Disclaimer: NARUTO © Masashi Kishimoto

.

Tittle : Beautiful Liar

Genre : Frienship, Angst, Drama, Family

Rating : M

Pairing: NaruSaku, NaruIno, etc

Summary:Uzumaki Naruto adalah mantan berandalan, dan dia memiliki rahasia. Rahasia besar, yang tidak pernah ia ceritakan pada orang lain. Sementara itu, Haruno Sakura adalah seorang gadis berandalan yang keras kepala. Sahabat-nya melakukan yang terbaik untuk membuatnya berubah. Namun akankah Sakura bisa meninggalkan dunia gelapnya itu?

Warning! : AU, OOC, typo(s), maybe annoying,banyak kata2 kasar, dan kekurangan lainnya. Don't Like? Don't Read. Please Leave This Page.

Enjoy and Hope You Like It!

.

Chapter 1

.

'The truth always being hide by the lie'

.

Petugas Namikaze Minato baru saja keluar dari kantornya untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Kasus yang tengah ditanganinya kali ini telah melibatkan orang yang tak bersalah. Tersangka dituduh telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, penculikan, sekaligus pembunuhan. Na'as-nya korban dalam kasus ini adalah anak berumur 11 tahun, dan dia adalah puteri dari seorang Komisaris Jendral Polisi.

Minato yakin tersangka bukanlah orang jahat. Sayangnya, tersangka tersebut adalah seorang pria yang mengidap Autis, sehingga dia tidak bisa melakukan pembelaan terhadap dirinya sendiri. Minato juga curiga bahwa sang penuntut—Komisaris Jendral Polisi telah menggunakan kekuasaannya untuk mengancam tersangka agar mengakui perbuatan yang belum tentu dilakukan oleh tersangka tersebut, sehingga tersangka tidak bisa berbuat apapun selain pasrah.

Minato hanya ingin keadilan ditegakkan, apalagi tersangka juga memiliki seorang anak perempuan yang seumuran dengan korban. Isteri tersangka juga sudah meninggal sehingga anak perempuan tersangka harus diserahkan ke panti asuhan. Dugaan Minato tentang kasus kali ini adalah, sebenarnya korban yang bernama Fuma Sasame itu tidak diculik, diperkosa, apalagi dibunuh. Menurutnya itu adalah kecelakaan murni. Anak perempuan itu hanya tergelincir pada saat sedang berlari karena salju yang mencair, sehingga dia terjatuh. Sebelum terjatuh anak perempuan itu berpegangan pada sesuatu. Sesuatu yang dipegangnya tersebut adalah sebuah tali yang terhubung dengan sebuah pemberat, yaitu batu bata yang kemudian menghantam kepala anak itu hingga berdarah.

Saat itu suhu di luar mencapai minus 18 derajat yang tentu bisa berakibat fatal pada anak perempuan tersebut. Lalu, tidak lama kemudian tersangka muncul. Melihat kejadian tersebut mungkin saja tersangka hanya ingin mencoba menyelamatkan anak itu dengan cara melakukan CPR yang dimulai dengan melonggarkan celana yang dikenakan korban. Namun seseorang tiba-tiba muncul di TKP. Orang itu pun salah paham atas apa yang dilihatnya, lalu melaporkan tersangka pada polisi.

Selama 15 tahun menjadi polisi, Minato telah melihat hal-hal yang tidak pernah bisa ia lupakan. Hal-hal yang pada setiap malam, membuatnya bertanya-tanya apakah semua hal yang dilakukannya itu sudah benar ataukah justru sia-sia saja? Beban pikiran mengganggunya, terutama setelah hari-hari seperti ini. Minato benar-benar lelah.

oOOo

.

.

Minato tengah mengemudi untuk melakukan tugas patroli paginya. Hari ini adalah hari Senin. Tepat pukul 8:00 ketika ia melihat seorang anak usia sekolah bersandar di sudut bangunan, merokok.

Minato berhenti dan keluar dari mobil patrolinya, berharap anak itu tidak melarikan diri. Anak itu hanya menundukkan wajahnya dan menginjak puntung rokoknya di tanah.

"Hei, Nak!" Minato membuka suara, mencoba untuk mendapatkan perhatian anak itu. "Bukankah kau seharusnya di sekolah?"

"Ini hari libur," anak itu menjawab dengan tegas. Minato menduga apabila dilihat dari tinggi badan dan penampilannya, umur anak tersebut sekitar 16-17 tahun.

"Apa maksudmu? Ini adalah hari Senin dan aku ingat betul kalau hari ini bukanlah tanggal merah!" sahut Minato yang kemudian melanjutkan, "Bukankah seharusnya di jam ini kau berada di sekolah?"

"Aku homeschooling," jawab anak itu seraya menyeret kakinya dan memasukkan tangannya ke dalam saku celana.

Minato benar-benar penasaran ingin melihat wajah lawan bicaranya tersebut. Sayangnya, anak itu mengenakan jaket dengan penutup kepala yang menyembunyikan mata dan sebagian wajahnya.

"Nice try, kid."

Anak itu hanya menghela nafas, membuat kepulan kabut terlihat di udara dingin Desember.

"Di mana orangtua mu?" Minato kembali bertanya.

Anak itu tak menjawab dan masih menundukkan wajahnya.

"Siapa namamu, Nak?" Minato kembali bertanya dengan ramah.

Sekilas anak itu melirik Minato dari ujung kaki hingga ujung rambut lalu bergumam pelan.

"Apa yang kau bilang barusan? Aku tidak bisa mendengarnya!"

"Naruto," gumamnya sedikit lebih keras.

"Bagaimana dengan nama belakangmu?"

"Kau tidak perlu tahu."

"Baiklah," kata Minato pula. "Kali ini aku akan membiarkanmu pergi tanpa memberimu surat peringatan, dengan syarat, kau harus segera berangkat ke sekolah."

Anak itu hanya mengangguk dan mulai berjalan.

"Hei!"

Naruto menghentikan langkahnya.

"Apa kau bersekolah di Konoha Art High School?" tanya Minato pula.

"Kau tahu dari mana?" Naruto tersentak kaget.

"Hanya asal tebak. Biasanya anak yang ingin membolos selalu berjalan ke arah yang berlawanan dengan gedung sekolahnya," kata Minato sambil menunjuk ke arah yang berlawanan dengan arah Naruto berjalan. "Setelah kupikir-pikir, sebaiknya aku memberi tumpangan."

"Apakah aku harus duduk di belakang?" tanya Naruto sarkastik.

Minato tersenyum. "Nah, kau bisa duduk di depan."

Naruto pun berjalan menuju mobil Minato, lalu duduk di kursi penumpang, di mana ia langsung memutar kepalanya untuk menatap ke luar jendela.

Minato masuk dan mulai mengemudi menuju sekolah Naruto.

"Jadi, kau kelas berapa?" tanya Minato pula.

"What do you even care? Who are you anyway?"

"Yah, aku hanya ingin tahu. Tidakkah orangtua mu pernah mengajarkan bahwa polisi adalah teman mu? Dan tidak bisakah kau berbicara dengan sopan kepada orang yang lebih tua?"

Naruto tertawa mengejek. "Orangtua ku tidak mengajarkan apa-apa."

"Benar juga, aku belum memperkenalkan diri. Namaku Namikaze Minato," katanya. Naruto hanya mendengus.

"Aku hanya ingin memastikan semua anak-anak pergi ke sekolah. Mengapa kau bolos hari ini?"

Naruto mendesah. Ia menurunkan penutup kepalanya dan berbalik menghadap Minato. "Tidakkah kau akan membolos juga jika kau tampak seperti ini?"

Sekarang karena anak itu telah mengangkat kepalanya sekaligus menurunkan hoodie-nya, Minato bisa melihat wajah anak itu dengan jelas. Naruto adalah seorang pemuda tampan yang anehnya terlihat mirip sekali dengannya, dengan rambut pirang keemasan yang nampak kusut dan mata biru samudra, tetapi wajahnya penuh dengan lebam mengerikan, bahkan sudut bibirnya juga robek lengkap dengan noda darah yang sudah mengering.

"That looks pretty bad, Naruto!" katanya. "Apa yang kau lakukan? Apa kau baru saja berkelahi?"

"Aku berjalan sambil melamun, lalu membentur tiang."

"Mmhm," Minato tidak percaya dengan kebohongan tersebut. "Mungkin sebaiknya aku membawamu pulang, orangtua mu bisa menghubungi pihak sekolah kalau kau sakit."

"Tidak, tidak!" Naruto berkata cepat, "Aku baik-baik saja. Kau cukup membawaku ke Sekolah."

"Apa kau yakin?"

"Tentu."

Minato mendesah dan terus mengemudi. Ketika mereka sampai di KAHS, ia turun dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Naruto, yang langsung melompat keluar.

"Ano… arigatou Namikaze-san!" katanya.

"Tidak masalah nak," Minato tersenyum. "Dan jangan sampai terlibat masalah lagi."

"I'll try," kata Naruto setengah hati, dan ia pun lekas berjalan menuju ke dalam gedung. Minato hanya melaju pergi setelah ia memastikan bahwa anak itu akan aman di dalam sana.

oOOo

.

.

Minato keluar untuk berpatroli pada hari kedua, kali ini dengan berjalan kaki. Ia tengah berjalan di jalan utama, ketika ia mendengar keributan. Ia pun berlari menuju sumber suara, dan melihat sekelompok anak laki-laki sedang berkelahi di sebuah gang.

"Hei!" Minato meniup peluitnya. "Hentikan!"

Para remaja itu mengabaikannya, dan Minato berlari untuk menghentikan perkelahian tersebut. Sebagian besar pukulan tampaknya ditujukan pada satu anak, sehingga Minato membaur di tengah-tengah dan mendorong mereka semua pergi dari sana.

"Pulanglah ke rumah jika kalian tidak ingin kutangkap!" tegas Minato, dan semua remaja itu pun menurut patuh. Minato mengalihkan pandangannya pada anak yang menjadi korban pengeroyokkan tadi. Nampak anak itu hendak menyelinap pergi tanpa diketahui.

"Naruto?"

Anak itu membeku. Minato menggelengkan kepala dan berjalan ke arah Naruto.

"Didn't I tell you to stay out of trouble?"

Naruto mendesah keras dan mencoba untuk lari, tapi Minato meraih lengannya.

"Aow!" Naruto berteriak, kemudian meringis karena Minato mencengkram tangannya terlalu keras. Naruto melepas cengkraman tangan Minato, lalu melotot.

"Maaf, apa aku menyakitimu?" tanya Minato, bingung. "Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa kau berkelahi?"

"Aku tidak berkelahi!" Naruto protes, masih memegangi lengannya yang sakit akibat luka yang disebabkan para anak berandalan tadi. "Mereka semua sengaja melakukannya!"

"Apa alasannya? Mana mungkin mereka memukulmu tanpa alasan, kan?"

"Mereka semua selalu mem-bully orang lain. Aku menghentikan mereka saat mereka sedang mencari gara-gara. Lalu, sepulang sekolah mereka mengikutiku dan memulai perkelahian!"

"Memangnya apa yang mereka lakukan?"

Naruto menendang kerikil. "Yah, aku hanya kesal saat melihat mereka melecehkan sekelompok anak perempuan," katanya pelan.

Minato mengangkat alisnya.

"Jadi anak ini sebenarnya memiliki hati nurani?" pikir Minato.

"Well, good job kid!" katanya lantang. "Do you need me to get you something for that?" Minato kembali bertanya sambil menunjuk hidung Naruto yang berdarah.

Naruto menyeka darah dari wajahnya dengan lengan bajunya. "Tidak usah, aku akan baik-baik saja."

Naruto kemudian mengambil sebungkus rokok dari saku belakang celanya dan menyalakan satu.

"Bisakah kau tidak merokok?" Minato bertanya.

Naruto mengangkat alis. "Kenapa?"

"Aku punya asma."

Naruto menghembuskan asap dengan tampilan skeptis di wajahnya.

"Hanya bercanda. Tapi merokok itu benar-benar tidak baik untuk kesehatanmu."

Naruto memandang rokoknya selama satu menit kemudian meletakkannya di sisi bangunan.

Minato mengulurkan tangannya. "Berikan padaku!"

Sambil menghela napas, Naruto meletakkan bungkus rokok tadi ke telapak tangan Minato.

"Terima kasih karena sudah mau mengerti," kata Minato. Naruto hanya bergumam 'Cih' lalu menatap Minato.

"Jadi, bolehkah aku pergi? Atau kau akan menangkapku, Pak polisi?"

"Yeah, aku akan menangkapmu lalu menyeretmu ke rumah sakit untuk mengobati luka-luka mu itu."

"Tidak perlu repot-repot!" kata Naruto yang kemudian berbalik dan berjalan pergi.

"Nak, jika mereka menyakitimu lagi, lekas telepon polisi!" teriak Minato.

Naruto tak berbalik seolah tak peduli dan terus berjalan.

oOOo

.

.

"Kalian mau apa?" Yamanaka Ino menatap dingin dua orang remaja yang berdiri di hadapannya. Kedua pemuda itu tersenyum sinis.

"Kau Yamanaka Ino, bukan?"

"Kalau iya kenapa? Kalau bukan kenapa?"

"Kau tangan kanannya Haruno Sakura, kan?"

Ino terdiam sejenak, sebelum menghela nafas panjang. 'God! Bisa tidak sehari saja, gadis itu berhenti berbuat masalah?'

"Kalau iya kenapa? Kalau bukan kenapa?" Ino menatap kosong kedua pemuda di depannya, ia benar-benar muak dengan keadaan ini, hampir setiap hari ia mengalami hal ini.

'Dan semua ini cuma gara-gara gadis bodoh yang bernama Haruno Sakura! Kenapa aku harus berteman dengannya?'

Kedua pemuda itu terdiam. Mereka hanya menatap Ino kosong. Membuat gadis itu sedikit tidak nyaman.

'Mengapa mereka menatapku seperti itu?'

"Aku kira, tidak ada yang ingin kalian bicarakan lagi, kan? Kalau begitu aku pergi!"

Ino menatap sinis kedua pemuda itu, sebelum melangkahkan kakinya dan meninggalkan mereka. Tetapi baru saja ia berjalan beberapa langkah, satu tangan mencengkram erat lengannya, membuatnya berhenti melangkah. Ia hendak menolehkan kepalanya dan menatap tajam, ketika sesuatu terasa menekan lengannya ke belakang, kembali ke tempatnya semula.

'BRAKK!'

'Kuso!' Ino memejamkan matanya, saat punggungnya menyentuh kencang dinding di belakangnya. Ia dapat merasakan perih di punggungnya. 'Apa mereka tidak bisa bersikap lembut?'

Ino membuka matanya, menatap tajam pemuda di hadapannya. Ia sedikit tersentak saat mendapati wajah pemuda itu berjarak beberapa senti meter dari wajahnya.

'Kuso! Jangan katakan padaku, kejadian ini terulang lagi!'

"Kukira kau lupa, siapa yang 'berkuasa di sini'?" Pemuda itu menyeringai, menatap Ino sinis. Sementara Ino bisa merasakan degup jantungnya mulai berdetak kencang.

'Geez, jangan lagi!'

"Berkuasa? Aku pikir ini tempat umum, jadi tidak ada yang berkuasa di sini!"

Ino sedikit takjub dengan ucapannya yang terdengar dingin. Ia yakin menangkap raut kaget dari pemuda di hadapannya.

"Honey, sepertinya kau cukup berani untuk ukuran seorang perempuan!" Pemuda itu tersenyum lagi, tertawa kecil, hampir bersamaan dengan temannya.

"Apa yang kalian inginkan? Aku tidak punya banyak waktu!"

Ino terdiam. Ia benar-benar tak tahu, mengapa ia bisa berbicara selancang itu. Mengingat keadaannya sendiri, yang bisa dibilang sebagai 'si lemah' dalam situasi sekarang.

Kedua pemuda itu terdiam, wajahnya memerah. Mereka menggertakkan giginya sejenak, sebelum tersenyum sinis lagi.

Ino bisa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, keringat dingin mulai membasahi keningnya. Ia tahu, perkataannya telah menyulut kemarahan kedua pemuda itu.

"Sepertinya kau tak bisa diajak bicara ya?"

'Sejak tadi aku sudah bicara!' Ino hendak membuka mulutnya, ketika sesuatu terasa menahan kedua tangannya. Ino tersentak, ia menatap kaget ke arah pemuda yang wajahnya kini berjarak beberapa senti dari wajahnya.

"Bagaimana jika kita bersenang-senang sedikit?"

'Kuso!' Ino mengumpat pelan dalam hati, ia menelan ludah saat tangan pemuda itu mulai menyentuh pinggangnya, ia bisa melihat seringai licik di wajah pemuda itu. Menatapnya. Pemuda itu kemudian mendekatkan wajahnya ke Ino. Perlahan-lahan semakin dekat.

'DAMN! KEMANA DIA DISAAT SEPERTI INI!'Ino tak bisa menggerakkan tubuhnya, ia tak tahu harus melakukan apa. Meski ia hampir setiap hari mengalami ini, tetapi ia tetap tak tahu harus bagaimana cara mengatasi situasi ini.

'KUSO! DIMANA DIRIMU SAKURA?' Ino berusaha menjauhkan kepalanya dari pemuda di hadapannya, mendorong tubuh pemuda itu, tetapi cengkraman pemuda itu di lengannya terlalu kuat.

'Bagaimana ini? Tidak! Jangan bilang ini hari terakhirku! Aku tak mau ia menyentuhku!' Ino bisa merasakan hembusan nafas pemuda itu di lehernya, sebelum sebuah kecupan mendarat di leher jenjangnya tersebut.

Ino memejamkan matanya, dengan sekuat tenaga ia berusaha mendorong pemuda itu, tapi percuma.

"TEME! Lepaskan aku!" Ino berteriak frustasi, teriakan yang berusaha ia redam. Tetapi ia tak bisa menahannya lagi.

Pemuda itu menjauhkan wajahnya dan tersenyum sinis.

"Kenapa? Kau tidak menyukainya?"

Ino menatap pemuda itu tajam, kemarahannya benar-benar memuncak.

"Kau bermimpi, jika aku menyukainya!" Ino berkata tajam, berbanding terbalik dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Menahan rasa takutnya.

Pemuda itu tertawa lagi, sebelum mendekatkan wajahnya. Menatap Ino tepat dimata.

"Kita lihat nanti, honey!"

Ino terbelalak, saat pemuda itu tiba-tiba menempelkan lakban di bibirnya, dan menciumnya. Ia berusaha meronta sekuat tenaga, tetapi teman pemuda itu menahan kakinya, sementara kedua tangannya digenggam erat oleh pemuda itu.

Ino memejamkan matanya, ia marah, kesal, frustasi. Tetapi ia tak bisa melakukan apa-apa. Sementara pemuda itu mulai menciumi lehernya, dan mulai menyentuh dadanya.

Ino menatap pemuda itu kesal, air mata tergenang di pelupuk matanya.

'Kumohon… seseorang, tolong aku!'

.

.

Naruto berlari kecil, sesekali ia menatap jam tangannya.

"Astaga! Bisa telat aku jika seperti ini terus!" Naruto mengumpat pelan, sebelum matanya melirik suatu gang. Gang sempit yang amat sangat jarang ia lewati. Ia mendesah panjang, sebelum berlari menuju gang itu. Naruto ingat, satu-satunya jalan tercepat agar ia bisa sampai di sekolahnya adalah dengan melewati gang tersebut.

'Naruto berdoalah, semoga tidak ada orang di sana!' Naruto mengucap amen dalam hatinya, sebelum mempercepat larinya, memasuki gang sempit itu. Sebuah gang yang merupakan jalan pintas untuk mencapai sekolahnya. Konoha Art High School.

.

.

Haruno Sakura menatap kesal jam di tangannya, sudah nyaris pukul 7 tapi Ino belum menampakkan wajahnya. 'Sialan, kemana manusia satu itu?'

Sakura menghela nafas, menatap kosong koridor kelasnya, sebelum kembali berjalan mondar-mandir di depan pintu kelasnya tersebut. 'Bagaimana aku bisa masuk kalau tugasku—'

"Menunggu 'tugas' mu lagi, Haruno Sakura-san?"

Sakura terdiam. Ia mendongakkan kepalanya, menatap dingin pemuda yang tersenyum lebar ke arahnya. Senyum yang amat Sakura benci.

"Bukan urusanmu, Uchiha Sasuke!"

Sasuke menatap Sakura remeh, sebelum melengos, dan mendekatkan wajahnya. "Jika kau tidak mengerjakan 'tugas' mu, dan dikenakan hukuman, itu akan menjadi urusanku, Sakura."

Sasuke tersenyum puas, ketika melihat gadis itu menatapnya kesal dengan wajah memerah.

Sasuke menjauhkan wajahnya, menatap jam tangannya, sebelum kembali tersenyum. "Aku rasa waktumu tinggal... 5,4,3,2,1.."

'TING TONG!'

Sasuke mendongakkan kepalanya, menatap Sakura, sebuah senyum sinis tersungging di bibirnya.

"Bel sudah berbunyi dan aku rasa sudah waktunya kau masuk ke dalam kelas, Haruno Sakura-san."

Sasuke melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas, ketika tiba-tiba ia merasa sesuatu menuju ke arahnya, sangat cepat. Reflek, Sasuke membalikkan tubuhnya, dan menangkap sesuatu yang menuju cepat ke arahnya. Dia terdiam, saat melihat tatapan dingin penuh amarah yang ditujukan Sakura kepadanya.

Sasuke melirik tangannya yang mencengkram erat lengan Sakura, kini Sasuke tahu apa itu 'sesuatu yang menuju cepat ke arahnya'. Sebuah kepalan yang hampir meninju rahangnya. Sasuke tersenyum dingin, sebelum menghempaskan tangan Sakura secara kasar.

"Too bad, weakass!" Dia tersenyum sinis, sebelum membalikkan tubuhnya dan berjalan santai menuju bangkunya.

'Pagi ini, aku yang menang, Haruno Sakura!'

.

Sakura menggertakkan giginya kesal, ia bisa merasakan wajahnya memerah, menahan marah. Ia menatap tajam pemuda yang kini berjalan santai, meninggalkannya menuju kursinya.

'Uchiha Sasuke sialan! Lain kali, aku takkan segan-segan meninju wajahmu yang mirip perempuan itu!'

"Kau sedang apa, Haruno-san?"

'Deg!'

Sakura terdiam, ia memejamkan matanya dan mengumpat kesal, saat mendengar suara yang ia kenal terdengar dari arah belakangnya. Suara Anko-sensei.

"Apa kau akan terus berdiri di sana sampai akhir pelajaran? Atau kau ingin mengikuti pelajaranku?"

Sakura memejamkan matanya, ia benar – benar bingung harus melakukan apa.

'Kuso! Kemana Ino? Bagaimana dengan tugasku? Aish! Aku tak mau menghabiskan waktuku dengannya!'

Sakura menatap kesal Sasuke, sementara Sasuke terlihat tersenyum puas menatapnya.

Sakura menggertakkan giginya, ia benar-benar kesal. Ia bisa saja mendekati Sasuke dan meninju wajahnya, detik ini juga. Tetapi mengingat Anko-sensei sudah tiba di kelasnya, dan Sakura belum mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya, mengingat si pembawa 'tugas' belum menunjukkan wajahnya, Sakura memilih menahan amarahnya dan berjalan pelan menuju mejanya.

Sakura melirik tajam Sasuke sekilas, sebelum menarik kursinya. Ia menghela nafas dan menatap lurus ke depan, ia bisa melihat Anko-sensei telah berdiri di depan kelas.

"Baik anak-anak, kumpulkan tugas kalian. Haruno Sakura, kerjakan soal nomor 1."

Sakura terdiam. Matanya terbuka lebar, dan ia yakin kini bibirnya juga terbuka lebar. 'Bagaimana ini? Kenapa di sekolah seni juga harus ada mata pelajaran Matematika sih?'

Sakura mematung, menatap kosong Anko yang terlihat tengah membuka buku. Beberapa detik kemudian, ia bisa merasakan seluruh kelas menatapnya bingung, saat Anko menatapnya tajam dan melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Haruno-san, apa kau tidak dengar ucapanku?"

"A-ah! Hai, aku dengar sensei!"

'Bagaimana ini? Kuso! Dimana Ino saat aku membutuhkannya?'

"Kalau begitu cepat ke depan, kerjakan soal nomor 1!"

"Hai..."

Sakura terdiam, tidak beranjak dari tempat duduknya. Kepalanya berpikir keras, mencari-cari alasan yang bisa ia lakukan sekarang. 'Apa yang harus kukatakan sekarang? Damn you, Yamanaka Ino!'

"Haruno-san, kenapa kau tidak bergegas? Apa aku harus mengatakan kepadamu lagi?"

Sakura mengumpat kesal, jika Anko bukan guru mata pelajaran yang penting untuk kelulusan, ia pasti sudah menggebrak meja dan menantang gurunya itu.

'Kuso! Kenapa dia harus menjadi guru matematika sih?'

"Haruno-san! Sampai kapan kau akan terus di bangkumu?"

Sakura tidak menjawab, kepalanya sibuk berfikir keras tentang apa yang harus ia lakukan.

"Apa kau tidak mengerjakan tugas mu?"

'Deg!'

Reflek Sakura mendongak menatap Anko, wajahnya memucat saat menyadari bahwa Anko tahu bahwa tebakannya benar.

"HARUNO SAKURA! KELUAR DARI KELASKU!"

Sakura mengumpat kesal, sebelum berdiri dan berjalan pelan menuju keluar kelas.

"Sampai bertemu di kelas hukuman!"

Sakura menolehkan kepalanya dan menatap Sasuke tajam. Tangannya terkepal kuat. ia benar-benar membenci seorang Uchiha Sasuke.

'Kau akan mati Sasuke, aku bersumpah!'

oOOo

.

.

'God! Apa tidak ada orang yang datang menolongku?' Ino berusaha meronta sekuat tenaga, tetapi sentuhan pemuda itu di daerah sensitifnya membuatnya sedikit melemah. Ino berusaha berteriak, tetapi hanya suara gumaman yang keluar dari mulutnya.

Pemuda itu menghentikan kegiatannya, dan tersenyum licik. "Salahkan dirimu karena berteman dengan perempuan pembuat masalah Itu!"

Ino menggigit bibirnya, ia menatap dingin pemuda di hadapannya.

'Namanya Sakura dan dia bukan perempuan pembuat masalah!'

Seakan bisa mengetahui pikiran Ino, pemuda itu berbicara pelan.

"Oh, come on! Siapa yang tak kenal Haruno Sakura yang pernah di penjara selama satu tahun penuh? Memangnya jika dia bukan pembuat masalah, lalu apa? Gadis manis dan baik hati? Jangan membuatku tertawa!"

Ino memejamkan matanya, ia benci. Sangat benci jika 'musuh' Sakura sudah mendatanginya, dan memanfaatkan dirinya untuk menyakiti Sakura.

"Setidaknya dia lebih baik dari pada kalian, coward!"

Ino tersenyum sinis, ia tak lagi memikirkan keselamatan dirinya lagi. Ia tak bisa menahan amarahnya lagi, ia benar-benar muak dengan semua ini. Hampir setiap hari ia akan mengalami ini, dan biasanya Sakura akan datang menolongnya. Tapi sekarang…

'DIMANA KAU FOREHEAD?' Ino mendesah frustasi, ia benar-benar takkan memaafkan Sakura, jika hari ini ia sampai kehilangan harga dirinya sebagai seorang wanita.

'Sebenarnya dia sedang apa?' Ino terdiam sejenak, berfikir keras ketika ia merasakan hembusan nafas di dekat wajahnya. Ino menolehkan kepalanya.

Pemuda itu menatapnya marah, tetapi senyum sinis tetap terpasang di wajahnya. "Awalnya aku hanya ingin mempermainkanmu, tetapi tatapanmu membuatku muak. So, let me give you something…"

Ino membelalakkan matanya, jantungnya berdetak kencang, ia tahu pemuda di hadapannya tidak akan segan-segan memperkosanya.

'DAMN!'Ino memejamkan matanya, tubuhnya bergetar hebat. Ia tak mau kehilangan harga dirinya sebagai wanita, tetapi ia tak bisa melakukan apapun saat ini.Ino hanya bisa memejamkan matanya. 'God! Help me!'

"APA YANG KALIAN LAKUKAN?"

Ino terdiam sejenak, ia membuka matanya, ia dapat melihat sosok pemuda berdiri beberapa meter di hadapannya, menatap nanar ke arah pemuda di hadapannya dan temannya.

Ino menghela nafas panjang, ia memejamkan matanya lagi. 'Finally, seseorang datang! He is My Hero!'

.

.

Naruto menatap nanar dua pemuda yang terlihat hendak melakukan hal tak senonoh secara paksa kepada seorang gadis. Naruto terdiam sejenak, saat menyadari siapa sosok yang terlihat sedang dalam masalah itu.

'Dia…?' Naruto terdiam. Rahangnya mengeras seketika. Matanya menatap dingin dua pemuda yang terlihat menatapnya kesal. "Lepaskan dia!"

Ino menghela nafas lega saat pemuda dihadapannya, menjauhkan tubuhnya. Pemuda itu memutar tubuhnya, melirik temannya sekilas, sebelum berjalan mendekati pemuda yang berdiri di hadapannya.

Seketika tubuh Ino terasa lemas, ia jatuh terduduk, bersender di dinding. Jantungnya masih berdetak cepat, keringat dingin masih mengalir dari tubuhnya. 'Nyaris saja masa depanku dipertaruhkan!'

Tubuh Ino bergetar hebat, ia mendongakkan kepalanya, menatap lurus ke arah pemuda penyelamatnya. 'Dare desu ka?'

.

Naruto menatap geram dua pemuda yang kini berjalan mendekatinya.

"Kau tidak ada urusan di sini, jadi lebih baik kau pergi!" Salah seorang pemuda berkata kepada Naruto. Naruto melirik sekilas ke arahnya. Memberikan tatapan dingin kepada pemuda itu.

"Iie. Dia temanku, jadi sekarang ini akan menjadi urusanku!"

Pemuda di hadapan Naruto melirik temannya, sebelum tertawa kecil, dan secara tiba-tiba ia berlari mendekati Naruto dan memberikan Naruto sebuah pukulan.

"Jika lawanku hanya dua orang, aku tak mungkin kalah apalagi dipencundangi!" Naruto berkelit dan memberikan sebuah pukulan keras di rahang pemuda itu, membuat pemuda itu jatuh tersungkur.

Naruto mengalihkan tatapannya ke arah teman pemuda yang tadi menyerangnya. Teman pemuda itu menatap Naruto, sebelum menghujani Naruto dengan pukulan dan tendangan.

Naruto menghindari setiap pukulan dan tendangannya, sebelum akhirnya memukul keras dada pemuda tersebut, membuat pemuda tersebut jatuh dan terbatuk. Naruto masih memasang kuda-kudanya, melirik dua pemuda yang kini mengeluh kesakitan di tanah.

Naruto tertawa sinis. "Hanya ini yang kalian bisa lakukan?"

Naruto menggelengkan kepalanya, merapikan bajunya, dan berjalan mendekati kedua pemuda itu. "Jangan pernah melakukan hal ini lagi, jika tidak mau berurusan dengan Uzumaki Naruto!"

Kedua pemuda itu tersentak saat mendengar nama Uzumaki Naruto. Mereka saling bertatapan sebelum bergegas bangkit dan berlari meninggalkan tempat itu.

"Pengecut!" Naruto tertawa sinis. Hanya karena mendengar namanya kedua pemuda itu pergi.

'Apa sebegitu menakutkannya namaku?' Naruto tersenyum kecil, ia benar-benar tak menyangka bahwa namanya masih cukup terkenal dikalangan berandalan. Naruto kemudian memutar tubuhnya dan menatap sosok gadis yang terlihat berantakan, tengah menatapnya takjub.

'Ck! Sakura-chan, lihat hasil dari sikapmu selama ini! Temanmu jadi terkena imbasnya!' Naruto melepaskan blazernya dan melemparkannya ke arah Ino, membuat gadis itu tersentak kaget.

"Rapikan pakaianmu, dan kenakan itu! Apa kau bisa jalan?"

Ino mengangguk.

"Kalau begitu bangunlah! Dan sebaiknya setelah kita sampai di sekolah, kau pergi ke UKS dan tenangkan dirimu!"

Ino terpaku, ia mengedipkan matanya berkali-kali, menatap pemuda yang telah menyelamatkannya.

Pemuda itu tersenyum sekilas ke arahnya, sebelum tiba-tiba menatap jam tangannya dan berbalik, berlari cepat meninggalkan Ino yang masih terpaku menatapnya.

'Dare desu ka? Kenapa aku tak pernah melihatnya?' Ino menatap blazer milik pemuda itu, yang menutupi tubuhnya. Ia meraihnya dan melirik saku kemeja milik pemuda itu.

"Uzumaki Naruto…" Ino terdiam, sebelum tersenyum puas. Ia memeluk erat blazer milik pemuda itu. Ia memejamkan matanya.

"Terimakasih banyak karena telah menyelamatkanku."

.

.

Sakura menghela nafas panjang, kini ia sedang duduk di luar kelasnya, mengangkat kedua tangannya ke atas.

'SREK!'

Sakura menolehkan kepalanya, ia bisa melihat Anko melangkah keluar dari kelasnya.

'Akhirnya selesai juga!'Sakura menghela nafas, ia hendak menurunkan tangannya dan berdiri, ketika dilihatnya Anko menatapnya dingin.

"Hukumanmu belum selesai, Haruno-san!"

"EH?"

Sakura menatap Anko tak percaya. 'Bukankah pelajarannya sudah selesai?'

"Demo sensei—"

"Uchiha-kun, tolong katakan padanya apa yang harus ia lakukan sekarang!"

'Tu-tunggu, Sasuke?' Sakura menolehkan kepalanya ke arah pintu kelasnya, ia bisa melihat Sasuke berdiri, tersenyum dan membungkuk patuh ke arah Anko.

"Hai, sensei!"

Anko tersenyum ke arah Sasuke, melirik Sakura sekilas sebelum berjalan cepat meninggalkan Sakura yang masih terpaku.

"Well, seperti yang telah kau dengar. Anko-sensei menyerahkan semuanya padaku!"

Sakura melirik Sasuke dingin. "Aku tidak tuli, jadi kau tidak usah repot-repot mengulang ucapan Anko-sensei!"

Sasuke tersenyum lebar, senyum yang memuakkan bagi Sakura.

"Aku harap kau akan menuruti semua perintahku, karena Sakura…"

Sasuke berjalan mendekati Sakura yang masih terduduk. Dia menundukkan tubuhnya, membuat wajahnya sejajar dengan wajah Sakura.

"Hidupmu berada di tanganku sekarang!"

Sakura yakin bisa melihat senyum puas dari wajah pemuda itu, ketika pemuda itu berbalik dan kembali masuk ke dalam kelas.

"Aku menunggumu di ruang penghukuman setelah pulang sekolah, jangan coba-coba melarikan diri karena aku takkan segan-segan membuatmu gagal dalam mata pelajaran ini!"

Sakura menggertakkan giginya, ia benar-benar benci dengan Sasuke. Sangat amat benci.

'Ino, aku harap kau punya penjelasan yang masuk akal untuk ini semua!'

.

.

'BRAAAK!'

Ino tersentak, saat melihat gadis yang sangat ia kenal berjalan cepat ke arahnya dengan wajah memerah. Ino menatap gadis itu kesal, saat Sakura berdiri tepat di hadapannya yang sedang terbaring di ruang infirmary.

"Jadi, bisa kau jelaskan padaku sekarang? Kenapa kau tidak datang disaat aku membutuhkanmu?"

Sakura menatap Ino tajam, kedua tangannya terlipat di depan dadanya.

Ino hendak bertanya, bagaimana Sakura bisa mengetahui keberadaannya di UKS? Tapi diurungkannya, mengingat dia adalah seorang 'Haruno Sakura'. Gadis tomboy yang ditakuti setiap orang.

"Aku rasa kau bisa bertanya kepada 'musuhmu' yang nyaris membuatku kehilangan 'benda berhargaku' lagi, pagi ini!" Ino melirik gadis itu tajam, ia bisa melihat raut marah di wajah Sakura telah hilang, berganti menjadi khawatir.

"Mereka melakukan itu lagi? Padamu?"

Ino tidak menjawab. Ia memilih diam dan menatap Sakura kosong. "Apa aku terlihat sedang berbohong?"

Sakura terdiam, ia merasa bersalah. Sangat amat bersalah. Ia menatap kosong gadis di hadapannya, memperhatikan dengan seksama keadaan sahabatnya itu. Ia bisa melihat dengan jelas tanda berwarna merah di leher dan tangan Ino. Ia tahu Ino tidak sedang berbohong.

"Ino…"

Ino terdiam, suara Sakura yang terdengar merasa bersalah membuat amarahnya mereda. Ia menghela nafas dan melirik gadis itu. "Daijoubu. Ini memang resiko ku, berteman dengan gadis yang suka ikut campur urusan orang lain."

Ino tersenyum lebar, menatap Sakura lembut. Ia tahu, ini memang bukan salah Sakura.

"Gomennesai. Hountou ni…"

"Aku sudah bilang tidak apa-apa!" Ino menepuk keras lengan Sakura, gadis itu sedikit mengeluh saat Ino menepuknya.

"Memang sih aku sempat kesal karena kau tidak menampakkan wujudmu di hadapanku! Kau tahu, aku bahkan mengutuk diriku karena memiliki teman seperti dirimu!"

Ino melirik Sakura sinis, sementara gadis itu masih terdiam. Tidak membalas perkataan Ino. Ino mendesah pelan.

"…tapi aku tahu, ini semua bukan salahmu, mereka yang salah! Dan aku tidak pernah menyesal, berteman denganmu meski kau memang terkadang menyebalkan!"

Sakura tertawa kecil mendengar ucapan Ino, ia tak tahu harus senang atau sedih. Sakura memang tak memiliki teman di sini, semua orang menganggapnya gadis nakal, dan berusaha menjauhinya. Tidak berusaha berhubungan dengannya, karena mereka tahu jika kau dekat dengan Haruno Sakura, kau harus siap menerima balas dendam dari 'musuh-musuh' Sakura.

Sakura menghela nafas panjang dan tersenyum kecil. "Arigatou, pig!"

Sakura memeluk Ino erat, ia benar-benar berterimakasih karena hanya Ino yang mau berteman dengannya dan tulus menerima dirinya apa adanya, tanpa rasa takut bahwa 'musuh-musuh' Sakura akan mengganggunya.

"Arigatou gozaimasu, Ino. Hountou ni gomennasai."

oOOo

.

.

Naruto menghela nafas, ia menutup piano di hadapannya. Hari ini permainannya tidak seperti biasanya, ia tahu. Pikirannya tak bisa fokus, terbayang wajah gadis yang tadi ditolongnya.

"Apa dia baik-baik saja?"

Naruto terdiam. Ia tahu, itu memang bukan urusannya, tapi kepalanya terus terbayang wajah gadis itu.

"Sakura-chan, kenapa kau begitu keras kepala?"

Naruto menghela nafas panjang, ia tahu gadis yang ditolongnya tadi itu adalah satu-satunya teman Sakura di sekolah ini, orang yang sangat ia kenal. Dan gadis itu mengalami hal berat seperti tadi karena ia berteman dekat dengan Sakura.

"Sampai kapan kau akan seperti ini Sakura-chan?"

Naruto kembali menghela nafas, ia melirik sekilas lirik lagu yang terletak rapi di atas piano. Lirik lagu yang telah mengubah dirinya, membuatnya meninggalkan kehidupan gelapnya yang dulu. Kehidupannya yang amat sangat ia sesali.

"Apa aku mengganggumu, Naruto?"

Naruto tersentak, ia mengalihkan pandangannya, menatap sosok tinggi yang kini tengah memandangnya. Naruto tersenyum, ia menggelengkan kepalanya. "Iie, Sasuke. Kau tidak menggangguku"

Sasuke tersenyum kecil, melirik sekilas kertas yang di pegang Naruto. "Merindukannya, hmm?"

Naruto tak menjawab, hanya tersenyum dan meletakkan kembali lirik lagu tersebut di atas meja piano.

"Kau mencariku? Butuh sesuatu?"

"Ah! Kau tak bisa di ajak basa-basi, masih sama seperti dulu!"

Mereka berdua tertawa, sebelum terdiam dan tersenyum kecil. "Aku tidak sama Sasuke. Aku bukan Naruto yang dulu"

Sasuke bisa melihat senyum pahit terpasang di wajah Naruto. Sasuke terdiam. "Sesuatu terjadi, benarkan Naruto?"

Naruto menghela nafas panjang, ia malas membicarakan hal ini, tapi ia tahu ia tak bisa berbohong di hadapan Sasuke— sahabat lamanya.

"Kau ingat gadis yang sering menemani Sakura-chan?"

"Hai. 'Asisten' Sakura?"

Naruto tertawa sejenak, ia menatap Sasuke kosong. "Tadi aku menyelamatkannya dari 'musuh' Sakura-chan. Dia nyaris kehilangan kesuciannya…"

Naruto menatap Sasuke, ia yakin melihat perubahan di raut wajah sahabatnya itu. "NANI?"

"Dia nyaris diperkosa oleh musuh-musuh Sakura-chan. Jika aku tidak datang menyelamatkannya, aku yakin, dia sudah kehilangan kesuciannya."

"Kau serius?"

Naruto menatap Sasuke kosong, tidak menjawab pertanyaan sahabatnya itu.

Sasuke terlihat balas menatap Naruto, sebelum mengumpat beberapa detik kemudian. "Kuso! Naruto, kita tidak bisa membiarkan hal ini!"

"Aku tahu, tapi Sasuke, kau tentu tahu betapa keras kepalanya seorang Haruno Sakura, kan?"

Sasuke terdiam. Ia menghela nafas panjang. Ia tahu perkataan Naruto benar. Sakura memang gadis keras kepala.

'Kalau dia tidak keras kepala, ia pasti sudah berhenti melakukan hal ini!' Sasuke terdiam, kilasan memori masa lalunya terlintas di benaknya, membuat hatinya terasa sakit.

"Sasuke?"

Sasuke tersentak, ia menatap Naruto. Ia tahu Naruto merasakan hal yang sama dengan dirinya.

"Kita tak bisa membiarkannya terus seperti ini. Dia hanya akan membuat Yamanaka Ino mengalami nasib yang sama dengan Hinata-chan."

Naruto terdiam, rasa sakit itu kembali terasa di dadanya saat nama Hyuuga Hinata disebut oleh Sasuke. Ia menghela nafas.

"Kau benar Sasuke, tapi apa yang bisa kita lakukan? Aku tak mau berkaitan lagi dengan 'kehidupan' itu!"

Sasuke terdiam, ia tahu dengan pasti bahwa selama ini Naruto sudah berusaha keras menjauhi kehidupan masa lalunya. Kehidupan saat ia, Naruto, Hinata, dan Sakura bersama.

Naruto memejamkan matanya. Membayangkan kehidupan masa lalunya, sama saja membayangkan detik-detik paling buruk dalam hidupnya. Dan ia ingin melupakan detik-detik itu, meski ia tahu ia tak bisa.

"Ya.Aku juga tak mau berhubungan dengan hal itu lagi!"

.

.

"Siapa yang menolongmu?"

Sakura melirik Ino tak sabar, saat gadis itu tersenyum-senyum sambil memeluk blazer yang ia tahu milik siswa jurusan musik di sekolahnya.

"Oi! Yamanaka Ino!"

Ino tersentak saat Sakura berteriak, ia melirik sahabatnya itu sebal karena telah mengganggu khayalannya tentang penyelamatnya.

"Urusai! Jangan berteriak! Kau bisa membuatku tuli!"

"Katakan siapa yang menolongmu!"

"Memangnya apa yang mau kau lakukan?" Ino menatap Sakura penasaran, membuat gadis itu tak nyaman.

"Aku hanya ingin tahu, dia siapa".

Ino melengos kecil dan menggelengkan kepalanya. "Takkan kuberitahu!"

Ino mengalihkan pandangannya ke blazer dalam genggamannya, tertawa kecil, memeluk erat blazernya dan menciuminya.

'Uzumaki Naruto!'

Sakura mencibir, Ino di depannya benar-benar terlihat seperti orang gila. Sakura terdiam sejenak, matanya menatap blazer yang sejak tadi dipeluk dan tak pernah dilepaskan oleh Ino, mencoba melihat papan nama yang tertera di saku blazer tersebut. Lagi-lagi gagal, Sakura mendesah frustasi.

'Aish! Sebenarnya siapa yang menolongnya?' Sakura terdiam, sebelum sebuah ide terlintas di kepalanya.

"Oi pig, dimana tugas ku?"

"Tugasmu?"

Ino tersentak saat ia teringat sesuatu, ia memutar tubuhnya dan berusaha mengambil tasnya yang terletak di sisi tempat tidur. Ino nyaris meraih tasnya, ketika sesuatu meraih blazer yang ia letakkan di atas pangkuannya.

"Yahoo!"

Ino tersentak, ia hendak meraih blazer itu, tetapi terlambat. Blazernya kini sudah berpindah tangan. Ino mengerutkan keningnya, menatap Sakura kesal.

"Forehead! Kembalikan blazernya!"

Sakura meleletkan lidahnya dan bergegas berjalan menjauhi Ino. Ia memutar tubuhnya dan melebarkan blazer tersebut. Ia tersenyum lebar, matanya bergerak menyusuri saku blazer tersebut.

"Um, mari kita lihat siapa pahlawanmu itu…"

Sakura masih tersenyum lebar, menatap papan nama di blazer tersebut, membacanya pelan. "U-zumaki Naruto?"

Sakura terdiam, terbayang sosok pemuda tampan berambut pirang keemasan dan bermata sapphire blue. Senyumnya perlahan memudar dari wajahnya. Ia terpaku beberapa detik, mencoba membaca berulang-ulang papan nama di blazer tersebut.

Perlahan Sakura mendongakkan kepalanya, menatap Ino bingung. "Orang yang menyelamatkanmu, Uzumaki Naruto?"

.

.

"Oke, jadi apa yang harus kita lakukan untuk membuat Sakura meninggalkan kehidupan itu? Sudahlah! Nanti kita fikirkan lagi! Eh, aku hampir lupa… Naruto, kau mau membantuku kan?"

Sasuke menatap Naruto, sementara pemuda itu mengangkat bahunya.

"Aku tak punya pekerjaan lain, jadi kurasa aku bisa membantumu."

Sasuke tersenyum lebar. Ia berjalan mendekati Naruto dan menyerahkan beberapa lembar kertas kepada sahabatnya itu. "Bantu aku menghukum Sakura!"

"HUH?"

Naruto mengerutkan keningnya, ia meraih kertas yang disodorkan Sasuke dan membelalakkan matanya.

"KAU BERCANDA SASUKE?"

Sasuke terkekeh kecil, Naruto mendesah panjang, tahu bahwa Sasuke tidak sedang bercanda.

"Kau tahu dia sangat membenci musik, dan kau memintaku melatihnya menyanyikan lagu-lagu ini? Untuk pentas drama?"

Sasuke tersenyum, ia memasang puppy eyes andalannya, membuat Naruto mencibir melihat ulahnya.

"Kau pandai menyanyi dan memainkan beberapa instrument musik klasik, Naruto, lagipula kau mengambil kelas musik!"

"Aku memang bisa bernyanyi, bisa bermain piano dan biola, juga mengambil kelas musik, tetapi aku tak bisa mengajarinya!"

"…tapi hanya kau harapanku! Apa kau mau Sakura berlatih dengan orang lain? Dan membiarkan nyawa orang itu menjadi taruhan?"

Naruto menatap Sasuke kesal, ia tahu ucapan sahabatnya itu ada benarnya.

"…tapi, kau tahu. Sakura-chan sangat benci music, apalagi drama!"

"Aku tahu itu, tapi dia harus melakukannya jika dia mau lulus untuk mata pelajaran matematika, sastra dan musik."

Naruto mengerutkan keningnya. "Separah itukah nilainya?"

Sasuke menghela nafas panjang, Naruto bisa melihat raut sedih di wajah Sasuke.

"Ya. Kau tahu, Anko-sensei memegang ketiga mata pelajaran itu. Aku yakin Sakura cukup baik untuk mata pelajaran matematika, tapi musik dan sastra…"

Sasuke terdiam. Naruto menghela nafas. Ia tahu, sejak kejadian itu, Sakura benar-benar tak berminat dengan musik dan sastra.

"Kau tahu dia membenciku kan?"

Sasuke terdiam, ia tahu. Sakura memang membenci Naruto, bahkan mungkin membenci dirinya juga.

"Ya, itu yang kufikirkan juga. Aku yakin bisa memaksanya menghadiri latihan, tapi untuk berlatih... aku meragukannya."

Sasuke mendesah frustasi. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia benar-benar ingin menyelamatkan Sakura.

'Kuso! andai saja ada seseorang yang bisa membuat Sakura menuruti kemauannya…' Sasuke terdiam, sesuatu terlintas dalam kepalanya. Ia menolehkan kepalanya menatap Naruto.

"Naruto, siapa gadis yang kau tolong tadi? Teman Sakura bukan?"

Naruto menatap Sasuke bingung, sebelum mengangguk pelan.

"Ya, dia teman dekat Sakura-chan? Kenapa?" Naruto menatap Sasuke bingung. Sasuke terlihat tersenyum penuh arti kepadanya.

Naruto tersentak saat mengerti maksud senyum evil sahabatnya.

"NO WAY! Aku takkan melakukannya!"

"Naruto… Ore no tomodachi… You're the one and only..."

"NO! Teme, aku tak bisa melakukan itu. Itu sangat memalukan!"

"Aku tahu itu, tapi hanya ini satu-satunya hal yang bisa membuat Sakura mau berlatih. Dan disaat bersamaan kita bisa membuatnya sadar!"

Naruto terdiam, Sasuke memang benar, tapi…

"Sasuke!"

"Naruto, ini demi gadis itu juga. Jika Sakura sadar, gadis itu akan terbebas dari bahaya juga, kan?"

'Dia memang benar, tapi…'

Naruto menghela nafas. Ia tahu ia tak punya pilihan.

"Baiklah, aku akan melakukannya. Tapi ini tidak gratis, kau harus membayarku!"

"Baiklah. Aku akan membayarmu agar kau bisa melunasi biaya perawatan Kushina-san. Dan aku minta maaf karena sudah menyeretmu ke dalam masalah ini…"

"Seharusnya sebelum meminta maaf kepadaku, kau harus meminta maaf kepada gadis itu terlebih dahulu!"

"Ya, aku tahu. Dan Naruto, jangan sampai kau jatuh cinta beneran padanya!"

Naruto hanya tertawa kecil. "Kau tahu persis siapa gadis yang aku cintai, Sasuke~"

Sasuke membungkukkan badanya pada Naruto. "Gomennasai. Kuharap aku tidak membuatmu terluka lagi."

"Kau masih merasa bersalah dengan kejadian yang dulu? Sudahlah, lupakan itu!"

.

.

Ino mengerutkan keningnya, bingung dengan reaksi Sakura.

"Doushite?"

Sakura tak menjawab. Ia menatap Ino kesal, sebelum menghela nafas dan memejamkan matanya.

"Nani kore, forehead?"

'Apa ada yang salah dengan Uzumaki Naruto?'

Sakura terdiam. Seluruh tubuhnya terasa panas, ia tahu ia benci jika harus berhubungan dengan pemuda itu lagi. Pemuda bernama Uzumaki Naruto.

"Kau harus menjauhinya, Ino! Jangan mendekatinya!"

Ino membelalakkan matanya. 'Apa yang Sakura katakan? Aku harus menjauhinya?'

"Sakura, kenapa aku harus menjauhinya?"

"Ikuti saja perkataanku!"

"Saku—"

"Jauhi dia, Ino!"

Ino terdiam. Ia menatap Sakura kaget, ia bisa melihat kemarahan jelas terpancar dari wajah Sakura.

"Kenapa aku harus menjauhinya?"

"Demi tuhan, ikuti saja perkataanku!"

"Tidak, sebelum kau jelaskan padaku alasannya!"

Ino menatap Sakura tajam. Ia benar-benar tak mengerti, sebenarnya ada apa dengan temannya itu.

'Siapa Uzumaki Naruto? Kenapa kau bersikap seperti itu Sakura?'

Ino nyaris membuka mulutnya lagi untuk bertanya kepada Sakura, yang terlihat sedang berusaha meredam amarahnya, ketika pintu ruang UKS terbuka.

'SREK!'

Ino mengalihkan pandangannya ke arah pintu, ia terdiam ketika melihat sosok yang ia kenal berdiri di depan pintu.

"Uzumaki Naruto-san?"

.

Naruto tersenyum kecil, menatap Ino. Ia melirik sekilas ke arah Sakura, bisa dia lihat tatapan benci dilemparkan gadis itu kepadanya. Naruto berusaha mengabaikannya dan melangkah masuk ke dalam ruang UKS, berjalan mendekati Ino.

'Okay, Naruto! Kau harus melakukannya dengan baik.'

Naruto menatap Ino lembut, menyentuh tangannya, dan tersenyum lembut. "Bagaimana keadaanmu?"

Ino tersenyum canggung, tatapan mata Naruto padanya membuat perasaannya tak nyaman. Jantung Ino berdebar kencang.

"a-aku baik-baik saja…"

Sakura mendesah kesal, ia sangat benci Uzumaki Naruto. Sama seperti rasa bencinya terhadap Uchiha Sasuke.

"Sedang apa kau disini?"

Sakura menatap Naruto tajam, ia berusaha menahan perasaannya untuk tidak memberikan pemuda itu sebuah pukulan.

"Aku yang memintanya datang kesini."

'Deg!'

Sakura terdiam. Dengan cepat ia membalikkan tubuhnya, dan menatap tajam pemuda yang kini berdiri di hadapannya, menatapnya kosong.

"Uchiha?"

Sasuke terdiam, ia menatap kosong Sakura, sebelum mengabaikannya dan melirik Ino dan Naruto yang menatapnya bingung.

"Yamanaka Ino, aku ingin memberitahumu bahwa kau terpilih untuk mengikuti pentas drama yang akan diadakan untuk merayakan ulang tahun sekolah kita."

Ino membelalakkan matanya. 'Tunggu, pentas drama?'

"Apa kau bilang, kaichou?" Ino menatap Sasuke bingung, ia tak mengerti kenapa tiba-tiba ia bisa terpilih menjadi salah satu pemeran di dalam drama itu.

'Aku bahkan tak punya riwayat kedramaan?' Ino hendak bertanya, ketika ia mendengar Sakura berkata dingin. Suara terdingin yang keluar dari bibir seorang Haruno Sakura.

Ino bisa merasakan bulu kuduknya berdiri.

"Apa yang sedang kalian rencanakan?"

Sasuke menatap kosong Sakura, sebelum menyeringai kecil. "Kenapa kau ada disini? Kau lupa dengan hukumanmu, Haruno Sakura-san?"

Wajah Sakura memerah, ia hampir lupa bahwa ia memiliki hukuman yang harus ia lakukan.

"Aku tidak lupa!" Sakura berkata pelan. Nyaris berbisik.

Sasuke tersenyum puas, sebelum melirik Ino dan Naruto.

"Baiklah, aku menunggu kalian besok di ruangan penghukuman untuk membicarakan masalah ini, Yamanaka-san, Uzumaki-kun."

Sasuke menatap Sakura. "Dan kau, temui aku di ruang penghukuman besok! Hari ini aku ada urusan, jadi hukumanmu akan kujelaskan besok, kau mengerti?"

Sasuke bisa melihat gumaman kesal dari Sakura. Ia tersenyum, yakin bahwa Sakura mendengarnya, sebelum berbalik dan meninggalkan ruang UKS.

Naruto menghela nafas, ia menatap Ino sejenak sebelum tersenyum.

"Aku rasa, sebaiknya aku pergi, kau harus beristirahat."

Naruto tersenyum lagi, sebelum berbalik dan melirik Sakura sekilas. Gadis itu terlihat menatapnya tajam.

"Sampai bertemu besok, Yamanaka-san!" Naruto tersenyum puas, sebelum meninggalkan ruang UKS.

Sakura menggertakkan giginya, ia benar-benar benci dengan keadaan ini. 'Kuso! Kenapa bisa begini? Kenapa aku harus berhubungan dengan kedua pemuda itu lagi?'

Sakura terdiam, sesuatu terlintas di kepalanya, membuat dadanya sakit. Tetapi dengan cepat ditepisnya. 'Baiklah, kita lihat nanti! Akan aku ikuti saja permainan kalian, Sasuke, Naruto…"

Sakura melirik Ino sekilas. "Aku akan mengambil tas dulu, kau tunggu disini!"

Sakura bergegas meninggalkan Ino yang menatapnya bingung.

.

Ino mengerutkan keningnya. Ia tahu, ada sesuatu yang tak benar, sesuatu yang disembunyikan oleh Sakura. 'Sebenarnya ada apa Sakura? Apa hubunganmu dengan kedua pemuda itu?'

Ino mengerutkan keningnya, mencoba berfikir keras, sebelum mendesah frustasi. Ia tak tahu.

'Kenapa tiba-tiba Seito Kaichou, memilihku untuk mengikuti pementasan drama?'

"Ahh, aku tidak tahu!"

Ino merebahkan tubuhnya di tempat tidur, menatap langit-langit ruang UKS. Ia tersenyum kecil, saat senyum Naruto terbayang di kepalanya. Ia memegangi dadanya yang mulai terasa hangat dan berdetak cepat. Ia memiringkan kepalanya, menoleh ke arah bangku di ruang UKS, tempat blazer Naruto —yang entah sejak kapan tergeletak disana.

"Uzumaki Naruto, apa aku sudah jatuh cinta padamu?"

.

.

To be continue

.

.

A/n: Yosh! Fanfic baru sebelum sibuk dengan UTS. Okay minna, jadi fanfiction ini adalah request-an dari seseorang— salah satu teman saya yang nge-fans banget sama Ino—. Yah, sebenarnya dia request pair NaruIno, tapi saya pengennya NaruSaku, jadi yaah~ kita lihat saja nanti pair utamanya siapa? And for My Bestfriend. Besok hari ulang tahun lo, kan? Nih hadiah kecil yang lo minta, Happy Birthday!

Dan well, maafkan author karena sudah menistakan semua chara di fanfic ini, kebetulan saat pertama nulis ff ini, saya lagi stress karena flashdisk saya tiba-tiba rusak, padahal di sana ada sebagian data yang belum dicopy ke laptop. See You Next Chapter, minna! Chap depan akan di update setelah selesai UTS. ^^