? Kenapa bisa berubah secara tiba-tiba seperti ini? Atau Renjun sedang melompat ke sisi kehidupannya yang lain? Apa semua ini terjadi karena kecelakaan yang kemarin itu?

.

.

.

TBC


A/N : Ini adalah remake story milik Phoebe Maryand dan sudah ada beberapa versi juga. Dan yang aku tahu ada KyuMin [Pegasus Lee, 2014, ffn], LuMin(GS) [kangaji222222, 2015, ffn] , dan 2Min [ndezz99minho, 2015, wordpress]. Aku mencantumkan nama mereka karena agar kalian tahu bukan cuma saya yg meremake ini, dan aku juga cuma tahu dan baca remakean mereka, mungkin juga kalian ingin baca versi mereka. Jika ada yg sudah meremake dengan cast lain, ku tak tahu lagi.

Jadi, jika ada yg ingin bash, ku harap kalian bisa berfikir lebih tenang dulu, jangan langsung mengbash orang ya. Kalian berpendidikan kan? Mengerti maksud aku apa kan?

Aku meremake ini karena memang sangat suka dengan cerita ini. Dan meremakenya dengan cast yg lagi ku sukai.

But if you want me to delete this story, I can do it so fast. So, give me your respons.

Thank you!