Cardiomyopathy, Adalah sekelompok penyakit yang mempengaruhi otot jantung. Awalnya mungkin ada sedikit atau bahkan tidak ada gejala. Dalam beberapa kasus pasien mengalami sesak napas, merasa lelah, atau bengkak pada kaki karena gagal jantung. Denyut jantung yang tidak teratur bisa terjadi hingga mengakibatkan pingsan. Pada tahap lebih lanjut, pasien memiliki resiko kematian jantung mendadak.
.
.
.
FIRST SNOW
(inspired by Grey's Anatomy)
CAST: EXO (GS for Zitao dan Lay)
PAIRINGS: HunHan, Kristao. Slight Chanbaek
RATE: T
WARNINGS: Typo, Absurds
(mohon maaf jika ada kesalahan istilah maupun prosedur yang disebutkan. Author bukanlah mahasiswa kedokteran, melainkan penulis biasa yang mencoba membuat sebuah karya.)
Enjoy!
Chapter 3
.
.
.
Sehun merasakan detak pelan itu dibalik jas dokternya. Mengusap lembut punggung tegap dokter bergelar Chief of Cardiothoracic Surgery M.D. tersebut. Luhan, sudah jatuh tertidur-sangat pulas- diatas gendongan koala Sehun. Tangannya terayun pelan, menemani tiap langkah yang menggema di bangsal VIP.
Dalam hati, Sehun bersumpah. Atas segala nazar yang pernah disebutkan para umat manusia.
Bahwa ia akan membuat jantung itu tetap berdetak.
Bagaimanapun caranya.
.
.
.
.
.
Jongdae segera berlari menghampiri Sehun saat dr Oh itu hampir mencapai kamar Luhan. Ia masih cukup peka untuk menyadari Sehun yang akan kesulitan membuka pintu. Dengan sigap, ia mendahului Dr Oh tiba di depan pintu lalu membukakan jalan agar Sehun dan Luhan bisa masuk. Luar biasa bagaimana rasa bersalah bisa meruncingkan sebuah kepekaan dari seorang Jongdae.
Jongdae masih enggan masuk kedalam ruangan. Ia memilih berdiri di depan kamar Luhan. Membiarkan kepalanya dipenuhi banyak tanda tanya. Jika saja mereka bukan imajiner, Jongdae yakin salah satunya akan jatuh keluar dari lubang kuping dan tergeletak diatas lantai.
"Dr Kim!"
Jongdae menoleh. Ah itu dia. Jongin sedang berjalan kearahnya dengan dua dokter pendek yang mengikuti dibelakang. Suara tadi bukan dari mulut Jongin. Melainkan bibir kucing Baekhyun dengan suara melengking menyebalkan. Sarat akan emosi yang meluap luap.
Dalam hati Jongdae mendengus sebal. Untuk apa sih mereka ikut ikutan? Hebat sekali. Disaat dibutuhkan, mereka lenyap entah kemana. Sekarang malah tiba tiba muncul. Bergerombolan lagi. Kenapa tidak dari tadi saja dan membantu mencari luhan.
Puk!
"pabbo!"
Baekhyun menyambit kepala Jongdae dengan ujung stetoskop, membuat si objek mengaduh kesakitan. Mengelus kepalanya sambil menatap Baekhyun tidak terima."apa apaan sih kau ini!"
"kau yang apa apaan! Bagaimana bisa kecolongan seperti ini? untung dia ditemukan dokter Oh!"
"bagaimana kau tahu?"
Baekhyun memutar bola matanya dengan ekspresi malas. Dengan lagak nya yang sok, dokter bermarga Byun itu melipat tangannya sambil berkata "apa sih yang aku tidak tahu?"
Jongdae menatap Jongin dengan sorot mata menuduh. Ini pasti gara gara kau! Jongin hanya bisa nyengir kikuk saat tatapan itu menembus tulang belulangnya. Ada alasan kenapa ia meminta Jongin –tidak kyungsoo, apalagi Baekhyun- untuk membantunya. Karena ia tau, alih alih membantu, Baeksoo akan dengan khidmatnya menceramahi Jongdae atas keteledorannya ini.
Tapi sial. Asumsinya meleset. Jongin bukannya membantu, malah repot repot membawa Kyungsoo dan Baekhyun.
"aku pikir jika dicari bersama sama. Akan lebih cepat ketemu." Jongin membela diri. Jangan lupakan cengiran bodohnya itu.
Bersama-sama yang kumaksud hanya kau dan aku, bodoh!, Jongdae merutuk dalam hati.
"sudahlah. Yang penting Tuan Luhan sudah ditemukan. Bagaimana keadaannya. Kenapa kau diluar?" Kyungsoo bertanya, menengahi perang dingin diantara duo morons. Sebuah jawaban nyaris menyelinap keluar dari mulut Jongdae saat tiba tiba ada suara mengalihkannya. Ah ralat, mengalihkan perhatian semuanya.
"aw! Sakit dok." Itu suara luhan. Meringis. Sudah menjadi hal yang lumrah sebenarnya, saat mendengarkan ringisan para pasien. Namun yang berbeda -atau yang membuatnya seolah berbeda-adalah suara Luhan yang terdengar sedikit.. manja?
alah, itu hanya perasaan mereka saja!
Dan ditambah kenyataan bahwa pasien itu baru saja digendong ala drama korea menuju kamar oleh seorang dokter primadona rumah sakit, membuat mereka semakin ber'imajinasi'
Sebagai dokter mereka tidak ingin mengausmsikan hal yang tidak tidak-maksudnya seperti hal porno, begitu. Tapi sahutan Sehun berhasil membuat ke-empatnya semakin penasaran dengan mata yang membulat sempurna. Apalagi Jongdae, diotak pria itu sudah bnayak sekali tanda tanya.
"tenang lah. Kau seperti baru melakukan pertama kali saja."
Huk. Jongin, jongdae dan Baekhyun bergerak cepat menempelkan stetoskop mereka di pintu bernomor VIP 015. Mereka terlalu pendek untuk bisa melongok lewat kaca di pintu kamar. keempatnya Mencuri dengar-dengan efektif-apa yang pasien dan attending itu lakukan.
"pelan pelan saja."
"kau cerewet sekali."
"ini semua salahmu karena sudah membangunkanku." Kyungsoo-yang cukup waras untuk tidak ikut ikutan menempelkan stetoskop di pintu pasien- tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Mata dokter itu terbelalak lebar membentuk O sempurna.
"mau tidak kubangunkan juga kau pasti bangun. Tusukan ini sakit." sementara Jongin, Baekhyun dan Jongdae, jangan ditanya. Mereka sudah berfikiran macam macam sekarang.
Sebuah suara familiar terdengar. Merusak acara mengumping mereka yang sudah menuju ke bagian paling penting.
"ehem." ke empatnya menengok kearah suara dan terlonjak saat itu juga. Zitao, memandang dengan sorot mata tajam pada Jongin, Jongdae, Baekhyun-bahkan-Kyungsoo yang sedang bertingkah mencurigakan
"apa yang sedang kalian lakukan, doctors?." Zitao menekankan kata doctors yang dia ucapkan. Sengaja. Ia ingin menyadarkan otak miring anak magangnya yang bersikap jauh layaknya dari seorang dokter.
"a-ah. Dr Huang. Aku harus pergi ke ER." Kyungsoo, segera berkata demi menyelamatkan karir dokternya. Lalu si mata belo itu segera melesat pergi.
"oh iya, ada pasien yang menunggu untuk epidural." Jongin mengikuti. Dan dia pun mengekori Kyungsoo yang sudah berjalan terbirit birit. Tinggalah Baekhyun yang sedang menggigit bibir. Bingung mau memberikan alasan apa. bisa dikatakan, dia tidak ada tindakan mendesak sekarang. Malah sepuluh menit lagi shift nya akan berakhir.
Sementara Jongdae, mau beralasan apapun, akan terdengar mustahil. Karena dia memang seharusnya berada disana. Luhan kan pasiennya.
Pintu terbuka dan Sehun muncul dari sana. Jongdae dan Baekhyun yang baru saja menjadi saksi atas dialog aneh mereka, reflek melongok-kan kepala mereka ke celah pintu. Melihat apa yang terjadi.
Luhan. Sedang meringis sambil memegang tangannya.
Oh.. Dokter Oh hanya menusukkan jarum infus. Mereka kira…
"dr Huang. Dr kim." Sehun menyapa kedua dokter yang dia temui sedang berdiam mencurigakan di depan ruangan. "dan… dr Byun." lanjutnya lagi dengan kernyitan didahinya. Baekhyun tidak seharusnya ada disana, lalu dia sedang apa?
Tapi sehun mencoba tidak terlalu ambil pusing.
"kebetulan sekali kalian ada disini." kata Sehun sambil menatap Zitao dan Jongdae-mengabaikan sosok dokter lain yang secara canggung berada disana.
"apa terjadi sesuatu?" tanya Zitao. Lebih kearah, apa yang terjadi sampai keempat dokter magangnya menguping di luar kamar.
"bukan sesuatu yang besar. Tapi omong omong. Jika kalian berdua tidak sibuk. Bisa ikut aku ke ruangan sebentar? Aku ingin membicarakan soal rekam medis Tuan Luhan yang baru." Jongdae dan Zito mengangguk. Ketiganya lalu beranjak pergi, kemudian diikuti oleh Baekhyun yang juga pergi kearah berlawanan. Pria itu baru saja menghembuskan nafas lega saat Dr Huang belum sempat mengintrogasinya.
Tapi, rasa senang Baekhyun hanya bertahan beberapa detik sampai suara Zitao kembali terdengar.
"ah, Dr Byun?" Baekhyun menahan rutukkannya yang nyaris keluar. Dia membalikkan tubuhnya, memasang raut wajah senormal mungkin pada ketiga dokter yang sedang berdiri tidak jauh di hadapannya.
"ne, Dr Huang-sunbaenim?"
"tangani pasien di bangsal kelas dua. Nomor 003. Biopsi " Zitao tersenyum jahil saat dia mengatakan 'biopsi' tanda bahwa si dokter magang akan sangaaat menikmati tugasnya nanti. Pasien nomor 003 itu sangat merepotkan. Baekhyun bersumpah ia melihat Jongdae nyaris tertawa meledek sebelum akhirnya mereka bertiga melanjutkan langkahnya.
Baekhyun hanya membungkuk patuh dengan sebuah senyum penuh paksa. Senyum itu kemudian memudar bersamaan jarak dirinya dan ketiga dokter lain yang sudah menjauh. Merasa situasi aman, ia menghembuskan nafas sekencang kencangnya sambil menatap punggung Zitao tidak terima, "tadi pagi ditempatkan di ER?! Sekarang aku harus melakukan biopsi! Kapan aku bisa pulang?!" ia bermonolog, memutar tubuhnya lalu pergi dari sana dengan langkah besar besar.
.
.
.
"apa yang bisa kita lakukan untuknya?" itu pertanyaan yang keluar dari mulut Zitao. ketiganya berada dalam sebuah ruangan dimana para dokter biasa berdiskusi maasalah pasien. Sehun baru saja memberikan rekam medis Luhan yang baru pada ketiganya. Menjelaskan apa yang terjadi pada Luhan. Jongdae-yang notabenenya dokter magang-tidak begitu mengerti seberapa parah hal ini. Tapi dari raut wajah Sehun dan Zitao, sepertinya ini kasus serius.
"besok siang, bantu aku untuk melakukan serangkaian tes. dari situ aku bisa tau langkah apa yang sebaiknya aku ambil." Zitao mengangguk mengerti. Jongdae yang dari tadi diam, memberanikan diri untuk membuka suara.
"Dr. Oh-sunbaenim. Aku minta maaf soal kejadian tadi. Aku benar benar sudah mencarinya kemanapun tapi tidak ketemu." katanya penuh penyesalan.
"ah, iya aku mengerti tidak apa apa. Oh ya, dr Kim, mulai besok tolong pastikan jendela Tuan Luhan terbuka sedikit"
"aku hanya ingin memastikan ia mendapat udara segar." kta Sehun lagi saat mendapatkan tatapan penuh tanda tanya dari Zitao dan Jongdae.
"baiklah dokter Kim. Itu saja yang ingin aku sampaikan." kata Sehun lalu Jongdae pun pamit undur diri. Hanya Tinggal Zitao dan Sehun yang berada diruangan itu. Sebetulnya, Sehun juga tidak memiliki hal lain yang ingin dibicarakan dengan Zitao. Tapi dia mempersilahkan dokter cantik itu untuk tetap disana. Memandanginya dengan seksama.
"jadi yang kudengar dari desas desus itu benar?"
"maksudnya?" Sehun menjawab sekenanya sambil membolak balik rekam medis Luhan. Membaca nya berpuluh puluh kali sampai ia hafal segala rentetan hasilnya.
"kau dan Luhan." kalimat itu berhasil membuat Sehun menghentikan kegiatannya dan menatap Zitao penuh minat.
"apa yang noona dengar?"
Zitao mengedikkan bahunya lalu berkata sesantai mungkin. "yeah. hanya gossip murahan kalau kau mengendong Tuan Luhan dengan dramatis. Alih alih meminta Jongdae mengambil kursi roda." Sehun tersenyum tenang."tidak noona. Itu benar."
Sehun menutup rekam medis Luhan lalu memandang Zitao yang seolah menunggu penjelasan lebih lanjut darinya.
"aku mendapati Luhan berada di…"
"suatu tempat yang cukup jauh." lanjut Sehun. Tidak ingin memberi tahu bahwa pasien itu secara ajaibnya muncul di atap rumah sakit.
"Dia kabur dari kamar. Aku hanya mencoba membantunya agar tidak kelelahan. Lalu dia tertidur pulas di punggungku. Ya aku tidak sampai hati untuk membangunkannya." apa yang dijelaskan oleh Sehun sebenarnya terdengar logis. Normal. Tidak ada hal lain yang mencurigakan. Tapi Ziato kenal sekali dokter di depannya ini. Sehun-selama yang ia kenal-tidak pernah melakukan hal semacam itu pada pasien. Dia bukan tipe attending yang dekat dengan pasien. Dia hanya menjadi dewa penyelamat mereka di meja operasi. Namun hal ini, suatu hal baru. Dan berhasil menarik perhatian banyak orang di bangsal VIP
"hanya sebatas itu kah?" Zitao bertanya lagi, belum merasa puas dengan jawaban Sehun. Atau hanya ingin sekedar memastikan sesuatu.
"ya. Memangnya apa lagi?"
" aku harap memang hanya sebatas itu. Kau tau kan Sehun, kita tidak seharusnya memiliki perasaan pada pasien."
"w-what?" Sehun tidak menyangka Zitao akan berfikiran sampai sana. Hubungan mereka uckup dekat, tapi tidak pernah-sama sekali-Zitao membahas hal hal pribadi seperti perasaan Sehun.
"kau tau apa yang terjadi pada Chanyeol beberapa tahun lalu kan?" Kata Zitao mengingatkan. Ada nada seperti menasehati yang terdengar di sana. Sehun mengangguk. Dia tau jelas. Dia masih ingat saat Chanyeol mengalami masa terpuruk. Kehilangan orang yang berarti baginya di meja operasi. Efeknya sangat dalam untuk Chanyeol. Sehun ada dimasa itu, Sehun paham akan itu dan Sehun tidak mau seperti itu.
"tenanglah noona. Aku tidak akan seperti Chanyeol-Hyung saat itu."
"oke."
"aku akan bersiap. Kris meminta bantuanku diruang operasi." kata Zitao lagi lalu segera pergi meninggalkan Sehun sendirian di ruangan. Ucapan Zitao membekas pada diri Sehun. Merangkai pertanyaan pertanyaan yang muncul dibenaknya.
Dia tidak menyukai Luhan kan? Yang dia lakukan sekarang, yang dia rasakan ini. Murni hanya bentuk empati atas pasiennya sendiri.
iya kan, Sehun?
.
.
.
Pertanyaan yang terngiang dibenak Sehun tadi, diuji sekarang ini. Malam itu, Sehun sedang bersiap untuk pulang ke apartemennya. Shift tugas Sehun sudah berakhir hari ini. Pada saat dia keluar dari lift perhatiannya tertuju pada seseorang yang sedang bertingkah aneh.
Luhan.
Sedang berjongkok-tampaknya bersembunyi- di balik pot besar berisi tanaman yang cukup tinggi. Tidak jauh dari meja resepsionis dan kursi tunggu yang berjejer di lobby. Sehun mengernyitkan dahinya heran lalu segera menghampiri pria itu
"apa yang kau lakukan disini?"
"what the fuck!" Luhan terlonjak ditempatnya dengan wajah ketakutan yang lucu. Dia kemudian mendongak dan mendapati Sehun berdiri menatapnya penuh tanya.
"astaga kau mengagetkanku!" katanya lagi, lalu kembali fokus melihat kedepan, ke pintu masuk, memperhatikan dari celah celah daun. Tidak menggubris pertanyaan Sehun tadi.
"sedang apa kau?" Sehun mengulang pertanyaannya lagi.
"menunggu seseorang." Luhan menyahut singkat. Sekarang, tanpa repot repot menatap lawan bicaranya.
"dengan.. bersembunyi?" kata Sehun lagi. Memastikan bahwa Luhan sadar akan apa yang dilakukannya sekarang. Siapa tau Jongdae salah memberikan obat tertentu sampai membuat Luhan berhalusinasi?
"aku tidak mau para dokter menemukanku!" kata Luhan sedikit gusar saat Sehun terus saja mengrecokinya dengan pertanyaan pertanyaan. Dia sedang dalam misi penting-setidaknya, menurut Luhan begitu.
Kernyitan di dahi Sehun semakin dalam, lalu digantikan oleh sebuah tawa yang hampir keluar saat mendengar penuturan Luhan yang terlalu polos-atau terlalu bodoh-barusan.
"tapi.. aku juga dokter." katanya. Mengingatkan. Menyadarkan Luhan bahwa dia baru saja membeberkan rencananya pada seorang dokter. Luhan berdecak kesal, ia lalu menoleh kearah Sehun, mengangkat sebelah tangannya dan menarik ujung coat yang Sehun pakai sampai dokter itu ikut ikutan terjongkok seperti Luhan. Jangan salahkan Luhan, dia tidak sadar bahwa Oh Sehun itu dokter. Jas putih yang biasa dia pakai sekarang tidak terlihat pada tubuh Sehun. Melainkan sebuah coat berwarna kayu dan sweetshirt serta celana skinny jeans yang membuat dokter itu seperti anak muda.
"kalau begitu kau tidak boleh pergi kemanapun sampai aku mendapatkan yang kumau!" ancam Luhan, tangannya masih menggenggam ujung Coat Sehun dengan erat. Seolah takut jika dokter itu akan kabur dan memberikan pengumuman lewat information kalau Luhan sedang bersembunyi di balik pot.
"aku tidak ingin kau memberi tahu dokter lain. Mereka bisa menemukanku disini!"jelas Luhan saat melihat sorot mata Sehun yang kebingungan. Sehun tidak bisa menyembunyikan sudut bibirnya yang tertarik keatas dan membuat senyuman. Pria itu kemudian berdehem,
"ehm.. asal kau tahu, tiang infus mu terlihat jelas. Dan…."
"banyak CCTV disini." hal itu sontak membuat Luhan merasa sedikit panik. Ia melihat kearah tiang infusnya yang menjuntai sampai atas, tidak terlalu tertutupi oleh daun daun di pohon berbatang kurus itu. Belum lagi kantung infus yang menganntung dan selang yang bergerak gerak mencurigakan.
"kalau begitu tutupi aku!" kata Luhan buru buru sambil menarik tubuhnya lebih dekat kearah Sehun, meringkuk, berharap coat yang dipakai Sehun bisa menutupi keberadannya. Bodoh! Sehun membatin dengan sebuah senyuman yang semakin lebar. Mau kau meringkuk bagaimanapun, mereka tetap saja akan tahu oleh tiang infusmu!
Tapi Sehun tidak membiarkan sepatah kata apapun keluar dari mulutnya. Ia menikmati saat Luhan meringkuk seperti trenggiling di dalam coatnya. Kepala Luhan yang menempel di dada Sehun, membuat dokter itu bisa mencium aroma shampoo dari rambut Luhan yang lembut. Wanginya menyenangkan. Padahal, semua shampoo yang diberikan pada pasien di bangsal VIP bermerek sama. Senyuman Sehun belum luntur juga sampai tiba tiba sebuah getaran ponsel terasa di balik Coatnya. Itu Luhan, pria itu segera menarik diri beberapa inci, keluar dari coat sehun lalu mengangkat panggilan itu sambil menatap penuh harap kearah pintu masuk Rumah Sakit.
"yeoboseyo."
"halo. kau sudah dimana?" kata Luhan sambil berbisik. Namun terdengar cukup antusias sampai Sehun mulai penasaran apa-atau siapa- yang sedang ditunggu Luhan.
"ah.. aku sudah ada di Lobby tuan."
"baiklah. Kau lihat pot besar yang ada di arah jam dua darimu? kesanalah!" kata Luhan. Sehun mengikuti arah pandang Luhan yang jatuh pada seorang pria. Pria itu mengenakan jaket khas untuk berkendara motor, tangannya sendiri menggenggam sebungkus plastik putih yang berkuruan sedang. Plastik dengan merek sesuatu yang Sehun juga tidak tahu apa itu.
"o-oke" ada nada heran dari sang rpia disebrang, tetapi dia menurut juga.
Pria itu berjalan kearah mereka, Luhan saat ini sudah semakin antusias dengan mata yang berbinar cerah. Sehun yang memeperhatikannya jadi semakin penasaran. Pria itu sekarang tepat berada tidak jauh dari pot tempat mereka bersembunyi sekarang.
"aku sudah-" baru saja si pria mau mengabari tiba tiba Lhan sudah berdiri dengan cengiran bahagia.
"hei, aku Luhan!" katanya. Muncul dari balik pot, sukses membuat pria itu terkejut dan mundur beberapa langkah. Kemudian ia menyerahkan kantung plastik itu pada Luhan dengan tatapan heran, sementara Luhan mengambil uang disaku baju pasiennya lalu memberikan beberapa lembar won pada orang itu.
"terima kasih! Ambil saja kembaliannya!" kata Luhan. Pria itu baru saja ingin berterima kasih atas tip nya yang banyak tetapi Luhan sudah memberikan gesture dengan sopan agar pria itu jangan berlama lama didekatnya. Persembunyiannya tidak boleh ketahuan!
Ia kembali berjongkok di depan Sehun.
"bubble tea?" itu pertanyaan yang dilontarkan Sehun begitu melirik beberapa cup bubble tea yang ada di kantung itu.
"kenapa? Aku punya pantangan dengan ini?" Luhan berkata sambil mengecek kembali pesanan bubble tea nya.
"tidak. hanya saja…"
"tidak biasanya pasien memesan makanan lalu mengambilnya sendiri dibawah."
"aku sebatang kara di Korea, oke?" Luhan menyempatkan menatap Sehun, memberikan sebuah kedikkan bahu. Menandakan bahwa dia tidak memiliki pilihan lain. Tapi juga tidak menyampaikan rasa sedih yang mengharapkan simpati. Terlihat dari senyum kecil yang tertarik sudut bibirnya. Sehun merasa hatinya berdesir.
"kau membeli sebanyak itu?" Sehun bertanya lagi, mencoba mencari topik lain. Lebih dari lima cup bubble tea berada didalam sana.
"jarang jarang aku memiliki kesempatan untuk keluar. Aku akan menstock nya di kamar."
"kau suka bubble tea ya?"
"bukankah sudah jelas?"
"maksudku. Hanya bubble tea?"
"banyak hal sih, seperti kentang goreng tau manisan China. Di stand bubble tea yang aku beli, juga terdapat roti manis yang enak. Tapi untuk sekarang aku memesan bubble tea dulu. Jika terlalu banyak, akan susah menyembunyikannya." Setelah memastikan pesanannya sudah lengkap Luhan mengambil satu cup bubble tea beserta sedotannya lalu memberikannya pada Sehun.
"ini untukmu." katanya. Ia menarik tangan Sehun dan menaruh bubble tea itu diatas telapak tangannya.
"karena kau sudah membantuku bersembunyi" jelas Luhan saat Sehun hanya mengerjap tidak mengerti. Luhan memutuskan untuk berdiri, menyembunyikan kantung yang sudah diikat itu kedalam baju pasiennya. Membuat Luhan tampak seperti pasien dengan tumor perut atau tengah hamil besar sekarang. Diikuti Sehun yang kemudian ikut ikutan berdiri.
"sampai jumpa dokter Oh." kata Luhan dengan senyum manis sebelum akhirnya ia berjalan menjauh. Luhan sempat melambai singkat saat ia masuk kedalam lift. Lalu, pemandangan itu terhenti ketika pintu lift sudah tertutup dan membawa Luhan kelantai dimana Bangsal VIP berada.
Sehun, masih berdiri di tempatnya. Memandang Cup bubble tea yang ia pegang. Lagi lagi, sebuah senyum tercipta di wajahnya.
OOO
Esok pagi, Sehun sebenarnya belum ada jadwal tindakan dirumah sakit. Tapi pria itu sudah siap dengan pakaian rapih dibalik kursi kemudi mobil. Sehun menuju ke sebuah kedai bubble tea tempat Luhan memesan antar minumannya.
"ah, maaf tuan. Kami baru akan buka satu jam lagi." kata seorang pelayan yang tengah bersiap pada Sehun. Wanita itu tampak kaget saat seorang pria sudah mulai menunggu untuk membeli bahkan saat tokonya masih tertutup sempurna.
"tidak apa apa aku akan menunggu." kata Sehun singkat. Dia bahkan sudah datang dua puluh menit sebelum pekerja itu datang. Menunggu di depan toko, dalam dinginnya udara pagi.
Enam puluh menit kemudian, toko itu siap. Sang wanita mempersilahkan Sehun mendatangi Counter untuk memesan.
"silahkan, ingin pesan apa Tuan?" katanya ramah.
"uhm.. kaupunya roti manis?"
"tentu. Anda ingin rasa apa?"
Sehun bingung mau menjawab apa. Dia tidak tahu rasa apa yang seharusnya dia beli.
"ada rasa apa saja?"
Pelayan itu kemudian menjelaskan banyak rasa yang Sehun bahkan tidak hafal. Ia menunjukan stall berisi roti manis yang Sehun maksud. Banyak-banyak sekali-roti manis dalam berbagai rasa, berbagai bentuk dan berbagai edisi special berada disana.
"berikan aku masing masing satu." kata Sehun akhirnya, kemudian mengeluarkan Platinum Credit Card nya untuk membayar.
.
.
.
Sehun tiba pagi itu di rumah sakit. Belum ada Chanyeol, Kris, ataupun Zitao. Mereka mendapatkan shift sama seperti dirinya, nanti siang. Sementara Minseok pasti sedang berada diruangannya. Atau sedang diruang operasi mungkin? Sehun sendiri bahkan belum sempat keruangannya untuk bersiap. Ia malah memutuskan untuk langsung ke kamar Luhan.
Para suster tadinya nyaris melarang Sehun masuk karena mereka pikir Sehun adalah pengunjung yang ingin menjenguk pasien. Waktu kunjungan baru diperbolehkan tiga puluh menit lagi. Tapi mereka kemudian membatalkan niatnya begitu menyadari pria tersbeut adalah Sehun-dengan penampilan Casual seperti biasa-yang sangat tampan.
Sehun mengetuk pelan sebelum akhrnya membuka pintu itu. Hanya suara TV dibiarkan menyala yang sayup sayup terdengar. Sementara Luhan masih tertidur pulas di ranjangnya. Mungkin sangat mengantuk? entahlah.
Sehun tidak sampai hati membangunkannya. Dokter itu lalu menaruh kantung plastik besar berisi banyak roti keatas nakas Luhan. Pelan pelan sekali. Tidak ingin bunyi berisik plastik membangunkan Luhan.
Begitu selesai Sehun kemudian segera pergi dari kamar Luhan, menuju ruangannya sendiri untuk bersiap. Meskipun shift nya masih dimulai beberapa jam lagi.
.
.
.
Luhan terbangun saat para suster masuk kedalam kamarnya. Untuk sekedar mengecek tensi darah, infusan, atau menawarkan untuk membantu memandikan Luhan-yang ujung ujungnya ditolak karena Luhan masih bisa. Setelah suster suster itu pergi, Luhan baru menyadari sebuah kantung plastik berwarna putih yang ada di nakasnya.
Setau Luhan, ia sudah membuang kantung plastik bekas bubble tea kemarin. Lalu ini apa?
Dengan penasaran, luhan melongok kedalam kantung dan menlihat banyaknya roti manis dari kedai yang biasa ia beli. Benar benar banyak! Dahinya mengernyit heran sampai tiba tiba, sebuah post it yang tertempel di plastic itu mencuri perhatiannya.
Sebuah tulisan tangan tertera disana
"jangan bersembunyi di balik pot lagi. Selamat menikmati rotimu!
from: O.S delivery"
"O.S delivery?" Luhan bergumam bingung, tapi akhirnya senang juga.
Tidak menyadari Sehun yang sedang tersenyum kecil dibalik pintu. Mengintip dari kaca kecil di pintu. Memastikan luhan menadapatkan roti nya. Ada rasa hangat begitu menatap Luhan, atau kenyataan dia berhasil memberikan sesuatu yang diinginkan Luhan. Awalnya, Sehun melakukan itu hanya karena bentuk perhatian kecil. Merasa sedikit simpati mungkin?
Tapi efek yang ditimbulkan dari melihat Luhan sesenang itu, jauh lebih besar dari yang ia kira. Ia tidak mengira bahwa akan ada perasaan menghangat seperti ini. Awalnya, dia kira paling paling, tidak merasakan apapun. Tapi sekarang? Sehun bahkan tersenyum tanpa dia sadari.
Hal ini pun membuat Sehun kembali bertanya pada dirinya. Apa dirinya benar benar hanya sebatas empati pada Luhan?
Atau memang, ada perasaan yang lain?
.
.
.
.
.
TBC
A/N
aku nurunin rate nya karena baru merombak kerangka ceritanya. hehehe. mian.
omong omong, aku sangat menghargai bagi kalan yang menagih update lewat PM atau di kolom review ceritanya langsung. maksudku kalau kalian minta update Sexy Lu, atau That Boss, atau yang lain, silahkan review di cerita Sexy Lu atau That Boss nya langsung. Jangan dicerita selain itu.
aku lebih notice soalnya. hehehe
btw, kalian ada yang bisa nebak Chanyeol dokter apa gak?
makasih yang sudah baca. ditunggu reviewnya.
gomawo
Moza:*