Disclaimer : demi neptunus naruto bukan punya saya, punya masashi sensei. sasuke punya saya *dibantai masashi sensei dan sakura
-Tolong dong, baca warningnya-
Warning : OOC, TYPO tingkat akut, AU, OOT, EYD berantakan, flame tidak diijinkan, tidak di ijinkan untuk mengcopy fic ini tanpa ijin dari author.
.
.
.
Don't Like Don't Read !
.
.
~ Tomato, cherry dan salad~
[ Chapter 14 ]
.
.
.
Pukul 07:30
Masih menatap langit-langit kamar kostnya, Sakura hampir lupa jika dia sudah menempati kost barunya, tidak ada ranjang yang lebih empuk dari ranjang Sasuke dan tidak ada lagi yang akan tidur bersama, keputusannya sudah bulat dengan tinggal di kost baru, Sakura akan segera menyelesaikan masa kuliahnya dan kembali lagi tinggal bersama Sasuke.
Menyiapkan sarapan di pagi hari dan bersiap, hari ini pun Sakura harus masuk lebih pagi mengecek setiap pasien di ruangan anak-anak, tugasnya selama ini di jalaninya dengan baik dan dia mulai terbiasa bersama anak-anak sakit itu, apalagi dengan dokter Tazuna yang penuh humoris.
Hampir sejam Sakura bersiap, berjalan keluar kost dan menguncinya.
"Yo, selamat pagi Sakura." Sapa Naruto, dia yang paling pertama tahu kost Sakura.
"Ada apa? Kau mendatangiku pagi-pagi begini?" Ucap Sakura.
"Memangnya harus ada alasan jika ingin mendatangimu." Ucap Naruto, menatap malas ke arah Sakura.
"Baiklah, lalu?"
"Kita bicara sambil berjalan saja." Ucap Naruto, mereka berjalan bersama menuju kampus. "Kau ternyata melakukannya." Lanjut Naruto.
"Apa?"
"Pindah ke kost."
"Aku rasa ini keputusan yang tepat."
"Bagaimana dengan tanggapan Sasuke?"
Sakura terdiam cukup lama. "Aku rasa dia juga setuju." Ucap Sakura, raut wajahnya tidak terlihat yakin.
"Jangan berbohong padaku, kemarin Sasuke sangat marah besar." Ucap Naruto, mengingat kemarin Naruto mendatangi apartemen Sasuke dan dia hanya ngomel-ngomel akan sikap Sakura yang sangat-sangat keras kepala.
wanita itu berhenti berjalan dan menatap Naruto.
"Dia sepertinya tidak setuju akan keputusanmu ini." Ucap Naruto.
"Tapi aku begini hanya untuk menyelesaikan masa perkuliahan dan tidak lebih." Sakura menundukkan wajahnya. "Setelah ini aku janji akan kembali ke apartemen."
"Aku tidak yakin akan apa yang di pikirkan Sasuke, kalian ini seperti bertolak belakang yaa, padahal dulu aku merasa kalian begitu kompak."
"Sudahlah, nanti jika bertemu di rumah sakit aku akan berbicara dengannya, dia pasti mau mendengarkanku."
"Baiklah, aku harap kalian tidak terus bertengkar."
"Ka-kami tidak bertengkar!" Protes Sakura.
"Iya-iya, hanya kelihatannya saja."
Berikutnya.
Sakura selesai dengan tugasnya dan tidak sengaja bertemu Sasuke di koridor rumah sakit, mereka tidak di perbolehkan untuk sibuk berbicara di rumah sakit, Sasuke masih koas dan dia benar-benar harus menjaga sikapnya sebagai calon dokter, Sakura meminta Sasuke mengikutinya ke arah tangga darurat, di sana mereka bisa bebas berbicara. Hal yang aneh sedikit mengganggu Sakura, tatapan Sasuke yang tidak biasanya, kali ini tidak ada lagi tatapan lembut, Sasuke menatap dingin ke arahnya.
"Aku sangat sibuk dan cepatlah." Ucap tegas Sasuke, dia masih marah akan keputusan Sakura, tapi saat ini dia tengah di rumah sakit dan harus menahan amarahnya.
"Aku pikir kau akan setuju, aku sungguh hanya akan melakukan masa perkuliahanku dan setelah itu, aku akan kembali ke apartemenmu, lagi pula bulan depan kau sudah harus sibuk dengan mengurus ujian sidang." Ucap Sakura, dia pun tidak berani menatap Sasuke.
"Jika kau pikir ini cara halus untuk berpisah, kenapa sejak awal kau tidak katakan saja?" Ucap Sasuke, tatapan tenang yang tak bisa di tebak.
Sakura terkejut mendengar ucapan Sasuke terutama pada kata 'Berpisah'. Pada akhirnya dia pun mulai berani menatap Sasuke.
"Tu-tunggu! Kau salah paham, aku tidak bermaksud untuk kita berpisah."
"Sekarang aku sudah tidak peduli lagi, lakukan apa yang kau suka dan juga jika kau tidak ingin kembali ke apartemen, tidak apa-apa, aku harus pergi." Ucap Sasuke dan pergi begitu saja.
Sakura bahkan tidak bisa mengucapkan apa-apa lagi, mematung dan syok mendengar ucapan Sasuke, dia terasa begitu dingin bahkan ucapannya seperti ingin menjauhkan dirinya dengan Sakura.
.
.
Beberapa hari berlalu, Sakura akan berpapasan dengan Sasuke, tapi pria itu akan sibuk berbicara dengan teman-temannya dan tidak peduli jika dia melewati Sakura, perubahan sikap Sasuke membuatnya merasa sedih dan juga kesal, Sasuke terkesan kekanak-kanakan yang tidak memahami maksud dari keputusan Sakura.
"Aku tidak percaya jika akhirnya kalian akan bercerai." Ucap Naruto, santai
Braak...!
"Katakan sekali lagi jika kau sudah bosan hidup, aku bisa menghajarmu kapan saja." Ucap Sakura, dia terlihat kesal mendengar ucapan Naruto.
Saat ini Sakura masih tidak bisa bertemu teman-temannya yang mulai sibuk untuk menyelesaikan KKN mereka dan ada yang sudah sibuk mengurus skripsi, saat ini di kantin rumah sakit, hanya Naruto yang bisa di temui Sakura.
"Ha-hanya bercanda, melihat sikap Sasuke beberapa hari ini, dia pun semakin tidak peduli padamu, tapi Sasuke memang seperti itu kan? Dia selalu cuek pada siapa pun. Heheheh." Ucap Naruto dan tertawa garing.
"Aku tidak mengerti, kenapa dia sampai harus berpikir jika aku ingin berpisah? Rasanya aku ingin menghajar wajah sahabatmu itu!" Ucap Sakura, kesal.
"Dia sahabatku, tapi dia suamimu, kalian jauh lebih dekat."
"Terserah, aku pun sudah tidak peduli lagi padanya."
"Harus ada yang mengalah, setidaknya kau mengalahlah, apa kalian mau seperti ini selamanya?"
"Tidak, aku tidak ingin seperti ini, Sasuke semakin jauh." Ucap Sakura, wajahnya bahkan menunduk sedih.
"Aku tahu cara agar kalian kembali bersama lagi." Ucap Naruto dan memperlihatkan senyum lebarnya.
"Cara seperti apa?" Ucap Sakura, menatap tidak yakin pada Naruto.
"Kau harus mendatangi Sarada."
"Eh?"
"Kau tahu, satu-satunya yang bisa membuat kalian berbaikan lagi hanya anak kecil itu."
Sakura terlihat murung, dia pun tidak merespon ucapan Naruto.
"Kau harus dengar ini. Kau tahu, selama ini Sasuke selalu mengunjungi Sarada, dia ayah yang sangat baik, meskipun sedang lelah dan di saat teman-teman fakultasnya memilih beristirahat seperti aku, Sasuke akan pergi ke rumahmu untuk menemui anaknya." Ucap Naruto, dia sudah menceritakan apa yang selama ini Sasuke lakukan.
"Aku tidak percaya."
"Apa kau lupa? Coba ingat-ingat lagi, Sasuke itu sering tiba-tiba menghilang dan tidak mengabarimu, artinya dia sedang di sana."
Sakura kembali terdiam, Sasuke sempat mengatakan jika dia pergi mengunjungi Sarada saat Sakura menanyakannya yang tidak pulang beberapa hari, menghela napas, bukan saatnya Sakura harus menemui Sarada, saat ini dia pun hampir selesai dengan masa prakteknya.
"Terima kasih, Naruto, aku akan mencoba melakukannya." Ucap Sakura, hanya sekedar untuk membuat Naruto tenang dan di anggap memiliki ide yang bermanfaat.
"Aku harap kalian akur kembali." Ucap Naruto, dan memperlihatkan cengiran khasnya.
.
.
.
.
.
.
Beberapa bulan berlalu.
Lagi-lagi Sakura di tempatkan pada bagian ruangan anak-anak, saat ini dia tengah melakukan masa KKNnya, hanya tinggal seminggu lagi dan dia akhirnya bisa mengajukan proposal dan mengikuti ujian sidang, KKN kali ini, Sakura dan beberapa mahasiswa lainnya, mereka di tempatkan di salah satu rumah sakit di kota Suna, cukup jauh dari Konoha, beberapa bulan ini pun Sakura sudah tidak melihat atau bertemu Sasuke, kadang menatap layar ponselnya dan Sasuke pun tidak pernah menghubunginya, seakan mendapat hukuman, hukuman yang berat, Sakura sendiri tidak berani untuk menghubungi Sasuke duluan.
Ibu Mikoto calling.
Sakura terkejut dengan seseorang yang menghubunginya, mencoba untuk tidak gugup dan mengangkat ponselnya.
"Halo, bu." Ucap Sakura, menahan suaranya agar tidak terdengar sedih.
"Apa kabarmu?"
"Baik bu, ibu sendiri?"
"Aku juga baik-baik saja. Akhirnya aku bisa menghubungi kalian, tapi ponsel Sasuke tidak aktif, apa kalian tengah bersama? Aku ingin berbicara dengan Sasuke." Ucap Mikoto.
"Tidak bu, saat ini aku tengah KKN jadi kami terpisah, Sasuke pun sedang sibuk ujian sidang. Apa ibu sudah tidak sibuk lagi?"
"Ah iya, aku lupa, kalian sebentar lagi akan wisuda, tidak terasa yaa, uhm.. aku sudah tidak sibuk lagi, aku harap kalian ke kediaman dan membawa Sarada, eh, tapi jika kalian sama-sama sibuk, bagaimana dengan Sarada?"
"A-aku menitipkannya pada ibuku." Alasan Sakura.
"Wah, ini curang, kalian juga harus titipkan dia padaku, ayah Sasuke ingin melihatnya."
"Eh? A-ayah Sasuke?" Sakura terkejut, selama ini Fugaku tidak pernah di beritahukan.
"Aku sudah menceritakannya, cepat atau lambat hal ini pun harus di ketahui olehnya, tenang saja, dia pun ingin bertemu dengan cucunya."
"I-ini cukup membuatku terkejut." Ucap Sakura, jantungnya sudah deg-degan.
"Jangan takut seperti itu, ayah Sasuke yang orang baik dan penyayang, dia hanya terlihat tegas di luar." Ucap Mikoto dan tertawa. "Aku menunggu kalian, jangan lupa yaa."
"Baik, bu."
Pembicaraan mereka berakhir, Sakura sudah berusaha menjaga nada bicaranya, sedikit senang mendapat respon baik dari ayah Sasuke, tapi Mikoto tidak mengetahui hal yang sebenarnya, Sakura merasa bersalah, selama ini sudah membohongi Mikoto.
.
.
Konoha.
Setelah sukses dengan ujian sidangnya, Sasuke hanya tinggal menyelesaikan semua berkasnya untuk mengajukan wisuda dan ikut melakukan sumpah untuk para calon dokter, saat ini dia pun sibuk mengepak beberapa pakaiannya.
"Kau akan berapa lama di sana?" Ucap Naruto, dia tengah mendatangi apartemen Sasuke.
"Sebulan."
"Kau menghabiskan masa liburanmu di sana?"
"Hn."
"Bagaimana dengan Sakura?" Ucapan Naruto, membuatnya Sasuke berhenti mengepak pakaiannya.
"Apa yang kau harapkan dari wanita yang keras kepala itu?" Ucap Sasuke.
"Kenapa ucapanmu seperti itu?"
"Kau sudah lihat sendiri bagaimana sekarang Sakura, dia terlihat begitu berbeda." Ucap Sasuke, berhenti mengepak dan duduk di sofa.
"Kalian yang terlihat berbeda. Apa Sakura tidak berbicara padamu?"
"Kami sudah tidak pernah bertemu lagi, dan sekarang dia tengah KKN di luar kota."
"He? Aku pikir kalian sudah berbicara, dia sama sekali tidak mendengar saranku." Ucap Naruto, merasa ucapannya sia-sia.
"Aku sudah katakan padamu jika dia sangat keras kepala."
"Aku tahu, tapi kalian tidak bisa seperti ini."
"Mungkin kita benar-benar harus berpisah."
"Apa! Jangan membuat keputusan yang aneh, aku pikir selama ini kalian begitu saling mencintai, kenapa harus berpisah?"
"Aku rasa itu sudah tepat, Sakura pun sudah tidak peduli akan hubungan kita."
"Tidak-tidak, pokoknya aku tidak setuju jika kalian berpisah, Sasuke kau harus memikirkannya baik-baik, jangan bertindak gegabah, selama ini Sakura begitu sedih, apa kau tidak menyadari hal itu?"
Sasuke menjadi tenang, sorot mata yang menandakan dia pun ikut sedih akan hubungannya dengan Sakura yang semakin rentang, sebuah kesalahpahaman dan keputusan yang selalu tiba-tiba, mereka hanya kurang berkomunikasi dan lagi Sasuke masih tidak terima akan sikap Sakura yang menyia-nyiakan Sarada.
Menghela napas berat. "Aku tidak akan bertindak jika Sakura sendiri yang akan mengatakannya, aku pun tidak ingin membuatnya seperti tertekan akan hubungan ini, Sakura masih muda, dia pun harus mendapatkan apa yang dia inginkan di usianya." Ucap Sasuke.
"Kau terlalu bijak di saat seperti ini."
"Aku akan pergi dan jika Sakura sudah kembali, aku ingin kau menemainya, berbicaralah dengannya."
"Tentu, aku pun mungkin akan menjewernya agar mendengar ucapanku baik-baik."
"Hey, dia masih istriku dan jangan melukainya." Ucap Sasuke.
"Aku tahu, issh...aku pikir kau sudah tidak peduli pada Sakura." Ucap Naruto, menatap malas pada Sasuke.
"Aku masih peduli padanya, dia hanya perlu di beri hukuman agar menyadari kesalahannya."
"Dasar kekanak-kanakan."
"Sudahlah, aku harus bergegas."
"Baik, sampaikan salamku untuk bibi Mebuki dan juga Sarada, aku pun merindukan gadis kecil itu, sekarang dia sudah bisa apa?"
"Dia sudah bisa merangkak dan duduk, kata ibu mertuaku gerakannya begitu lincah, aku jadi tidak sabar ingin bertemu kembali dengannya." Ucap Sasuke, masa-masa sibuknya sudah berakhir dan akhirnya dia bisa mengunjungi Sarada kembali.
"Sudah-sudah, kau membuatku iri saja, aku akan segera melamar Hinata!"
"Benarkah? Jangan lupa kau harus melangkahi Neji." Ucap Sasuke dan tertawa meremahkan.
"Diam kau! Aku akan berusaha!" Tegas Naruto.
.
.
Perjalanan yang cukup jauh, tapi semua itu terbayar saat Sasuke tiba di rumah mertuanya, gadis kecil yang mulai mengenal siapapun itu merangkak ceria ke arah Sasuke, dia ingat pada ayahnya.
"Kau merindukan ayah?" Ucap Sasuke, mengangkat Sarada dan menggendongnya.
"Pa-pa-pa-pa"
Sasuke terkejut, Sarada sudah mulai berbicara di umurnya yang terbilang masih sangat kecil untuk seusianya bisa berbicara.
"Kau sudah datang?" Ucap Mebuki.
"Selamat siang, bu. Aku akan menghabiskan masa liburku di sini."
"Lagi-lagi kau sampai repot, tapi baguslah kau akhirnya datang."
"Hn? Ada apa bu?"
"Aku dan teman-temanku akan berwisata, aku sampai akan membatalkan perjalanan itu demi Sarada."
"Uhm, ibu pergi saja, nikmatilah liburan, aku akan menjaga Sarada di sini." Ucap Sasuke.
"Apa tidak apa-apa aku meninggalkan kalian? Apa kau sudah bisa mengurus Sarada?"
"Tenang saja bu, aku bisa mengurusnya, dan juga bagaimana dia sudah bisa berbicara?"
"Aku pun terkejut, dia tiba-tiba berbicara, pa-pa-pa-pa dan beberapa kata lainnya, mungkin itu bahasa bayi." Ucap Mebuki dan tersenyum.
Sasuke mengangkat Sarada sedikit menjauh dan menatap putrinya itu, rambut hitamnya sudah mulai lebat dan mata kelam yang sangat terlihat.
"Pa-pa-pa-pa!"
Sarada bahkan tersenyum gemes melihat Sasuke, seperti dia sadar jika yang di lihatnya adalah ayahnya.
"Kau akan menjadi anak yang pintar kelak." Ucap Sasuke dan kembali memeluk Sarada, dia sungguh merindukan putrinya.
"Bagaimana dengan Sakura? Dia bahkan sudah tidak pernah mengunjungiku lagi."
"Sakura tengah KKN dan berada di kota Suna."
"Hoo, baiklah, dia pun sangat sibuk." Ucap Mebuki, sedikit kecewa tapi dia harus tetap mendukung pendidikan anaknya.
"Hn."
.
.
Dua hari berlalu, Sasuke melambaikan tangan ke arah ibu mertuanya yang sudah siap naik ke bus, dia pun akan pergi berwisata bersama teman-temannya.
"Sampai jumpa lagi tampan...~." Ucap serempak teman-teman Mebuki, mereka sangat kagum akan menantu Mebuki yang tampan.
Sarada menangis ketika melihat Mebuki pergi, tangannya bergerak gelisah, menggapai ke arah Mebuki, seakan anak kecil itu tahu jika neneknya akan meninggalkannya dan tidak ingin dia pergi, Sasuke menenangkan gadis kecil itu, memeluknya dan mengatakan jika Mebuki akan pulang. Sarada mulai terdiam, menatap Sasuke dan memegang wajah ayahnya, air matanya masih menetes tapi tangisannya menghilang, Sasuke tersenyum menatap wajah Sarada yang imut, melap air mata anaknya dan mencium pipi Sarada.
"Sekarang kita masuk." Ucap Sasuke.
Pelajaran singkat di dapatnya Mebuki selama dua hari yang lalu, dari makanan Sarada, cara memandikannya dan mengganti bajunya, semua Sasuke lakukan dengan hati-hati, dia akan menghabiskan waktu berdua dengan anaknya, hal yang selama ini di inginkannya, kadang jika menatap Sarada, Sasuke pun akan teringat Sakura, sejujurnya dia pun merindukan Sakura, tapi selama ini Sakura tidak menghubungi atau mencoba memperbaiki sikap egoisnya itu, Sasuke merasa Sakura sudah tidak peduli akan hubungan mereka yang benar-benar terancam.
"Ma-ma-ma-ma."
"Apa?" Sasuke terkejut, ada kata lain yang di ucapkan Sarada.
"Mam-ma-ma-mam."
Terdengar seperti dia mengucapkan mama, tapi itu hanya bahasa anak bayi, Sasuke tidak percaya jika Sarada mengucapkan itu.
"Kau tidak pernah melihatnya, apa kau tahu jika ibumu sangat cantik? Aku rasa kalian sama-sama cantik."
Sarada hanya tertawa, meskipun dia tidak mengerti akan ucapan ayahnya, Sarada tetap merespon ceria.
"Mam-ma-ma-mam."
"Aku harap, dia datang dan menjemputmu, menggendongmu dan menyayangimu." Ucap Sasuke, menutup matanya dan tamparan kecil mendarat di wajahnya, Sarada menggapai wajah Sasuke dan di tepuk-tepuk, tidak sakit, tapi Sasuke terkejut dan dia tertawa sendiri mendapat respon lain anaknya.
.
.
Pagi hari yang di awali dengan memberi makan untuk sarada, dia masih minum susu dan juga bubur khusus bayi, Sarada kadang akan menyembur dan membuat wajah Sasuke kotor, pria itu harus lebih bersabar, tidak biasanya Sarada jahil padanya, bayi itu kadang sangat tenang saat makan, kadang-kadang dia akan tertawa dan memperlihatkan isi mulutnya yang penuh bubur, Sasuke semakin gatal ingin mencubit keras pipi Sarada.
Makan berakhir, Sarada harus di mandikan dengan suhu air yang pas, lagi-lagi dia menjahili ayahnya, air dalam baskom itu di tepuk-tepuk olehnya dan membuat cipratan air dimana-mana, baju Sasuke jadi basah begitu juga wajahnya, Sasuke menatap malas pada Sarada, tapi tawanya kembali membuat Sasuke tersenyum sendiri, serasa tidak tega ingin memarahi anaknya.
Memakai pakaian yang imut, Sarada sudah selesai, menempatkan anaknya pada karpet dan menaruh beberapa mainan, Sarada mulai bermain dan Sasuke akhirnya bisa beristirahat sejenak, ucapannya untuk bisa menjaga Sarada cukup membuatnya lelah, tanpa ibu mertuanya sekarang Sasuke harus bisa melakukan segalanya sendirian.
Perutnya lapar, sejak pagi dia hanya mengurus Sarada dan belum juga sarapan atau mandi, menaruh Sarada dalam box bayi, memastikan jika dia tidak akan keluar, Sasuke akan mandi dengan cepat, rasa takutnya lebih besar jika anaknya tiba-tiba bisa keluar dari box bayi. Menyelesaikan mandi dan membawa Sarada ikut sarapan bersamanya, dia tidak punya waktu lagi untuk menyiapkan apa-apa, dan Sasuke pun tidak bisa masak.
Mendatangi sebuah kedai, ada beberapa masakan yang sesuai untuk selera Sasuke, Sarada berada di kereta bayi dan terdiam, dia anak yang paling penurut, bahkan tidak rewel saat ayahnya sibuk makan. Beberapa gadis menatap ke arah Sasuke dan juga melihat kereta bayi di sampingnya, mereka terfokus pada jari Sasuke, benar saja, di sana sudah ada sebuah cincin, tapi mereka pun tidak hentinya menatap wajah seorang ayah yang menurut mereka sangat-sangat tampan.
"Sarada! Kenapa kau ada di sini?" Ucap seorang gadis, suara cemprengnya membuat Sasuke menoleh dan melihat seorang gadis dengan rambut coklat panjangnya tengah berjongkok di hadapan kereta bayi Sarada.
"Siapa kau?" Ucap Sasuke, dia baru saja melihat gadis itu, bahkan dari nada bicaranya dia seperti sudah akrab dengan anaknya.
Gadis itu mengangkat wajahnya, terdiam sejenak, apa yang sekarang di lihatnya membuat wajah gadis itu merona. "Tampan!" Ucap Ayame spontan, Sarada sendiri tertawa di dalam keretanya, dia pun mengenal Ayame yang suka datang ke rumah untuk bermain dengannya, dia anak salah satu teman kerja Mebuki.
"Ha?" Sasuke menatap bingung akan gadis itu.
"Ma-maaf, bukan maksudku seperti itu." Ucap Ayame, dia jadi salah tingkah, bergegas berdiri dan melirik ke arah Sarada. "Aku sudah lama kenal Sarada, biasanya aku datang ke rumah bibi Mebuki untuk bermain dan menemani Sarada jika bibi Mebuki sedang ada keperluan." Jelas Ayame.
Sasuke hanya bergumam dan kembali melanjutkan makannya.
"Apa anda pengasuh baru selama bibi Mebuki pergi?" Ucap Ayame, dia tidak tahu apa-apa, dia pun tidak pernah bertemu Sasuke.
"Aku ayah Sarada." Ucap Sasuke, tetap dalam posisi makan dan tidak peduli untuk menatap gadis itu.
" A-apa! Ayah Sarada! Pria tampan ini ayah Sarada! Sarada! Kau sangat beruntung! Ayahmu sangat-sangat tampan, ah...~ sayang sekali, padahal aku langsung jatuh cinta saat melihat wajahnya." Batin Ayame.
"Pantas saja Sarada sangat cantik, pasti turunan dari ayahnya." Ucap Ayame.
Sasuke tidak peduli, menyelesaikan makanannya, bergegas membayar dari menarik kereta bayi Sarada.
"Tunggu, apa aku bisa tetap mendatangi Sarada? Dia sudah menjadi teman bermainku." Tegas Ayame.
"Ha? Umur berapa kau sampai terus bermain dengan anakku?"
"Ihhk, teman bermain itu tidak ada batasan, lagi pula Sarada balita yang pintar di ajak main."
"Lakukan apa yang kau sukai, tapi jangan membawa dampak buruk pada anakku." Ucap Sasuke, sekedar mengancam sebagai ayah yang overprotektif pada anaknya.
"A-aku tidak melakukan hal yang aneh-aneh pada Sarada!" Protes gadis itu, dia merasa di remehkan dan di cap buruk.
Sasuke mulai berjalan, dia tidak ingin meladeni gadis yang menurutnya seperti bocah di usianya yang mungkin sama dengan usia Sakura. Gadis itu ikut berjalan, dia masih ingin berbicara dengan Sasuke.
"Tahun ini aku baru pindah ke sini, soalnya ibuku bekerja di sini, saat tahu bibi Mebuki punya cucu, aku jadi sering mengunjunginya, aku pun belum pernah bertemu langsung dengan Sakura, apa Sakura juga ada?"
"Untuk apa kau menanyakan istriku?" Ucap cuek Sasuke, dia sedang malas untuk berbicara, gadis itu tiba-tiba mulai pembicaraan dengannya dan hal yang tidak ingin di bahasnya adalah Sakura.
"Uhk! Dia ayah yang galak, tatapannya juga seperti kutub utara saja. Apa sikapnya memang seperti itu? Tapi dia sangat tampan, aku jadi tidak bisa marah akan sikapnya yang angkuh."
"Jika kau tidak ada keperluan, pulanglah, jangan mengikuti kami." Ucap Sasuke.
"Kau ini tidak bersikap lebih ramah? Aku hanya penasaran dengan anak bibi Mebuki."
"Istriku sedang sibuk dengan pendidikannya."
"Hoo, aku pikir kalian datang bersama untuk mengunjungi Sarada."
Sasuke terdiam, mengingat kembali hubungan mereka sekarang yang perlahan-lahan memudar. Sakura belum juga mengunjungi Sarada semenjak Sarada di bawa pergi Mebuki, menyayangkan akan sikap Sakura, berharap sikap istrinya itu segera berubah.
"Ada apa?" Ucap Ayame, Sasuke terdiam cukup lama dan gadis ini penasaran.
"Pulanglah."
"Aku akan pulang jika aku mau." Protes gadis itu, dia hanya ingin berjalan bersama Sasuke dan melihat Sarada yang tertawa melihat mereka.
.
.
Setiap harinya gadis itu, akan terus datang berkunjung, sekedar ingin bersama Sarada, awalnya Sasuke cukup risih pada Ayame, dia terus-terusan datang dan mengganggu privasinya dengan anaknya sendiri, lama-kelamaan Sasuke menjadi malas untuk menegur Ayame dan membiarkan gadis itu terus datang, sejujurnya Sasuke sedikit tertolong, jika dia sedang akan pergi makan atau mandi, Ayame bisa menjaga Sarada sejenak.
"Aku harap Sakura pun bisa menggendong Sarada." Ucap Sasuke, dia jadi ada teman untuk berbicara, menatap Ayame yang sangat pandai menggendong seorang anak kecil, membuatnya iri, dia ingin Sakura pun pandai menggendong Sarada.
"Kenapa? Bukannya setiap ibu akan menggendong anaknya." Ucap Ayame.
"Sakura sedikit memiliki masalah untuk menyentuh Sarada, Jadi selama ini Sarada tidak begitu tahu sosok ibunya."
"Ha! Itu sangat jahat, bagaimana mungkin balita semungil ini tidak bisa bersama ibunya, Sakura memang jahat, aku tidak suka akan sikap seorang ibu seperti itu." Ucap Ayame, dia pun kesal sendiri mendengarnya.
"Ini hanya sebuah dari keterbiasaan, aku tidak tahu jika Sakura akan menjadi salah satu ibu yang mengalami hal semacam itu, aku pikir mungkin ini karena usianya yang terlalu muda."
"Kalian sangat cepat menikah."
"Aku tidak sesali akan pernikahan kami, aku hanya tidak tahu jika akhirnya akan seperti ini."
"Yaa, aku cukup kesal pada Sakura, tapi aku harap Sakura segera bisa terbiasa dengan anaknya, lagi pula Sarada itu anak yang baik dan sangat menggemaskan." Ucap Ayame.
Sarada hanya tertawa girang, pikirnya dia tengah di ajak bermain, seorang balita yang belum mengerti apa-apa.
.
.
.
.
.
.
Kota Suna.
Sakura menatap layar ponselnya, mematikannya, dan menyalakannya lagi, dia bingung sendiri akan keadaannya sekarang, masa KKNnya sudah selesai, Sakura tengah mengepak barang-barang miliknya, begitu juga dengan mahasiswa lainnya, Sasuke sama sekali tidak menghubunginya, berpikir jika memang benar Sasuke ingin hubungan mereka berakhir, Sakura semakin sedih.
"Kau tahu, satu-satunya yang bisa membuat kalian berbaikan lagi hanya anak kecil itu."
Mengingat kembali akan ucapan Naruto, dia harus menemui Sarada, meminta maaf pada ibunya dan mengembalikan hubungannya dengan Sasuke, dia masih memiliki banyak hal yang harus di selesaikan.
Sebagai tanda perpisahan, para mahasiswa yang tengah KKN di rumah sakit Suna itu, mengadakan pesta kecil untuk pelepasan mahasiswa KKN, dan esoknya mereka akan pulang.
.
.
Tiba di Konoha tepat jam 10 pagi, Sakura bergegas pulang ke kost dan tidak membuka kopernya, dia segera keluar dan mendatangi apartemen Sasuke, menatap pintu apartemen yang sudah cukup lama tidak di datanginya, Sakura masih mengingat akan dirinya yang untuk pertama kali datang ke apartemen Sasuke dan menatap pintu itu, mengenang masa lalu hanya membuatnya semakin rindu pada Sasuke, tegas pada dirinya, memencet bel dan tidak ada tanda-tanda seseorang tengah berada di dalam, mengetuknya pun tidak ada tanggapan, Sakura masih hapal akan password pintu itu, menekannya dan membuka pintu, di dalam begitu gelap.
"Sasuke?" Panggil Sakura, namun tidak ada jawaban, menyalakan lampu dan ruangan apartemen itu begitu sepi, tidak ada siapapun, rumah dalam keadaan rapi dan seperti sudah tidak di tinggali beberapa hari.
Sakura berkeliling di dalam, di kamar, kamar mandi dan dia setiap ruangan tidak ada Sasuke, menghela napas, Sasuke sedang tidak ada di rumah. Duduk di sofa dan mengambil ponselnya, memikirkan Naruto yang mungkin saja akan bersama Sasuke.
"Sakura? Ada apa?"
"Aku sudah kembali ke Konoha, apa kau tahu Sasuke ada di mana?"
"Wah, akhirnya kau kembali juga, kita harus bertemu ada hal yang ingin aku katakan, kita bertemu di kafe yang ada di sebelah apartemen saja."
"Uhm, baiklah."
Sakura berjalan keluar apartemen, Naruto tidak mengatakan Sasuke ada dimana, dia hanya ingin mereka bertemu.
Mendatangi sebuah kafe tempat janjiannya bersama Naruto, Sakura tengah memesan minumannya dan menunggu Naruto, sekitar 20 menit, Naruto baru tiba.
"Untuk apa kau ingin kita bertemu? Kau cukup mengatakan Sasuke ada dimana." Ucap Sakura.
"Aku hanya ingin menegurmu, kenapa kau tidak mengikuti ucapanku, dasar kau ini, sekarang Sasuke ada di rumahmu, dia menghabiskan waktu liburannya di sana, bulan depan kami sudah akan wisuda." Ucap Naruto.
"Apa? Sasuke ada di rumahku?"
"Iya, dia berada di sana sejak dua minggu yang lalu, dia bahkan mengirim foto Sarada padaku kemarin." Ucap Naruto, dia memperlihatkan foto Sarada yang tersenyum. "Sarada makin besar saja dan sekarang dia selalu di jaga dan di rawat Sasuke."
"Naruto."
"Apa?"
"Tolong antar aku sekarang juga ke sana."
"Benarkah? Apa kau ingin bertemu mereka?"
"Uhm, aku ingin menyelesaikan segalanya." Ucap Sakura, raut wajahnya terlihat tenang.
Naruto merasa senang akan ucapan Sakura, dia akan rela mengantar Sakura demi hubungan mereka yang kembali membaik, Naruto pun ingin kedua sahabatnya itu kembali utuh menjadi sebuah keluarga.
.
.
Sepanjang perjalanan Sakura tidak banyak bicara, dia memikirkan hal apa yang baiknya di bicarakan bersama Sasuke, seharusnya ucapan yang tepat adalah meminta maaf pada Sasuke dan juga dia harus meminta maaf pada anaknya meskipun dia hanya anak kecil.
Perjalanan yang cukup jauh, tapi Sakura tidak lelah untuk segera turun dari mobil dan masuk ke dalam rumahnya, Naruto tengah memarkir mobilnya dengan rapi. Sakura tidak perlu mengetuk untuk sekedar masuk ke dalam rumahnya, berusaha untuk berwajah tenang, menarik napas dan menghembuskannya perlahan, dia sudah siap, langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis tengah berada di dalam rumahnya dan juga menggendong anaknya, Sakura terkejut, gadis itu bahkan berani bermain dengan anaknya, mengambil langkah yang cepat dan merebut Sarada dari gadis itu.
"Siapa kau! Apa yang kau lakukan pada anakku!" Marah Sakura, dia sudah menggendong Sarada dan memeluk erat anaknya, memikirkan jika gadis itu akan mengambil anaknya.
Ayame sangat terkejut, dia tidak tahu jika Sakura akan datang dan malah merampas Sarada dari tangannya. Sasuke mendengar suara Sakura dan berjalan terburu-buru keluar dari kamar.
"Sakura?" Ucap Sasuke, dia tidak menyangka jika Sakura akan pulang ke rumahnya.
"Sasuke? A-apa yang kau lakukan! Kenapa kau bersama wanita lain dan juga kenapa kau hanya mengenakan handuk!" Ucap Sakura, semakin marah, baru saja meninggalkan Sasuke dan sekarang suaminya sudah memilih wanita lain untuk merawat anaknya.
"Apa? Tunggu! Kau salah paham!" Ucap Sasuke.
"Ada apa ini?" Ucap Naruto yang baru saja masuk dan mendengar suara ribut Sakura.
"Naruto, lihatlah apa yang Sasuke lakukan, dia pria yang sungguh tidak bertanggung jawab, ingat! Kau masih memiliki seorang istri yang sah! Apa begini caramu menghukumku! Kau sangat keterlaluan!" Ucap kesal Sakura.
"Sasuke, kau sangat tega." Ucap Naruto, dia pun ikut salah paham.
"Kalian berdua sudah salah paham." Sasuke pun ikut kesal.
"Te-tenanglah dulu, kita bicara baik-baik." Ucap Ayame, merasa sumber masalah ada padanya.
"Mana ibu? Kenapa hanya kalian berdua berada di rumah, dengar yaa, aku istri Sasuke, jangan coba-coba mengganggu suamiku dan jangan menyentuh anakku! Sasuke kenapa kau hanya berdiri di sana! pakai pakaianmu!" Ucap Sakura, menatap tajam ke arah Sasuke.
"Kau sungguh salah paham!" Sasuke meninggikan nada suaranya.
Sakura segera menutup telinga Sarada agar anaknya tidak mendengar suara teriakan Sasuke, tidak mempedulikan Sasuke, Sakura sibuk menatap Sarada, dia baru saja merasakan tubuh anaknya yang mulai terasa berat, Sarada sudah semakin tumbuh tanpa di ketahuinya, memandangi balita mungil yang juga menatapnya. Sarada sempat terdiam cukup lama, balita itu tidak mengerti akan situasinya, saat melihat Sakura berbicara dan menatap padanya, Sarada tersenyum, dia bahkan ingin di peluk lagi oleh Sakura.
Detik berikutnya.
"Aku sungguh minta maaf jika keadaan tadi hanya menambah masalah kalian, aku tidak bermaksud mengganggu hubungan kalian, aku hanya senang menjaga Sarada, Sasuke hanya meminta tolong padaku untuk menjaganya sebentar." Ucap Ayame, dia sudah menjelaskan segalanya.
Sakura malah tidak peduli dan terus menatap anaknya. Sasuke pun ikut memperhatikan Sakura, dia baru saja menyadari jika Sakura menggendong Sarada, memeluknya dan bahkan mencium balita imut itu.
"Kami juga minta maaf sudah menuduhmu yang tidak-tidak, Sakura hanya tengah emosi tadi, berpikir Sasuke memilih wanita lain untuk bersamanya dan juga anaknya." Ucap Naruto.
"Pikiran kalian terlalu jauh, aku tidak mungkin menyukai wanita lain selain, uhm... istriku." Ucap Sasuke dan malah mengalihkan tatapannya.
"Dasar gombal." Ucap Sakura tanpa menatap Sasuke.
"Ya-ya sudah, aku pamit, aku masih ada urusan lagi." Ucap Ayame, kabur secepatnya dan tidak ingin kena masalah lagi.
"Kau semakin besar saja." Ucap Sakura pada Sarada, balita kecil itu menggenggam tangan Sakura dan terus menatap ibunya, memperhatikan baik-baik siapa wanita yang tengah menggendongnya.
"Kenapa kau baru kembali?" Ucap Sasuke, mengalihkan fokus Sakura dari anaknya.
"Memangnya kenapa? Apa pedulimu, aku datang ke sini untuk Sarada." Ucap Sakura, dia membalas sikap Sasuke padanya sebelumnya.
"Hey, aku datang ke sini untuk membuat kalian akur kembali, jangan terus-terusan bersikap seperti itu." Ucap Naruto, nada bicara keduanya seperti tengah perang.
"Kembalilah ke Konoha, kau tidak perlu tinggal di sini." Ucap Sasuke.
"Apa? Enak saja, ini rumahku, seharusnya kau yang tidak perlu tinggal di sini dan kembalilah ke kediamanmu, ibu Mikoto mencarimu." Ucap Sakura.
"Ibu? Dia menghubungimu?"
"Tentu saja, kau harus pulang."
Sasuke terdiam, pulang ke kediamannya pun tidak ada gunanya, dia malas untuk bertemu dengan ayahnya apalagi kakaknya.
"Jadi ibu masih berwisata, kapan dia akan pulang?" Ucap Sakura.
"Dua hari lagi." Ucap Sasuke. Sakura hanya bergumam. "Kau menggendong Sarada?" Tambah Sasuke, menyadarkan Sakura dari hal yang mustahil di lakukannya, dulu.
"Ini adalah hasil usaha kerasku, setiap harinya aku harus berurusan dengan pasien anak-anak, aku jadi terbiasa dengan mereka, sekarang menggendong Sarada pun akan mudah bagiku, kau pikir apa? Aku yakin kau selalu saja memikirkan hal buruk tentangku." Ucap Sakura dan memicingkan mata ke arah Sasuke.
"Ah, kau benar." Ucap Sasuke, membenarkan apa yang di ucapkan Sakura.
"Kau sungguh kejam, tapi aku tahu, kau sangat-sangat kecewa padaku, Sarada pun adalah anak kita, aku tidak mungkin terus-terusan takut akan penyakit aneh yang aku alami."
"Aku sungguh salut padamu, Sakura, kau akhirnya bisa bersama anakmu kembali." Ucap Naruto, merasakan jika pasangan itu mulai terlihat berbaikan."Sekarang, kalian harus selalu akur, aku akan pulang." Lanjut Naruto, beranjak pergi.
"Apa? Kau akan kembali ke Konoha sekarang?" Ucap Sakura.
"Aku ada banyak urusan." Bohong Naruto, sejujurnya dia ingin memberi waktu lebih banyak untuk mereka berdua.
Suasana malah menjadi hening setelah Naruto pulang, Sakura masih senantiasa menggendong Sarada, menatap balita yang terus tersenyum, memegang rambut dan wajah Sakura, dia mungkin sedang berusaha untuk mengenali Sakura.
"Aku ibumu, apa kau masih mengenaliku?" Ucap Sakura, mengangkat Sarada dan seperti membuat balita kecil itu berdiri di atas pangkuannya dengan bantuan tangannya yang berada di ketiak Sarada.
"Mam-mam-ma-ma" Ucap Sarada dan malah tertawa gemas.
"Kau bisa berbicara, haa...~ kau sangat manis." Ucap Sakura dan memeluk Sarada.
Sasuke yang sudah tidak tahan, berjalan cepat ke arah Sakura dan memeluk mereka berdua. Sakura sampai terkejut, dia tidak tahu jika Sasuke akan memeluk mereka.
"Sudah sangat lama aku menunggu saat-saat ini." Ucap Sasuke, memeluk lembut Sakura agar tidak terlalu menghimpit Sarada.
"Apa-apaan sih kau membuatku malu saja." Ucap Sakura, wajah sudah merona.
"Aku sungguh merindukanmu." Ucap Sasuke dan mengecup kening Sakura.
"Aku juga merindukanmu." Ucap Sakura, menggendong anaknya dan sengaja membalik arah tatapan Sarada membelakangi mereka, mereka jadi leluasa untuk berciuman tanpa di lihat oleh Sarada.
"Tinggallah beberapa hari di sini, kalau bisa setelah ibumu kembali." Ucap Sasuke, kembali mencium bibir Sakura.
"Uhm, aku akan tinggal di sini." Ucap Sakura.
Masa-masa rumit yang akhirnya berakhir, Sakura pun merasa lega, meminta maaf pada Sasuke dan juga meminta maaf pada anaknya, Sakura sadar jika dia sudah menjadi ibu yang buruk untuk anaknya, bersikap egois dan tidak ingin mendengar ucapan suaminya, Sakura benar-benar ingin menyelesaikan masalahnya dan mendapatkan kembali cinta dari Sasuke.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hari wisuda untuk beberapa fakultas kesehatan di kampus Konoha. setelah serangkaian acara yang selesai di lewati, beberapa orang mulai sibuk mendatangi senior mereka untuk sekedar memberi karangan bunga dan salam perpisahan, di tengah kesibukan itu, beberapa pasang mata mulai menatap ke arah seorang mahasiswa dari fakultas kedokteran, mereka bukan terfokus lagi pada wajah mahasiswa tertampan itu, tapi pada seorang balita kecil yang gendongnya dan seorang mahasiswi yang mereka tahu dari fakultas keperawatan, kasus yang mereka lewati bersama dan gosip-gosip yang beredar, sekarang itu bukan sebuah gosip, Sasuke tidak malu atau canggung untuk memperkenalkan istrinya kepada teman-temannya yang lain.
"Aku pikir mereka menatap kita." Bisik Sakura pada Sasuke.
"Aku tidak peduli, yang terpenting aku bahagia kalian ada di sini." Ucap Sasuke dan mengecup pipi Sarada, balita kecil itu tersenyum dan memeluk ayahnya.
Wajah Sakura sedikit merona, baru kali ini mereka para mahasiswa lain benar-benar melihat hubungan mereka.
"Selamat untukmu, Uchiha Sasuke." Ucap Utakata, sekedar memberi selamat pada suami Sakura.
"Terima kasih." Balas Sasuke.
"Dan untukmu Sakura, jangan lupa, kau harus konsultasi lagi dan segeralah menyusul untuk jadwal wisuda berikutnya, sayang sekali kau sedikit tertinggal."
"Baiklah, senpai." Ucap Sakura, pasrah, dia yang tertinggal satu semester harus mengejar lagi.
"Sakura! Sakura!" beramai-ramai teman-teman Sakura mendatanginya, mereka pun lebih dulu menyelesaikannya.
Teman-teman dari Sasuke pun ikut berkumpul, Naruto jadi bisa berdekatan dengan Hinata, tapi dia harus tetap menjaga jarak, Neji terus menatap ke arahnya.
"Wah, Sarada sudah sangat besar, boleh ku gendong." Ucap Naruto, mengulurkan tangan ke arah Sarada dan balita kecil itu malah tersenyum dan menolak ajakan Naruto, dia terus memeluk ayahnya.
"Hahaha, sepertinya dia senang mengajak orang bercanda." Ucap Ino.
"Sarada jadi lebih pintar yaa." Ucap Hinata, wajahnya merona menatap anak kecil itu.
"Yaa, mungkin anak kita juga akan pintar." Ceplos Naruto dan melirik ke arah Hinat, wajah Hinata semakin merona.
"Eh-hem." Neji menatap horror ke arah Naruto, pemuda berambut kuning itu hanya bisa nyengir-nyengir tidak jelas.
"Dia sangat mirip Sasuke." Ucap Suigetsu.
"Tentu saja, dia kan anak Sasuke." Ucap Naruto, masih saja bersikap risih pada Suigetsu.
Berkali-kali Naruto meminta Sarada untuk di gendongnya, namun balita itu masih seperti bercanda dengan Naruto, semua tertawa melihat tingkah manis Sarada. Setelah mereka saling menyampaikan selamat, giliran para orang tua yang mulai mendatangi anak-anak mereka, Sasuke sedikit terkejut, ayahnya pun yang super sibuk menyempatkan diri untuk menghadiri wisuda anaknya.
"Kau tidak perlu berkata apapun lagi, sekarang dia harus ikut bersamaku." Ucap Fugaku dan menunjuk ke arah Sarada.
Sasuke memberikan Sarada pada Fugaku, pria tua itu menatap seorang balita kecil yang sangat mirip dengan Sasuke saat masih kecil, Sarada pun tidak rewel, dia tenang-tenang saja saat kakeknya yang baru saja di lihatnya menggendongnya.
Sakura sedikit canggung untuk menyapa ayah Sasuke, dia memang terlihat sebagai pria yang sangat tegas.
"Jadi selama ini kau menyembunyikan ini dariku, apa yang kau pikirkan?" Ucap Fugaku, walaupun hari bahagia anaknya, Fugaku kecewa akan sikap Sasuke yang mengambil keputusan seenaknya.
"Sudahlah ayah, jangan di sini, mari kita pergi." Ajak Mikoto, mereka sudah memesan restoran keluarga agar bebas berbicara di sana.
Fugaku pun pergi dan masih menggendong Sarada, Sakura menatap Sasuke, raut wajahnya terlihat takut, Sasuke menggenggam tangan Sakura, sekedar membuat istrinya tetap tenang.
Saat tiba di mobil, Sakura melihat seorang wanita yang tengah menunggu di mobil lain, mereka menggunakan dua mobil, Mikoto dan Fugaku beserta Sarada berada di mobil lainnya. Sakura akan bersama Sasuke.
"Ibu?" Ucap Sakura.
"Nyonya Mikoto menyuruh seseorang untuk menjemput ibu dari stasiun." Ucap Mebuki. "Oh iya, selamat yaa Sasuke."
"Terima kasih, bu." Ucap Sasuke.
Keduanya mulai naik ke mobil. Sasuke membuka pakaian wisuda dan topi toganya. Mobil terus melaju ke arah sebuah restoran yang cukup berkelas. Turun dari mobil dan seorang pelayan mulai menuntun Fugaku dan Mikoto ke arah ruangan yang mereka pesan.
Restoran keluarga dengan desain yang memiliki ruang tersendiri di setiap areanya, meja berbahan kayu panjang dan bantal duduk, ada dua panggangan di atas mejanya, Mereka mulai duduk tenang, suasana begitu hening beberapa menit sebelum pesanan mereka datang, pintu terbuka dan seorang pria terlihat terburu-buru.
"Maaf, aku sedikit terlambat." Ucap Itachi, dia pun mulai duduk di sebelah Fugaku, alasannya hanya ingin dekat dengan keponakannya.
"Baiklah, karena semuanya sudah berada di sini." Fugaku mulai angkat bicara, seharusnya ini menjadi acara santai untuk merayakan kelulusan Sasuke, namun ada hal penting yang harus mereka bicara terlebih dahulu, tentang hubungan Sakura dan Sasuke yang masih menjadi hal baru untuk Fugaku.
Mebuki pun terlihat khawatir, dia mereka sangat tidak enak, memikirkan jika Sakura akan di pandang buruk oleh ayah Sasuke, selama ini Mebuki pun masih sungkan terhadap Mikoto. Posisi duduk yang dimana di sebelah Mebuki adalah Mikoto, wanita Uchiha itu menyentuh bahu Mebuki untuk sekedar membuat wanita Haruno ini lebih rileks, dia pun sadar jika sejak tadi Mebuki terlihat gugup.
"Wah, tidak melihatmu cukup lama sekarang kau sudah sebesar ini." Ucap Itachi, mengalihkan pembicaraan yang tegang ini, ingin menggendong Sarada dan tangannya di tepis Fugaku, Pria tua itu terus membiarkan Sarada duduk di pangkuannya.
"Ayah." Protes Itachi, dia tidak boleh menyentuh Sarada saat ini.
"Eh-hem. Aku kecewa padamu Sasuke, tapi kau tetap menyelesaikan pendidikanmu di saat seperti ini." Fugaku menatap ke arah Sakura dan wanita itu hanya menundukkan wajahnya, dia masih sangat takut, walaupun Sasuke duduk di sebelahnya dan menggenggam tangannya, Sakura masih tetap takut.
"Aku yang salah, dan ini adalah keputusanku, ayah tidak boleh menyalahkan Sakura." Tegas Sasuke, dia siap menantang ayahnya.
"Ma-maafkan kami tuan Uchiha." Ucap Mebuki, dia benar-benar tidak enak saat ini.
"Apa yang kau katakan Mebuki, kita ini sudah menjadi keluarga tidak perlu minta maaf lagi." Tegur Mikoto.
Balita kecil itu menatap semuanya, wajahnya terlihat senang, dia merasa jika keluarganya berkumpul semua, baru kali ini dia melihat pria tua yang terus membiarkannya duduk di pangkuan, sesekali Sarada akan menatap ke atas dan melihat wajah pria tua itu, ayah dan ibunya ada di hadapannya, ada dua wanita tua dan seorang pria lagi yang mirip ayahnya.
"Da,da,da,da!" Ucap Sarada dan sibuk memukul-mukul meja makan.
Seluruh perhatian teralihkan hanya pada balita kecil itu, dia berbicara dengan bahasanya dan alisnya terlihat berkerut seakan dia pun tengah marah, yang melihatnya pun semakin gemas melihat balita kecil itu.
"Sepertinya Sarada sudah mengajukan protes dan ingin makan." Ucap Mikoto dan tertawa pelan.
Suasana tegang kembali di cairkan oleh balita kecil itu, beberapa pelayan mulai datang dan menata setiap hidangan yang di pesan, Fugaku jadi tidak bisa berbicara dengan tegas lagi, cucu kecilnya memintanya untuk menahan kedua tangan kecll itu agar Sarada bisa berdiri dan kembali berbicara dengan bahasa yang hanya di mengertinya.
"Ayah, biar aku menggendongnya." Ucap Itachi dan hanya di tatapan horror oleh ayahnya.
Menjadi kebahagian tersendiri saat Fugaku mengetahui dia sudah menjadi kakek, pria tua itu sibuk memanjakan cucunya walaupun Sarada membuatnya repot dengan dia pun ingin makan makanan kakeknya, Fugaku jadi harus berhati-hati dan menjauhkan makanannya.
"Jika kau menginginkan balita kecil ini, segeralah menikah, kenapa kau sampai kalah dengan adikmu sendiri." Tegur Fugaku.
"Iya-iya, aku akan segera menikah." Ucap Itachi, melirik ke arah Sasuke dan adiknya itu melemparkan senyum puasnya, kali ini dia bisa mengalahkan Itachi, Sasuke merasa itu sudah sangat cukup, selama ini dia kesal pada kakaknya yang selalu di banggakan dan selalu harus di jadikan panutan jika Fugaku menegurnya, sekarang Sasukelah yang harus menjadi panutan Itachi.
Sasuke sengaja merangkul Sakura, istrinya itu malah terkejut dengan tingkah aneh Sasuke, melirik suaminya yang sibuk mengangkat-angkat kedua alisnya ke arah Itachi, seperti ingin mengatakan, 'kau kalah sekarang', Itachi membuang muka dan malas menatap adiknya itu yang masih saja salah paham akan dirinya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
6 bulan berlalu.
"Apa kau tidak lanjut untuk mengambil residen, kau hanya bermalas-malasan di rumah." Ucap Sakura, setelah Sasuke selesai dengan kedokterannya, dia hanya bermalas-malasan dan belum juga mencari pekerjaan atau melanjutkan kuliahnya, setiap harinya Sasuke malah sibuk mengurus Sarada di saat Sakura masih sibuk untuk menyelesaikan perkuliahannya, pada akhirnya Sarada kembali pada mereka, ini permintaan Sasuke, dia tidak ingin berpisah lagi dengan putrinya.
"Nanti saja. Aku ingin istirahat dulu, kau pun sudah harus bersiap untuk besok, jangan lupa jubah wisuda dan togamu." Ucap Sasuke, dia sibuk bermain dengan Sarada di atas ranjang, sesekali menggelitik putri kecil yang tidak mau kalah menupuk keras wajah ayahnya.
"Iya-iya, kau sangat cerewet, aku sudah ingat semuanya." Ucap Sakura, dia hanya tinggal mendatangi kampus hari ini untuk mengambil jubah dan toganya.
Melirik ke arah Sasuke yang gemes sendiri dengan anaknya yang sudah bisa jalan dan bahkan mulai sedikit bisa mengucapkan mama dan papa walaupun tidak begitu lancar untuknya.
"Sasuke."
"Hn?"
"Ibu Mikoto akan menjemput Sarada sebentar lagi."
"Ha! Lagi-lagi ayah ingin Sarada menginap di sana." Ucap Sasuke, menghentikan kegiatannya dan berbaring, Fugaku akan selalu meminta ibunya untuk membawa Sarada ke kediaman, itu hanya agar Sasuke kembali ke kediaman dan membawa pulang Sarada.
"Aku rasa ayahmu sangat menyukai Sarada." Ucap Sakura, walaupun suasana antaranya dengan ayah Sasuke masih canggung, Sakura berusaha menyesuaikan diri dengan kepala keluarga Uchiha itu.
Sarada membaringkan kepalanya di perut ayahnya, ayahnya berhenti mengajaknya bermain. Sasuke melirik ke arah anaknya dan membelai perlahan puncuk kepala Sarada.
"Sarada, Jika kakek menggendongmu, kau tendang saja wajahnya." Ucap Sasuke.
"Sasuke!" Tegur Sakura, suaminya malah mengajari anaknya hal yang kurang ajar.
"Apa? Cepat sana pergi, kau sejak tadi mengganggu kami." Ucap Sasuke, bangun dan menggendong Sarada.
"Akhir-akhir ini sikapmu lebih menyebalkan dari biasanya." Ucap Sakura, berjalan ke arah Sasuke dan Sarada meminta gendong pada ibunya.
"Aku pikir kau sudah terbiasa akan sikapku ini." Ucap Sasuke dan tersenyum pada istrinya, memberikan Sarada pada Sakura.
"Ya sudah, cepat antar aku dan kembalilah sebelum ibu Mikoto datang."
Sasuke hanya mengangguk, mengikuti Sakura yang berjalan keluar bersama Sarada.
"Ayo coba katakan nenek." Ucap Sakura, mencoba mengajari Sarada.
"Nyenyek...?" Nada akhiran ucapan Sarada tengah seperti bertanya.
"Ne-nek." Kembali Sakura mengajarkannya.
"Nye-ahahaha." Sarada tertawa, Sasuke yang berjalan di belakang sengaja mengganggu Sarada.
Sakura jadi putus asa sendiri, Sarada tidak belum ingin mengucapkan nenek dan malah bermain-main, berkali-kali dia menggelengkan kepala dan tidak ingin mengucapkan nenek.
"Tua bangka." Ucap Sasuke tiba-tiba.
"Tcua... baakaa..."
"Sasuke!" Segera mencubit pinggang Sasuke yang lagi-lagi mengajarkan hal salah pada Sarada.
Pria itu malah tertawa dan tidak peduli jika Sarada akan memanggil aneh-aneh pada orang tuanya. Perilaku yang tidak patut di tiru yaa...~
.
.
TAMAT
.
.
akhirnya, satu fic yang ber-chapter tamat... berkurang lagi satu, kapok bikin fic chapter tapi ada kesan tersendirinya, hahahaha.
sorry kalau fic ini emang lama pake banget update, author mulai jenuh, ini nggak sengaja di percepat tamat, intinya author pengen watak kedua tokoh utama mengalami perubahan setelah mengalami beberapa konflik. alurnya terasa biasa saja, tapi author rasa semakin rumit dan memutuskan untuk segera meredahkannya, ambil jalan damai.
termasuk fic author yang cukup banyak "favorit" ternyata ada pun senang membacanya, terima kasih... T_T *terharu*
sorry nggak pernah lagi balas review, tapi author selalu sempatkan balas jika ada yang bertanya, ini hanya alasan malas aja, kalau udah update langsung deh log out XD pokoknya untuk seluruh reader yang sudah membaca sejak awal, ini fic dari tahun lalu yaa, sekarang udah 2018 dan baru saja tamat, wkwkwkwkwkwkw... kalian the best lah, ini cuma fic doang yang di baca-baca begitu doang, tapi antusias readernya bikin semangat di lanjutin, salah sendiri yaa kenapa buat fic chapter, wkwkwkw, menertawakan diri sendiri, sekarang author lebih rajin bikin ONESHOOT, nyaman soalnya, ngga perlu mikir chapter selanjutnya walaupun masih banyak yang ngotot sequel, author angkat tangan dah, nggak mau buatin sequel-seguel.
oh iya, ini nggak menggantung yaa, happy ending kok, baca baik-baik lah.
sudah?
terlalu panjang deh ketik-ketik nggak jelas di atas, XD
sekali lagi terima kasih banyak.
di jadiin favorit lagi juga boleh.
and, See another fic.
_SASUKE FANS_