Secretary Lu
By Arianne794
Lu Han (GS) / Oh Se Hun
(ChanBaek!Inside)
Romance, Smut(Not Sure)
Threeshot/M(Kekeke)
Warn : This is GenderSwitch!Lu. Don't like, don't read. Jangan berharap dengan adegan Mature yang woah dan hot. Ini Fic pertama yang aku publish di sini dengan adegan anu-anu. :"D Thankseu!
.
.
.
Hanya plot lama yang langsung ngebut aku bikin saat salah satu seniorku berkunjung dan berbicara tentang dunia kerjanya di salah satu kantor jasa di salah satu kota besar. Dan ya, katanya : "Sekarang jarang ada dunia kerja yang benar-benar bersih." Dia menemukan beberapa 'hal' serupa dengan yang aku gambarkan di Fic ini dan dia merasa jengah (dia curhat, gitu). Just Hope You Like It! ^^
P.s. Abaikan bagian prosedur interview itu ya, aku hanya membuatnya lebih mudah karena aku malas menulis prosedur yang sebenar-benarnya. Itu suliiit dan panjang.
.
This is My OWN FanFic!
Do Not Copy Without Credit Nor Do Plagiarism!
.
.
Di sebuah kubikal abu-abu muda yang senada dengan warna cat dinding lantai 7 gedung jasa asuransi yang cukup besar di daerah Gyeonggi-do, duduk seorang gadis berumur dua puluh empat yang sibuk dengan layar komputernya yang menampilkan serentetan jadwal kerja sang Atasan serta buku agenda tebal bersampul hitam yang ia tulisi dengan beberapa catatan penting.
Ini jam makan siang dan semua rekan sejawatnya tengah sibuk dengan piring masing-masing entah itu di kafetaria lantai dasar atau beberapa kafe terdekat untuk yang ingin suasana berbeda. Tapi, ia masih di sini berkutat dengan pekerjaan dari atasan—sialan—yang menginginkan semua jadwalnya selama seminggu kedepan selesai dan tersusun rapi. Ia bisa mengerjakan semuanya, tentu saja, tapi tidak dengan keadaan lapar setengah mati serta rasa lelah yang terus mendera tubuhnya setelah setengah hari bekerja di bawah tangan tiran! Biarkan ia mengumpat sejenak.
Sejak pagi, ia sudah dilempari tumpukan laporan yang harus ia revisi—yang mana ia tak tahu di mana kesalahannya, dan mengatur ulang jadwal meeting dengan beberapa klien penting hari ini—yang setahunya baik-baik saja sampai akhir pekan kemarin. Ia bolak-balik antara ruang sang Atasan, ruang cetak dan fotokopi, dan kubikal khususnya ini di atas sepatu berhak sedang. Beserta telinganya yang mungkin akan terganggu karena ucapan menusuk dari pihak klien yang mengumpat halus padanya karena seenak jidat merubah jadwal. Oh, semuanya kacau, tulisan ini pun mulai kacau.
Bukan ia tak tahu apa yang menyebabkannya mengalami semua ini. Dan ia hanya bisa tersenyum masam dengan hati jengkel.
"Luhan!" Sebuah suara feminin yang sedikit melengking terdengar di indera pendengarannya tepat setelah ia mengirim file terakhirnya ke e-mail sang Atasan. Luhan, gadis itu, menoleh ke sumber suara dengan sebuah senyuman lelah.-
"Kau tak perlu berteriak, Baekhyun." Katanya, namun Baekhyun menghiraukannya dengan baik dan malah memasang wajah khawatir sedikit kalut.
"Sepertinya Tuan Kang benar-benar serius dengan ucapannya, Lu. Aku baru saja bertemu Kepala HRD di bawah dan, kau dipanggil kesana."
Luhan bisa merasakan setitik amarah yang ia pendam selama beberapa hari meledak begitu saja di dadanya. Ia bangkit dengan wajah merah padam yang mengeras. Ia tak peduli Baekhyun mendengar umpatannya saat ia melangkahkan kakinya.
Ketika kakinya menapaki lantai 3 di mana bagian HRD berada, tanpa membalas sapaan serta bungkukan hormat dari beberapa orang yang ia lewati, ia melengang cepat dengan nafas memburu. Berbagai pikiran buruk dan segenap umpatan berputar-putar di kepalanya dan siap untuk dikeluarkan.
"Cklek!"
Luhan membuka pintu kantor Kepala HRD dengan cepat.
"Ah, Nona Lu Han, kau datang cepat rupanya!" Suara feminin yang terdengar menjijikkan menguar saat Luhan masuk. Luhan langsung duduk dengan tatapan datar tanpa basa-basi setelah melihat seringai remeh dari bibir merah darah itu.
"Kurasa Baekhyun langsung menemuimu untuk menyampaikan informasi dariku, heum?" Luhan mendengus pelan.
"Katakan apa maumu." Dan Luhan sama sekali tak membutuhkan sopan santun untuk berbicara dengan wanita 30 tahun itu, persetan dengan senioritas!
Wanita di depan Luhan itu menyangga dagunya dan membuat belahan dadanya terlihat begitu murah. "Kau tahu apa kesalahanmu, bukan?" Wanita itu mengambil sebuah amplop putih tanpa keterangan dari balik meja kerjanya dan menyodorkannya kepana Luhan.
Luhan membukanya dan seketika matanya menjadi basah dan memerah.
"Pemecatan tidak hormat karena tuduhan korupsi?" Luhan berucap dengan getaran di suaranya. "Omong kosong macam apa ini?" lanjutnya marah.
"Omong kosong? Bukan omong kosong jika aku punya buktinya, Luhan." Wanita itu mengeluarkan map dan Luhan terbelalak ketika ia tahu map itu berisikan bukti-bukti transfer uang bernilai ratusan juta won ke rekeningnya serta beberapa laporan keuangan yang timpang dan berselisih.
"Bagaimana bisa aku yang melakukannya?! Aku tak pernah menyentuh ranah—"
"Kau sekretaris utama dan semua orang tahu kau bisa melakukan apapun. Jika aku menghembuskan kabar tentang kau yang mengambil uang tender bulan lalu; siapa yang tidak percaya?"
Luhan tertawa remeh, kalimat licik itu sungguh membuatnya terhina.
"Jika kau bertanya apa aku yang melakukan semua ini, maka ya; aku yang melakukannya atas keinginan Tuan Kang. Dan walaupun aku benci mengatakannya; kau bisa lepas dari masalah ini dan tak perlu membayar kerugian dan denda, jika kau mau mengikuti perintah Tuan Kang."
Luhan meremat surat itu geram dan lantas berdiri dengan angkuh. Ia mendekatkan tubuhnya dan mendesis. "Perintah?" Desisnya sinis dan meremehkan. "Perintah untuk mengangkang di atas meja kerjanya dan membiarkan bajingan itu membejati dada dan selangkanganmu, begitu? Seperti yang dia lakukan padamu di beberapa kesempatan? Atau di ruang rapat setelah rapat selesai?"
"Lu Han!" Wanita itu berteriak marah.
"Apa?" Luhan menyeringai. "Tidak usah sok suci ketika kau sudah tak bisa menghitung berapa kali vaginamu dilebarkan oleh bajingan itu."
"Jaga ucapanmu!"
Luhan tersenyum sinis. "Aku bukan lagi 'sekretaris utama' di perusahaan ini; jadi aku tak perlu menjaga ucapanku. Bukan begitu?"
Luhan keluar dan membanting pintu ruangan itu dengan keras tanpa mempedulikan sang Kepala HRD yang kini tengah merah padam karena marah dan malu. Cih, masihkan wanita itu punya rasa untuk marah atau bahkan malu, seisi kantor pun tahu ia salah satu penghangat tepat tidur Tuan Kang, dan meja kerja kebesarannya.
Luhan ingin menangis, sungguh. Ia sudah bekerja di sini selama dua tahun dan selama itu pula ia melakukan yang terbaik. Memang sudah sejak lama atasannya itu berusaha mendekatinya dan berniat menyeretnya ke ranjang; ia hanya tak menyangka penolakan tegas kesekian kalinya beberapa waktu lalu berakhir dengan pemecatan dirinya secara tidak hormat. Dan apa-apaan semua omong kosong itu?!
Ia memperhatikan pantulan wajahnya di dinding lift kemudian membereskan beberapa sisa kekacauan di sana; sebisa mungkin ia tak terlihat lemah untuk menunjukkan bahwa ia tak apa-apa—setidaknya di depan atasan brengseknya itu. Ia berjalan cepat dan langsung membuka pintu ruang atasannya dengan kasar. Dan ia disambut senyum bejat dari atasannya itu.
"Bagaimana Luhan? Apa keputusanmu?" Tanya pria paruh baya itu dengan santai. Luhan tersenyum sopan, ia berusaha.
"Anda masih menanyakannya? Anda harusnya tahu saya bukan perempuan murahan yang akan suka rela bahkan memekik senang saat Anda menawarkan ranjang. Saya tidak semurahan sekretaris terdahulu Anda dan beberapa kepala bagian di sini." Katanya sopan.
Raut wajah pria paruh baya itu terlihat mengeras dan Luhan tak peduli.
"Kau—"
"Berapa wanita yang Anda tiduri sampai saat ini? Tak terhitung, kah?" Luhan membiarkan matanya menatap kurang ajar.
"Kau akan menyesal, Luhan! Bukankah kau sudah membaca berapa yang harus kau bayar?!"
"Harga untuk kesalahan yang tidak saya lakukan? Tentu, saya membacanya dengan baik." Luhan berucap penuh tekanan dan amarahnya mulai keluar tanpa bisa ia tahan. Tangannya mengepal keras.
Luhan melemparkan map yang ia bawa ke wajah sang-mantan-atasan dengan keras, tak peduli dengan tatapan marah dan terhina dari pria paruh baya itu.
"Apa? Bukankah aku bukan lagi bawahanmu?" Kata Luhan dengan mata memerah.
Luhan keluar dari ruangan itu dengan langkah menghentak cepat sambil berusaha menahan air matanya. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi Baekhyun.
"Kemaskan semua barang-barangku dan bawa pulang. Temui aku setelah pekerjaanmu selesai." Katanya saat panggilan tersambung dan langsung menutupnya sebelum Baehyun sempat menjawab.
.
.
.
Luhan hanya bisa memandangi makan malamnya dengan lesu tanpa niat untuk memakannya; sedari tadi ia hanya mengaduk-aduk makanannya dan membuat Baekhyun seketika kehilangan selera makan.
"Berapa lama kau akan terus seperti ini, Luhan?" Bukan Baekhyun ingin menyinggung atau apa, hanya saja ia tak tega melihat sahabat sejak kuliahnya ini begitu menyedihkan. Seingatnya ini sudah seminggu berlalu dan Luhan masih saja seperti ini. Ia jadi ragu untuk mengatakan beberapa hal mengingat gadis cantik bermata rusa ini masih saja sibuk menggalau.
Luhan menghela nafas dan mencoba tersenyum kecil; Baekhyun meringis karena senyuman itu terlihat begitu menyedihkan. "Kenapa semuanya tentang seks? Jika kau tak mau mengangkang untuk atasanmu kau harus menerima tuduhan dan semua bencana ini?! Begitukah?! Uangku nyaris habis untuk membayar harga sialan itu dan jika aku tak punya rekening pribadi dan dirimu mungkin aku sudah berakhir di tempat prostitusi kumuh dan bertelanjang di sana!" Luhan menangis terisak.
Baekhyun menatap iba dan bangkit untuk memeluk Luhan. "Sudahlah, jangan menangis, Luhan. Kau baik, kau cerdas, dan kau cantik; kau pasti bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Secepatnya, aku yakin. Yang harus kau lakukan sekarang adalah berhenti menjadi Luhan yang menyedihkan dan menata kembali hidupmu! Kau masih punya aku, Luhan sayang. Dan jika aku sudah tak mampu membiayai kita berdua, aku rasa Chanyeol tidak akan keberatan untuk menampung kita, oke? Idiot kesayanganku itu juga menyayangimu, ingat?"
Luhan tertawa pelan mendengarnya, ia balas memeluk Baekhyun dan ia mengangguk pelan. "Biarkan aku menyedihkan untuk terakhir kali dan besok aku akan kembali menjadi Luhan yang kau mau, oke? Aku butuh banyak uang untuk mengembalikan semuanya."
Baekhyun memekik senang dan mengeratkan pelukannya. "Duh, begitu! Aku mencintaimu! Dan Luhan, aku dan Chanyeol sudah mencarikan beberapa lowongan pekerjaan—sebagian besar lowongan untuk sekretaris—dan aku sudah mengkualifikasinya dengan baik!"
Luhan melepaskan pelukannya dan menatap Baekhyun bingung. "Kapan kau melakukannya?" Dan Baekhyun memutar bola matanya malas.
"Kau pikir aku akan duduk di depan pintu kamarmu, meratap sambil menggulung tisu, saat kau mengurung diri dan menangis? Oh maaf, itu bukan Byun Baekhyun sekali." Katanya sombong sambil memainkan kukunya dengan teramat apik. Luhan melempar senyum.
"Baiklah baiklah. Aku harus berterimakasih dengan apa?"
Baekhyun kembali duduk dan menatap Luhan serius. "Sebenarnya aku sudah memiliki satu nama perusahaan yang jadi pilihan terbaik untukmu, Luhan. Kau harus masuk kesana!"
Luhan mengernyitkan dahinya. "Dan … kenapa 'aku harus masuk kesana'?"
Baekhyun tersenyum aneh.
"Pertama, Chanyeol mengenal baik CEO-nya—yang membutuhkan sekretaris baru. Kedua, CEO-nya masih muda–dia 27 dan tampan dan—"
"Dan apa itu ada hubungannya denganku?!" Potong Luhan kesal, ia tersentil. Baekhyun menampilkan cengirannya.
"Baik-baik, maksudku mungkin kau tak perlu merasakan trauma kecil jika atasanmu sudah berumur. Ketiga, gajinya besar—kau tahu maksudku. Dan keempat, ini yang paling penting," Baekhyun membuat senyuman misterius yang sejujurnya membuat Luhan sedikit takut.
"—CEO-nya, Oh Se Hun, punya reputasi bersih tentang sekretaris."
.
.
.
Luhan terus saja meremas bagian bawah work-dressnya dengan gelisah, bersyukur saja itu tak mudah kusut. Sementara itu, Chanyeol yang memegang kemudi hanya tersenyum maklum melihat tingkah sahabat sehidup semati kekasihnya itu.
"Tenanglah, Han… Kau punya banyak pengalaman jadi jangan terlalu gugup, lagipula dia bukan lelaki yang menakutkan. Tenang saja." Kata Chanyeol dengan nada lembut saat mereka membelok menuju jalan di mana perusahaan itu berdiri. Sekitar 3 blok lagi kurang lebih.
Luhan menoleh dan tersenyum canggung. "Ya. Dan maafkan aku memintamu mengantarku kesana; aku takut aku akan berbalik pulang bahkan sebelum aku menjalankan mobilku." Katanya gugup, dan itu membuat Chanyeol terkekeh.
"Ternyata Baekhyun benar tentang kepercayaan dirimu yang sedikit menurun; sekali lagi, tenang saja, Han. Berita palsu tentang dirimu tak akan mempengaruhinya." Kata Chanyeol. Luhan tersenyum tulus; kalimat itu mengurasi kegelisahannya dengan baik.
"Apa saja yang kau katakan padanya?"
Chanyeol menoleh sedikit sebelum menjawab. "Hanya sebatas ada satu orang yang aku jamin cocok untuk mengisi posisi sekretaris utama yang kau butuhkan dan ia dipecat karena ketidakadilan, selebihnya aku serahkan padamu; apa-apa saja yang hanya kau yang bisa katakan." Uh, Chanyeol tidak menjamin sebenarnya.
"Terimakasih, tapi, apakah tidak berlebihan?"
"Posisi itu? Tidak-tidak, Sehun adalah lelaki yang tahu kepada siapa dia bisa memberikan kepercayaan, dan menurutku, kau lah yang paling cocok dengannya entah kenapa. Selama setahun terakhir setelah sekretaris utamanya pensiun karena usia, posisi itu kosong dan hanya diisi beberapa orang saja. Datang silih berganti, kebanyakan di pecat karena dia benci wanita—yang ternyata—murahan. Kau tahu maksudku."
Luhan tertawa.
Mereka membiarkan beberapa perbincangan ringan demi mengurangi kegelisahan yang Luhan rasakan, dan setelah beberapa menit, mereka sampai. Luhan turun dan sebelum Chanyeol mengemudikan mobilnya kembali, lelaki baik hati dan sedikit konyol itu memberikan beberapa patah kata penyemangat pada Luhan.
Luhan mengangguk dengan senyuman kecil dan melambaikan tangan.
Luhan menatap nama perusahaan yang terpampang pongah di bagian teratas gedung dengan warna perak yang menyilaukan.
"JinHwa Enterprise, aku harap ini perusahaan terakhirku…" Lirih Luhan dengan mata sedikit menyipit saat ia merasakan silaunya.
Ia melangkahkan kakinya yang berbalut high heels berwarna hitamnya dengan penuh percaya diri—setidaknya ia berusaha keras. Tangannya tertangkup elegan di sisi samping tubuhnya yang berbalut blazer biru tua dan tas hitam simple—yang tak akan terlihat kalau itu bukan tas bermerk. Ia menuju meja resepsionis dengan dagu tegak—dan mungkin tak ada yang akan menyangka bahwa ia adalah 'pelamar pekerjaan' di sini, atau bahkan, orang-orang di sana yang menatap Luhan tanpa berkedip akan menganggap Luhan setidaknya klien penting atau bahkan kekasih dari CEO perusahaan ini—dan oke, ini mulai berlebihan.
"Permisi, saya Lu Han, peserta interview untuk posisi sekretaris CEO JinHwa Enterprise, di mana saya bisa—"
"Oh! Anda Nona Lu Han?" Luhan mengerjapkan mata saat resepsionis yang masih terlihat snagat muda itu tampak terkejut dengan kedatangannya.
"Ya, saya Lu Han." Jawabnya sopan dengan senyuman, dalam hati sibuk bergumam betapa resepsionis muda di depannya ini sangat mirip dengannya dulu saat masih fresh-graduate.
Resepsionis itu meraih gagang telefon dan memberitahukan kedatangannya pada bagian HRD—mungkin, seperti yang Luhan tau sejauh ini.
"Kalau begitu mari saya antarkan ke ruang HRD, di sana Anda akan melakukan interview dengan bagian personalia, kemudian jika Anda lulus Anda akan melanjutkan interview dengan CEO Oh—maafkan ketidaksopanan kalimat saya!" Resepsionis muda itu sadar dengan kalimat jika-Anda-lulus-nya dan membuat Luhan menahan senyuman. Resepsionis muda itu membungkukkan badannya pada Luhan dan Luhan membalasnya dengan sedikit canggung.
"Bukan masalah." Kalau saja Luhan tak ingat ia harus menjaga sikap mungkin ia akan terkekeh melihat resepsionis muda yang tampak salah tingkah dan gugup ini.
Mereka menaiki lift dan menuju lantai 2 dan resepsionis itu mengantarkan Luhan sampai ruang interview dengan dua orang berwajah datar—namun sopan yang duduk di balik meja dengan lembaran kertas.
Interview itu berjalan seperti interview pada umumnya, namun jika Luhan boleh jujur, pertanyaannya sedikit berbeda dan sedikit sulit dan menjebak dari yang pernah ia lakukan—baik itu saat ia di posisi yang sama dengan saat sekarang atau saat ia yang memberikan interview. Apa maunya, ini posisi yang sangat urgent terlebih di perusahaan sebesar ini. Namun ia bisa menghela nafas lega, ia cukup percaya diri dengan jawabannya. Dan setelah kurang lebih satu jam, Luhan bisa keluar dari ruangan itu dengan senyuman yang hampir merekah lebar karena perasaan bahagia.
Resepsionis muda itu sudah menunggunya dan senyumannya lebih baik sekarang; sudah menenangkan diri, huh, batin Luhan.
"Mari saya antarkan ke ruang CEO. Ini adalah interview terakhir Anda dan semoga Anda berhasil, Nona." Kata resepsionis muda itu saat mempersilahkan Luhan untuk masuk terlebih dahulu ke lift. Luhan melempar senyum hangatnya tanpa sadar, dan membuat resepsionis itu tertegun sejenak.
"Terimakasih."
"Jika saya boleh berkata, senyum Anda sangat menawan, Nona." Kata resepsionis itu dengan tatapan berbinar dan sukses membuat rona di belah pipi Luhan muncul begitu saja.
"Y-ya, terimakasih uhm—bagaimana saya bisa memanggil Anda?" Luhan baru sadar tidak ada name tag yang tersemat di blazer resepsionis muda itu. Dan seketika resepsionis muda itu meraba bagian atas dadanya dan kemudian pucat.
"Astaga! Aku melupakannya! A-ah… Min Jin Hee. Saya Min Jin Hee." Katanya gugup. Luhan tersenyum.
"Senang berkenalan dengan Anda, Nona Jin Hee." Kata Luhan.
"N-ne! Ah, sudah sampai. Mari saya antar." Resepsionis muda itu berjalan mendahului Luhan saat lift sudah terbuka dan seketika Luhan tak dapat menahan matanya untuk berkeliling dan menelanjangi interior lantai teratas yang sangat elegan ini. Bernuansa putih dengan aksen arang abu-abu yang sangat manly, beberapa sudut bagian terisi dengan furniture kayu cokelat yang mengagumkan. Dan Luhan tahu, seluruh lantai ini hanya ditujukan untuk CEO mereka semata.
"Di lantai ini ada ruang utama milik CEO Oh, ruang pribadi untuk beliau beristirahat, ruang rapat khusus, serta ruang santai yang biasa beliau gunakan untuk bertemu dengan teman-teman beliau." Resepsionis muda itu berkata sembari menunjukkan beberapa pintu dan Luhan sedikit mengernyit, ini seolah aku sudah di terima di sini, oh anggap saja itu do'a, batinnya.
Luhan melirik bagian khusus yang terlindung dinding kaca dengan tiga garis putih di bagian sepertiga atasnya yang kosong. Itu akan menjadi ruangan miliknya jika ia lolos, dan semoga.
Resepsionis muda itu berhenti dan lantas mengetuk pintu yang terlihat sangat elegan sebanyak tiga kali.
"Masuk." Sebuah suara berat terdengar angkuh dari dalam dan seketika Luhan merasakan lututnya bergetar dan kepercayaan dirinya yang tadi mencapai seratus persen mulai turun.
Cklek!
Resepsionis muda itu membuka pintu itu dan mempersilakan Luhan masuk. Luhan mengikutinya dan seketika terpana melihat sosok sang CEO yang duduk angkuh di balik meja kerjanya. Seorang lelaki dewasa dengan raut wajah sangat tegas—dan tampan tentunya, terlihat sangat pas dengan kemeja hitam press badan yang ia kenakan. Ouh, Luhan sangsi tatanan rambut keatas lelaki itu akan rusak jika terkena angin saking rapinya.
"Saya mengantarkan Nona Lu Han untuk interview dengan Anda." Lelaki itu mengangguk pelan.
Resepsionis muda itu membungkuk ke sang CEO dan begitupun kepada Luhan sebelum beranjak dan menutup pintu. Luhan menghela nafas pelan, ia tak bisa mengacaukan semuanya.
"Silakan duduk, Nona Lu Han." Luhan membungkukkan badannya sekilas sebelum melangkah lebih jauh menuju meja itu, dalam hati sedikit merutuk mengapa ruangan ini begitu luas, di sini sudah terdapat meeting-desk hitam dan beberapa sofa yang membuat Luhan membatin, boros tempat sekali.
"Terimakasih." Kata Luhan sopan saat sudah mendudukkan diri, dia bisa melihat lelaki tampan di depannya ini tengah membuka sebuah dokumen bersampul biru yang ia yakini adalah CV yang ia kirimkan.
"Aku tidak suka berbasa-basi, jadi kuharap kau tidak merasa terganggu," katanya, Luhan mengangguk. "jika aku boleh jujur, kau yang menjadi kualifikasi terbaik sampai sekarang, kurasa Chanyeol tidak main-main dengan kalimatnya." Sehun mengulas senyum tipis sebelum wajahnya kembali datar dan itu membuat Luhan tersenyum.
"Terimakasih, saya hanya berusaha yang terbaik."
"Aku tak akan memberikan pertanyaan seperti yang bagian HRD berikan padamu, kurasa kau sudah cukup pusing walaupun kau bisa menjawabnya dengan baik." Kata Sehun pelan sembari menutup mapnya dan menatap Luhan dengan tatapannya yang entah mengapa membuat Luhan sedikit terintimidasi.
"Tentu, saya tidak akan keberatan." Kata Luhan lugas dan tegas.
"Apa alasanmu melamar pekerjaan menjadi sekretaris di sini?" tanya Sehun langsung. Luhan meremat bagian bawah work-dressnya sebelum mengangkat dagunya untuk menatap calon atasannya ini. Memantapkan hati untuk jujur karena ia sendiri tak mau mengulangi kesalahan untuk yang kedua kalinya.
"Maafkan saya kalau jawaban saya akan terkesan lancang; saya butuh uang untuk menutup uang ganti rugi atas kesalahan yang tidak saya perbuat di perusahaan saya sebelumnya. Salah seorang teman saya menyarankan perusahaan ini, iklan yang ada mencantumkan gaji besar." Kata Luhan lugas. Pria berumur 27 tahun itu masih menampakkan ekspresi tak dapat terbacanya, sungguh Luhan sangat terkesan dan ia berharap bisa mempelajari hal itu.
"Kesalahan yang tidak kau perbuat? Lalu kenapa kau tidak meluruskannya dan malah resign dari perusahaan terdahulu? Aku tahu perusahaan milik Tuan Kang juga memberikan gaji tak kalah besar?"
Luhan melempar senyum sopannya.
"Memang apa wewenang saya saat Tuan Kang sendiri yang melaporkan? Harga diri saya terlalu berharga hanya untuk sekedar gaji tinggi di tempat itu. Saya berani melamar pekerjaan ini kesini karena saya tahu reputasi bersih anda tentang Sekretaris. Saya yakin anda bisa bekerja sama dengan saya dan mengandalkan saya." Kata Luhan dan Sehun tak dapat menahan senyumannya. Baru kali ini ia menemukan seorang pelamar untuk posisi sekretaris yang begitu lugas, tegas, dan juga berani seperti gadis berumur 24 tahun didepannya ini. Dia bukan tidak tahu apa yang dimaksud reputasi bersih itu dan ia cukup senang mendapati hal itu. Dia sama sekali tidak membutuhkan sekretaris seksi yang tiap hari memakai rok span ketat dan kemeja transparan dengan kancing teratas terbuka untuk menggodanya, omong-omong. Ouh, tapi siapa tahu pikirannya akan berubah suatu saat nanti.
Sehun melunakkan ekspresinya dan mengulurkan tangannya. Ia sudah mengetahui resume lengkap dari perempuan di depannya ini; dan beberapa informasi dari Chanyeol yang tidak boleh Luhan ketahui kalau ia tahu. Dia tak dapat menahan diri untuk tidak tersenyum saat melihat binar mata Luhan.
"Nona Lu Han, kau bisa bekerja mulai besok." Sehun tak perlu waktu banyak untuk memutuskan, sejak dulu, jika ya maka ia akan ya, jika tidak ia akan tidak. Luhan menyambut jabat tangannya dan mengulas senyuman.
"Terimakasih. Mohon bantuannya."
.
.
.
Langit Seoul sudah menggelap dan jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, namun seperti biasa, Sehun masih bertahan untuk duduk di kursi kebesarannya setelah beberapa saat lalu menyelesaikan pekerjaannya. Lelaki tampan berahang tegas itu mengambil ponselnya dan membuka kontak.
Ia memanggil seseorang dan setelah beberapa saat, panggilan itu tersambung.
"Oi! Ada apa menelfonku malam-malam begini, Oh?"
Sehun terkekeh mendengar ucapan kurang ajar dari seberang sana, namun itu sudah biasa diantara ia dan orang ini.
"Aku hanya ingin berterimakasih denganmu, Park; apa aku mengganggu kencan malammu dengan Baekhyun? Bahkan ini masih pagi." Katanya jenaka dan ia mendengar tawa berat.
"Sialan kau. Aku masih di kantor. Kalau kau ingin berterimakasih harusnya kau mentraktir beberapa botol wine di gudang anggurmu itu, Oh. Bagaimana? Aku yakin gadis cantik itu akan lolos seleksi ketatmu yang kerap gagal itu." Sehun mendengus mendengar frasa seleksi-ketat-kerap-gagal itu, namun ia malah fokus dengan hal lain.
"Dia masih gadis?"
"Sialan kau! Sejak kapan kau tertarik dengan gadis-atau-tidak-gadisnya seseorang?" Chanyeol berkata heboh dari sana dan Sehun tersenyum separo.
"Aku hanya heran masih ada gadis perawan saat ini, terlebih ia sudah 24 kan? Aku kira saat kau berkata ia menolak tidur dengan atasannya hingga ia dipecat hanya karena Tuan Kang sudah berumur."
"Tidak-tidak. Luhan sangat keras tentang seks, terlebih dalam dunia kerja. Bukan berarti dia gadis polos tak tahu apa-apa; dia tahu apa yang harus gadis 24 tahun ketahui."
Sehun mendengarkan dengan saksama apa yang Chanyeol katakan.
"Lalu kenapa kau baru memberitahuku ada sekretaris bintang yang kau kenal? Kau tidak melihatku menderita selama setahun terakhir ini? Dari senyumannya saja aku bisa melihat dia begitu pekerja keras."
Tawa keras terdengar keras dari seberang sana dan Sehun mendengus kesal.
"Pertama, karier Luhan sangat bersinar dan aku mana mungkin memintanya resign. Kedua, melihat wajah jelekmu saat disuguhi belahan dada sangat membuatku puas. Aku sempat mengira kau gay." Sehun bisa menebak di sana Chanyeol tengah menyeringai bodoh dan itu membuatnya mendengus.
"Sialan kau. Apapun itu, aku sangat berterimakasih. Aku rasa ini adalah kali terakhir aku membuka lowongan untuk posisi ini."
"Yeah, setidaknya sampai Luhan menikah dan memiliki anak nanti."
"Aku rasa Luhan akan bertahan lama denganku." Sehun tak tahu mengapa ia mengatakan kalimat itu. Ia hanya bisa merasakan kalau ia akan membuat urusan yang panjang dengan sekretaris barunya ini, dan ia berharap itu hal yang baik.
"Baiklah baiklah."
Sehun menutup panggilannya dan menatap foto Luhan yang sedari tadi masih berada di atas meja kerjanya—tanpa ada niat kembali mengembalikannya ke map CV milik Luhan.
"Dia cantik." Gumamnya tanpa sadar.
Dan jika ia mau menilik ke belakang, ini pertama kalinya ia menyebut seorang gadis cantik.
.
.
.
Seorang wanita tiga puluhan dengan balutan pakaian kerja yang elegan dan rapi keluar dari lift dan melangkahkan kakinya menuju ruang khusus yang terlindung dinding kaca yang di dalamnya terdapat seorang gadis muda yang tampak sibuk dengan kotak-kotaknya. Tangan wanita dewasa itu memegang sebuah berkas—atau bisa dibilang itu adalah bindel besar—yang tampak tebal dan sedikit berat.
Tok tok.
Wanita itu tersenyum melihat Luhan sedikit terkejut akan kedatangannya.
"Sekretaris Lu, apakah saya mengganggu Anda?"
Luhan refleks menggeleng sambil merapikan tangannya. "Tidak, sama sekali tidak, eem, Manajer Uhm Hye Rin." Kata Luhan sambil membungkukkan badannya, ia tahu wanita di depannya ini adalah salah satu orang kepercayaan CEO Oh di sini.
"Jangan terlalu formal jika tidak dalam forum, oke? Ah, ini. Aku mengantarkan berkas yang berisikan apa saja yang harus kau ketahui dan yang harus kau lakukan. Jika kau mempelajari ini dengan baik, aku yakin kau tidak akan kesulitan."
Luhan menerima berkas itu dan seketika terkejut melihat daftar isinya. Ia melihat nomor yang tertera di depan poin-poin tersebut dan terbelalak melihat angka terbesarnya adalah 127. Ouh, banyak sekali. Ia butuh waktu seharian untuk mempelajari ini semua, dan berminggu-minggu untuk membiasakan diri. Tanpa sadar ia menghela nafas, pekerjaannya di sini akan begitu berat.
"Kau terlihat terkejut, namun sama sekali tidak berputus asa. Entah bagaimana aku yakin kau akan membacanya sampai selesai." Kata Manajer Uhm dengan senyuman kecil, seketika membuat bibir Luhan ikut mengembang.
"Tentu saja, Manajer Uhm."
"Tuan Oh akan datang agak siang, kau hanya perlu mengurusi surat-surat yang masuk hari ini dan satu rapat dengan klien dari Busan. Beliau berkata kau bisa menggunakan sisa waktunya untuk mempelajari 'berkas' itu."
Luhan tertawa tanpa suara dan mengangguk.
"Terimakasih atas bantuannya, Manajer Uhm."
"Jangan sungkan, Sekretaris Lu."
Luhan menyelesaikan acara berbenahnya dengan cepat dan ringkas, bisa sambil jalan nanti jika ada yang tertinggal, batinnya. Ia membuka bindel tadi dan mulai membaca saksama daftar isinya; sejarah perusahaan, daftar anak perusahaan dan direkturnya, siapa-siapa tokoh penting dan jabatannya, pemegang saham dan dewan direksi, dan berbagai hal-hal lain yang membuat Luhan sedikit pusing. Luhan menutupnya.
Ia meraih agenda kerjanya yang baru dan membuka e-mail dari Manajer Uhm, mengenai detail meeting nanti dengan klien dari Busan. Itu mengenai ajuan pembangunan hotel yang akan di realisasikan tahun depan. Luhan membaca profil kliennya dan mempelajari proposal yang terlampir di sana dengan cermat. Memberikan catatan kecil dan beberapa saat setelahnya ia meraih gagang telefon dan menghubungi contact person kliennya itu. Dan beberapa orang lainnya.
"Ya, di sini dengan Sekretaris Lu dari JinHwa Enterprise…"
Semuanya selesai dalam waktu kurang dari satu jam untuk mempersiapkan semuanya. Dan Luhan mulai kembali mencermati bindelnya. Ia membaca dengan cermat dan cepat, memindai informasi apa yang lebih ia butuhkan dalam waktu dekat serta mencocokkannya dengan agenda yang sudah dikirimkan Sehun selama seminggu.
"Sampai hari ketiga aku masih sedikit longgar…" Gumamnya sembari kembali memberikan catatan di agenda kerjanya.
Ia langsung membuka profil Sehun dan membacanya dengan cermat. Tiba-tiba ia meraih gagang telefon dan menghubungi seseorang.
"Ya, saya Sekretaris Lu, bisakah saya tahu bagaimana kopi yang biasa Tuan Oh minum, Manajer Uhm?"
"…"
"Ah, ya. Terimakasih."
Begitu ia lakukan selama beberapa kali dengan orang berbeda dan pertanyaan yang berbeda pula. Sembari salah satu tangan mencatat sesuatu di agendanya.
Tling.
Luhan refleks menoleh begitu ia mendengar suara lift terbuka. Ia melihat Sehun berjalan kearahnya dengan setelan arang abu-abu dan rambut yang tak jauh berbeda dari hari kemarin, cokelat tembaga yang ditata keatas dengan begitu sempurna. Luhan keluar dari kubik kacanya dan membungkukkan badannya begitu Sehun melintas. Lelaki itu berhenti sebentar dan memandang Luhan dengan tatapan khasnya.
"Aku yakin kau sudah membaca berkas itu; biasakan dirimu terlebih dahulu. Dan sekarang, buatkan aku kopi. Aku tak sempat membuatnya di rumah."
Lugas, langsung ke inti, tanpa basa basi, batin Luhan.
"Ya." Luhan kembali membungkukkan badannya.
Luhan langsung melangkah menuju konter dapur yang ada di ruang santai. Kopi arabika yang ada di rak atas kanan, menggunakan teko panas yang ada di ujung paling kanan, gula dua sendok, krimer setengah sendok dan air panas dan air dingin dengan perbandingan 5:1, menggunakan cangkir putih dengan print emas yang ada di rak atas sebelah kiri. Luhan menggumamkannya saat melakukan itu. Sedikit heran dengan selera atasannya ini.
Tak berapa lama ia keluar dari sana.
"Masuk." Luhan mendengar suara bass itu setelah ia mengetuk pintu. Luhan membuka pintu dan melangkahkan kaki menuju meja kerja di mana pemiliknya tengah sibuk dengan beberapa berkas.
"Silakan…"
"Ya, terimakasih. Ah, Sekretaris Lu, bagaimana dengan meeting siang nanti? Apa kau sudah menyiapkannya dan menghubungi bagian properti?"
"Ya. Saya sudah mengonfirmasinya dengan sekretaris Tuan Kim. Sekitar pukul 2 siang di ruang meeting 1 di lantai 4. Tuan Shim Yoon Joo dari divisi JinHwa Properties akan datang dari kantornya sekitar setengah jam sebelumnya dan beberapa kepala bagian sudah menyatakan kedatangannya. Seperti yang sudah tertera di berkas yang Tuan baca, meeting nanti akan membahas tentang prospek pembangunan, beberapa calon supplier material dari luar, serta beberapa—"
Luhan menjelaskannya dengan detail dan padat, tanpa sadar membuat Sehun menatapnya dengan sedikit senyuman. Sehun tak menyangka sekretaris barunya ini bisa menghafal dengan cermat dan tepat semua detail yang bahkan hanya ia baca sekilas saja. Sehun ingin terkekeh sebenarnya.
"Jika ada sesuatu yang kurang, tolong beritahu saya." Luhan mengakhirinya dengan senyuman tipis.
Sehun menggeleng sambil meraih cangkir kopinya yang mengepulkan asap yang menggoda. "Tidak. Kau bisa kembali."
Luhan membungkukkan badannya, namun sebelum ia sempat melangkah suara Sehun menahannya. Luhan bisa melihat atasannya itu baru saja meminum kopinya dan tampak takjub karena suatu hal.
"Sekretaris Lu…," Sehun menatap Luhan. "darimana kau tahu kopiku dan cangkir yang biasa aku gunakan?"
Luhan tersenyum tertahan dengan pertanyaan yang di telinganya terdengar begitu polos.
"Waktu sebelum Tuan datang sudah cukup untuk menanyakannya pada Manajer Uhm, dan beberapa hal lainnya."
Sehun tak bisa menahan kerjapan matanya, sampai tahun kelima ia menduduki kursi ini, belum ada satupun orang yang mampu membuat kopi dengan rasa yang sama persis dengan yang ia buat sendiri sekalipun tahu seperti apa takarannya—hal itu pula yang membuatnya membangun konter dapur di lantai ini agar ia bisa leluasa membuat kopinya sendiri. Terdengar berlebihan memang.
"Untuk makan siang nanti, Tuan ingin saya menyiapkan sashimi atau chicken katsu?"
Dan Sehun kembali mengerjap. "A-ah, kau bisa menyiapkan sashimi."
"Baiklah, kalau begitu, saya permisi." Luhan membungkukkan badannya sebelum benar-benar melangkahkan kakinya, dengan sebuah senyuman kecil.
"Di mana wibawaku, sialan!" Sedang Sehun sibuk menggeram pelan.
Luhan menghabiskan sisa waktunya untuk mempelajari berkas tebal itu serta hampir menghabiskan setengah buku agendanya demi mencatat hal-hal yang ia anggap penting. Sementara itu, Sehun sibuk dengan laporan finansial dan beberapa hal lain.
Meeting hari itu berjalan dengan lancar. Entah karena mood Sehun yang sedang teramat bagus karena persiapan meeting itu begitu sempurna di matanya, atau karena hal lain, yang jelas Sehun menerima dengan baik usulan yang diajukan dan pembangunan hotel berbintang itu akan mulai di realisasikan secepatnya. Tanda tangannya begitu mudah didapatkan, begitu yang Luhan dengar dari kliennya. Dan Luhan hanya tersenyum.
.
.
.
"Luhan, apa kau sudah menghubungi Tuan Joo?"
Luhan datang ke ruangannya dengan tangan membawa berkas.
"Ya, Tuan. Beliau mengatakan akan datang pada jam makan siang nanti seperti yang Tuan ajukan. Semua berkas yang Tuan butuhkan nanti sudah saya siapkan dan ini," Luhan memberikan berkas yang ia bawa ke hadapan Sehun. "berkas yang perlu anda pelajari."
Sehun menerimanya dengan senyuman kecil serta anggukan kecil. "Baiklah."
"Tuan Oh, Tuan Park menelfon untuk bertemu dengan Anda, apakah Tuan—"
"Bisakah aku menolak kedatangan Chanyeol?" Potong Sehun sambil menatap Luhan sangsi. Luhan mengulum senyumannya dan menggeleng pelan.
"Baiklah, saya permisi."
Luhan membungkukkan badannya sekilas sebelum keluar dari ruangan luas itu. Meninggalkan Sehun dan berkasnya yang entah mengapa ia abaikan begitu saja sambil memikirkan sesuatu dengan senyuman tipis. Beberapa saat kemudian pintu ruangannya terbuka dan mendengar bukaan yang tak ada sopan-sopannya sama sekali, Sehun hanya terkekeh melihat siapa yang datang.
"Yo!"
"Ada apa kau kesini?" tanya Sehun sambil bangkit dari kursi kebesarannya dan melangkah menuju Chanyeol yang sudah mendudukkan bokongnya di sofa dengan kaki terangkat. Penampilan kekasih Baekhyun itu tampak sedikit berantakan dengan jas tak terkancing dan dasi yang sudah menghilang entah kemana.
"Luhan bilang kau masih punya waktu sampai makan siang nanti, jadi aku kesini untuk bertemu denganmu. Sudah lama aku tidak kesini. Kau dan jadwal sibukmu itu." Kata Chanyeol dengan decihan di akhir kalimat. Sehun melepas kancing jasnya dan tersenyum tipis.
"Luhan membuat jadwal yang sangat efisien; mana mungkin aku menolaknya, bukan?"
"Kau terlihat sangat bahagia dengan sekretaris barumu, heh?" Kata Chanyeol dengan senyum separo. Sehun mengedikkan bahunya.
"Dia sekretaris terbaikku setelah Nyonya Jang."
"Ah, benar-benar, aku merindukan wanita bermulut pedas itu." Kata Chanyeol jenaka dan membuat Sehun tertawa pelan.
"Luhan melakukan pekerjaannya dengan nyaris sempurna, hal-hal kecil yang bahkan aku sendiri tak ketahui" kata Sehun sambil menatap pintu ruangannya, terlihat membayangkan apa yang sedang Luhan lakukan di balik sana.
"Baekhyun bercerita padaku, Luhan menyiapkan jamuan untuk klienmu dari Jepang dengan sangat baik. Memilih restoran yang tepat, bahkan tatanan, bunga dan hidangan serta suasana musik yang sangat disukai klienmu itu; sialan, kau berhasil memenangkan kerjasama yang aku incar." Kata Chanyeol sambil melempar bantal sofa ke Sehun yang langsung menangkapnya. Sehun tertawa.
"Aku bisa apa? Aku hanya berangkat dan mengikuti apa yang ia katakan padaku dan aku tak tahu Tuan Kirigaya begitu mudah mengucapkan persetujuannya; mana mungkin aku menolak kerjasama bernilai ratusan juta? Kurasa JinHwa Industries akan terealisasi secepatnya." Kata Sehun dengan pongah, Chanyeol memutar bola matanya malas.
"Baru kurang dari empat bulan Luhan menangani semuanya dan kau mendapat begitu banyak hal."
"Aku akui pekerjaanku jadi lebih mudah. Dia benar-benar bintang."
"Kau akan melepasnya?" Tanya Chanyeol dengan senyuman miring. Sehun menoleh dengan senyuman miringnya pula.
"Maksudmu Luhan? Tidak akan." Jawab Sehun dengan nada misteriusnya.
Sementara dua lelaki itu membicarakan hal lain yang mungkin random, di dalam ruang kacanya Luhan tengah sibuk dengan bindel besarnya, oke, ini memang sudah hampir empat bulan berlalu namun tetap saja Luhan masih harus tahu tentang banyak hal. Namun, ia selalu kembali ke halaman 12 setelah ia selesai membaca satu bab atau saat lelah mulai menerpa matanya; halaman di mana profil Sehun terpampang dengan amat jelas. Resume lengkap, mencakup semuanya, termasuk hal-hal yang disukai CEO-nya itu dan hal-hal yang dibencinya pula. Luhan menemukan dirinya tertawa tertahan saat pertama kali tahu bahwa Sehun sangat membenci makhluk kecil bernama kecoa, terlebih saat terbang. Ouh, ia membayangkan hal-hal random yang menggelikan karenanya.
Lebih dari itu, Luhan sangat mengaguminya dan ia tak tahu kapan terakhir kali ia bisa memandangi foto aristokrat selama lebih dari sepuluh kali sehari; Sehun dengan kemeja putih dan potongan undercut berwarna hitam adalah hal yang membuatnya merasakan hal aneh. Ia kerap kali tanpa sadar menggumam betapa ia ingin melihat Sehun dengan rambut hitamnya.
Kerjasama mereka berjalan dengan baik, Sehun bukan pribadi kaku yang kerap ia perlihatkan saat bertemu dengan klien dan beberapa orang asing; lelaki itu punya selera humornya sendiri dan jika Luhan boleh sedikit lancang, lelaki itu punya sisa kenakalan masa muda. Sehun bersikap sangat menghormatinya sekalipun ia hanya sekretaris di sini, maaf, coret kata hanya, karena nyatanya ia sudah diberi kepercayaan untuk menangangi beberapa rahasia perusahaan serta hal lain yang menyangkut kerjasama dengan salah satu perusahaan properti ternama dari Kanada, properti memang memegang andil terbesar dalam meraup keuntungan perusahaan dan tampaknya CEO-nya itu ingin perusahaannya sedikit terfokus pada bagian properti.
"Luhan."
Luhan mengerjap saat namanya dipanggil dan saat ia mendongak ia mendapati Sehun berdiri di hadapannya dengan tangan masuk ke saku celana bersama Chanyeol yang melambai jenaka di belakangnya. Luhan langsung bangkit dan membungkukkan badan.
"Kubilang tidak usah terlalu kaku padaku." Kata Sehun dan Luhan hanya bisa mengangguk sambil tersenyum kecil.
"Aku akan keluar sebentar dengan Chanyeol dan aku akan kembali setengah jam sebelum jam makan siang tiba. Dia butuh aku untuk memilih cincin untuk Baekhyun." Kata Sehun sambil melihat jam tangan mahalnya.
Mata Luhan berbinar tanpa bisa dicegah dan ia tak tahu Sehun menatapnya tanpa kedipan.
"Cincin?! Kau berniat melamar Baekhyun?"
Chanyeol tersenyum malu di sana dengan tangan memegangi tengkuknya canggung. "Yeah, aku tidak merencanakan pernikahan dalam waktu dekat, tapi setidaknya aku harus mengikat hubungan kami dalam pertunangan." Katanya, terdengar seperti anak kecil yang hendak menyatakan cinta pada gadis pujaannya.
"Aku jamin dia akan menghujanimu dengan ciuman, Chan. Astaga, aku bisa membayangkan reaksinya nanti!"
"Do'akan saja aku bisa mengatakannya dengan benar." Kata Chanyeol dengan senyum gentlenya.
"Baekhyun beruntung memiliki kekasih sepertimu, Chan." Luhan tersenyum dan itu ikut mengembangkan senyuman dari dua orang lainnya.
"Dan Luhan, untuk pertemuan dengan Tuan Seo, lakukan lebih dari biasanya, kami pergi." Sehun merangkul Chanyeol menjauh dan meninggalkan Luhan di dalam ruang kacanya.
"Tuan Seo? Seo Seon Woo? Baiklah, Tuanmu ingin ini menjadi sempurna dan tugasmu mewujudkannya, Luhan." Luhan duduk dan mengetikkan nama Seo Seon Woo di kolom pencarian navernya dan membacanya secara saksama profil pemilik perusahaan besar itu.
.
.
.
Baekhyun masih sibuk dengan cincin pemberian Chanyeol yang melingkari jari manisnya dan Luhan masih sibuk dengan laptop menyala, beberapa berkas dan agenda kerja yang terbuka, dan segelas tinggi jus jeruk—dan penampilan acaknya. Seperti biasa saat akhir pekan datang, mereka akan menghabiskan waktu sampai menjelang tengah malam untuk sekedar berbincang dan berbagi pikiran.
"Mengerjakan pekerjaanmu di akhir pekan; bukan kau sekali, biasanya aku melihatmu bermalasan seperti kucing gendut dengan keripik kentang di sofa sana. Ada apa?" Ya, Luhan memang pekerja keras, kolektif, dan perfeksionis, tapi ia masih manusia yang punya rasa malas. Itu manusiawi, oke?
"Memandangi jemarimu seperti orang gila di akhir pekan; bukan kau sekali, biasanya aku melihatmu sibuk dengan katalog lingerie seperti maniak. Ada apa?" Luhan membalasnya sebagai sarkasme tanpa mengalihkan pandangan dari pekerjaannya.
Baekhyun hampir melempar Luhan dengan bantal sofa kalau saja ia tak ingat Luhan bisa mengamuk saat pekerjaannya berantakan.
"Sialan kau."
"Salahmu sendiri."
"Baiklah-baiklah, aku bertanya baik-baik; ada apa, Luhan?" Baekhyun mendekat dan duduk di depan Luhan dengan mata mengerjap manis seperti kucing. Luhan tertawa pelan.
"Gadis yang baru dilamar memang menggemaskan, ya?" katanya jenaka dan sukses membuat Baekhyun merona merah.
"Hentikan dan katakan padaku, Luhan!"
Luhan tertawa. "Minggu depan akan ada pertemuan khusus dengan ShinHwa Group dan Sehun ingin pertemuan itu berjalan sempurna; aku harus mempersiapkannya dengan baik." Kata Luhan sambil menyeruput jus jeruknya. Di depan sana Baekhyun menyeringai lebar.
"Senangnya bekerja dengan lelaki yang tak jauh usianya darimu, Luhan. Kau bisa memanggil namanya dengan leluasa."
"Jangan terlalu formal padaku, aku masih muda dan tak butuh hal-hal kaku dari orang yang aku kenal baik. Ia selalu mengatakan itu, aku bisa apa?"
"Salah, masih muda, tampan, kaya—"
"—dan panas." Baekhyun jatuh dalam tawa tingginya saat Luhan memotong kalimatnya dengan kata yang tak pernah ia dengar dari mulut gadis rusa itu.
"Sejak kapan kau mengenal kosakata panas untuk seorang lelaki?" Katanya dan Luhan memberikan senyum menggoda.
"Sejak aku mengenal Tuan Oh Se Hun?"
"Ouw, kau mulai menjadi gadis nakal sekarang, heum?" Goda Baekhyun dengan alis naik turun provokatif. Luhan mengedikkan bahunya, ia mulai mengabaikan pekerjaannya karena tahu ini adalah saat mereka butuh untuk saling berbagi.
"Siapapun bisa berpikiran apa saja saat berada di dekatnya; pesonanya tidak main-main. Aku kerap mendapati sekretaris 'nakal' dari klien atau bahkan perempuan-perempuan yang Sehun lewati memasang tatapan lapar padanya. Aku sangsi gadis baik-baik akan tetap teguh pendirian saat melihatnya dengan rambut hitam dan kemeja putih." Kata Luhan jujur dan Baekhyun menganggukan kepalanya.
"Aku pernah bertemu dengannya beberapa kali dan aku akui, kau benar. Dan Luhan, apakah 'gadis baik-baik yang kau sangsikan akan tetap teguh pendirian' itu termasuk dirimu?" Baekhyun melempar pertanyaan menggoda lagi dan Luhan mengulum senyum.
"Aku rasa aku bukan gadis baik-baik, Baek."
"Oh, yeah. Siapa yang tahu kalau gadis yang menolak seks seperti dirimu punya koleksi novel erotis lebih banyak dari katalog kosmetikku." Baekhyun menyeringai.
"Lebih banyak dari katalog, mulut manismu. Jika kau menambahkan katalog lingerie Victoria Secretmu, aku yakin jumlahnya hampir tiga kali lebih banyak." Kata Luhan sambil mendecih.
"Well, itu aku." Baekhyun memainkan kukunya dengan apik dan manis. Luhan tertawa melihat tingkah sahabatnya itu, frontal dan mengasyikkan untuk ia ajak membahas hal-hal semacam ini.
"Aku bukannya menolak seks, Baek. Aku hanya merasa, itu bukan hal yang bisa aku lakukan dengan sembarang orang. Setidaknya bersama orang yang benar-benar serius denganku, dan aku tidak bisa menemukan hal itu dengan baik di dalam dunia kerja; kau tahu maksudku. Aku berpikiran seperti itu saat melihatmu dengan Chanyeol." Kata Luhan sambil memainkan jemarinya di atas meja dan menerawang. Baekhyun tersenyum tipis, mendengarkan apa yang Luhan katakan dengan baik.
"Kau tahu, aku kadang iri denganmu, Baek. Kau mempunyai Chanyeol sejak sekolah menengah dan itu bertahan sampai sekarang. Kapan aku akan menemukan seseorang semacam itu? Disaat kau sudah memakai cincin di jari manismu aku bahkan tak mengenal lelaki manapun selain idiot kesayanganmu itu."
Baekhyun menepuk tangan Luhan pelan dan mengulas senyum tipis dan menghangatkan. "Kau akan segera menemukannya, aku yakin. Kau bilang sendiri kau ingin kariermu cemerlang, dan bukankah kau sedang menjalaninya sekarang? Kau bahagia dengan pekerjaanmu, aku tahu itu, jangan buat kacau dengan memikirkan hal semacam itu. Aku yakin kau akan segera menemukan idiot kesayanganmu sendiri, oke?"
Luhan tertawa dan ia mengangguk.
"Baiklah-baiklah. Aku mendengarkanmu."
"Dan Luhan, apakah CEO Oh Se Hun yang 'panas' itu," Baekhyun membuat gestur tangan menggoda saat mengucapkan kata panas, Luhan tersenyum tertahan. "masuk dalam daftar lelaki yang bisa kau kenal?"
Luhan tertawa lagi. "Ah, menurutmu bagaimana?"
"Bukan menurutku lagi; pasti. Oh Se Hun yang panas itu pasti masuk."
Luhan hanya melempar senyum misterius.
.
.
.
Luhan memandangi seorang gadis kecil yang tampak ceria dengan pelampung merah mudanya di pinggir kolam renang dengan tatapan cerah. Gadis kecil itu tampak senang dengan percikan air dan sinar matahari akhir musim semi yang menembus atap kaca lantai tertinggi salah satu gedung real estate yang dimiliki perusahaannya. Sedangkan di sisi lain, Luhan bisa melihat Sehun dengan pakaian santainya tengah membicarakan sesuatu—sepertinya proses negosiasi—dengan Tuan Seo Seon Woo di lazy chair yang terlindung bayangan gedung dan beberapa minuman dingin.
"Eonni! Temani Yeonjoo bermain!" Gadis kecil itu memanggilnya dengan cukup keras sampai mengalihkan perhatian dua orang lelaki dewasa yang tengah sibuk berbincang itu.
"Yeonjoo-ya, kau bisa membuat Luhan Eonniemu basah." Kata Tuan Seo dengan nada larangan main-main yang membuat gadis kecil itu cemberut parah.
"Ayaah…" Dan merengek manis yang membuahkan tawa dari setiap orang yang ada di sana.
"Tidak apa, Tuan Seo. Saya bisa menemaninya." Kata Luhan sambil melempar senyum dan mendekat ke Yeonjoo yang mendapatkan senyumannya kembali.
"Eonni tidak bisa masuk ke kolam sepertimu, oke? Eonnie masih harus menyiapkan berkas untuk ayahmu." Kata Luhan lembut sambil sedikit bermain air bersama Yeonjoo.
"Uhm!" Yeonjoo mengangguk antusias dan mulai berenang kesana kemari dengan pelampung merah mudanya itu. Gadis kecil berumur tujuh tahun itu semangat menjelajahi bagian kolam renang yang tak sampai satu meter dalamnya.
Mereka berdua tak sadar jika Tuan Seo dan Sehun selesai dengan pekerjaannya dan malah memandangi mereka berdua dengan senyum tertahan.
"Dia sekretarismu, kau yakin?" tanya Tuan Seo sangsi dan Sehun hanya bisa tertawa pelan.
"Dia sekretarisku, Tuan Seo." Katanya.
"Kenapa dia lebih terlihat seperti kekasihmu yang tengah menemanimu berbisnis, Tuan Muda Oh." Katanya jenaka. Sehun kembali tertawa.
"Saya senang Yeonjoo bisa menikmatinya dengan baik, dia terlihat ceria sekali." Kata Sehun tulus. Tuan Seo mengangguk tanpa suara.
"Aku sendiri terkejut saat sekretarisku mengatakan Luhan menghubunginya dan mengatakan bahwa pertemuan ini akan diadakan di sini. Sekretarismu itu begitu pintar menggambil hati anak gadisku. Dan lihat saja nanti, Yeonjoo akan kerap merengek padaku untuk bertemu Luhan Eonnienya."
Sehun memandangi Luhan dan Yeonjoo yang masih sibuk dengan percikkan air dan gelak tawa mereka dengan senyum tipis. "Luhan memang mudah mengambil hati seseorang, Tuan Seo. Bahkan saya sendiri, mungkin?" Katanya dan itu mengundang tawa dari Tuan Seo.
"Baiklah-baiklah, kurasa dalam waktu dekat aku akan mendapat undangan pernikahan, Tuan Oh. Jika kalian bertiga berjalan bersama, mungkin orang-orang akan melihat kalian sebagai keluarga kecil yang bahagia." Katanya. Sehun mengulum senyuman.
"Baiklah, Tuan Seo. Kurasa kita sudah sepakat dan sekarang, tolong ijinkan saya untuk bergabung dengan 'keluarga kecil' saya." Kata Sehun jenaka sambil bangkit. Tuan Seo kembali tertawa sambil memberikan gestur mempersilakan pada Sehun. Dan sebelum Sehun beranjak dia memberikan sebuah bungkukkan sopan pada pria berwibawa yang punya selera humor yang Sehun sukai itu.
"Sedang sibuk dengan Luhan Eonnie, heum? Bolehkah Oppa bergabung?" Kata Sehun setelah berjongkok di samping Luhan sembari mencubit pipi gembil Yeonjoo. Yeonjoo mengangguk semangat.
"Heum! Bisakah Oppa berenang bersama Yeonjoo? Luhan Eonnie bilang dia harus menyiapkan berkas untuk ayah jadi tidak bisa turun." Katanya sambil menggapai Sehun. Sehun mengangguk.
"Ayahmu sudah selesai dengan Oppa, jadi kita bisa bermain sekarang." Kata Sehun dan itu membuat Luhan menoleh dengan tatapan bertanya.
"Tercapai?" Tanyanya dengan mata mengerjap. Sehun mengedipkan sebelah matanya ke arah Luhan yang langsung merona.
"Kau memberikan proposal yang sangat sempurna—bahkan sampai membuat Tuan Seo merasa tak perlu membawa sekretarisnya dan ya, semuanya selesai dengan baik. Terimakasih, Sekretaris Lu." Kata Sehun tulus dengan senyum tipisnya.
Luhan tersenyum pula. " Sudah menjadi tugas saya, Tuan Oh." Katanya.
"Oppa! Ayo!" Kata Yeonjoo memprotes.
Sehun bangkit. Ia melepaskan kaos putihnya dan meletakkannya pada lazy chair di dekatnya dan sedikit melakukan peregangan sebelum meluncur ke bagian kolam renang yang dalam yang dibatasi dengan sebuah palang, menghasilnya sedikit percikkan air ke sisi kolam. Ia memandang penuh arti pada Luhan yang tengah merona melihatnya karena, ayolah, siapa yang tidak merona melihat perut liat dengan enam kotak otot tersusun rapi dan bahu yang begitu bidang?
"Yeonjoo-ya! Ayo kemari, Oppa akan mengajarimu berenang." Kata Sehun menyugar rambutnya yang basah dan merentangkan tangannya. Yeonjoo mendekat dan Sehun berhasil memindahkannya ke sisi kolam yang lebih dalam.
"Uaahh… Ayah-ayah! Lihat!" Katanya semangat dan Tuan Seo hanya melambaikan tangannya dengan sebelah tangannya lagi memegang sebuah kamera kecil.
"Oppa lihat! Kaki Yeonjoo bisa bergerak-gerak seperti ini!" Sehun tertawa melihat kaki kecil Yeonjoo yang mengibas di bawah air dengan semangat. Sehun memegangi tubuh Yeonjoo dan mulai membawanya ke sisi lain kolam di mana Luhan sudah berjongkok di sana.
"Luhan, apakah riasan tipismu tahan air?" tanya Sehun sambil mengamankan posisi Yeonjoo agar mengait di palang kolam renang. Luhan menatapnya dengan kerjapan manis yang membuat Sehun menggigit bibir gemas.
"Maaf?" Tanyanya tak paham.
Sehun menarik pinggang Luhan dan menyebabkan gadis itu tercebur kedalam kolam dengan masih menggunakan onepiece biru tuanya. Gadis cantik itu berteriak terkejut sambil menggapai bahu Sehun saat sudah berada di dalam kolam yang airnya setinggi dada Sehun. Gadis itu masih terbatuk kecil sampai tak sadar tubuh keduanya berhimpitan, dengan tangan Luhan yang mengait ke leher Sehun dan tangan Sehun sendiri yang memegangi pinggang Luhan di bawah air, sedikit mengangkatnya agar Luhan sejajar dengannya.
"Ternyata riasanmu tahan air, jadi, bukan masalah bukan bermain bersama kami?" kata Sehun dengan nada jahil.
Luhan tersadar saat merasakan nafas hangat Sehun menerpa wajahnya, ia membuka mata dan wajahnya langsung merona mendapati wajah Sehun begitu dekat dengannya. Dadanya berdebar dan ia harus mengakui, ada hal lain yang membuat Sehun terlihat panas selain rambut hitam dan kemeja putihnya; yaitu Sehun dengan rambut basah dan tanpa atasan.
"T-tuan Oh…"
"Panggil aku Sehun, pekerjaan kita sudah selesai dan aku rasa ini bisa melepaskan rasa lelahmu, Luhan… Kau bekerja keras." Kata Sehun dengan senyum tipisnya. Luhan menunduk karena malu, ia sadar berpasang-pasang mata tengah mengamatinya dengan senyum tertahan. Tuan Seo dan beberapa bodyguard yang berjaga di titik-titik tertentu.
"Oppa Eonnie! Yeonjoo ikut!"
Bersyukurlah Yeonjoo menyelamatkannya dan ia mempunyai alasan untuk melepaskan kaitan mereka dan segera menuju Yeonjoo yang sudah menggapai-gapai dirinya. Luhan memeluknya dan membawanya sedikit ke tengah. Mereka bermain air sampai sore menjelang.
Dan selama itu pula, Sehun tak bisa menahan diri untuk tak mendekat dan memandangi wajah Luhan yang selalu terlihat merona, mungkin karena sinar matahari dan … dirinya? Sehun menyeringai tipis dan membiarkan Luhan berdebar karena tatapan intens yang terang-terangan ia berikan. Sambil sesekali melirik sesuatu yang tercetak di balik onepiece Luhan yang melekat basah.
Sepertinya Sehun harus menyuruh semua bodyguard itu keluar dari ruangan ini sebelum mereka entas dari kolam renang.
.
.
.
Sore sudah menjelang dan Luhan masih sibuk dengan urusan tubuhnya yang basah. Ia hanya mengeringkan tubuhnya sekilas dan mengganti onepiecenya dengan bathrope yang ia pakai sejak entas dari kolam renang karena ia sudah tak tahan dengan rambutnya yang begitu basah dan oh, sepertinya kusut bukan main. Ia meraih hair dryer yang sudah tersedia di situ dan lantas segera mengeringkan rambutnya. Ia cukup puas setelah beberapa saat menyibukkan diri untuk mengeringkan dan mengatur rambutnya menjadi lebih baik dengan sebuah cepolan ringan. Ia akan mandi nanti saat sudah sampai di apartemen.
Tak lama setelahnya, saat ia mulai menanggalkan bathropenya dan hendak meraih pakaian lain yang sudah terlipat manis di sudut ranjang, ia terdiam sebentar lantas membawa tangannya itu kedepan untuk menangkup dadanya sendiri. Luhan menggigit bibirnya saat tangannya mulai meremas lembut kedua dadanya yang kaku karena dingin yang menerpa. Ia bukan gadis baik yang polos tak tahu apa-apa, jika ia boleh jujur, sepanjang sisa waktu yang ia habiskan di dalam kolam renang bersama Sehun dan gadis kecil manis itu, pikirannya tak pernah jauh dari perut keras dan dada bidang atasannya yang teramat menggoda itu. Bahkan dirinya tak bisa memungkiri kerap mencuri pandang ke bawah air sekedar ingin tahu siluet 'sesuatu' yang terlindung celana pendek Sehun.
Salah satu tangannya turun dan menyelip di antara belahan kewanitaannya yang basah dan mulai memberikan gerakan kecil di sana, ia melenguh pelan dan berbagai fantasi bermain di kepalanya. Membuatnya tak sempat memikirkan hawa dingin pendingin ruangan.
"Sshh…"
"Luhan, Yeonjoo menanyakan di mana kau dan—"
Suara itu dibarengi dengan pintu yang terbuka dan seketika keduanya terdiam. Luhan dengan ekspresi terkejut dan shock dan malu, sementara Sehun yang beku di depan pintu dengan mata hampir keluar dari rongganya. Bisa kau bayangkan seperti apa korslet yang Sehun alami saat melihat sebuah tubuh berkilat basah tak tertutupi apapun?
"T-tuan Oh…" Ia tergagap dan tangannya bergerak ke tempat di mana ia harus menutupinya. Luhan bisa melihat kilatan membahayakan dari kedua mata Sehun dan saat Sehun bergerak masuk dan mengunci pintu kamarnya; Luhan tahu ini tak akan berakhir dengan baik—atau malah sebaliknya?
"Tidak mengunci pintu saat kau tak berbalut apapun; kau sungguh berani, Sekretaris Lu." Sehun mendekat dengan tangan membuka kancing kemeja putihnya yang—bahkan—tak terkancing dengan benar sebelumnya.
Luhan masih membeku bahkan sampai Sehun berdiri di belakangnya dengan kedua telapak tangan panas yang mulai kurang ajar menyentuh kulit tubuhnya yang setengah basah dengan gerakan setengah mengambang yang membuat Luhan merinding. Nafas Sehun yang begitu panas menerpa kulit lehernya yang sensitif dan saat merasakan telinganya dikulum begitu sensual dengan lidah Sehun yang sama panasnya; Luhan berjengit dan tanpa sadar menggenggam tangan Sehun yang mulai berani merangsek ke atas dadanya.
"Bukankah ini dingin?" Bisik Sehun dengan suara seraknya saat tangannya menangkup salah satu dada Luhan. Meremasnya perlahan sambil mengendus leher Luhan tanpa puas. Semuanya menjadi abu-abu dan tak ada yang bisa Luhan pikirkan selain memberikan lenguhan pelan saat remasan itu makin intens.
Nafas panas Sehun merusak kesadarannya dan ia berbalik sambil menatap Sehun dengan tatapan sayunya. Ia menelusuri dada bidang Sehun dengan pucuk hidungnya yang terus bernafas pelan; seakan membalas perlakuan tangan nakal Sehun di tubuhnya tadi. Ia bisa merasakan tangan Sehun meremas pinggangnya sensual.
"Ya, sangat dingin…"
Ia tak tahu sejak kapan ia bisa mengucapkan sesuatu dengan nada mendesah. Sehun menggeram pelan sebelum menyentak wajahnya dan menghujaminya dengan ciuman menuntut yang tak kenal jeda. Luhan melenguh saat lidah Sehun tanpa basa-basi menerobos belah bibirnya dan seketika melilit lidahnya dan menghisapnya. Kepalanya terdorong kebelakang namun tangan kokoh Sehun selalu mendorongnya ke depan, tak ingin terlepas barang sedikitpun.
Ciuman itu terlepas namun Sehun tak menjauh, ia beralih menciumi garis rahang Luhan yang sempit sekaligus memberikan hembusan nafas hangat yang sampai ke telinga Luhan.
"Kau tak pernah tahu betapa aku ingin melakukan hal ini padamu sejak lama…" Sehun berbisik serak dan membuat Luhan makin erat mencengkeram bahu Sehun.
Sehun membawa tangan Luhan menjauh dari bahunya ke arah bawah, lelaki itu tersenyum miring merasakan tubuh Luhan berjengit saat tangannya sendiri membuat Luhan meremas miliknya yang sudah sangat keras.
"Kau merasakannya?"
Sehun langsung membawa Luhan ke atas ranjang dan memenjarakannya di bawah kungkungan lengannya yang berada di masing-masing sisi kepala Luhan. Di bawahnya Luhan memandangnya sayu dengan nafas terengah serta wajah yang mulai merona. Ia membawa pandangannya ke bawah dan menemukan kedua buah dada gadis cantik itu masih tegak menantang walaupun sudah terbaring, serta pinggang kecil yang berhubungan dengan belahan sempit yang membuat Sehun nyaris gila karenanya.
"Kau indah…"
Sehun bangkit dan Luhan bisa melihat bagaimana Sehun melepaskan kancing kemejanya sekaligus kancing celananya, melemparnya entah kemana. Seketika membuat dadanya makin berdebar tak karuan dan bagian selangkangannya terasa berdesir tiba-tiba. Tatapan Sehun kepadanya sangat membakar, sekalipun sorot mata itu datar namun Luhan tahu di sana ada sebuah gairah yang membahayakan. Matanya turun menelusuri tubuh kekar Sehun dan tanpa sadar menggigit bibir saat mengamati otot V yang terbentuk di perut bawah yang menyambung ke bagian yang membuat Luhan tercekat nafasnya sendiri. Ereksi sempurna yang keras, merah, dan berkilat kecil di ujungnya. Sebegitu bergairahkan Sehun terhadap dirinya?
Sehun menunduk dan memberikan ciuman panas pada bibir Luhan yang merah dan membuka sembari tangannya meremas salah satu dada Luhan yang kaku karena gairah. Luhan mengerang saat paha dalamnya tertekan benda keras yang panas. Tangannya mengalung mesra ke leher kokoh lelaki yang tengah mencumbunya habis-habisan ini.
Sehun menatap Luhan dengan tatapan bergairahnya saat tangannya terangkat untuk mengusap dahi Luhan yang lepek oleh keringat, mendekatkan wajahnya dan membisikkan sesuatu yang membuat Luhan benar-benar melupakan segalanya.
"Selangkanganmu basah, boleh aku membuatnya makin basah?"
Luhan hanya mengangguk kacau dan bergumam 'ya' banyak-banyak tanpa harus berpikir soal malu dan hal lainnya. Wajah Sehun turun dan memberikan kecupan kupu-kupu pada tubuhnya yang telanjang. Ketika Luhan merasakan nafas hangat menerpa selangkangannya yang basah dan panas, jarinya meremas sprei kuat-kuat, tak tahan dengan tensi sensual yang mengelilingi nafasnya.
Tubuhnya melengkung ketika merasakan sebuah benda panas, kasar, basah dan tak bertulang mulai menginvasi lipatan surganya dengan begitu perlahan. Benda itu bergerak turun-naik dengan tekanan yang membuat Luhan tersiksa bukan main, tubuhnya bereaksi dengan cepat dan menghasilkan cairan pelumas yang membanjir dari dalam dirinya.
"S-sehun!" Ia memekik kecil ketika ia merasakan klitorisnya digigit kecil dan dilanjutkan sebuah gerakan ganas dari belah bibir Sehun dan lidah panasnya masing-masing. Apa di sana Sehun tengah melumat selangkangannya? Kalau iya maka Luhan tak akan melupakannya dan akan terus meminta lebih. Tangannya tanpa sadar turun dan menekan kepala Sehun agar tak lepas dari selangkangannya sementara kakinya sendiri sudah sangat melebar dengan jemari mengeriting.
Desahannya menggema tanpa bisa ia tahan dan ternyata itu membuat Sehun makin ganas mengobrak-abrik lipatan surganya yang sudah basah dan panas itu. Tak selang beberapa detik setelah Sehun mulai memasukkan lidah panasnya ke dalam lipatan basahnya dan menghisap-hisap tanpa henti, sebuah dorongan muncul dari dalam dirinya dan membuat kepalanya berputar nikmat. Selangkangannya linu bukan main dan ketika Sehun memberikan lumatannya yang paling menekan di bawah sana, tubuhnya melengkung tajam dan kepalanya melesak dalam ke bantal.
"Akh! S-sehun… Sehun…"
Pelapasan pertamanya begitu nikmat dan ia tak bisa memikirkan apapun selain menikmati orgasmenya dengan Sehun yang kini sudah berada di atasnya kembali. Di pandangannya yang makin mengabur ia bisa melihat mata Sehun memancarkan gairah yang lebih dari sebelumnya, bibir lelaki itu yang merah berkilat basah dan tercetak beberapa cairan semi bening yang ia yakini adalah cairan miliknya.
Ia masih terengah ketika Sehun menunduk dan langsung melesakkan lidahnya ke dalam mulut Luhan yang membuka. Luhan berjengit merasakan cairannya sendiri namun anehnya ia malah membalas ciuman Sehun tak kalah ganasnya. Ia dengan berani menarik lidah Sehun dengan lidahnya dan memberikan hisapan kuat sampai ia mendengar lenguhan pelan dari lelaki yang begitu panas itu.
Keringat keduanya membanjir dan membuat tubuhnya berkilat basah. Udara terasa begitu panas dan gerah namun keduanya tak ada yang berniat melepaskan diri. Dada keduanya saling menekan dan Luhan dengan berani membawa tangannya ke bawah dan meremas kejantanan Sehun yang sudah sangat panas dan keras dengan sensual. Membuat Sehun seketika melepaskan ciumannya dan mendongak dengan lenguhan dan ekspresi nikmat yang tak tertahan.
"Kau nakal… Kau bisa mencumbunya nanti, sayang…" Sehun berbisik di telinga Luhan dengan nafas terengah saat tangan kurus itu meremat dan mengurut kejantanannya dengan intensitas yang tak main-main. Sementara di bawah Sehun tengah menahan ereksinya agar tidak cepat-cepat memuntahkan cairan, Luhan tersenyum miring sambil mengingat dengan baik bagaimana tekstur benda panjang itu.
"Cukup, jangan bermain-main… Biarkan penisku mencumbu lubang vaginamu sekarang…" Kalimat frontal itu membuat Luhan melepaskan tangannya dan beralih mengalungkannya ke leher Sehun.
Sehun menggeram pelan saat tangannya mengocok miliknya sendiri dan menempelkannya ke lipatan panas Luhan. Menggerakannya turun-naik dengan pelan sambil menikmati bagaimana lipatan vagina itu berdenyut menggiurkan. Luhan sendiri sudah mulai berputar kepalanya karena Sehun yang tak kunjung melesakkan miliknya ke dalam vaginanya yang sudah sangat mendamba, bahkan Luhan bisa merasakan miliknya sendiri sudah berdenyut-denyut gila.
"Jangan menggodaku… Atau aku sendiri yang akan membuat penismu melesak masuk." Luhan berbisik serak dan seketika membuat Sehun menggeram serta mulai mendorong kejantanannya masuk ke dalam lipatan itu.
Luhan merasakan vaginanya tersibak dan terbelah ketika benda keras itu melesak masuk dengan perlahan. Sedikit demi sedikit dengan Luhan yang merasakan vaginanya begitu penuh dan sesak, namun perasaan nikmat tak dapat ia tampik sama sekali. Panas.
"Luhan… Aku akan melakukannya sekali hentak dan lakukan apapun padaku."
Luhan tak sempat mencerna kalimat Sehun karena setelahnya Sehun menghentak masuk dengan teramat keras dan membuat Luhan terlecut rasa sakit dari dalam tubuhnya yang sensitif. Ia merasakan sesuatu terobek dan nyilu luar biasa berdenyut-denyut, tanpa sadar membuat Sehun sesak karena ia memeluk lehernya sangat erat sebagai pelampiasan. Memang menyakitkan, namun ada sisa-sisa nikmat ditambah dengan Sehun yang langsung mendorong perlahan.
"Ahhh… S-sehunahh…"
Ia mendesah dan Sehun mulai menambah kecepatannya. Rasa sakit dan nyilu luar biasa masih ia rasakan, namun saat hentakan Sehun makin menguat ia menyadari ada rasa nikmat lain yang terbangun dari denyutan yang ia rasakan. Dalam beberapa hentakan semua rasa sakit menghilang dan digantikan sensasi luar biasa dari kejantanan Sehun yang terus keluar masuk dengan kecepatan konstan. Nafasnya tercekat nikmat dan ia tak bisa melakukan apapun selain menggelepar di bawah kungkungan tangan kokoh Sehun. Semuanya makin membuatnya tak bisa melakukan apapun saat tangan Sehun mulai meremas kuat dadanya. Luhan memekik kecil.
Hentakan Sehun makin cepat dan dalam. Luhan kembali memekik kecil saat merasakan klitorisnya terhimpit dan seakan ikut masuk ke dalam vaginanya sendiri bersama dengan dorongan Sehun. Nafasnya makin memburu ketika ia membuka mata dan menemukan Sehun tengah mengigit bibirnya dengan ekspresi menahan nikmat yang begitu kentara. Lelaki itu tak berhenti mendorong kejantanannya yang Luhan rasakan mulai mengeluarkan urat-urat yang menggesek dinding vaginaanya dengan begitu nikmat.
Luhan sediki bangkit dan mengurai gigitan bibir itu dengan bibirnya. Sehun tersentak dan ia bisa merasakan Sehun menarik seluruh kenjantanannya dengan hanya menyisakan kepala kejantanannya yang sudah membesar itu, membuat Luhan melepaskan ciumannya refleks merasakan sensasi nikmat itu, lantas Sehun mendorongnya begitu keras dan cepat. Membuat Luhan melemparkan kepalanya untuk melesak ke bantal.
"Akh! Akh! Akh!" Desahan nafas bergantik dengan jeritan kecil seraya kejantanan Sehun kelua masuk dan klitorisnya makin terhimpit nikmat.
Pandangan Luhan mulai berubah menjadi putih, mulutnya terbuka dan ketika kejantanan Sehun terasa semakin membesar dalam miliknya yang mengetat dan meremas makin kuat, ia mendapat pelepasannya yang begitu nikmat. Ia bisa merasakan cairannya membanjir dan membasahi kejantanan Sehun yang tak kunjung berhenti bersama tubuhnya yang melengkung tajam dan kaku. Ia kira Sehun akan berhenti dan membiarkanna menikmati orgasmenya yang masih membuat vaginanya berdenyut itu, namun ia salah.
"S-sehun!" Ia memekik nikmat ketika Sehun menarik kejantanannya sampai hampir lepas dan mengaitkan salah satu kakinya ke bahunya yang berkilat keringat. Membuat tubuhnya miring dengan posisi tertekan berat tubuh Sehun. Sehun tak menghentikan hentakannya, malah makin menambah intensitasnya dan membuat Luhan benar-benar menjerit karena ia merasakan vaginaya disodok gila-gilaan tanpa henti tanpa jeda.
"S-sehun.. K-kau.. Akh!"
"Ya sayangh? Kau ingin aku menyodokmu lebih dari ini?" kalimat pertama Sehun setelah penyatuan mereka membuat Luhan terbakar.
"Ya ya… Lakukan sesukamu…" Luhan berkata susah payah dengan nafas terputus-putus.
Rasa nikmat dan nyilu dari vaginanya makin intens dan membuat Luhan mendesah keras. Dorongan Sehun makin keras dan nikmat, kejantanan yang terbenam ia makin membesar dan mengeras, membuat Luhan mengerang keras dan ketika kejantanan Sehun meledak dan menyemburkan cairannya ke dalam vaginanya, Luhan benar-benar menjerit. Ia mendapatkan orgasme keduanya tak berselang lama dari yang pertama.
Sehun masih saja menghentak selama kejantanannya itu menyemburkan spermanya ke dalam vagina Luhan. Seakan-akan ingin melepaskan semuanya dan membuat vagina Luhan penuh dan hangat. Sehun ambruk ke tubuh Luhan yang masih kaku akibat pelepasannya. Keduanya terengah-engah hebat.
Luhan membawa kedua lengannya untuk memeluk tubuh Sehun yang basah keringat dan lemas itu. Ia begitu senang menikmati hembusan nafas hangat Sehun di lehernya.
"Kau begitu nikmat, Luhan…" Sehun berkata serak.
Luhan hanya menggumam. Matanya terpejam sambil menikmati bagaimana cairan Sehun bersama cairannya sendiri yang tak tertampung meleleh dari sela vaginanya yang masih tersumpal benda besar yang tak kunjung keluar itu. Kejantanan Sehun sudah tak sekeras sebelumnya, namun masih saja memenuhi liangnya dengan begitu nikmat.
Luhan mendesah ketika Sehun menarik kejantanannya perlahan dan berbaring di sampingnya. Ia masuk ke pelukan lelaki itu yang begitu hangat dan menenangkan.
"Luhan…"
"Hmm?" Luhan masih memejamkan matanya yang begitu berat.
"Luhan…"
"Hmm? Jangan terus memanggilku seperti itu, katakan…" Luhan tersenyum dan membiarkan ketika Sehun terus memanggil namanya.
"Luhan…"
"Luhan…"
"Luhan…"
"Luhan bangunlah!"
Luhan mengerjapkan matanya, sejak kapan suara berat Sehun berubah menjadi feminin dan terdengar seperti milik Baekhyun? Tunggu, milik Baekhyun?!
Luhan tersentak dan seketika terbangun. Menemukan Baekhyun berada di samping tempat tidurnya dengan tatapan kesal dan tangan berkacak pinggang menyeramkan sungguh membuatnya bingung. Sebentar, tempat tidurnya, Baekhyun dan … Seketika Luhan mengedarkan pandangannya dan menyadari di mana ia berada.
"Sampai kapan kau akan seperti kerbau? Kau harus bekerja!" Luhan mengabaikannya.
Ia melirik selangkangannya dan mengerang keras saat menyadari celananya basah kuyup dan ia bisa merasakan sisa-sisa denyutan nikmat dari vaginanya.
Sial, apa ia baru saja bermimpi erotis dengan atasan panasnya itu?!
.
TBC
.
Panas tidak? Aku merinding sendiri saat mengetiknya. Ini akan menjadi Threeshot dan berlanjut pada tanggal 12 dan 20 April nanti, special for HunHan Birthday! Harusnya aku post ini di tanggal 12-16-20, tapi, temanku yang mesum luar biasa memaksa. Okelah… Tenang saja, ini tidak akan terlambat karena aku sudah menyelesaikannya! :") Kalau ada typo di bagian Mature Scene maafkan, aku ragu mengeditnya karena takut nanti malah aku ubah-ubah .
Untuk yang menunggu Broken—jika ada, aku akan post dan selesaikan secepatnya, aku selama ini menyelesaikannya, sekaligus tak ada waktu untuk post sebenarnya. :"D
Can you tell me what you think—and feel, about this Fic in Review Column, please? Idenya memang pasaran, tapi aku mencoba menggambarkannya denga caraku sendiri. Terimakasih sudah membaca! ^^
Ugh, walau terlambat, Happy Xiumin Day!
.
Anne, 2017-03-28