Setelah semua pertemuan dramatis yang dilakukan oleh laki-laki berambut pirang itu—yang Mitsuko yakin kalau pirangnya adalah asli dan kalau pun bukan, itu adalah cat rambut yang benar-benar berkualitas—di saat gadis #1 dan #2 pergi, mereka berdua kembali dengan kata-kata "Kyaaa, kamu disapa oleh Kise-sama, Micchan!?" "Aah! Seharusnya aku tinggal bersamamu saja!" yang membuat Mitsuko berpikir kalau telinganya akan berdarah, dan dia benar-benar mengeceknya saat mereka tidak melihat, sayangnya tidak ada cairan merah dengan aroma besi yang Mitsuko pikir ada—dia bisa menuntut kedua gadis itu dengan tuduhan polusi suara dan merusak gendang telinganya, tentu itu bisa terjadi kalau telinganya berdarah dan mungkin dia tidak akan melihat kedua gadis itu lagi.
—sayang, sepertinya akhir-akhir ini semua tidak sesuai dengan rencana seorang Hanasaki Mitsuko.
Gadis berambut pirang itu berpikir kalau Banana-kun akan memojokkannya sepulang sekolah atau hal-hal klise lain seperti yang pernah dia lihat di sebuah manga shoujo yang sudah ketinggalan jaman, tapi untungnya tidak pernah terjadi sesuatu seperti itu. Bahkan laki-laki itu tidak pernah mendekatinya lagi, dan Mitsuko juga tidak ingin berurusan dengannya lagi.
Dalam beberapa hari saja, rumor tentang Mitsuko dan Banana-kun ("Kalian dengar? Katanya Kise-sama berpacaran dengan Hanasaki!" "Ah, tidak mungkin kan!" "Tapi mereka terlihat benar-benar dekat saat—") sudah berhenti menyebar, dan hari-hari Hanasaki Mitsuko berlanjut seperti biasa. Senyum plastik yang dia tempelkan berkali-kali setiap sebelum berangkat dari apartemennya yang tidak punya tanda kehidupan selain dirinya sendiri selalu berhasil menipu semua orang di Kaijo—senyum Mitsuko menghilang saat dia memikirkan hal ini.
Banana-kun—ya, dia sadar kalau itu bukan namanya, tapi dia tidak sudi memanggil gumpalan parfum dan krim malam itu dengan nama aslinya—adalah satu-satunya orang yang pernah memergokinya seperti itu ("—Dan kamu, Hanasaki Mitsuko-san, adalah pembohong yang buruk"), dan berbeda dengan harapan dan hati Mitsuko yang berdebar-debar memikirkan apa yang akan dia lakukan terhadapnya—dan mungkin akan ada yang menganggap dia seorang masokis saat membaca ini, tapi dia yakinkan kalau dia bukanlah masokis, ya—Banana-kun sama sekali tidak melakukan apa-apa.
—mengecewakan.
Berusaha berpikir kalau kejadian itu hanyalah mimpi yang dia terima saat tidak sengaja tertidur di jam makan siang—seberapa mustahil pun sesuatu seperti itu—dia kembali ke rutinitasnya yang biasa dan kembali membaca novel baru yang dia baca—karya klasik dari Natsume Souseki, Kokoro—sendirian di mejanya. Entah kemana gadis #1 dan #2 pergi, tapi Mitsuko tidak begitu memikirkan mereka yang punya agenda sendiri.
Aku selalu memanggilnya Sensei. Oleh karena itu, aku akan menyebutnya sebagai "Sensei" saja dan tidak menyebut namanya yang sebenarnya—
"Hanasaki-san."
Benar-benar—apa semua orang disini tidak bisa membaca atmosfer yang mengelilinginya, yang jelas-jelas mengatakan ganggu-aku-sekarang-dan-kamu-akan-pulang-dengan-mata-hitam atau mereka memang sebodoh seperti yang dipikir oleh Mitsuko?
—Senyum manis, Mitsuko. Keluarkan senyum manismu.
"Ada apa ya?" tanya gadis berambut pirang sambil menutup bukunya—yang baru saja dia akan baca, pikirnya dengan geram—dan memalingkan pandangannya ke arah asal suara yang baru saja memanggil nama keluarganya dengan nada yang sopan dan mengeluarkan senyuman yang bisa membuat seluruh murid laki-laki di kelasnya berpaling padanya.
Manik kuning yang cerah seperti matahari sendiri bertemu dengan manik cokelatnya yang gelap dan penuh dengan pikiran yang tidak lazim bagi seorang anak SMA, dan Mitsuko sadar kalau pemilik dari manik itu adalah—
"—Banana-kun."
Banana-kun berkedip saat mendengar ini, sepertinya tidak menduga kalau ada seseorang yang memanggilnya dengan nama buah—dan dalam bahasa inggris, mengejutkannya—dan saat Mitsuko sudah sadar tentang apa yang dia katakan di depan figur paling terkenal di Kaijo yang bisa menghancurkan reputasinya disini dengan satu kalimat saja, laki-laki berambut pirang itu melakukan sesuatu yang tidak terduga bagi Mitsuko.
"Pff—"
Dia tertawa.
.
.
Bukan karena ini kupandang lebih bijak, tetapi karena kurasa lebih wajar bila kusebut demikian—
"A-Ahaha—kamu benar-benar berpikir kalau aku akan melakukan sesuatu seperti mengatakan pada semua orang kalau kamu berbohong, Hanasaki-san?"
Mitsuko terlompat gugup saat Banana-kun—Kise, Mitsuko bodoh, K-i-s-e—mengatakan berbohong, seakan kata itu adalah hal yang tabu baginya, walau dia tidak begitu memperlihatkannya pada laki-laki itu. Dia mengeluarkan wajah muramnya dan mengangguk dengan perlahan, menutup novel Kokoro yang sedang dia baca tanpa melipat halamannya sebagai tanda batas—dia tidak sempat membacanya saat jam makan siang tadi—dan mengeratkan genggaman tangannya pada tali pegangan tas sekolahnya yang mulai usang.
"Aku tidak akan melakukan sesuatu seperti itu, ssu!" Kise berkata sambil melipat kedua tangannya di belakang kepalanya, nadanya terhibur seakan Mitsuko baru saja mengatakan sesuatu yang mustahil. "Aku tidak seburuk kamu, Hanasaki-san."
Jeda, suara sepatu yang tadinya melangkah dengan nada tap, tap, tap berhenti, dan helaan nafas yang singkat. "Itu konyol, mendengarnya dari kamu yang berusaha membuat puppy-eyes kepada Takeuchi-sensei saat tidak mengerjakan tugas minggu lalu."
Ya, usaha puppy-eyes yang membuat mata Mitsuko hampir buta karena puppy-eyes Kise adalah usaha terburuk dalam hidup Mitsuko yang sudah terbiasa dengan hal seperti itu dari adik laki-lakinya yang melakukannya setiap dia ingin meminta Mitsuko mengajarinya pelajaran yang dia tidak mengerti. Dia tidak mengerti kenapa adiknya menanyakan sesuatu seperti itu—saat dia masih anak tunggal dan belum memiliki adik, dia tidak punya siapa-siapa untuk bertanya—kedua orang tuanya adalah pegawai negeri yang sibuk—dan pada akhirnya dia selalu berhasil menemukan jawabannya dengan membaca atau menggunakan logikanya—sesuatu yang tidak dipikirkan oleh adiknya, mungkin.
"Oh? Kamu mengingatnya, Hanasaki-san?" tanya Kise dengan nada menantang. Sepertinya laki-laki ini tidak berpikir kalau Mitsuko mengingat sesuatu seburuk itu, dan dia bahkan merasa mual saat mengingatnya.
"Aku mengingat usaha puppy-eyes yang dilakukan oleh seorang model remaja yang berpikir dirinya paling tampan dalam kelas," gumamnya sambil berwajah seakan ingatan itu adalah sesuatu yang paling menjijikkan—dan mungkin saja itu benar, di pikiran Mitsuko—dan Kise tersenyum dengan senyuman paling cerah yang pernah dilihat oleh gadis berambut pirang itu.
Senyum yang membuat Mitsuko berwajah geram, dan berpikir memang siapa dia pikir dia itu, mengeluarkan senyuman yang dia pikir sempurna walau sebenarnya hanya senyum plastik yang dikeluarkan untuk fansnya saat mereka sibuk memujanya.
—menjijikkan.
"Hentikan senyum menjijikkan itu, Banana. Aku tidak buta seperti para fansmu."
"Ahaha, tapi kamu juga sama denganku, ssu—" Tatapan tajam, jeda, "—kita berdua membuat sosok palsu untuk berbaur dengan orang lain, dan mereka tidak menyadarinya."
—kecuali kamu, pikir keduanya.
.
A/N: Tidak begitu ada yang bisa dikatakan di chapter ini, karena tidak banyak yang terjadi wwww. Motivasi untuk menulis cerita yang satu ini entah hilang kemana, dan author lebih fokus untuk sekuel "Orange Days" #gampar #tidakbertanggungjawab
Yah, seperti biasa tolong feedbacknya, dan tolong minta bantuannya kalau ada typo dalam chapter ini! Bye, bye!