Ps : Baca Chapter sebelumnya. Karena chapter sebelumnya Wi ganti. Jadi biar kalian nggak bingung kenapa alurnya jadi begini.

.

.

Choose Me

...

Author

staruniverse17

Disclaimer

Fic milik kami. NCT dan Idol yang lain milik agency masing-masing.

Main Cast

Lee Minhyung (Mark), Huang Renjun, Lee Jeno, Lee Donghyuck (Haechan), Na Jaemin.

Support Cast

Idol '99 Line [Dino (SVT), Rocky (Astro), Subin (Victon), Hwiyoung (SF9)] & '00 Line [Chani (SF9), Sanha (Astro), Yunho (Varsity), Jisung (Stray Kids)] and SMTown Member.

Genre

Romance, Friendship.

Length

Chaptered

Rated

T

Summary

'Huang Renjun yang lelah karena selalu dikejar dua pangeran sekolah Mark Lee dan Lee Jeno, akhirnya meminta bantuan pada sepasang kekasih super cerewet Lee Haechan dan Na Jaemin. Apakah dua orang itu bisa memberikan bantuan pada Renjun? Dan siapakah yang akhirnya dipilih Renjun, Jeno atau Mark?' Tag : NoRen, MarkRen, ChanMin, NCT Dream. RnR?

Warning

BxB, AU!School Life, OOC, Typo(s).

Note

Bold = Flashback.

...

Renjun akhirnya bisa bernafas lega ketika ia sampai di gerbang sekolahnya. Renjun mengutuki adik sepupunya yang mengajaknya bermain PS hingga pagi menjelang yang membuat Renjun mau tidak mau harus telat bangun pagi ini. Mengakibatkan Renjun harus berlari ke halte bus namun ia terlambat karena bus yang menuju ke sekolahnya baru saja berangkat satu menit lalu dan baru sepuluh menit lagi bus yang menuju sekolahnya akan datang.

Renjun tidak bisa menunggu terlalu lama, jadi dengan sangat terpaksa Renjun berlari dari halte bus hingga ke sekolahnya. Dan Renjun tidak bisa lebih bersyukur saat ia ternyata sampai di sekolah lima menit sebelum gerbang ditutup. Masa bodoh dengan bajunya yang basah atau tubuhnya yang lemas karena ia belum sempat sarapan, yang penting ia bisa sampai di sekolahnya tepat waktu.

Renjun berjalan di koridor yang penuh dengan siswa-siswi lain. Namun pagi ini, Renjun merasa aneh. Bukan karena bahan omongan mereka, meskipun ini tetap tentang dua pangeran sekolah, namun bisikan-bisikan yang teman-teman satu sekolahnya ini ucapkan agaknya membuat Renjun sedikit bingung.

"Aku sangat kaget tadi melihat Mark sunbae dan Jeno keluar dari mobil yang sama."

Renjun mengernyitkan dahinya heran begitu bisikan yang keras itu terdengar di telinganya.

"Mereka berdua tidak mungkin berpacaran 'kan?"

Lagi, bisikan itu terdengar.

"Kau bodoh atau bagaimana? Bukannya Mark sunbae dan Jeno itu sedang berebut si Huang Renjun itu?"

"Mungkin mereka sudah lelah, makanya mereka memutuskan untuk bersama."

"Tapi bukankah ekspresi wajah Jeno dan Mark sunbae tadi sangat dingin? Jadi tak mungkin mereka berpacaran."

Renjun merasa muak dengan bisikan-bisikan yang ada di depan kelasnya itu. Dengan langkah lemas, ia masuk ke dalam kelas dan ia langsung duduk di bangkunya. Matanya bertemu tatap dengan mata Jeno yang memang sedang menatapnya meskipun pemuda Lee itu sedang berkumpul dengan kawanannya di pojokan kelas.

"Sudah dengar berita yang beredar?" Itu suara Bae Jinyoung, teman satu bangku Renjun. Renjun mengangguk lemah, "Sudah. Di mana Haechan dan Jaemin? " Tanya Renjun seraya menatap Jinyoung.

"Mereka ke kantin. Tapi, kau sungguh tak penasaran sebenarnya ada hubungan apa antara Jeno dan Mark sunbae?" Kata Jinyoung dengan pandangan ingin tahu.

Renjun tersenyum tipis dan menggeleng pelan, "Aku tidak peduli. Aku malah akan sangat senang dan bersyukur jika mereka berdua benar-benar menjadi sepasang kekasih." Jawab Renjun dengan nada suara yang dia buat seriang mungkin.

"Tapi itu tidak mungkin terjadi, Injunie." Suara Haechan terdengar yang membuat Renjun mengalihkan pandangannya. Dengan alis yang menyatu, Renjun menatap Haechan dengan pandangan bingung, "Apa maksudmu?"

"Nanti kami jelaskan, ini kau makan dulu. Kau tadi titip roti 'kan? Cepat makan karena Cho-saem akan ke sini sebentar lagi." Giliran Jaemin yang bersuara. Jaemin pun menaruh dua roti melon dan sebotol air putih di hadapan Renjun. Renjun tersenyum terima kasih pada sahabatnya itu, untung di jalan tadi ia sempat mengchat Jaemin untuk membelikannya makanan. Jika tidak, Renjun pastikan ia tidak bisa mengikuti ulangan Matematika guru Cho hari ini.

"Terima kasih banyak, Jaeminie!" Ucap Renjun seraya memakan rotinya. Jaemin hanya tersenyum maklum dan duduk di tempatnya diikuti oleh Haechan.

Diam-diam, Jeno tersenyum melihat pujaan hatinya yang begitu imut saat sedang makan seperti itu. Jeno jadi ingin menghampiri pemuda manis itu dan memberikan kecupan-kecupan manis di wajah pemuda itu.

Ah Lee Jeno! Hentikan fantasi liarmu itu!

...

"Sebelum kita memulai ulangan hari ini, saya akan memperkenalkan murid pertukaran pelajar yang menggantikan Jang Yunho." Guru Cho membuka suaranya. Sementara para siswa dan siswi di depannya itu mulai berbisik sana-sini mengenai siswa yang berada di samping Guru Cho.

"Nah, nak. Sekarang giliranmu untuk memperkenalkan diri," titah Guru Cho pada siswa di sampingnya. Siswa itu menganggukan kepalanya kaku dan mengangkat kepalanya untuk menatap dari ujung hingga ujung lain kelasnya. Dan matanya bertemu tatap dengan mata tajam seseorang yang bangku di sebelahnya kosong.

"Eum, annyeong. Namaku Han Jisung. Aku siswa pertukaran pelajar dari Malaysia. Aku harap, kalian bisa membantuku di sini," ucap pemuda bernama Han Jisung itu sembari membungkukkan badannya.

Lalu kelas kembali riuh dengan suara bisikan dan juga teriakan-teriakan yang amat sangat jelas untuk mengajak Jisung berkenalan. Baik itu dari perempuan maupun laki-laki.

"Diamlah! Kalian sebentar lagi ulangan, bukannya menghafal rumus malah menggoda anak orang." Ucapan pedas dari Guru Cho berhasil membuat anak muridnya terdiam. "Nah Jisung-ssi, kau bisa duduk dengan Lee Jeno mulai sekarang. Lee Jeno, angkat tanganmu." Jisung pun mengangguk mengerti dan berjalan mendatangi bangku barunya.

Jadi, pemuda yang tadi bertemu tatap dengannya itu Lee Jeno?

"Annyeong, aku Han Jisung." Bisik Jisung begitu ia duduk di samping Jeno.

Jeno menoleh ke arahnya dan tersenyum manis hingga matanya menyipit, membuat eyesmile indahnya terlihat.

"Aku tahu. Namamu sama seperti nama adik sepupuku," balas Jeno masih dengan senyumnya dan terkekeh pelan.

Jisung terdiam. Pemuda di sampingnya ini, kenapa begitu tampan dan sedikit lucu?

...

Mark keluar dari kelasnya dengan langkah lesu, di sampingnya ada Subin yang sedang berjalan sembari membaca buku pelajaran. Pelajaran kedua nanti ada ulangan Kimia, jadi sudah sepantasnya ia belajar. Dino sedang tak masuk sekolah karena ada urusan keluarga. Dan jangan tanyakan di mana Rocky dan Hwiyoung, teman mereka itu rajanya telat. Jadi bisa dipastikan mereka sudah ada di kantin setelah dihukum oleh guru Kwon selaku guru BK di sekolah mereka.

Sesuai dugaan mereka berdua, kedua sahabat mereka sudah ada di kantin duduk di bangku biasa dengan makanan yang sudah tersedia di meja. Benar-benar kebiasaan. Mark dan Subin pun menghampiri kedua sahabat mereka dan duduk di hadapan keduanya.

"Ck, kapan kalian berubah? Sudah kelas tiga. Kalian tak mau kita lulus bersama?" Omel Subin begitu ia menutup buku kimianya. Hwiyoung dan Rocky saling bertatapan, yang di detik berikutnya keduanya saling tertawa bersama.

"Kami akan berubah. Tapi nanti, semester dua." Balas Hwiyoung sembari memakan tteokbeokinya.

Subin mendengus kesal, "Aku hanya bisa berdo'a untuk panjangnya umur kalian." Ujar Subin seraya menarik jus jeruk milik Rocky. Rocky membiarkan, toh mereka sudah biasa saling berbagi makanan dan minuman.

"Omong-omong Mark, kenapa mukamu terlihat kesal dan kau menjadi pendiam begini?" Tanya Hwiyoung heran saat melihat sahabatnya itu hanya diam. Bahkan pemuda Lee itu tidak menyentuh makanan ataupun minuman yang mereka berdua pesan.

"Nah, ini juga. Kalian melewatkan yang seru tadi pagi!" Seru Subin yang akhirnya mendapatkan delikan tajam dari Mark.

"Apa? Apa?" Tanya Rocky penasaran. Jika tahu dia akan melewatkan sesuatu yang 'seru' apalagi ini berhubungan dengan Mark, Rocky memilih untuk berangkat lebih cepat dibanding harus ketinggalan berita seperti ini.

"Tadi pagi, Mark dan Jeno berangkat bersama." Jawab Subin santai.

"APA?!" Teriak Rocky terkejut, yang membuat beberapa orang menatap ke meja mereka ingin tahu dan kesal. Sementara Hwiyoung hanya menatap Mark menuntut penjelasan.

"Nanti aku jelaskan. Di sini masih banyak orang." Akhirnya Mark membuka suaranya. Jika tidak, maka Hwiyoung dan Rocky akan terus memaksanya untuk menjelaskan semuanya.

"Baiklah, kita kumpul di tempatku saja nanti. Sekalian ajak Dino." Ucap Rocky yang dibalas anggukan oleh ketiganya.

"By the way, itu siapa yang bersama Renjun? Aku baru melihatnya." Bisik Hwiyoung yang membuat tiga teman lainnya mengarahkan pandangan ke tempat di mana Renjun dan pemuda asing itu berada. Mereka berempat menemukan Renjun duduk bersama pemuda asing. Meja Renjun berjarak tiga meja dari meja tempat Mark dan kawan-kawannya.

"Aku juga belum pernah melihatnya. Tapi aku dengar di kelas mereka ada yang menjadi pertukaran pelajar hingga kenaikan kelas nanti. Mungkin itu anaknya," ujar Subin. Jangan heran, meskipun Subin terkenal sebagai anggota salah satu dari dua geng yang amat berpengaruh di sekolahnya, tapi dia selalu update tentang berita-berita di sekolahnya. Karena pada dasarnya, Mark dan Subin adalah dua orang yang menjadi juara paralel satu dan dua setiap tahunnya.

"Memangnya di kelas mereka ada yang pintarnya melebihimu?" Tanya Rocky sembari menunjuk Subin dengan telunjuknya.

"Tentu saja ada. Namanya Yunho, teman satu gengnya Jeno." Jawab Subin datar.

"Aku baru tahu."

"Jangan samakan dia denganmu, Minhyuk. Kau itu 'kan sudah bodoh, idiot lagi. Masih untung kami mau berteman denganmu."

Dan dimulailah, perdebatan tak penting antara Subin dan Rocky. Hwiyoung hanya menonton mereka berdua sembari memakan jajanannya. Sementara Mark, dalam diamnya, memperhatikan Renjun dan pemuda asing itu. Mark merasa, tingkah keduanya sangat canggung. Mungkin memang karena mereka baru kenal, jadi canggung begitu.

Tapi, kenapa Mark merasa aneh begitu pemuda asing itu menunjuk pada Jeno. Terlebih mata Renjun yang terlihat berbeda saat melihat ke Jeno. Mark tidak mungkin kalah bukan?

...

Bel istirahat sudah berbunyi. Begitupun kelas XI-B yang baru saja menyelesaikan pelajaran Ekonomi mereka. Para siswa-siswi lain mulai keluar dari kelas, meninggalkan Renjun bersama Jaemin dan Haechan, juga sang anak pertukaran pelajar, Han Jisung.

"Ayo kita ajak dia berkenalan dan kita ke kantin bersama," bisik Jaemin. Jaemin memang terkenal yang paling baik dan ramah di antara ketiganya. Jadi, melihat Jisung yang terlihat seperti gugup dan canggung begitu membuat Jaemin merasa kasihan.

"Baiklah, ayo." Haechan sudah berdiri, begitupun dengan Renjun. Jaemin tersenyum lebar dan ketiganya berjalan mendekati Jisung yang masih duduk di bangkunya itu.

"Annyeong Jisung-ssi." Sapa Jaemin ramah. Dapat Jaemin lihat Jisung yang terlihat kaget begitu melihat mereka bertiga yang menyapanya.

Jaemin tersenyum manis, "Perkenalkan, aku Na Jaemin." Kata Jaemin seraya mengulurkan tangannya.

Jisung melihat tangan itu. Tidak seharusnya Jisung takut. Karena dia terpilih sebagai siswa pertukaran pelajar karena guru-guru di sekolahnya percaya bahwa dia adalah siswa yang pintar dan berani. Hanya saja, Jisung merasa canggung dan khawatir. Meskipun ia lahir di Korea, namun dia tidak besar di sini. Dia besar di negara orang yang memang terkenal ramah. Tidak seperti di sini yang Jisung dengar, tingkat pembullyan di negara ini masih tinggi.

Menghembuskan nafasnya perlahan, Jisung pun membalas uluran tangan Jaemin, "Aku Han Jisung." Balasnya dengan senyum tipis.

"Aku Lee Haechan, kekasih Jaemin." Kata Haechan yang langsung mendapat delikan tajam oleh Jaemin.

"Aku Huang Renjun, senang berkenalan denganmu, Jisung-ssi." Giliran Renjun yang memperkenalkan dirinya.Tak lupa, Renjun tersenyum manis. Jisung hanya mengangguk dan menatap Renjun dari atas ke bawah. Manis.

Pantas Jeno sedari tadi terus mencoret-coret buku tulis pemuda itu dengan nama pemuda yang berada di hadapannya ini. Siapa juga yang tidak suka dengan pemuda manis seperti Huang Renjun ini?

"Karena kita mau makan siang, kau mau ikut? Sekalian keliling supaya kau tak kesasar nantinya," tawar Jaemin yang membuat atensi Jisung teralih.

Jisung berfikir sebentar yang setelahnya ia menganggukan kepalanya, "Boleh." Katanya dengan senyum yang mereka di bibirnya.

"Baiklah, ayo." Ajak Jaemin seraya memimpin jalan sembari menggandeng lengan Haechan. Renjun yang di belakang mereka hanya menggelengkan kepalanya, sementara Jisung yang berjalan di samping Renjun terkekeh pelan merasa lucu saat mendengar sepasang kekasih di depannya itu berdebat untuk hal yang tak penting.

Dan Jisung juga sesekali melirik Renjun, melihat bagaimana pemuda di sampingnya itu yang sesekali menyahut atau menimpali saat dua pemuda di depan mereka memanggil namanya. Aura Renjun sungguh menyenangkan. Pantas Lee Jeno menyukainya.

Tapi, kenapa Jisung tiba-tiba merasa tak suka dengan kenyataan itu? Tak mungkin 'kan jika dirinya jatuh cinta pada pandangan pertama pada Lee Jeno?

...

Jeno duduk di meja pojok kantin bersama dua temannya, Chani dan Sanha. Yunho sudah ke luar negeri, jadi jangan tanyakan kenapa mereka hanya bertiga sedari tadi, okay?

"Anak baru tadi, sepertinya menyukaimu, Lee." Buka Chani begitu mereka selesai menyantap makan siang mereka. Matanya menatap ke meja tengah di mana meja Renjun dan teman-temannya berada.

Jeno mengendikan bahunya acuh. "Aku tak peduli. Renjun saja belum aku dapatkan, jadi aku tak mau melihat orang lain dulu." Balas Jeno setelah menenggak minumnya.

"Tapi Jeno, kau belum bercerita kenapa kau bisa berangkat bersama Mark sunbae tadi pagi." Kata Sanha seraya menatap penasaran pada Jeno.

Jeno tersenyum kecil, matanya lalu mencari keberadaan Mark yang sekarang sudah berdiri dan berniat meninggalkan kantin bersama kawan-kawannya.

Jeno tersenyum miring dan membuka ceritanya, "Jadi begini-"

Matahari sudah berganti tugas dengan bulan untuk menyinari bumi. Begitu pula Jeno yang sedang berdiri di depan almarinya untuk melihat pakaian apa yang pantas untuk ia kenakan saat menemui ayahnya sebentar lagi. Haruskah formal? Atau casual seperti biasa saja?

Jeno menghela nafas berat dan memilih untuk memakai casual saja. Toh, Mark tadi tidak bilang bahwa ini acara penting 'kan? Jadi berpakaian dengan kaos merah biasa dilapisi jaket serta celana jeans dan sepatu sneakers juga cukup. Tak lupa, Jeno menata rambutnya yang sengaja sedikit ia berantakan.

Setelah merasa semuanya cukup bagus, Jeno pun pergi dari rumahnya dan pergi ke rumah utama keluarga Lee menggunakan taksi. Karena Jeno sadar, ia tak mungkin meminta kendaraan bermotor pada kakak sepupunya atau bahkan mengemis pada ayahnya yang sejak dua tahun lalu tak pernah ia temui itu.

Jeno pun sampai di kediaman keluarga Lee. Menghembuskan nafasnya yang terasa sesak setelah sekian lama tak melihat rumah yang menjadi saksi bisu permusuhan dirinya dan Mark, Jeno pun melangkahkan kakinya dengan gontai ke dalam.

Jeno disambut oleh beberapa penjaga dan juga pelayan, ada juga beberapa penjaga dan pelayan yang masih mengingatnya hingga Jeno membalas mereka dengan sedikit lebih ramah.

Pelayan yang dulu juga menjadi teman Jeno bermain, memberitahukan bahwa Tuan Lee dan yang lain sudah menunggunya di ruang makan. Ini waktunya. Waktu Jeno untuk bertemu dengan ayahnya dan menanyakan alasan ayahnya itu kenapa tidak mau menemui Jeno selama dua tahun. Ya, Jeno harus tahu.

Dan di sinilah semuanya berada sekarang. Di ruang pertemuan setelah makan malam yang penuh keheningan itu selesai dilaksanakan. Ayahnya duduk di kursi besar, Jeno dan Mark duduk berhadapan yang di tengah-tengah meraka ada sebuah meja bulat besar yang menjadi penghalang. Sementara Jessica? Dia memilih untuk kembali ke kamarnya karena ia sudah tahu apa yang akan dibicarakan suaminya pada kedua pemuda tersebut.

"Appa tak mau basa-basi. Jadi begini, mulai malam ini, Jeno akan tinggal di sini." Mata kedua anaknya membulat, namun belum sempat salah satu anaknya mengeluarkan suara, Donghae kembali meneruskan kalimatnya, "Kalian akan selalu berangkat sekolah bersama, karena Appa sendiri yang akan mengantar kalian. Dan pulang sekolah tak boleh lebih dari jam tujuh malam. Tak ada penolakan, jika ada yang menolak apalagi kau Mark, seluruh fasilitasmu akan Appa cabut." Tegas Donghae seraya menatap kedua anaknya dengan tajam.

"Mulai malam ini, kau tidur di sini Jeno-ya. Barang-barangmu bisa dipindahkan besok, tenang saja aku sudah bicarakan ini pada Taeyong. Dan ia sudah menyetujuinya," kata Donghae sembari tersenyum lembut pada Jeno.

Mark merasa muak. Ia bergegas keluar dari ruangan itu dengan membanting pintu. Percuma jika Mark mengeluarkan suaranya sekarang, ayahnya sudah tidak mau mendengarkannya semenjak kematian ibu Jeno dua tahun lalu.

"Kenapa A-Ap-pa melakukan ini?" Suara Jeno tercekat begitu ia mengeluarkannya. Sungguh, dua tahun dia tak memanggil 'Appa' pada siapapun, membuatnya sulit untuk mengucapkannya lagi.

Donghae berdiri dan mendekat pada sang putra. Donghae memeluk Jeno erat dan menepuk bahu sang putra.

"Maafkan Appa yang sudah mengabaikanmu selama dua tahun ini, Jeno. Appa menyayangimu dan ini semua Appa lakukan untuk menebus semua kesalahan Appa padamu. Meskipun mungkin kau belum bisa memaafkan Appa sepenuhnya, setidaknya Appa di sampingmu sekarang. Jika kau butuh apa-apa, kau bisa bilang pada Appa ataupun Eomma Jessica." Bisik Donghae dengan satu tetes air mata yang menitik dari matanya.

Jeno merasa hangat, kehangatan ini yang dia inginkan saat ia kehilangan ibunya dua tahun lalu. Dan memang, Jeno masih kecewa pada ayahnya, tapi memaafkan orangtua tidak ada salahnya 'kan?

Jeno pun membalas pelukan ayahnya, "Baiklah Appa."

"Hebat! Kau jadi kembali ke kediaman Lee?" Tanya Sanha takjub setelah Jeno menyelesaikan ceritanya.

Jeno hanya menganggukan kepalanya mengiyakan, "Jika aku tak mengingat kata-kata ibuku, aku juga tak mau kembali serumah dengan si Lee brengsek itu."

"Maksudmu Mark?" Tanya Chani seraya menatap Jeno.

"Siapa lagi?" Jeno mengendikan bahunya dan tersenyum miring.

"Ayo ke kelas, bel sudah bunyi."

...

"Gila! Jadi Mark hyung dan Jeno itu saudara seayah?!" Pekik Renjun begitu Haechan menyelesaikan ceritanya.

Ketiganya —Renjun, Jaemin, Haechan— sedang berada di kamar Renjun. Renjun yang mengajak mereka setelah sepulang sekolah tadi. Jadilah, Haechan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi antara Mark dan Jeno hingga keduanya bisa berangkat bersama tadi pagi.

"Kenapa kalian tidak pernah menceritakannya padaku?" Renjun menatap kedua sahabatnya itu dengan tajam. Jaemin mengendikan bahunya, "Jangan menatapku begitu. Aku juga baru tahu tadi pagi, Haechan baru menceritakannya setelah aku memaksanya tadi pagi." Kata Jaemin yang kemudian turun dari kasur Renjun.

"Adik sepupumu lucu Renjun-ah, aku ke bawah dulu. Kalau mau menghakimi seseorang, hakimi saja Haechan. Aku pergi!" Jaemin pun keluar dari kamar Renjun dengan sedikit berlari.

Haechan yang melihat kekasihnya itu pergi meninggalkannya pun mendesah pelan, kekasih macam apa Jaemin itu? Meninggalkannya dalam masalah? Huh! Untung Haechan cinta.

"Jadi sebenarnya, apa alasan mereka berdua hingga menjadi musuh seperti sekarang?" Tanya Renjun yang sedang berusaha untuk tidak menguliti sahabatnya yang satu ini.

Haechan meneguk ludahnya paksa, "Jika masalah itu, jangan tanya aku. Kau tanya saja sendiri pada mereka jika kau sudah berpacaran dengan salah satunya. Oh atau mungkin malah dua-duanya!" Jawab Haechan seraya berlari keluar dari kamar Renjun.

"YAKK LEE HAECHAN KEMBALI! AKU BELUM SELESAI!" Teriak Renjun kesal seraya menatap tajam pintu kamarnya. Berharap pintu itu bisa berlubang hanya karena tatapan matanya itu.

"Bodoh!" Umpat Renjun seraya membaringkan tubuhnya di atas kasur miliknya. Matanya menatap langit-langit kamarnya dan kemudian mendesah pelan.

Jadi, Mark dan Jeno adalah saudara seayah? Apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga mereka hingga keduanya memilih untuk merahasiakan status mereka dan bersikap layaknya musuh satu sama lain. Renjun menggeleng-gelengkan kepalanya. Merasa bingung dengan dua orang yang mengejarnya itu.

Omong-omong, Jeno bahkan tidak mengganggunya seharian ini, apa anak itu masih marah karena tamparan kerasnya beberapa hari lalu? Tapi, bukankah harusnya di sini Renjun yang marah?

Dan Mark, entah apa yang terjadi dengan anak itu. Seharian ini Mark juga tidak diganggu oleh kakak kelasnya itu. Dan apa-apaan perasaan ini? Kenapa Renjun menjadi takut jika kedua orang itu sudah bosan mengejarnya dan memilih untuk menyerah?

Tidak! Ini salah! Renjun tidak mungkin menyukai salah satu di antara mereka berdua 'kan?

Ya! Pasti tidak mungkin!

...

TBC

NOTE :

Jadi Wi mutusin buat ngelanjutin ff ini dengan alur yang lama. Soalnya kalau alur yang baru, nantinya ceritanya kemana-mana, kan Wi ngerasa nggak enak sama kalian. Jadi chapter yang kemarin Wi publish ulang dengan alur yang lama. Dan chap kemarin sama chap ini emang fokus tentang keluarga Lee, baru mulai chap depan bakal fokus ke MarkRenNo lagi dengan beberapa bumbu dan pelakor.

Ps : Ini udah panjang kan? Hehe.

Sampai jumpa!

Wi!