Disclaimer:

Naruto: Masashi Kishimoto

Fairy Tail: Hiro Mashima

.

.

.

Sabtu, 21 Oktober 2017

.

.

.

WARNING: Karakter-karakter tokoh di fic ini OOC!

.

.

.

Dragon Jewel Stone

By Hikasya

.

.

.

Chapter 3. Karena kita satu tujuan

.

.

.

Kurama juga kaget saat mengetahui bahwa sang pemanah adalah peri. Ia tercengang dengan kedua mata yang membulat.

Gadis berambut putih dikuncir satu itu, meringis kesakitan pada kakinya. Ia memegang kaki kanannya.

"Aduuuh... Sakitnya..."

"Ah... Maaf, aku tidak sengaja," kata Kurama yang merasa iba lalu melayang mendekati gadis itu.

"Ti-Tidak apa-apa. Aku bisa menyembuhkan lukaku sendiri."

Gadis itu tersenyum, kemudian tangan kanannya bercahaya hijau. Muncul cahaya hijau yang sama di bagian luka yang tercetak di kaki kanannya.

Dalam sekejap saja, luka itu sembuh. Kurama tercengang di tempat.

"Hebatnya... Kau bisa menggunakan sihir penyembuh?"

"Tentu...," gadis itu mengangguk."Aku adalah peri penyembuh."

"Peri penyembuh?"

"Iya."

"Lalu kenapa kau menyerangku?"

Yang bertanya paling akhir adalah Naruto. Gadis itu melihat ke arah Naruto. Naruto memandangnya dengan sinis.

"Maaf... Aku tidak berniat melukaimu. Yang kuinginkan adalah... Batu permata naga merahmu itu," ungkap gadis itu dengan jujur.

"A-Apa!?" Naruto sedikit terkejut lalu memasang wajah mengeras."Berarti kau sama seperti yang lainnya! Tidak bisa dibiarkan!"

BETS!

Naruto tiba-tiba melayangkan pedangnya secara vertikal ke arah gadis itu. Kurama datang dan menahan bilah pedang Naruto dengan mulutnya. Gerakan Naruto terhenti.

"Kurama, kenapa kau menghalangiku?"

"Bodoh!" ucap Kurama setelah melepaskan bilah pedang dari mulutnya."Gadis ini bukanlah musuh. Aku merasakan hatinya sangat baik. Tidak ada hawa jahat di hatinya."

"Jangan sepenuhnya percaya pada orang lain! Kau tahu itu, kan?" kata Naruto dengan nada yang kasar.

"Aku tahu. Tapi, jangan bertindak keras pada seorang wanita! Kau itu laki-laki, memperlakukanlah wanita dengan lembut! Bukan dengan cara yang kasar!"

"..."

Naruto terdiam. Ia menarik kembali pedangnya lalu dimasukkan ke sarung yang terpasang di punggungnya.

Gadis peri tadi, menghelakan napas leganya. Ia berhutang budi pada si musang berekor sembilan yang telah menyelamatkannya.

"Terima kasih," ujarnya pada Kurama.

"Ya. Sama-sama...," Kurama menoleh ke arahnya."Tapi, ngomong-ngomong, apa alasanmu yang ingin mendapatkan batu permata naga merah itu?"

"Soal itu... Aku ingin menyelamatkan bangsaku. Aku harus menghancurkan semua batu permata naga agar tidak terjadi perang lagi. Aku ingin kedamaian di antara manusia dan peri. Begitulah..."

"Oh. Tujuanmu sama denganku."

Naruto ikut andil dalam percakapan mereka. Gadis itu mengerutkan keningnya.

"Maksudnya?"

"Ya. Aku juga ingin mencari semua batu permata naga itu. Lalu menghancurkannya agar tidak terjadi perang. Aku juga ingin kedamaian."

"Begitu, kah? Berarti kita satu tujuan...," gadis itu bangkit berdiri dengan cepat dan menunjukkan tawanya yang lebar."Izinkan aku bergabung dengan kalian. Kumohon..."

Bahkan ia sampai membungkukkan badannya pada Naruto. Naruto hanya berwajah datar. Kurama malah tercengang.

"Boleh saja."

Gadis itu merasa senang mendengar jawaban Naruto. Ia menegakkan badannya, kedua matanya bersinar.

"Benarkah? Kau tidak bohong, kan?"

"Tidak."

"Terima kasih. Oh iya, namaku Mirajane Strauss, salam kenal ya."

"Aku Uzumaki Naruto. Panggil saja aku, Naruto."

"Kalau aku, Kurama. Salam kenal ya."

"Salam kenal buat Kurama."

Mirajane tersenyum sambil membungkuk hormat. Naruto menanggapinya dengan wajah yang bosan.

"Sudah cukup perkenalannya. Aku ingin secepatnya keluar dari desa ini. Tapi, sepertinya desa ini dilindungi semacam sihir pelindung transparan," ungkap Naruto.

"Oh... Soal itu. Memang sih ada sihir pelindung transparan," Mirajane menunjuk ke atas.

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Kita minta bantuan saja pada pihak kerajaan."

"Usulanmu bisa buat kita mati bunuh diri."

"Ah, ma-maaf."

"Caranya kita harus mencari mantra untuk menembus sihir pelindung ini atau mencari orang yang telah menggunakan sihir pelindungnya."

Tatapan Naruto dan Mirajane tertuju pada Kurama. Mereka saling diam.

"Aha! Itu dia!" Mirajane spontan menepuk kedua tangannya dengan ekspresi ceria."Aku dengar pengguna sihir pelindung itu tinggal di istana kerajaan ini. Kalau tidak salah, namanya Sora."

"Sora?" Naruto mengerutkan keningnya.

"Namanya sama dengan kerajaan ini," Kurama tercengang.

"Iya. Bagaimana? Apa kita cari saja orang yang bernama Sora itu sekarang?"

"Naruto..."

"Hmmm... Tapi, bagaimana caranya kita mencarinya? Kau tahu, kan, kita sekarang dikejar, Kurama."

"Iya juga."

"Kalian menyamar saja."

"Caranya?"

Naruto dan Kurama penasaran. Mirajane hanya tersenyum penuh misteri.

.

.

.

TAP! TAP! TAP!

Dua orang sedang berjalan di tengah keramaian. Yang satu, seorang gadis berambut pirang panjang yang diikat twintail dan bergaun merah khas eropa abad pertengahan, sedang menggendong seekor kucing putih. Lalu yang seorangnya lagi adalah seorang gadis berambut putih yang diikat satu, berpakaian gaun berwarna hijau dengan jubah berwarna hijau. Tudung jubahnya menutupi kepalanya agar menyembunyikan identitasnya sebagai peri.

Mereka adalah Naruto dan Mirajane yang sedang menyamar. Kurama menyamar menjadi kucing - Kurama bisa menggunakan sihir berubah apa saja yaitu sihir "Change."

Atas permintaan Mirajane, Naruto pun menyamar menjadi seorang gadis cantik dengan sihir "Change", yang dibantu dengan Kurama. Naruto terpaksa melakukannya atas paksaan Mirajane. Ia merasa geli karena harus menyamar seperti ini.

Hasilnya, semua mata pria tertuju pada Naruto. Sehingga mereka ada yang bertabrakan, dan bahkan terjatuh karena tersandung. Suasana menjadi gaduh karena hal itu, semua orang tertawa.

Naruto yang merasa kesal, hanya bisa tersenyum kikuk pada semua pria yang memandangnya. Mengutuk Mirajane yang memaksanya untuk menyamar seperti ini.

Ayolah, ini hanya sebentar saja, Naruto. Setelah itu, kau akan bebas menjadi dirimu sendiri.

Mirajane saja tidak pernah berhenti tersenyum melihat tampang cantik Naruto yang begitu menarik hati. Bahkan Kurama menyengir lebar dan mengatakan 'kau cocok jadi perempuan, Naruto' lalu berakhir dengan benjolan di kepalanya akibat dijitak keras oleh Naruto. Naruto menjadi sosok gadis cantik yang tsundere.

Tak lama kemudian, mereka bertiga tiba juga di tempat tujuan yaitu, istana kerajaan Sora. Istana kerajaan tersebut terletak di tengah kota. Ada sejumlah penjaga yang berjaga di sekitar pintu gerbang istana.

Tak jauh dari istana, Naruto dan dua temannya berdiri. Mengamati keadaan di balik keramaian orang-orang.

"Jadi... Itu istananya ya?" tanya Naruto dengan nada yang datar. Tapi, suara yang keluar dari tenggorokannya terdengar seperti suara perempuan. Inilah efek sihir "Change" itu.

"Huum... Orang yang bernama Sora itu adalah Kepala Penjaga Kerajaan ini. Biasanya ia berjaga-jaga di bagian menara kastil istana ini."

"Oh... Darimana kau tahu tentang dia sedetail begitu?"

"Aku bertanya pada orang-orang."

"Hmmm...," Naruto memegang dagunya dengan tangan kanannya."Apa yang harus kita lakukan lagi?"

"Masuk ke dalam istana."

Mirajane langsung menarik tangan Naruto. Naruto kaget dan terseret oleh arahan Mirajane.

"Hei! Hei! Tunggu!" seru Naruto yang sangat panik.

.

.

.

Begitu tiba di depan pintu gerbang istana, Naruto dan dua temannya dihadang oleh dua prajurit. Dua prajurit itu menyilangkan tombak dan tidak memperkenankan mereka masuk.

"Siapa kalian?" tanya salah satu prajurit itu.

"A-Ano... Ka-Kami ingin bertemu dengan Sora, Kepala Kerajaan ini," jawab Mirajane yang tersenyum ramah.

"Untuk apa kalian ingin bertemu dengan Sora-sama, ah?"

"Ng... Kami adalah temannya yang baru datang dari Konoha."

"Konoha?"

"Iya, benar."

"Apa kalian ada buktinya bahwa kalian memang benar-benar temannya Sora-sama?"

"Ada. Lihat ini!"

Mirajane memperlihatkan sebuah medal emas berlambangkan kerajaan Sora. Medal yang merupakan bukti persahabatan yang biasanya diberikan oleh pihak kerajaan. Hanya orang-orang yang mengenal pihak kerajaan dengan baik, yang bisa mendapatkan medal tersebut.

Hal ini membuat Naruto dan Kurama tercengang. Mereka penasaran bagaimana caranya Mirajane mendapatkan medal tersebut.

Dua prajurit itu mengangguk. Menjauhkan tombaknya dan mundur.

"Kalau begitu, kalian boleh masuk. Tapi, tunggu di sini sebentar. Aku akan memanggil Sora-sama ke sini."

"Baik. Terima kasih."

Mirajane tersenyum dan membungkukkan badannya. Salah satu prajurit masuk ke istana, untuk memanggil orang yang bernama Sora. Prajurit satunya lagi, menunggu bersama Naruto, Mirajane dan Kurama.

Beberapa menit kemudian, prajurit yang tadi masuk ke istana, kembali lagi bersama seorang laki-laki. Laki-laki yang berpakaian armor serba putih dan hitam dengan jubah hitam di punggungnya. Rambutnya berwarna perak.

Dialah yang bernama Sora, sang Kepala Penjaga istana.

Dia mendekati Naruto dan Mirajane. Dengan wajah yang curiga, dia pun bertanya.

"Siapa kalian?"

Naruto ingin menjawab tapi didahului oleh Mirajane.

"Aku temanmu dari Konoha. Aku Jane, apa kau ingat, Sora?"

"Jane?" kening Sora berkerut dan kemudian tersentak."Oh ya, aku ingat. Kau Jane yang telah menyelamatkanku sewaktu hampir jatuh dari tebing di Konoha. Benar, kan?"

"Benar sekali."

"Syukurlah... Aku senang bisa bertemu denganmu lagi, Jane."

"Heem. Apa aku bisa berbicara denganmu, Sora? Ini sangat penting."

"Tentu. Ayo, masuk!"

"Terima kasih."

Mirajane tersenyum, ia merasa senang karena rencananya berhasil.

"Tapi... Ngomong-ngomong... Siapa gadis yang di sampingmu ini?"

Perhatian Sora tertuju pada Naruto yang berwujud gadis cantik. Perasaan yang tidak enak menguasai hati Naruto. Ia merasakan pandangan Sora menjadi aneh saat melihatnya.

"Ah... Dia ini sepupuku... Namanya Naruko...," ucap Mirajane yang menunjuk Naruto.

"Oh... Sepupumu... Dia manis juga ya?" Sora tersenyum dengan ekspresi yang susah ditebak."Namaku Sora. Senang berjumpa denganmu."

Secara langsung, Sora memegang tangan Naruto. Naruto kaget dan spontan menendang perut Sora.

DUAAAK!

Alhasil, Sora tumbang dan memuntahkan darah segar dari mulutnya. Ia pun tumbang dan terkapar di tanah.

Menyaksikan adegan itu, para prajurit menjadi panik dan segera menghampiri Sora.

"AKH! SORA-SAMA!" seru para prajurit itu.

Mirajane dan Kurama sweatdrop. Naruto menghelakan napasnya, mengeluarkan asap emosinya.

"Seenaknya saja memegang tanganku. Apa dia tidak tahu kalau aku ini laki-laki, hah?"

"Kau memang pantas jadi gadis tsundere, Naruto," gumam Mirajane yang nyaris pelan. Ia pun tertawa.

.

.

.

Tak lama kemudian, Sora sadar juga dan kini duduk berhadapan dengan Naruto dan Mirajane. Kurama tetap digendong oleh Naruto.

Mereka duduk di beranda istana. Ditemani tiga cangkir teh yang terhidang di atas meja. Sora menyesapi tehnya terlebih dahulu. Diikuti dengan Naruto dan Mirajane.

"Oh...," kata Sora setelah selesai meminum tehnya."Jadi, kalian ingin tahu mantra menembus sihir pelindung kerajaan ini."

"Iya. Apa aku boleh tahu, Sora?" tanya Mirajane yang memegang cangkir teh di dua tangannya.

"Aku memang tidak boleh memberitahukannya pada orang lain karena bersifat rahasia. Tapi, karena kau sudah menolongku, aku akan memberitahukanya."

"Wah, terima kasih, Sora!"

Mirajane tertawa senang. Sora mengangguk dan meletakkan cangkir tehnya ke atas meja. Begitu juga dengan Naruto dan Mirajane.

"Mantra sihir itu hanya bisa digunakan oleh Penjaga Kerajaan ini. Dengan kata lain, akulah yang bisa menggunakannya."

"Oh, begitu."

"Tapi... Sihir ini hanya bekerja jika kau memiliki Mana yang sangat besar."

"Huum."

"Lalu untuk apa kau ingin tahu tentang mantra itu, Jane?"

Sora mulai curiga lagi. Mirajane tersentak, ia tersenyum kikuk.

"Hanya ingin tahu saja. Ya, buat menambah ilmu. Begitu."

"Oh... Itu bagus sekali."

"Jadi, nama mantranya apa?"

"Nama mantranya... Open."

'Open... Open... Open...,' batin Naruto yang mengulang-ulang kata "Open" itu supaya bisa tersimpan di file otaknya.

Mirajane manggut-manggut. Ia melirik Naruto.

"Itu mantranya, Naruko. Ingat baik-baik ya."

"Tentu."

"Uhmm... Sebelum itu, apa aku bisa minta sesuatu pada kalian?"

Naruto dan Mirajane menarik pandangan ke arah Sora. Sora memasang wajah yang sangat serius. Kedua pipinya memerah.

"Izinkan aku untuk berkencan denganmu sehari saja... Naruko..."

Tiba-tiba saja, Sora sudah memegang tangan Naruto dengan kedua tangannya. Otomatis Naruto sangat emosi dan meninju wajah Sora dengan satu tangannya yang lain.

BUAAAK!

Akibatnya, Sora tumbang ke belakang dan terkapar di lantai. Hidungnya mengeluarkan darah.

Lagi-lagi Mirajane dan Kurama sweatdrop. Naruto mengepalkan tinjunya di depan dadanya dengan wajah yang sangar.

"BODOH! AKU TIDAK MAU BERKENCAN DENGANMU, TAHU!" sembur Naruto berapi-api. Ia menjelma menjadi gadis tsundere yang benar-benar mengerikan. Jauh dari kepribadiannya yang kalem dan selalu sinis.

Para prajurit berhamburan dan segera memapah Sora dengan tandu. Mirajane permisi pulang pada salah satu prajurit itu dan menitipkan pesan permintaan maaf pada Sora.

Setelah itu, Mirajane dan Naruto beserta Kurama keluar dari istana. Mereka berjalan kaki menyusuri jalanan kota yang semakin ramai.

"Kau benar-benar berakting dengan bagus, Naruto," Mirajane tersenyum sambil menyembunyikan dua tangannya di belakang tubuhnya.

"Huh... Kau meledekku, Mirajane?" Naruto melirik Mirajane dengan tajam.

"Ti-Tidak begitu kok. Semua orang tidak mengetahui siapa kau. Mereka menganggap kau sebagai pengunjung yang baru datang ke kerajaan ini."

"Begitu. Ya, itu memang benar."

"Intinya, penyamaran ini berhasil."

"Intinya, aku tidak nyaman berpenampilan seperti ini. Jijik rasanya diperhatikan pria-pria yang lewat di sini."

"Hehehe... Kalau begitu, kita pergi ke gerbang kerajaan ini yuk."

Mirajane menarik tangan Naruto lagi. Justru Mirajane yang ditarik Naruto.

"Tunggu dulu!"

"Hm, ada apa?"

"Kau memang mengenal Sora tadi?"

"Mengenal ya? Aku rasa tidak."

"Apa!?"

"Intinya... Aku tidak mengenalnya."

"Jadi... Darimana kau mendapatkan medal emas itu?"

"Aku mendapatkannya dari orang lain. Kebetulan orang itu sesama peri. Namanya juga Jane."

"Hah?"

"Ya. Jane yang sebenarnya sudah meninggal."

"Karena itu, kau menyamar jadi dirinya."

"Iya. Aku juga bisa menggunakan sihir 'Change'."

Mirajane mengedipkan sebelah matanya, sukses membuat Naruto terpaku.

"Tapi... Aku belum bisa mempercayaimu, Mirajane."

"Berusahalah untuk mempercayaiku, Naruto. Karena kita satu tujuan. Oke?"

Mirajane menarik tangan Naruto. Naruto terseret oleh arahan Mirajane. Mereka pun berlari kencang, menembus keramaian di siang itu.

.

.

.

BERSAMBUNG

.

.

.

A/N:

Hai, kita ketemu lagi.

Saya hadirkan kelanjutan fic ini setelah lama bertapa di gunung Kerinci :v

Hahaha... Kenapa jadi aneh kelanjutannya? Maaf...

Untuk selanjutnya, akan saya usahakan sambung lagi. Terima kasih banyak buat yang membaca dan mereview fic ini.

Tertanda

HIKASYA

Sabtu, 21 Oktober 2017