Hidup ini penuh dengan ujian – ujian yang membuat hati menjadi lebih tegar dari sebelumnya. Tapi entah mengapa cobaan ini terasa yang berat untuk pemuda berusia 20 tahun dengan tinggi di atas rata – rata itu. Entah apa salah yang ia lakukan dimasa lalu hingga mendapatkan cobaan seperti ini, lagi – pria itu menghela napasnya kasar.

Ia kembali berjongkok – yang sebelumnya juga sudah berjongkok namun ia berdiri lagi untuk mencari seseorang yang bisa membantunya atau mungkin orang tua dari anak ini – menyamakan tinggi anak kecil di hadapannya. Ia menatap mata anak polos di hadapannya dengan tatapan intimidasi andalanya. Tentu saja ini adalah pertama kalinya ia menatap anak laki – laki dengan wajah polosnya dengan tatapan intimidasinya.

"Jadi – katakan jika semua yang kau ucapkan itu suatu kebohongan, adik kecil. Karena – tentu saja AKU TIDAK MEMILIKI SEORANG ANAK SEPERTIMU!! Untuk saat ini –yeah kau pasti mengerti maksudku adik kecil. Usiaku bahkan baru 20 tahun seminggu yang lalu, aku tidak mungkin memiliki anak seusia mu kan?"

Seolah meminta persetujuan dari anak bermata rusa itu namun tentu saja namanya juga anak baru berusia 5 tahun mana mengerti apa yang dikatakan Ayahnya itu. Ya, sekitar 15 menit yang lalu anak laki – laki ini menghampiri seseorang yang mirip sekali dengan ayahnya karena ia sedang tersesat di entah dia sendiri juga tidak tahu ada dimana ini.

"Ayah, Ziyu lapar. Ayo beli makanan." Rajuk anak laki –laki itu tanpa memperdulikan kalimat yang panjang lebar terlontar dari mulut ayahnya.

Pria yang mirip ayahnya itu hanya menghembuskan napasnya kasar lalu mengacak surainya kesal. Ia baru saja ingin berjalan menuju rumahnya selepas ia menempuh ilmu di Kyunghee University namun setelah 10 menit ia berjalan tiba – tiba seorang anak kecil memeluk kakinya erat seraya memekik kata "Ayah!" dan tentu saja membuatnya kaget setengah mati karena ini masih di wilayah sekitar kampusnya. Bisa rusak reputasinya sebagai pria terkeren di kampus telah memiliki seorang anak berusia 5 tahun.

"Ayah!" pekiknya lagi ketika ayahnya tak menggubrisnya sama sekali. Mendengar teriakan bocah di hadapannya ia berdecak kesal. "Siapa namamu?"

"Oh Ziyu tentu saja! Ayah lupa dengan namaku?!"

"Hey! Jangan mengarang memakai margaku!"

"Ziyu tidak mengarang ayah! Ayah sendiri yang memberi nama Ziyu."

Mata Ziyu mulai berkaca – kaca. Kenapa ayahnya dengan cepat melupakannya padahal baru tadi pagi ayahnya memberi pelukan hangatnya.

"Ck! Jangan menangis disini, dimana rumahmu biar ku antar." Pria itu bangkit dan siap untuk berjalan namun tiba – tiba tangannya di genggam erat oleh anak mungil itu.

"Kenapa bertanya pada Ziyu? Ayah pasti lebih tahu." Pria itu mengelus dadanya pelan. Mencoba bersabar dengan apa yang dikatakan anak kecil yang sedang menggenggam sebelah tangannya.

Selintas ada ide jahat di otak cerdasnya. Ia menyeringai licik.

"Hey, katamu kau lapar kan?" Tanyanya dengan menaik – turunkan alis tebalnya. Dan tentu saja anak itu dengan semangatnya mengangguk. Senyum licik itu semakin lebar diwajah tampannya.

"Ayo kita pergi ke restoran yang enak!"

Present

Our Destiny

Oh Sehun

Xi Luhan

Ziyu

Haowen

YAOI! MPREG!

Oh Sehun berjalan santai seraya bersiul – siul dengan riang –pria itu telah terbebas oleh makhluk kecil pengganggu yang kapan saja bisa menghancurkan reputasinya. Apalagi jika ibunya mengetahui bocah kecil yang sangat pandai mengarang bebas itu, bisa – bisa ia di telan kembali ke perut ibunya – oke cukup berlebihan, mungkin saja di gantung di pohon kacang hijau.

Kaki panjangnya melangkah menuju halaman rumahnya. Udara saat ini sangat dingin karena sudah hampir memasuki musim dingin, Sehun berfikir untuk berselimut hangat di kamarnya dan pasti ibunya menghampirinya seraya membawa segelas cokelat hangat. membayangkan itu cukup membuat Sehun seperti orang gila karena tersenyum sendiri.

Ia masuk kedalam rumah dan disambut oleh ibunya.

"Hari ini sangat dingin, bu." Keluhnya. Maklum saja Sehun sangat manja kepada ibunya karena sudah hampir 11 tahun dia hidup dengan ibunya. Jangan tanyakan pria brengsek – yang sialnya ayah kandungnya berada dimana. Bahkan ia berharap orang itu sudah mati sekarang.

Wanita paru baya itu hanya tersenyum melihat tingkah anaknya yang baru saja dewasa. Ibu Sehun memeluk anak semata wayangnya erat.

"Apa sudah hangat?"

Sehun hanya menggangguk, "Tapi lebih hangat lagi jika ibu membawakan segelas cokelat hangat untukku." Pintanya tak lupa dengan senyuman mautnya yang mampu membuat ibunya terkekeh pelan.

"Baiklah – baiklah, naik ke kamarmu. Akan ibu antarkan cokelatnya."

Sehun mengecup pipi ibunya. "Terima kasih, bu."

Setelah itu Sehun berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai. Hanya cukup dengan ibunya saja ia sudah sangat sebahagia ini.

Sehun melempar tasnya asal ke tempat tidur. Ia memutuskan untuk mandi air hangat dengan aromatherapy mungkin untuk menenangkan pikirannya.

Hanya perlu 10 menit Sehun sudah lengkap dengan pakaian hangatnya. Sambil menunggu ibunya datang, Sehun lebih memilih untuk mengerjakan beberapa tugas kuliahnya.

Membuka laptopnya dan mulai mengerjakan tugasnya. Tak lama suara pintu kamarnya berdenyit tanda seseorang membukanya dan sudah ia duga pasti ibunya lah yang datang membawakan segelas cokelat hangat kesukaannya.

"Ib – "

"Turun sekarang Oh Sehun."

"- u"

Ibu Sehun keluar dari kamar Sehun cepat. Pria itu mengeryit heran menatap kepergiaan sang ibu yang terburu – buru.

Kira Sehun ibunya mengantarkan segelas cokelat namun semua ekspetasinya hilang ketika ibunya masuk dengan wajah datarnya dan menyuruhnya untuk cepat turun belum lagi ibunya memanggilnya dengan nama lengkapnya. Kemungkinan besar ia dalam masalah besar.

Tak mau membuat ibu semakin marah, akhirnya Sehun memilih untuk turun dan melihat sendiri ada apa yang terjadi di bawah.

Baru saja Sehun ingin melangkahkan kakinya turun tangga namun suara anak kecil yang ia kenal sungguh menghentikan langkahnya. Yah, suara cempreng yang menyebalkan itu seperti merajuk pada ibunya.

"Ziyu kedinginan, Nek~"

Deg

Dugaannya tepat! Tapi bagaimana bisa bocah itu sampai di rumahnya. Buru – buru ia menuruni tangga dan mendapati Ziyu – bocah yang ia tinggalkan dengan cara berpura – pura ingin ke toilet lantas malah pergi lewat pintu belakang sebuah restoran.

"Ayah!!" Pekik Ziyu ketika mendapati sang ayah sedang berdiri dengan wajah melongonya. Ibu Sehun pun langsung menoleh ke arah Sehun dan mendapat tatapan "manis" untuk putra semata wayangnya.

"Kemarilah Sehun." Perintah mutlak dari sang ibu dengan nada lembutnya. Wanita itu mencoba bersabar atas kelakuan anaknya yang memang sedari dulu sudah berandalan.

Dengan nurutnya Sehun menghampiri ibunya sambil menghelakan napasnya kasar dan duduk disampingnya. – cobaan apa lagi ini?

"Jadi, bisa jelaskan ini Oh Sehun?"

Sehun mendesah pasrah. Ia bingung untuk menjelaskannya karena ia sendiri tidak tahu apa yang harus ia jelaskan kepada ibunya. Ia melirik Ziyu yang menguap lebar.

"Nenek, Ziyu lelah. Ziyu ingin tidur." Rajuk Ziyu. Ibu Sehun tersenyum lembut pada Ziyu lalu menatap Sehun garang.

"Antarkan Ziyu ke kamarmu, Sehun." Perintahnya namun Sehun hanya mengerutkan dahinya tanpa protes. "Kenapa harus kamarku, bu?"

"Dia anakmu Oh Sehun! Cepat antarkan Ziyu!"

Dengan langkah malas ia menggenggam tangan mungil Ziyu dan berjalan menuju kamarnya namun di tengah jalan Ziyu memberontak membuat Sehun berdecak kesal.

"Apa lagi?"

"Gendong~" suara manja itu membuat Sehun memutar kedua bola matanya malas. Heol! Anak ini banyak maunya dan begitu manja. Mau tak mau Sehun menggendongnya seperti bayi koala dan lanjut berjalan menuju kamarnya.

Ia membaringkan Ziyu yang telah tertidur di ranjangnya dan tak lupa menyelimutinya. Sehun menatap Ziyu sebentar. Saat tertidur seperti ini Ziyu sangat mirip dengan seseorang yang sangat ia kenali, tapi ia lupa siapa. Tak mau ambil pusing Sehun pergi dari kamarnya dan menemui kembali sang ibu di ruang tengah.

"Dia sudah tertidur?" Sehun mengangguk.

"Kau menyelimutinya kan?" Sehun menggangguk – lagi.

"Penghangat di kamarmu menyala kan?" akhirnya Sehun mendengus kesal. "Tenang saja bu. Semua yang ibu khawatirkan sudah aku lakukan dengan baik terhadap anak itu."

"Jadi – wanita mana yang kau tiduri sehingga Ziyu ada di sini?"

Jujur, Sehun memang brengsek dari usianya 17 tahun. Ia sudah mulai mengenal minuman keras, rokok bahkan seks namun untungnya tidak dengan narkoba.

Pergi ke club selepas pulang sekolah adalah hal wajib. Kenapa Sehun bisa bebas masuk? Karena pemilik club itu adalah sahabat Sehun yang usianya 5 tahun lebih tua darinya. Disana ia akan minum – minum tidak sampai mabuk berat dan menimbulkan curiga pada ibunya.

Kisah perjalanan seksnya? Hanya sekali ia pernah melakukan one night stand bersama seorang wanita yang tidak ia kenal dan juga tak lupa memasang pengaman untuk menghindari hal – hal seperti ini. Dan sialnya kini menimpa dirinya.

"Ibu, jujur saja. Aku tidak pernah – maksudku aku selalu pakai pengaman bu. Dan coba saja ibu pikirkan, proses anak itu tumbuh sampai sebesar itu tidak sebentar, bu. Dia mungkin berusia kurang lebih 5 tahun dan mana mungkin aku melakukan hal bejat pada usiaku 15 tahun?! Itu tidak masuk akal, bu!"

Jelasnya dengan nada frustasi. Ibu Sehun menggangguk – angguk seolah menyetujui pemikiran anaknya. Ibu sehun jadi ingat saat itu putranya masih polos dan belum ternodai oleh pikiran – pikiran kotor remaja SMA.

"Benar juga. Lalu bagaimana dia bisa memanggilmu 'ayah'?" Tanya ibu Sehun dengan wajah penasarannya sedangkan Sehun menunjukan wajah berpikir.

"Hm, entahlah bu. Aku tidak tahu, tiba – tiba saja di jalan ia memeluk kakiku dan memanggilku ayah."

Jelas Sehun apa adanya namun penjelasan Sehun tidak menjawab rasa penasaran sang Ibu.

"Aku ke dapur dulu, aku lapar." Sehun bangkit dari duduknya dan hendak melangkahkan kakinya menuju dapur namun terhenti karena pekikan sang ibu.

"Oh! Ibu tahu Sehun-ah!" pekikan sang ibu mau tak mau membuatnya menoleh ke sumber suara dan rasa curiga pun menghampirinya.

"Apa?" Tanyanya dengan rasa penasaran.

"Lakukan test DNA!"

"APA?!"

.

.

.

Blank. Kata itulah yang pantas untuk mendeskripsikan pikiran seorang Oh Sehun sekarang. Setelah mau tak mau ia menuruti apa yang ibunya minta yaitu test DNA yang ngomong – ngomong hasilnya akan keluar dua minggu lagi. Dia berharap hasilnya tidak cocok atau pun test itu mengatakan cocok Sehun berharap sekali jika hasilnya hilang di telan bumi.

Demi apapun dia belum siap untuk menjadi seorang ayah. Oh ayolah – Sehun masih ingin bersenang – senang bersama teman – temannya atau tidak dengan wanita. Ini keterlaluan jika masa muda seorang Oh Sehun adalah mengurus anak, sungguh tidak keren.

Dan sialnya anak itu kini berada di hadapannya sedang tertidur pulas di ranjangnya. Beberapa hari ini ia tidur di sofa karena tidak mungkin ia tidur seranjang dengan anak itu meskipun kemarin malam anak itu menariknya paksa untuk menemaninya tidur di ranjang.

Anak ini sungguh manja, seperti dirinya mungkin dan ada beberapa sifat anak itu yang sama persis sepertinya. Namun ia akan langsung menggeleng menepis itu semua ketika ia melihat wajahnya yang terlalu imut untuk seukuran anak laki – laki bahkan ia sangsi jika anak ini sebenarnya adalah anak perempuan atau parahnya ia memiliki dua kelamin. Gila!

"Ayah?" panggil anak itu membuat Sehun menaikkan alisnya. Dia masih cukup merasa aneh dengan panggilan itu. Oh siapa juga yang ingin di panggil ayah ketika umurmu baru 20 tahun.

"Apa?" jawabnya seadanya dengan pelan.

"Ziyu haus."

"Disampingmu ada air putih." Sehun beranjak dari kegiatan – ayo perhatikan dia anakmu atau bukan – menuju lemari pakaiannya. Ia rasa badannya butuh mandi air hangat untuk menenangkan pikirannya itu.

Kepala mungil itu menggeleng cepat seolah tak setuju perkataan sang ayah. "Ziyu ingin susu, ayah." Perkataan Ziyu sontak membuat Sehun memutar balik badannya dan memperhatikan wajah penuh memohon dari Ziyu.

Ah iya, anak kecil itu kan masih minum susu untuk pertumbuhannya. Tapi dirumah mana ada susu untuk balita atau susu untuk ukuran anak itu. Sehun juga tidak terlalu suka susu jadinya dirumah sama sekali tidak ada susu.

"Ayo beli susu untukmu." Setidaknya ia tidak akan mendapat pukulan dari sang ibu karena membuat Ziyu menangis lagi.

Ziyu yang mendengar itu pun langsung semangat bangkit dari ranjangnya. Sehun menghela napasnya, mandi sorenya tertunda lagi. Ia balik badan mencari – cari pakaian hangat untuk dirinya dan juga untuk Ziyu. Untuk Ziyu? Memangnya dia punya?

Ia menepuk jidat lebarnya. Lalu otaknya berpikir lagi. Ah dia memang tidak punya baju hangat untuk si kecil Ziyu. Mungkin dia akan mampir untuk membeli pakaian hangat untuk Ziyu. Di dalam lemari ia melihat sebuah syal berwarna merah maroon. Ini syal kesayangannya karena ini adalah hadiah spesial dari orang spesial. Tak masalah jika syal ini di pakai untuk Ziyu.

Sehun memakaikan syal itu melingkar di leher mungil Ziyu. "Aku tidak punya pakaian hangat untukmu karena tubuhmu sangat kecil dan kau pakai syal untuk sementara nanti di supermarket akan ku belikan pakaian hangat untukmu." Ujarnya yang membuat Ziyu tersenyum.

Dengan tatapan polosnya Ziyu menggenggam erat tangan sang Ayah. Sehun hanya bisa tersenyum kecil lalu langkah mereka keluar kamar Sehun dan menuju keluar rumah.

Di jalan, udara memang dingin hari ini dan itu tidak menyurutkan semangat dari Ziyu karena ia bisa pergi keluar bersama sang ayah apalagi sampai bergandengan tangan seperti ini. Ugh! Romantisnya membuat Ziyu terkikik pelan.

"Kau kenapa?" Sehun melihat gelagat aneh dari anak yang sedang ia genggam tangannya. Ia merasa tangan anak itu semakin lama semakin mendingin.

Ziyu menggeleng pelan dan kembali pada sikap biasanya. Langkah Sehun terhenti dan menatap anak itu yang wajahnya hampir tenggelam akibat lilitan syalnya. Ia menggendong – memeluk tubuh mungil itu setidaknya bisa mengurangi rasa dingin. Yah itulah pikiran Oh Sehun yang mendadak perduli sama anak itu.

Ziyu yang berada di kukungan sang ayah hanya bisa mengeratkan pelukannya karena bagaimana pun ia juga kedinginan.

Masuk kedalam supermarket, Sehun langsung mengambil keranjang. Tadi ia pikir untuk mengambil trolly dorong dan menaruh Ziyu di dalamnya namun ia urungkan karena ia pikir ia akan berbelanja sebentar dan sedikit saja. Mengingat uang bulanan dari ibunya belum turun untuk bulan ini.

Langkah kaki jenjangnya menuju rak – rak besar berisi semua jenis susu dengan berbagai merek.

"Hei, biasanya kau minum susu yang mana?" Tanyanya. Kepala Ziyu otomatis menoleh ke depan dimana susu – susu itu berjajar namun ia tidak menemukan susu kesukaannya. matanya kemudian mendongkrak menatap sang ayah.

"Ziyu suka susu cokelat."

"Merek apa?"

"Eh tapi Ziyu juga suka susu vanilla sama kayak Haowen hyung." Dahi Sehun berkerut ketika Ziyu menyebutkan nama asing dari mulut mungilnya.

"Haowen hyung? Siapa?"

Wajah bingung Ziyu menatap sang ayah. "Ayah lupa juga dengan Haowen hyung?"

Sehun menghelakan napasnya lalu menggeleng pelan. "Memangnya siapa?"

"Kakak laki – laki Ziyu, Anak pertama Ayah." Dan penjelasan singkat itu membuatnya cukup terkejut. Fakta baru pun terungkap ternyata ia memiliki dua orang anak. meskipun ia penasaran dimana anak pertamanya itu namun Sehun mencoba untuk mengabaikan itu sementara.

"Baiklah, lalu kau mau susu yang mana?"

Pandangan Ziyu pun kembali teralih pada susu di depannya kemudian mata rusanya mencari – cari susu mana yang selalu ia minum.

"Ziyu tidak tahu susu yang mana yang sering Ziyu minum." Lagi, Sehun menghela napasnya kasar. Coba saja ada tester untuk mencoba susu disini satu – satu mungkin itu lebih baik.

Mata Sehun pun menemukan seorang karyawati yang kebetulan sepertinya sedang bertugas di sekitar rak ini.

"Permisi," Sapa Sehun dengan sopan dan jangan lupakan senyum penuh pesona andalannya. Mendadak karyawati itu menjadi gugup dan salah tingkah.

"Ada yang bisa ku bantu, Tuan?" Tanyanya dengan sopan dan suara yang penuh lemah lembut.

"Bisa kah kau tunjukan susu rasa cokelat untuk balita yang paling enak disini?" Karyawati itu berpikir sebentar lalu sontak tersenyum dan mengangguk mengerti apa yang pria didepannya ini yang sedang dibutuhkan.

Karyawati itu mengambil susu yang dimaksud dan menyerahkannya pada Sehun. "Susu ini yang paling enak di sini dan juga yang paling banyak di beli selain itu vitamin yang di perlukan untuk anak juga sangat bagus." Terangnya yang membuat Sehun menggangguk dan tersenyum senang.

"Terima kasih." Sehun pun menaruh susu itu di keranjangnya. Ia pun menoleh pada Ziyu yang sedang menggeram tak suka pada wanita tadi.

"Kau kenapa? Tak suka susunya?"

"Ayah tidak liat? Susu itu ada pisangnya. Ziyu kan alergi sama pisang!" Ujar Ziyu cukup keras dan menekan kata 'ayah' agar wanita genit di depannya ini berhenti menggoda ayahnya.

Karyawati itu mendesah kecewa ternyata anak di gendongannya ini adalah anaknya dia kira hanya keponakannya. Sehun tersentak lalu melihat kotak susu itu. Oh sial benar saja susu itu cokelat bercampur dengan buah pisang. Kemudian ia kembalikan kotak susu itu pada karyawati.

"Tolong yang hanya rasa cokelat saja." Ujar Sehun menyuruh karyawati itu lagi. Langsung karyawati itu mengambil susu yang murni hanya cokelat saja.

"Yang seperti ini?" Tanyanya. Sehun memperhatikannya dengan seksama kemudian menggangguk merasa pas dengan yang ia inginkan.

"Terima kasih." Sehun tersenyum pada karyawati itu. Ziyu menatap bosan ke arah wanita itu. "Ayah, Ziyu ingin es krim."

Sehun menautkan alisnya. "Yang benar saja. Ini musim dingin tak boleh makan es krim." Langkah panjang Sehun pun terhenti di rak sereal anak.

"Kau suka sereal?" tanyanya pada Ziyu.

Anak bertubuh mungil itu hanya diam. Tak berniat membalas pertanyaan Sehun sebelum keinginannya tercapai. Merajuk eoh?

"Kenapa diam?" Tanya Sehun yang tidak peka atas merajuknya Ziyu dan itu membuat Ziyu semakin gondok – kesal.

"Turun." Bukannya menjawab, Ziyu malah minta turun. Mau tak mau Sehun pun menurutinya karena tangannya juga merasa kebas karena menggendong tubuh mungil itu.

Siapa sangka Ziyu akan langsung berlari ketika ia sudah di turunkan oleh Sehun. Walaupun kakinya mungil tapi kalau masalah lari – berlari atau kabur – kaburan Ziyu adalah jagonya karena ia sering lari – larian ketika ia baru saja selesai mandi atau pun sedang bermain.

"Ziyu!"

Bocah kecil itu masih berlari dengan seringai yang entah dari mana ia belajar. Satu tujuan ia berlari adalah tempat dimana eskrim berada. Ia lebih suka eskrim daripada susu yang baru saja di ambil oleh Sehun.

Ziyu melompat – lompat senang ketika box berisi seluruh merek eskrim sudah tak jauh lagi namun langkahnya –

Bruk – oh sial!

Ziyu menabrak seseorang sehingga ia terjatuh atau lebih tepatnya terduduk. Orang yang ia tabrak segera berjongkok membantu Ziyu berdiri, takut – takut jika anak kecil di hadapannya ini menangis.

"Kau tidak apa – apa?"

Baru saja Ziyu ingin menangis agar tidak di marahi oleh orang tua di hadapannya namun ia urungkan karena melihat wajah yang sangat ia kenali bahkan tanpa sadar ia memeluk orang itu begitu erat.

"BABA!"

Pekikan girang Ziyu tentu saja membuat dua orang pria terkejut. Sehun menghentikan langkahnya ketika melihat Ziyu tengah memeluk seseorang. Oke, mungkin kalau Ziyu memeluk kakinya waktu itu bisa ia maklumi tapi kini ia memeluk orang asing dan berteriak apa? Baba? Apa itu?

Sehun menghampiri Ziyu dan mecoba menarik tubuh mungil Ziyu.

"Ziyu! Tidak boleh memeluk orang lain sembarangan seperti itu."

Seperti angin berlalu Ziyu enggan melepaskannya. Oh ayolah, memeluk orang asing? Bahkan pria yang sedang ia peluk ini adalah orang yang melahirkannya.

"Tidak mau, Ziyu ingin memeluk Baba!" keukeuhnya semakin menenggelamkan kepala mungilnya pada perpotongan leher babanya.

"Ziyu jangan seperti ini." Tentu saja Sehun merasa tak enak oleh pria yang sedang Ziyu peluk saat ini.

"Tidak apa – apa." Ujar pria itu berusaha menenangkan Sehun.

"Namamu Ziyu ya?" Tanya pria itu membuat Ziyu mendongak ke arahnya. "Baba tak ingat Ziyu juga?" pria itu cukup terkejut melihat wajah mungil Ziyu yang sudah berkaca – kaca. Dia bingung.

"Kemarin ayah sekarang baba yang tidak ingat Ziyu. Sebenarnya ayah dan baba kenapa? Apa ini hukuman Ziyu karena Ziyu nakal tidak mau tidur siang tetapi malah pergi kerumah paman Huang?"

Lelehan airmata itu membasahi pipi gembul milik Ziyu. Sontak pria di hadapannya menghapus airmata Ziyu. "Sudah jangan menangis." Entah karena ia merasakan sesuatu yang aneh, pria itu memeluk dan menggendong Ziyu dengan gerakan menenangkan. Sehun yang melihat itu hanya bisa takjub.

"Ziyu minta maaf, baba. Ziyu janji tidak akan nakal lagi." Ujarnya disela tangisnya. Pria itu menepuk punggung sempit Ziyu dengan pelan. "Iya, sudah jangan menangis lagi." Suara lembut itu membuat Sehun tersenyum kecil.

"Sayang? Ada apa?" Suara barithone itu mengejutkan Sehun yang sebelumnya masih terpesona akan pria yang sedang menenangkan Ziyu dengan penuh kasih sayang.

Pria tinggi yang melebihi tinggi Sehun muncul dari arah belakang pria mungil yang sedang menggendong Ziyu. Pria tinggi itu menatap bingung sekaligus tidak suka melihat kekasihnya menggendong seorang anak kecil.

"Oh, Kris." Pria mungil itu menoleh ke arah belakang dan mendapati kekasihnya membawa trolly dorong milik mereka ang telah terisi beberapa kebutuhan rumah tangga.

"Siapa dia Luhan?" Tanyanya dengan nada kurang suka. "Kita harus cepat sayang. Mama menunggu kita." Tanpa memberikan kesempatan pria mungil yang ia panggil Luhan untuk berbicara, Kris langsung mendorong trollynya menuju kasir.

Luhan hanya bisa menghelakan napasnya melihat kekasihnya menghilang begitu saja kemudian tatapan matanya menuju bocah yang sedari tadi ia gendong, sambil memberikan senyum terbaikknya Luhan berkata, "Maaf Ziyu, aku harus pergi."

Perlahan Luhan menurunkan tubuh mungil Ziyu yang sempat dapat berontakan dari Ziyu. Melihat itu dengan cekatan Sehun menghampiri Ziyu dan membawanya menggendongnya. Air muka Ziyu terlihat akan menangis kembali.

Luhan sempat tidak rela ketika ia harus menurunkan Ziyu namun ia harus kembali menyusul kekasihnya sebelum pria tinggi itu marah padanya.

"Baba ingin kemana?" Tanya Ziyu ketika Luhan akan berbalik. "Ayah! Jangan biarkan Baba pergi, yah!" Pekik Ziyu begitu memohon pada Sehun. Pria berwajah datar itu bingung harus bertindak apa. Ia benar – benar seperti orang bodoh ketika Ziyu memekik memohon seperti ini.

Luhan kembali menatap Ziyu lalu menangkup wajah mungilnya dengan lembut. Entahlah apa yang Luhan rasakan ia hanya melaksanakan nalurinya saja.

"Kita akan bertemu lagi Ziyu, tenang saja." Ujarnya begitu menenangkan. "Sampai jumpa." Lanjutnya dan langsung melangkah meninggalkan Ziyu dan Sehun yang masih mematung di tempat.

"Ayah tidak menghentikan Baba?" Tanya Ziyu di tengah sesegukkannya. Sehun menatap Ziyu prihatin. Ia juga ingin melarang Luhan pergi tapi apa hak nya? Memang Sehun siapanya Luhan? Oh astaga!

"Ayo kita kembali berbelanja. Tadi kau ingin es krim kan? Baiklah ayo kita beli." Ujarnya pelan seraya berjalan menuju counter es krim dan sebisa mungkin Ziyu menghentikan tangisnya karena teringat perkataan kakak laki –lakinya jika seorang laki – laki itu tidak boleh menangis terlalu lama tapi tetap saja Ziyu kan merindukan Babanya – sangat. Apa salahnya untuk menangis mencari perhatian lebih untuk Babanya tetap tinggal bersamanya?

.

.

.

.

TBC

Hello, ada yg ingat saya? ga ada kayaknya haha. okay, aku minta maaf karena menghilang tiba - tiba dan sempet berhenti menulis. kenapa? karena aku sibuk bekerja dan juga aku mengikuti sebuah les yang kadang banyak menyita waktu terus juga laptop aku tinggal di rumah -sekarang aku numpang di rumah tante dan disitu ada keponakan yg super nakal kalo aku ngeluarin laptop - jadi kalau pun mau update ff ga bisa tapi sekarang aplikasi ffn udh bisa upload story :D

thnksto Shenshey27 yg udh ngasih semangat kuterharu:')

so, mind to review?

ps: ff lain menyusul haha

Jakarta, 27 Maret 2017. 18:18