Seoul Medical Center, Rumah Sakit tersibuk di Korea Selatan. Berdiri megah di kawasan Gangnam, rumah sakit ini seolah menjadi harapan utama bagi para pasien yang datang dan mengadu keluh kesah mereka.

Banyak yang datang dengan harapan dan kembali membawa keyakinan.

Namun ada juga yang datang dengan keyakinan dan kembali tanpa harapan.

Tapi bagi para dokter dan pekerja rumah sakit, Soul Medical Center lebih dari itu. Bukan hanya hanya sebuah rumah sakit terbaik berstandard international. Bukan hanya Rumah sakit mahal. Bukan hanya seonggok bangunan modern yang berdiri di pusat kota.

Tapi lebih berarti dari itu semua.

.

Karena semuanya.. berawal dari sini

.

.

.

FIRST SNOW

(inspired by Grey's Anatomy)

CAST: EXO (GS FOR Zitao dan Lay)

PAIRINGS: (mostly) Hunhan, Chanbaek, Kaisoo, Taoris. Slight Sulay

RATE: M

WARNINGS: typo, absurd, istilah salah

Enjoy!

.

.

.

Chapter 1

Langit kala itu sangat cerah, matahari bersinar terik sekali di musim panas tahun ini. para dokter dan pekerja rumah sakit sedang menikmati makan siang mereka di kafetaria. begitu pula dengan ke 3 dokter magang yang sedang bergerumul di meja bundar. sibuk menyantap makanan mereka.

"pasienku yang berada di Ruangan 305 tadi merengek ingin makan Kimchi. Benar benar anak manja" Kyungsoo bermonolog dengan wajah kusutnya. Ia baru saja bersiap menyendok sesuap penuh makanan saat kemudian rekan dokter magangnya, Baekhyun menyahut tanpa dosa.

"berikan saja. Kau kan pintar memasak."

Kyungsoo mengatupkan mulutnya yang sudah terbuka, ia mendelik tajam tajam kearah Baekhyun yang duduk didepannya yang tengah makan dengan lahap.

"dia mengalami infeksi lambung, makan makanan pedas dan asam hanya akan membuatnya semakin parah. Kau yakin, kau lulus sekolah Dokter mu, Dr. Byun." Kyungsoo mencibir lengkap dengan nada meledeknya. Baekhyun hanya mengangkat bahu tak perduli. Memangnya ia hafal semua pasien kyungsoo?

Alih alih menjawab Kyungsoo, Baekhyun memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya pada Jongdae. Pria itu sedang makan dengan kecepatan tidak normal, sampai sampai Baekhyun takut pria ini akan menelan sendoknya sekaligus.

"Jongdae, kau tidak pernah makan atau bagaimana?" Baekhyun mengernyitkan dahinya, antara ngeri dan jijik.

Jongdae mengunyah makanannya lebih cepat, berusaha menelan agar ia bisa menjawab pertanyaan Baekhyun.

"bayi dengan kasus Thoracopagus, Aku harus menyelesaikan ini sebelum mereka memanggilku ke ruang operasi." Kata Jongdae dengan mulut penuh.

"ibu nya?"

"baik baik saja."

"itu baru namanya wanita hebat!" sahut Baekhyun sambil kembali sibuk dengan makanannya lagi.

Tepat sata itu, Jongin, dokter magang yang berada dalam tim yang sama dengan mereka, menghampiri ketiganya. Jongin menarik kursi di dekat Kyungsoo dan mendudukan dirinya disana.

"hey, apa kau sibuk malam ini?" kata Jongin dengan sebuah senyuman tebar pesona yang biasa ia sebar ke seantero rumah sakit. nampan pria itu hanya berisi secangkir kopi dengan asap mengepul. Baekhyun dan Jongdae sontak mendekatkan nampan mereka, takut takut Jongin mencomot asal makanan keduanya. Sudah bukan rahasia jika Jongin suka mengambil makanan tanpa permisi. Ditambah pria itu hanya meminium kopi. Pastilah ia sedang mengirit dan memutuskan untuk merecoki makanan rekannya untuk makan siang.

Kyungsoo, yang ditanya, tidak merespon. Ia juga tidak makan penuh waspada seperti Jongdae dan Baekhyun karena Jongin tidak pernah berani mencuri makanannya. Pernah sih, satu kali. Namun setelahnya, tulang kering Jongin bengkak darena ditendang oleh Kyungsoo.

"aku ingin mengajakmu makan malam. Ada restoran dekat sini yang baru buka. Mau coba?" kata Jongin lagi, takut takut Kyungsoo tak mendengar pertanyaannya.

"aku sibuk." Tandas Kyungsoo sambil menyudahi makan siangnya. Pria itu bangkit dan berjalan menjauh dengan langkah cepat. Membuat jas dokter nya yang sedikit kebesaran melambai lambai terkena angin. Jongin yang melihat itu hanya mendesah pasrah sementara Baekhyun terkikik geli.

Yang semakin membuat Jongin kesal adalah, saat pria itu menatap Baekhyun tak suka, ia juga mendapati nampan Baekhyun yang sudah kosong. begitu juga dengan nampan milik Jongdae

bagus.

Ia tidak berhasil mengajak Kyungsoo kencan dan gagal mencomot makanan apapun untuk siang ini.

Jongin menyeruput kopinya(yang kemudian diikuti kata kata umpatan karena cairan itu membakar lidah). Malas dikelilingi si pendek Byun dan si berisik Jongdae, Jongin memutuskan ikut ikutan pergi. "kalian tak berguna!" semburnya lalu bangkit dan beranjak. Baekhyun hanya mengedikan kepalanya tak perduli, sementara Jongdae yang sudah kekenyangan memutuskan untuk menyusul Jongin

.

.

"kan sudah kukatakan Do Kyungsoo adalah pilihan paling mengerikan. Kau hanya cari mati mencoba dekat dengannya." Celetuk Jongdae saat langkah mereka sudah sejajar. Keduanya sekarang sedang menuju gedung utama rumah sakit.

"mengapa tidak kau coba saja dengan para dokter magang yang lain, atau suster bedah? Ku rasa banyak yang naksir padamu. Contoh nya suster pribadi dokter Liu." Katanya lagi. Jongin mengernyitkan dahinya " maksudmu Soojung?"

"iya. Jung Soojung."

"tidak. aku tidak tertarik."

"kau sudah mejadi gay sepenuhnya ya?" Jongdae berujar tak percaya dengan mata yang terbelalak lebar.

"entahlah" berbeda dengan Jongdae, Jongin hanya menyahut sekenanya.

"tapi dia tidak memiliki vagina!" sembur Jongdae dengan nada tinggi, Jongin segera menoleh cepat cepat dan memberikannya tatapan tajam. Demi tuhan mereka baru saja melewati Lobby yang padat tapi Jongdae dan mulut besarnya baru saja berkoar koar kata yang tak pantas.

Jongdae buru buru melanjutkan kalimatnya lagi seolah tak perduli kesalahan yang ia buat.

"dengar ya, Jongin yang aku kenal adalah womanizer. Pria pecinta sex. Kau mendewakan lubang wanita! Tapi sekarang kau mengalihkan minatmu pada anal?" hebat. Sekarang Jongdae bahkan lebih detail dalam mengucapkan statementnya.

"ini bukan soal itu Jongdae"

"lalu?"

"jikapun Do Kyungsoo dengan secara ajaib menjadi perempuan, aku akan tetap mendekatinya." Kata Jongin sambil tersenyum. Ia tak bisa menampik bahwa sesaat tadi, ia sempat membayangkan Kyungsoo menjadi perempuan.

"apa bagusnya sih burung hantu pendek itu!" Jongdae menyahut tak terima. Jongin tertawa renyah sampai kemudian mereka tiba di depan lift.

"setidaknya mukanya tidak kotak" kata Jongin santai lalu menghilang di dalam lift.

"kkamjong!"

Drtt drttt.

Pager Jongdae bergetar, ia merogoh jas dokternya dan kembali terlonjak begitu mendapati panggilan dari ruang operasi.

"astaga aku lupa!" Jongdae berlari secepat kilat menuju Ruang operasi yang berada jauh dari lobby. Ia kelupaan ada jadwal operasi hanya untuk berbincang dengan sahabat keras kepalanya. Sial.

.

.

.

Di bagian lain rumah sakit, Kris sedang berdiri di dalam lift sendiri. Pria itu bersiap turun menuju lobby sampai tiba tiba lift terbuka di lantai lima dan seorang dokter muda cantik dengan mata panda masuk kedalam. Kris yang tadinya sibuk menyender buru buru menegapkan badannya, salah tingkah. Beberapa detik berlalu dalam keheningan sampai akhirnya Kris membuka percakapan lebih dulu.

"sudah kau bujuk pasien yang ada diruangan 302?" tanya Kris berhati hati. Wanita itu, Dokter Huang Zitao, tampak sibuk dengan lembaran kertas laporan medis seorang pasien. Ia bahkan seolah tak menyadari ada Kris di dalam lift itu.

"kau lebih hebat dalam bujuk membujuk Kris" sahutnya datar tanpa mengalihkan pandangan. Kris mendekatkan dirinya pada Zitao.

"kau masih marah?" tanya nya pelan.

"tidak. untuk apa aku marah?"

"entahlah, kau yang mendiamkanku."

Hening. Kepala Kris berputar cepat mencari cari akar pemasalahan kenapa ia sampai didiamkan selama 3 hari. Zitao pun sudah sampai pada lembaran terakhir laporannya, tapi ia masih berlama lama membaca tulisan itu. sebagai kedok agar terlihat sibuk sebenarnya.

"setidaknya kau harus beri tahu aku kenapa kau marah." Kris berujar dengan nada sedikit memohon. Tao menghela nafasnya kesal lalu membalikan badan Kris yang tak siap di pelototi Tao sedekat ini, otomatis memundurkan dirinya selangkah.

"tidak ada apa apa Kris. Kau memang lelaki yang sangat manis. Kelewat manis malah. Pada dokter, pada pasien, pokoknya manis pada semua orang." Sindir Tao lalu kembali membalikan badannya. Mata kris membulat, baru menyadari kenapa ZItao bisa semarah ini,

"kau cemburu? Kau cemburu atas apa yang aku lakukan pada pasienku?" Tao masih hening, ia hanya melirik Kris lalu kembali tak acuh. Kris membuka mulutnya tak percaya.

"astaga Zitao! Aku dokter. Kau pun juga Dokter. Kau pasti mengerti!" Kata Kris tak percaya sambil menarik lengan Tao, membuat agar wanita itu menatapnya lagi.

"iya. Aku mengerti. Kau pria yang smooth talker." Cibir ZItao dengan aksennya yang menyebalkan.

"no I'm not!" sahut Kris tidak mau kalah.

"yes you are."

"no"

"yes"

"no"

Begitu terus sampai akhirnya suara dentingan lift terdengar, memotong sahutan Kris yang masih bersih keras memenangi perdebatan konyol mereka.

"y-" kata kata kris terpotong saat lift terbuka perlahan, sontak keduanya mencoba bersikap normal kembali.

"pagi Dr Wu, Dr. Huang." Sapa seorang pria tinggi dengan jas dokternya sambil masuk.

"Dr. Park." Sapa Kris sekenanya. Sedikit kesal karena terganggu.

"dunia begitu kejam. Aku tidak pernah menyangka sekejam ini. jika kalian memperhatikan pada pasien kita yang berdatangan, pasti selalu membawa penyakit yang aneh aneh. Ada apa yang terjadi dengan mereka diluar sana?" kata Chanyeol yang terlihat sedang membaca puisi. Ia tidak aneh, hanya saja ia tidak habis pikir dengan pasien paisen yang berdatangan. Bagaiaman mungkin mereka bisa mendapatkan kecelakaan-yang menurutnya sangat ceroboh. Contohnya, pagi ini ia baru saja menyelesaikan operasi seorang pria yang tertancap 12 paku sampai menembus ke otaknya. Benar benar gila!

Kris dan Tao hanya saling pandang mendengar ocehan tak mutu rekan mereka.

"Se-mengerikan-itu kah dunia ini sekarang? seolah kau bisa saja terluka parah hanya karena keluar rumah. Seo-"

"Chanyeol." tandas Kris cepat cepat, kesal karena kedatangan Chanyeol yang mengganggu dan sekarang rekannya itu malah curhat tidak jelas.

"kau tau, kau tidak cocok berbicra kata kata mutiara yang dibalut dengan bahasa formal pada kami kan? Simpan omong kosongmu untuk dokter lain."

"mungkin ia sedang berlatih berkata manis agar bisa merayu salah satu dokter disini." Timpal Tao.

"hey aku tidak seperti itu. aku tidak seperti kris!"

Tao yang mendengar itu hanya tersenyum sarkas lalu menoleh kearah Kris sambil berkacak pinggang

"sudah kukatakan kan, kau memang pandang merayu." Kata Tao dengan sorot mata menyeramkan, membuat Kris membatu ditempatnya.

Suara dentingan lift berbunyi lagi, menandakan Tao sudah sampai di lantai yang ia tuju, tanpa ba-bi-bu lagi dokter cantik itu segela melesat pergi.

"Tao! Tao!" panggil Kris setelah kesadarannya kembali. Ia mencoba mengejar Tao tapi pintu lift tertutup sebelum pria itu berhasil keluar. Meninggalkan suasana canggung yang amat sangat diantara dirinya dan Chanyeol. Lift bergerak kembali turun. Kris mendelik tajam kearah Cahnyeol yang masih tak paham situasi.

"awas kau!" ancamnya lalu kemudian keluar saat lift mencapai lobby. Meninggalkan Chanyeol sendirian.

"aisshhh. Pasangan yang aneh!" kata Chanyeol lalu segera menutup lift kembali.

.

.

.

Suasana ruangan itu luas dengan pemandangan pekarangan rumah sakit yang indah. Seorang pria sedang duduk dimeja dengan tumpukan berkas. Memimpin sebuah rumah sakit nyatanya tak semudah yang orang pikirkan. Ini berbeda dengan menjadi bos besar sebuah perusahaan. Sebagai Ketua, Junmyeon harus memastikan para dokter melakukan tugasnya dengan baik,karena tanggung jawab mereka mengenai nyawa dan keselamatan pasien.

Sedang sibuk sibuknya dengan dokumen yang menggunung, pintu ruangan Junmyeon terbuka begitu saja tanpa ada sebuah ketukan. Pria itu baru saja ingin mendamprat tamu tak sopan tersebut sampai akhirnya mata Junmyeon menemukan sesosok wanita yang membuat bibirnya kelu sedang bediri di dekat pintu.

"Junmyeon. Apa kabar?" kata sang wanita, mencoba tenang meskipun sorot matanya tampak sedang sangat putus asa.

"Yixing?"

.

.

Sudah hampir 10 menit mereka berdua duduk berhadapan dalam keheningan. Junmyeon bukanlah pengecut, ia hanya tidak tau mau memulai obrolan dari mana. Dan tampaknya Yixing juga dalam keadaan yang kurang baik untuk diajak berbicara.

"aku kembali bukan ingin membicarakan apa yang belum selesai diantara kita. Aku kemari sebagai sahabat lama yang ingin memohon bantuanmu." Kata Yixing memecah keheningan. Junmyeon menatap Yixing dengan seksama, meminta wanita paruh baya yang tetap terlihat cantik itu untuk melanjutkan omongannya.

"keponakanku sakit keras. Ia menolak segala perawatannya di Beijing. aku harus menyeretnya ke Korea dan menjebaknya untuk berobat."

"menjebak?"

"setelah kedua orang tuanya meninggal, aku langsung menjadikan diriku manjadi walinya dan menyeretnya ke Korea. aku mohon Junmyeon. Kau menjalankan Rumah Sakit terbaik di Seoul. Aku mohon berikan dokter terbaikmu untuk keponakanku, Luhan." Kata Yixing dengan mata berkaca kaca.

"apa yang bisa aku bantu untukmu Yixing?"

"aku akan membawanya kemari besok pagi. Ini rekam medis terakhir saat ia masih betada di Beijing. berikanlah perawatan yang terbaik untuk Luhan. Aku bersedia membayar berapapun juga" kata Yixing lalu menyerahkan sebuah map berwarna putih dengan logo rumah sakit ternama di Beijing. Junmyeon membuka map itu dan membacanya sepintas.

"aku akan mengusahakan yang terbaik untuk Luhan, Yixing." Kata Junmyeon bersungguh sungguh. Ia tidak tau banyak tentang penyakit Luhan. Tapi yang ia tau, ia memiliki dokter dokter hebat yang bisa membantu.

"terima kasih." Sahut Yixing dengan senyum cantiknya. Senyum yang keindahannya tak pernah luntur. yang selalu saja berhasil membuat dada Junmyeon menghangat

"kalau begitu, aku permisi. Maaf atas kedatanganku yang tidak sopan." Kata Yixing lalu bangkit.

"Yixing?" Junmyeon memanggil wanita yang sudah setengah jalan itu. membuatnya berhenti lalu menoleh.

"senang bertemu denganmu lagi." Kata Junmyeon lembut. Sementar Yixing hanya mengangguk singkat lalu menghilang dibalik pintu

ooo

Hari sudah malam, bulan juga tampak sangat indah diatas sana. Tidak ada yang kurang disini. Mansion besar, makanan enak, suasana aman dan tentram. Tapi Luhan tidak merasa nyaman. Pria itu kemudian memutuskan untuk mengambil mantelnya dan segera bersiap.

Ia menuruni anak tangga dengan langkah hati hati. Tak ingin menimbulkan kegaduhan yang bisa saja membuat bibinya curiga.

Tepat saat luhan menginjakan kakinya di anak tangga paling bawah, Yixing tiba tiba muncul entah darimana.

"Luhan, kau mau kemana?" tanya Yixing penuh selidik. Ia mendapati Luhan yang sedang memakai pakaian rapih layaknya seseorang yang ingin pergi.

"aku hanya ingin mengajak Bubble pergi jalan jalan." Kata Luhan santai, mencoba tak menarik perhatian.

"tapi ini sudah malam?"

Luhan melirik jam dinding besar yang terpampang di depannya,

Masih jam 8. Aku sudah besar bibi, ini bahkan belum terlalu malam.

Rasanya Luhan ingin menyuarakan kata kata tersebut dari otaknya tapi ia urungkan.

"aku tidak akan lama" katanya. Yixing diam sebentar, mencoba menimbang nimbang perkataan Luhan.

Ia ingin sekali melarang tapi ia juga tidak tega melihat Luhan yang tampaknya sangat kebosanan. Matanya sayu, ia bahkan sering menunduk saat berjalan. Yixing ingin Luhan ceria seperti dulu, tapi mungkin itu terlalu muluk.

Setelah menimbang nimbang, Yixing akhirnya mengizinkan Luhan dengan berat hati.

"baiklah. Tapi jangan pulang terlalu larut."

"terima kasih bibi." Kata Luhan sambil tersenyum simpul.

.

.

Luhan sudah cukup jauh berjalan, ia sibuk memikirkan banyak hal sampai ia lupa mengontrol kakinya untuk berhenti melangkah. Merasa lelah, Luhan memutuskan untuk duduk di ayunan taman dekat Mansion dimana ia tinggal. Sementara bubble, anjing Siberian husky miliknya, dengan setia duduk di dekat Luhan dengan lidah menjulur.

"maaf menjadikanmu alasan untuk keluar bubble. Tapi aku bosan sekali dirumah." Kata Luhan sambil mengelus bulu bubble yang seputih salju. Anjing itu besar dan sedikit gemuk, rasanya ingin sekali Luhan memeluknya.

"aku tidak tau apakah bisa sering mengajakmu keluar lagi nanti."

"aku tidak mau terlalu lemah, tapi terkadang jantungku tidak bisa diajak kompromi." Lanjut luhan pelan. Bubble menggonggong, seolah mengerti apa yang diucapkan Luhan.

Luhan tertawa pelan lalu mengusap kepala Bubble dengan sayang. "iya aku baik baik saja. kau juga harus baik baik saja. oke?!"

Bubble bangun dan bergerak gerak didekat kaki Luhan, seolah mengerti kondisi Luhan dan meminta tuannya untuk pulang.

"baiklah baiklah. Ayo kita pulang."

ooo

Sehun hanya 1 dari ratusan pekerja dan dokter yang menangani pasian pasien, dari yang normal, Kritis hingga susah ditangani. Puluhan operasi rumit telah dia tangani

Dan tidak pernah ada satupun yang meleset.

Karena dia Dokter Oh.

Gelar spesialis Bedah Jantung yang tersemat di belakang namanya, bukan hanya gelar Cuma Cuma yang dibeli oleh orang tuanya yang kaya raya. Namun berkat hasil otak encer dan kemampuan nyaris seperti dewa yang selalu bisa menangani kondisi pasien seperti apapun.

Saking seringnya, ia hampir tak pernah merasakan kepanikan lagi.

.

Sehun sedang berjalan santai di rumah sakit pagi itu, ia sudah rapih dengan jas dokternya. Seperti biasa, para suster dan dokter magang selalu mencuri curi pandang kearah Sehun, berharap dokter itu melihat mereka.

Sehun bertemu Kris di belokan koridor, sepertinya mereka menuju arah yang sama.

"pagi Dr Oh."

"Dr. Wu."

"kau selalu datang sepagi ini ya?"

"ya. Mungkin karena kehidupanku hanya ada di RS ini." kata Sehun dengan nada datar khasnya.

Kris terkekeh pelan. Sehun dan Kris bisa dikatakan teman lama. Mereka magang di Rumah sakit yang sama sampai akhirnya mereka bekerja di Soul Medical Center sekarang. bedanya, Sehun bergelar dokter spesialis bedah jantung sementara Kris dokter bedah plastic spesialis rekonstruksi.

"Dr OH!" sebuah suara menyapa Keduanya dari kejauhan, Sehun dan Kris menoleh. Mendapati Chanyeol yang dedang menghampiri mereka.

"mau apa elf itu!" Kris menggumam kesal tapi masih bisa ditangkap oleh Sehun. Dokter albino itu hanya mengangkat bahu.

"pagi Dr. Oh, Dr wu." Sapa Chanyeol santai saat ketiganya berkumpul. Hanya Sehun yang menjawab sementara Kris acuh. Tapi sepertinya Chanyeol tak ambil pusing.

"dr Oh, kau dipanggil oleh ketua."

"begitukah?" Chanyeol mengangguk.

"baiklah. Aku pergi dulu. Terima kasih Dr. Park." Kata Sehun sambil pamit pada dua rekannya. Chanyeol menatap Sehun yang sudah pergi menjauh. Ia baru saja ingin menyapa Kris tapi pria itu juga sudah berjalan menjauh darinya.

"ayolah Kris. Jangan kekanak kanakan sperti ini." teriak Chanyeol saat Kris berjalan memunggunginya.

"masalah kau dan Tao bukan salahku kan?"

"shut up" sahut Kris sambil terus berjalan.

"oh come on. Aku sepupumu!"

"masa bodoh!" dan Kris pun menghilang saat ia memutuskan untuk berbelok menuju bangsal kelas 1. Chanyeol hanya tertawa pelan lalu kembali melanjutkan langkahnya.

.

.

.

Sehun terduduk disebuah sofa besar di ruangan Junmyeon. Di depannya, terlampir sebuah map putih yang berisi data data rekam medis. Sementara Junmyeon tengah berdiri di dekat jendela, memandangi pemandangan diluar.

"pasien ini bernama Xi Luhan. Ia sudah berada di kamar VIP 015. aku memintamu secara khusus untuk menangani pasien ini." kata Junmyeon tenang.

"Soul Medical center memiliki banyak dokter bedah jantung yang bagus. Saya kira, dokter lain lebih pantas Sajjangnim."

Junmyeon menoleh lalu menghampiri sofa dimana Sehun duduk.

"kau adalah dokter terbak kami. Dan kami membutuhkan tenaga terbaik dari yang terbaik untuk menangani pasien ini. aku mengetahui track recordmu dan aku rasa hanya kau yang cocok dengannya."

Sehun terdiam. Ia meraih map itu dan mencoba mempelajari rekam medis pasien khusus yang diberikan padanya.

Rumit.

"aku memintamu bukan sebagai ketua pada bawahannya. Tapi sebagai mentormu."

Sehun mendongak dan mendapati Junmyeon yang tengah menatapnya penuh arti

"Aku mohon."

Keduanya hening. Sehun menutup map putih tersebut lalu berdiri dan menatap Junmyeon lekat lekat.

"baiklah jika begitu Hyung-nim Aku akan berusaha sebaik mungkin." Kata Sehun, meninggalkan embel embel formal mereka. ya, Junmyeon berperan penting bagi karir Sehun. Ia sudah seperti mentor bahkan sejak Sehun menjadi dokter Magang.

Junmyeon lega luar biasa. Ia tidak bisa menyembunyikan senyum kelegaannya saat mendangar Sehun setuju.

"baiklah. Aku aakan membawamu bertemu pasien sekarang"

.

.

.

Keduanya menuju bangsal VIP. Sepanjang Jalan Sehun masih mencoba memikirkan rekam medis yang tadi ia baca.

Xi luhan, 22 tahun,

Ada yang aneh dari rekam medis Luhan. Terlihat jelas sekali pasien muda ini tidak pernah menyelesaikan pengobatannya. Banyak yang menggantung dengan hasil tes yang selalu dimulai dari awal. Apa Luhan-Luhan ini tidak pernah serius menjalani pengobatannya?

Sehun tau penyakit yang dihadapi sekarang bukanlah hal enteng.

Tapi yang ia khawatirkan adalah….

Apakah sang pasien memang ada niatan untuk sembuh atau tidak?

.

Junmyeon dan Sehun sampai di ruangan tempat Luhan menetap. Diruangan itu cukup ramai. Yixing yang sedang duduk disamping ranjang, lalu Tao dan ke 4 dokter magangnya.

"selamat pagi" sapa Junmyeon sambil masuk. Yang lain pun membungkuk hormat.

Diatas ranjang, terlihat seorang pria mungil yang sedang bersender. pria itu sibuk membaca buku. Seolah acuh pada orang orang yang sedang mengerubunginya.

"tuan Luhan. Aku Junmyeon. Ketua Rumah sakit. Mulai sekarang kau akan berada disini sementara sampai kondisimu pulih. Aku akan memperkenalkan dokter yang akan merawatmu." Jelas Junmyeon yang maish ditanggapi kebisuan oleh Luhan.

"ini adalah dokter Huang Zitao dan Dokter Oh Sehun. Selanjutnya, mereka yang akan menanganimu." Luhan masih hening. Ia bahkan malah sibuk membalik halaman buku yang ia baca. Para dokter diruangan itu saling pandang dengan sikapnya yang acuh. Kecuali Kyungsoo yang tampaknya biasa biasa saja.

"maafkan sikapnya." Kata Yixing tak enak hati.

"boleh kah aku berbicara dengan anda, Tuan Kim Junmyeon?" lanjut yixing. Junmyeon mengangguk singkat lalu mempersilahkan Yixing untuk mengikutinya keluar ruangan.

Pintu kembali tertutup, sementara para dokter belum ada yang membuka mulut. Tao berdehem, mencoba mengambil alih sitausi ini.

"hai Tuan Xi. Aku Dr Huang. Mulai sekarang, aku akan bertanggung jawab atas perkembangan keadanmu sehari hari. Dr. Kim Jongdae akan membantuku. Sementara Dr. Oh Sehun yang menangani permasalahan Kardiovaskular-mu" Tao menutup penjelasannya sementara Jongdae tersenyum kearah Luhan. Mencoba membangun hubungan baik antara pasien, tapi sia sia. Pria itu bahkan tak menoleh seinci pun.

"baiklah kalau begitu. Dr Kim, kabari aku jika ada apa apa. , aku pamit dulu" Tao pun pamit pergi dengan ketiga anak magangnya. Meninggalkan Jongdae dan Sehun dalam ruangan. Hening masih menyelimuti mereka.

"kau boleh keluar Dr. Kim. Jika pasien tidak mengalami nyeri hari ini, kau boleh mempersiapkan Tes ECG." Kata Sehun tenang pada Jongdae. Dahi pria itu berkerut bingung saat mendengar permintaan Sehun."ECG? tapi kami sudah mendapatkan salinan rekam medis pasien sebelumnya Dok. Apa tidak sebaiknya melanjutkan dari sana?"

"tidak. aku tidak mempercayai rekam medisnya. Kita mulai tes dari awal. Siapkan ia untuk ECG dan tes darah. Hasilnya akan aku bicarakan pada dokter Minseok."

"baiklah. Aku permisi." Pamit Jongdae. Sehun masih menatap Luhan yang sibuk membaca buku. Alis Sehun naik sebelah saat menemukan kejanggalan. Bola mata Luhan tidak bergerak gerak layaknya oang membaca. Melainkan diam dengan kelopak mata yang sayu. Sepintas seperti tertidur. Sehun nyaris mengira pasiennya sedang tidur tapi kemudian ia mendapati kelopak mata itu berkedip

"apa kau merasa nyeri?" Sehun bertanya sambil melipat tangannya dan melihat Luhan dengan seksama. seolah ingin melubangi buku itu dan membuat Luhan memandang lawan bicaranya.

Luhan masih terdiam. Ia hanya membalik halaman buku tanpa menurunkan buku itu dari wajahnya.

"kau mendengarku?"

Hening

"kau akan mempersulit dokter jika bungkam begitu." Kata Sehun dingin.

"kau terdengar tidak ramah untuk ukuran dokter." Luhan berkata pelan dari balik buku.

"setidaknya bukan aku yang mengacuhkan lawan bicaraku." Luhan masih tak menyahut. Merasa hanya buang buang waktu, Sehun memutuskan untuk pergi dan melanjutkan jadwal kunjungan dokter pada pasien yang lain."baiklah, aku akan kembali lagi setelah hasil tesmu keluar."

"kau tidak perlu repot repot." Suara Luhan menghentikan gerakan Sehun. Pria itu menoleh.

"aku tidak akan lama disini." Kata Luhan sambil menurunkan bukunya. Pria itu tertunduk, sibuk memainkan selang infus yang tersemat ditangannya.

"jika kau tak lama karena sudah sembuh, maka itu lebih baik."

"bukan itu." potong Luhan cepat cepat. Ia mendongak dan menatap Sehun yang sedang berdiri di depannya.

"aku tidak akan sembuh." Katanya pelan

"ya kan dokter Oh."

Entah apa yang telah dilakukan Luhan, tapi sorot mata pria itu..

Membuat dada Sehun bergetar.

.

.

.

TBC/END?

A/N:

Maaf aku bawa cerita baru. Aku lagi butuh suasana baru aja sih, terus kebetulan ide ini muncul terinspirasi dari Grey's anatomy. Jd di publish deh sebelum kelupaan. Hehehe tenang aja FF yang lain masih aku lanjutin kok

Terus, ak bukan anak kedokteran jadi ga paham banget soal istilah atau prosedur. Kalo ada salah salah, mohon dimaafkan :"

btw kepo ga kenapa judulnya first snow?

Engga ya?

Oh.. oke._.

Hehehe terima kasih sudah baca,

Laffyouuuh!:*

-Moza