DIRTY LITTLE SECRET

OFFICIAL CAST:

-PARK CHANYEOL

-BYUN BAEKHYUN

MAIN CAST:

-MEMBER OF TVXQ

-MEMBER OF SUPER JUNIOR

-MEMBER OF EXO

GENRE: ROMANCE, CONFORT, HURT, FAMILY

Selamat datang di judul baru dan chapter baru cerita aku. Buat kalian yang pernah baca cerita buatan aku yang sebelumnya terima kasih banyak karena. Semua respon dari review kalian akan jadi motivasi dan sanjungan buat aku...

Jeongmal...jeongmal ...kamsaamnida ^^

Kau tahu aku tak pernah berfikir sekali saja tentang kita yang akan berakhir seperti ini. Karena yang ku tahu, hanya mencintaimu tanpa harus tahu kata nanti.

—Park Chanyeol

Kau, kau adalah bajingan yang paling ku benci dalam hidupku. Karena kau menghancurkan segalanya. Kau menghancurkan semuanya hanya karena mimpi sialanmu itu.

—Byun Baekhyun

"Seoeun, Seojun. Cepat turun jika kalian tidak ingin terlambat." Baekhuyn berteriak pada kedua pemuda kecil yang entah sedang apa di lantai dua rumah mereka.

"Tunggu sebentar eomma, yak! Byun Seoeun bantu aku mencarinya." Seojun berteriak kepada saudaranya.

"Kan sudah ku bilang kau harus menyimpannya dengan baik."

Begitulah kebiasaannya setiap hari. Menunggui kedua bocah kesayangannya itu untuk bersiap pergi ke sekolah. Yah dua anak laki-laki berumur delapan tahun itu selalu saja memiliki alasan yang konyol untuk membuatnnya terlambat, ah maksudku mereka.

"HANA..." Baekhyun mulai berhitung.

"Cepatlah Seojun, eomma sudah mulai berhitung."

"Arrghh...kemana hilangnya kaus kakiku?"

"DUL..."

"Sudah pakai saja yang ada di laci atau pakai punyaku yang kemarin kita beli dengan eomma!"

"SET"

"TUNGGU DULU EOMMA, KAMI AKAN TURUN."

Lalu tak bereapa lama kedua laki-laki mungil itu turun dengan dua penampilan yang berbeda. Seoeun turun dengan semua yang sudah rapi sekalipun ia belum memakai sepatunya, sedangkan Seojun, kaus kakinya baru terpasang sebelah sedangkan rambutnya masih saja berantakan.

"Lampu kamar sudah di matikan?" tanya Baekhyn dengan tangannya tang bergerak merapikan rambut Seojun.

"sudah Eomma." Seoeun yang menjawab.

"kamar kalian sudah di kunci?" Baekhyun membenarkkan dasi Seojun.

"Sudah Eomma." Jawab keduanya berbarengan.

"OK! Ayo kita berangkat."

Setelah berhasil mengantarkan kedua anaknya ke sekolah. Kali ini waktunya ia yang membawa dririnya sediri ke tempat kejanya. Yah sekalipun perushaan konstruksi ini milik ayahnya tapi iya tidak mendapatkan apapu hal spesial sebagai seorang anak. Ia tetap mendapat perlakuan seperti pegawai lainnya. Seperti, ia tidak akan mendapatkan kenaikan gaji atau tambahan jika ia tidak berusaha untuk mendapatkan itu.

Baekhyun berjalan menuju sebuah pintu yang bertuliskan Center Executive Office. Disinah tempat dimana ia harus melaporkan hasil kerjanya selama seminggu ini, yang membuatnya harus selalu terjaga melewati jam tidurnya. Pernah satu hari.

Baekhyun tengah menyelesaikan bagian lantai tiga puluh sebuah rancangan bangunan aprtemen saat ia mendengar bunyi kasak-kusuk menuju kamarnya. Suara itu seperti sebuah langkah kaki. Jujur saja sekalipun ia tak pernah percaya akan adanya hantu tapi tetap saja.

SRAK...SRAK...

Ia melangkah pelan menuju pintu, menggenggam gagang pintu dengan tangan sedikit gemetar. Dan ketika ia sudah mengumpulkan keberaniannya, ia...

"Eomma."

"Aaak... Seo, Seoeun-ah, ahh, kau hampir membuat eomma ketakutan. Apa yang kau lakukan di sini?" Baekhyun mengelus dadanya.

"Apa Eomma bergadang lagi?"

"Ti, tidak, eomma tidak sedang bergadang." Baekhyun menyangkal.

"Jinjja?"

"Ne." Jawab Baekhyun meyakinkananaknya. Eh, tunggu kenapa ia malah yang terlihat salah di sini.

"Lagipula apa yang sedang kau lakukan pada tengah malam seperti ini?" baekhyun balik bertanya. Ia tak ingin hanya dirinya yang di salahkan di sini.

"Aku haus eomma." Jawab Seoeun singkat.

"Bukannya eomma sudah menyiapkan air di nakas?"

"Di habiskan semuanya oleh Seojun."

"Ya sudah, cepat pergi ke dapur dan langsung kembali ke kamarmu setelah itu, dan jangan mengambil cemilan apapun di kulkan, arasseo?"

"Ne Arasseo eomma, eomma juga harus segera tidur nanti eomma bisa sakit." Seoeun memberikan nasihat padanya yang membuatnya ingin memeluk dan mencium anaknya itu.

Seoeun adalah anak yang pendiam namun terkadang perhatian kecil yang di buatnya untuk Baekhyun atau untuk kembarannya membuatnya selalu merasa lengkap hanya dengan memikirkannya.

"Iya eomma akan tidur sebentar lagi." Setelah Seoeun berlalu turun ia benar-benar melakukan apa yang di minta anaknya.

Setelah mengetuk pintu beberapa kali Baekhyun di persilahkan masuk oleh penghuninya. Dengan menenteng cetak biru berukuran satu kali satu setengah meter sebuah bangunan apartemen yang susah payah ia kerjakan seminggu ini. Ia menatap pria paruh baya yang sekalipun umurnya sudah memasuki hampir enampuluh lima tahun tapi masih tetap segar dan gagah. Beliau adalah arsitek yang memiliki pengalaman dalam bidangnya lebih dari separuh hidupnya. Dia adalah Center Executif Officer di sini sekaligus. Ayahnya. Ya, seorang Byun Yunho yang sedang duduk di singgasananya menatap Baekhyun dari balik kacamatany adalah ayah kandungnya.

"Selamat pagi Sajangnim." Baekhyun menyapa dengan senyuman manis.

"Selamat pagi nona Byun." Yunho balik menyapanya.

"Apa yang bisa kau berikan padaku pagi ini?" Yunho bertanya dan mulai beranjak dari duduknya saat Baekhyun menyampaikan bahwa ia membawa design cetak biru dari sebuah bangunan yang pernah ia janjikan seminggu lalu.

"Kau harus menambahkan sesuatu di sini dan di sini.., bukankah perhitungannya harus seperti ini... dan bla bla bla." Baekhyun memperhatikan dengan serius dan mencoba mencari jalan keluar dari tinta merah yang sudah di torehkan ayahnya itu dengan kepalanya.

"Kau harus mulai lebih teliti lagi pada pekerjaanmu nona Byun." Yunho menegur tentang kecerobohan putri semata wayangnya itu.

"Baik Pak." Baekhyun menunduk dan mulai menggulung hasil pekerjaannya yang sudah di koreksi oleh ayahnya. Tuan Byun kembali duduk di singgasananya dan sekali menyesap kopi paginya sebelum berujar.

"Bagaimana keadaanmu Baekhyunie?" Yunho bertanya dengan menyatukan ujung-ujung jarinya menatap Baekhyun sebagai anaknya bukan lagi sebagai karyawannya.

"Aku baik-bik saja appa, anak-anak juga baik." Baekhyun menjawab tenang.

"Lalu apa rencanamu setelah ini?" Yunho menanyakan itu seakan ia puanya maksud lain dalam kalimatnya.

"Seperti biasa aku akan mengajak anak-anak berenang akhir pekan ini." Jawab Baekhyun yang seakan tidak tahu maksud itu. Karena sebenarnya ia tidak mau menyinggung hal apapun yang berkaitan dengan maksud Appanya itu.

"Bukan rencana itu Baekhyunie." Tuan Byun gemas sendiri. "Tapi rencana kedepan tentang seorang ayah yang juga harus mengambil peranmu itu, apa kau tidak pernah memikirkan hal itu sama sekali?"

"Ah, Itu..." Baekhyun berusaha membuat suaranya setenang mungkin. "Aku belum memikirkan apapun soal itu." Yah, skalipun itu bukanlah kebohongan sepenuhnya. Karena seingatnya terakhir kali ia berharap akan hal itu adalah saat kedua anaknya masih berumur lima tahun.

"lalu apa kau akan memikirkannya setelah ini?"

"Aku tidak tahu Appa, karena aku merasa aku masih bisa menangani anak-anak sejauh ini, dan mungkin juga setelahnya." Baekhyun sok yakin.

"Tapi sepertinya Appa tidak sependapat denganmu tentang hal ini." Yunho menegakkan tubuhnya dan kembali menyesap kopinya sekaili. Ugh, Baekhyun benci tentang pembahasan ini.

"Seminggu lagi setelah cetak biru itu selesai kau juga harus memberikan keputusan padaku tentang hal ini." Yunho mengaatakan kalimat final yang tak bisa dibantah oleh siapapun termasuk dirinya.

Baekhyun kembali ke ruangannya, meletakkan semua perkakasnya yang ia bawa di bawah meja kerjanya. Setelah duduk di kursinya ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Ia lalu melirik jam yang berada di atas meja kerjanya.

Waktu masih menunjukkan pukul sepuluh pagi, tapi rasanya ia ingin segera pulang karena apa yang baru saja disampaikan oleh ayahnya di ruang kerjanya.

Seorang ayah bagi kedua putranya, pikiran itu memang pernah terlintas beberapa kali di benaknya sebenarnya tapi tidak pernah sekalipun mau ia realisasikan, karena.

Menjadi single mom bagi kedua putranya adalah sesuatu hal yang menyenagkan baginya yang sudah ia jalani delapan tahun belakangan ini. Dan ia tidak merasa perlu mendapat bantuan apapun tentang itu, karena ia sudah membesarkan kedua pangerannya dengan baik tanpa sekalipun ada bantuan dari pria manapun kecuali Ayahnya.

Sekalipun pernah sekali pada saat umur kedua pangerannya masih lima tahun mereka menanyakan sesuatu yang membuatnya tidak bisa melakukan satupun pekerjaannya dengan baik beberapa hari kemudian.

"Eomma." Seoeun memanggilnya saat Baekhyun baru saja melangkah menuju dapur lagi untuk mengambil beberapa cupcakes coklat lagi di dapur.

"Ne, ada apa Seoeun-ah?" Baekhyun meletakkan cupcakes yang ada di tangannya ke atas meja, dan keningnya berkerut saat melihat wajah sedih pangerannya. "ada apa Seoeun-ah?" Ulang Baekhyun sambil mengelus rambut hitam Seoeun.

"Eomma, apakah Appa orang jahat?" Seoeun bertanya masih dengan raut sedih. Dan menatap Baekhyun menuntut jawaban.

"Ah, itu..." Baekhyun tidak dapat berkata apapun, ia hanya bisa menatap anaknya dengan wajah pias karena tak tahu harus menjawab apa. "Kenapa kau menanyakan hal itu?" Bukannya menjawab, Baekhyun sebaliknya bertanya pada Seoeun.

"... itu karena tadi saat di sekolah Songsangnim bertanya apa yang akan kami berikan pada Appa kami masing-masing karena minggu depan adalah hari ayah." Bukan Seoeun melainkan Seojun yang menjawab. Baekhyun menoleh pada pangerannya yang satu lagi, bocah itu mengigit pinggiran cupcakes, mengunyahnya sebentar sebelum melanjutkan.

"Dan Seoeun sedih hingga sekarang. Apalagi saat ia mendengar ucapan eommanya teman-teman yang bilang kalau Appa Seoeun dan Seojun pasti bajingan karena meninggalkan kami dan eomma." Seojun memiringkan kepalanya pertanda ia bingung.

"Apa kata itu benar-benar buruk eomma? Karena setahuku bajingan adalah kata yang buruk." Seojun kembali memiringkan kepalanya.

Diantara kedua putranya Seojun-lah yang paling tidak peka akan keadaan di sekitarnya. Hal itu berbanding terbalik dengan Seoeun yang dapat merespon perasaan apapun tanpa harus berkata langsung padanya. Salah satu contohnya adalah apa yang terjadi di hadapannya ini. Di saat Seoeun bahkan sudah hampir menangis karena hal itu Seojun tetap sibuk dengan cemilannya.

"Euhm...Appa tidak jahat kok..." baekhyun belum bisa menjawab pertanyaan duo detektif ini. 'Apa yang harus ku jawab?" keduanya menatap Baekhyun menuntut jawaban selanjutnya dari sang Ibu.

"Lalu kenapa kami tidak pernah bertemu denganya?" pertanyaan polos Seojun berhasil membuatnya membeku.

"...Cepat habiskan makanan kalian, eomma harus mengeerjakan pekerjaan eomma setelahini." Baekhyun berlalu cepat tanpa memberdulikan kedua putranya yang masih tampak bingung menuju kamarnya.

Tapi untunglah sejak saat itu Seoeun dan Seojun tidak bertanya apapun lagi tentang itu. Sekalipun beberapa hari sejak percakapan itu Baekhyun di diamkan oleh keduanya. Tapi itu tidak berlangsung lama.

Sejak dulu ia tidak akan mempermasalahkan topik obrolan manapun kecuali yang satu ini. Oh ayolah, Siapa yang tidak ingin memiliki keluarga lengkap yang bahagia, dengan seorang suami baginya dan seorang ayah bagi kedua putranya? Tapi entah kenapa setiap kali pertanyaan itu muncul di otaknya hanya ada satu orang yang ada di benaknya.

PARK CHANYEOL.

Pria tinggi bermata bulat besar dengan hidung mancung dan telingnya yang lancip bak peri. Mata yang selalu memberikan kehangtan pada siapa pun yang ditemuinya. Katakanlah ia rindu pada pria itu. Pria yang seharusnya tak pernah ada lagi setitik debu pun dalam dunianya.

Tapi siapa sangka setelah hampir delapan tahun, di sini di kantor ayahnya, di ruang kerjanya, beberapa saat setelah permintaan mutlak dari ayahnya. Setelah semua yang ia lewati selama ini hampir sendirian, bahkan ia tidak punya teman untuk berbagi karena eommanya bahkan baru menerima keadaan si kembar setelah beberapa bulan mereka lahir ke dunia. Itu sebabnya ia tak pernah mau memikirkan bahkan membahas hal semacam 'pernikahan' atau hal apapun yang berhubungan tentang itu.

Dan sekarang, Ia memikirkan sang keparat yang menghancurkan semuanya. Membuatnya menanggung penderitaan yang seharusnya tidak ia dapatkan. Yang mungkin saat ini tidak tahu bahwa kesalahan yang telah di perbuatnya sudah tumbuh besar.

Baekhtyn memijat pelipisnya, hanya dengan memikirkannya saja Baekhyun sudah merasa pusing. Ponselnya berbunya menampilkan nama 'Appa' di layarnya.

Ini pasti menyangkut urusan keluarga jika tidak biasanya pria paruh baya itu akan menelponnya mengunakan telepon kantor.

"Ne appa, ada apa?"

"Datang ke ruanganku sekarang!" Suara ayahnya di sebrang sana.

"Baik aku akan ke sana." Baekhyun segera bangkit dari duduknya dan melangkah menuju ruangan ayahnya yang berjarak satu lantai di atasnya.

"Mwo! Ap, appa aku tidak mau." Protes Baekhyun setengah merengek. Ia baru saja merasa sangat pusing dengan permintaan appanya sekarang ia harus mendatangi acara penggalangan dana yang di buat oleh salah satu relasi kerja appanya. Huft.

"Ya kau harus melakukannya." Ucap Yunho seakan tak mendengar kalimat protes dari Baekhyun.

"Tapi kenapa tidak appa dan eomma saja yang pergi?" Baekhyun kembali merengek tidak terima.

"Appa harus medical test pada tanggal itu, dan tentu saja eommamu harus menemaniku. Lagipula, jika kau ingin cepat memenuhi permintaanku tadi bukankah akan lebih cepat jika kau melakukan ini?" Yunho bertanya sakan mengingatkan juga menantangnya.

"Memangnya mudah mencari pria yang akan ku jadikan suamiku hanya dengan ikut acara tidak penting itu." Baekhyun masih tetap keras kepala.

"Kurasa itu cukup mudah, karena aku yakin jika anak dari para relasiku sangat memenuhi syarat untuk itu." Yunho juga tidak mau kalah.

"Cobalah untuk membuka dirimu pada seorang pria Baekhyunie, tawaran ini ku berikan bukan hanya untuk kebaikanmu tapi juga untuk kebaikan kedua putramu. Mungkin saat ini kau merasa baik-baik saja jika mereka tidak mengenal ayahnya, tapi... Saat mereka sudah beranjak dewasa nanti, mereka membutuhkan peran seorang ayah yang akan mengingatkan mereka untuk menggapai cita-citanya. Yang akan memberikan nasihat kepemimpinan pada kedua putramu. Yang akan membuat mereka menjadi diri mereka sendiri." Nada suara Yunho melembut saat menasehati putrinya akan rencana masa depannya.

Baekhyun yang di nasehati hanya bisa menunduk. Kata-kata appanya sepenuhnya benar. Ia mungkin egois karena hanya memikirkan dirinya sendiri di kala ia juga harus memikirkan masa depan Seoeun dan Seojun.

Baekhyun bukan tidak mau membuka hati tapi ia merasa masih belum saatnya. Tapi, jika bukan sekarang kapan ia akan siap menerima orang lain yang akan membantunya.

Dengan perlahan jari-jari lentik Baekhyun yang sedari tadi ia letakkan di atas kedua pahanya terangkat dan meraih undangan berwarna coklat susu itu dari meja kerja ayahnya.

"Akan ku usahakan." Baekhyun berdiri, membungkuk dan keluar dari ruangan Yunho.

Baekhyun tiba di depan gerbang sekolah Seoeun dan Seojun tepat saat bel beeakhirnya kelas berbunyi. Baekhyun menurunkan kaca jendelanya dang mengedarkan pandangannya ke kanan dan kekiri mencari dua jagoannya. Setelah beberapa saat ia celingak-celinguk ke sana ke mari ia menemukan dua bocah laki-laki yang berjalan beriringan.

"EOMMA!" seru keduanya berlali menghampiri mobil Baekhyun.

"Hei, Hei pelan-pelan nanti kalian terjatuh." Tegur Baekhyun yang melihat kedua anaknya memburu masuk ke mobil.

"Hahh." Seojun menghembuskan nafasnya keras saat merasakan hawa dingin ace mobil yang baru dihidupkan. Sedangkan Seoeun yang lebih tenang dari kembarannya, meletakkan tas sekolahnya di samping tempat duduknya dan menyandarkan tas itu pada pintu mobil.

"Bagaimana hari kalian?" Baekhyun betanya sambil menstarter mobilnya dan mulai melaju di jalanan Seoul yang cukup panas dan padat awal musim panas ini.

"Baik." Jawaban singkat yang diterimanya dari Seoeun yang kelewat kalem.

"Hari ini keren sekali eomma. Saat di kelas tadi buguru menawarkan kami siapa yang bisa menjawab ia akan dapat hadiah. Eomma tahu hadiahnya apa?" Seojun memulai ceritanya.

"Apa hadiahnya?" Baekhyun balik bertanya menanggapi cerita penuh semangat dari Seojun.

"Hadiahnya kami akan dapat permen coklat." Tapi seketika wajah Seojun berubah mendung. "Tapi aku hanya bisa jawab satu pertanyaan." Bibirnya mengerucut lucu.

"Dan Seoeun bisa menjawab tiga soal jadi ia dapat tiga permen coklat, dan Seoeun memberikan semuanya padaku eomma jadi aku punya empat permen coklat." Wajah Seojun kembali cerah. Baekhyun melirik melalui kaca melihat tingkah Seojun yang moodnya dapat berubah secepat itu.

"Itu karena kau terus memohon untuk memberikannya padamu." Seoeun menimpali kalimat Seojun tanpa mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobi.

Baekhyun tersenyum melihat tingkah laku keduanya. Yah, melihat perseteruan keduanya saat mereka sedang berktengkar kecil, atau melihat kekompakan mereka dalam banyak hal mampu membuat moodnya membaik seratus persen, ah tidak, bahkan seribu persen.

Baekhyun berbelok menuju kawasan sebuah perumahan elit di tengah kota Seoul. Ini rumah orang tuanya, yang di sana sudah ada eommanya yang seakan tahu mereka datang, Byun Jaejoon wanita paruh baya yang masih terlihat bersahaja dan cantik dengan lekuk tubuh S-line yang sekalipun tidak begitu sempurna lagi tapi masih bisa menimbulkan gairah seorang pria sebayanya bahkan di bawah umurnya saat menatapnya.

Dan keelokan itu pula yang dimiliki Baekhyun sebagai anak perempuan satu-satunya. Ibunya itu mewariskan bentuk tubuh indahnya pada anak semata wayangnya dengan sangat sempurna.

"Hai eomma." Baekhyun menyapa eommanya yang masih mengunakan dress katun hitam berlengan panjang selutut dengan motiv buga bunga sakura yang berbentuk spiral dari bahu kirinya yang berakhir dan berakhir di sekitar paha kiirinya. Ah, eommanya pasti baru saja mengantarkan makan siang untuk appanya. Karena. Yah, pria tua itu tidak akan mau makan jika bukan masakan istrinya.

"Halmeonieee..." Seoeun dan Seojun berlari menerjang nenek mereka dengan pelukan.

"Hai sayang. Bagaimana sekolah kalian hari ini?" dan dimulai dari pertanyaan itu Seojun kembali menceritakan pengalamannya hari ini persis seperti yang di ceritakanya tadi saat di mobil, Seoeun hanya menimpalinya sesekali.

"Ya sudah, dilanjutkan lagi ceritanya didalam ya, halmeonie membuat browniese-pudding siapa yang mau?"

"AKU! AKU!" seru keduanya kompak dan semangat.

"Aku pergi dulu eomma." Pamit Baekhyun.

"Eh, kau tidak mau masuk dulu?"

"Tidak eomma aku masih ada pekerjaan yang masih belum selesai."

"Nanti jam lima aku jemput anak-anak. Dah eomma." Bakehyun mencium pip kiri dan kanan Jaejoon dan berlalu.

Setelah berdebat antara hati dan pikirannya tentang undangan acara penggalangan dana yang di berikan ayahnya padanya empat hari lalu. Akhirnya ia menyerah, ia lelah, karena ia bahkan harus berdebat dengan dirrinya sendiri.

Dan di sinilah ia dengan long-dress merah gelap one shoulder dengan beberapa jahitan kain sutra berbentuk kelopak bunga mawar kecil di beberpa sudutnya di atas dada kanannya, dan tiga bunga mawar di daerah tulang pinggulnya. Ramburnya yang berwarna coklat madu di sanggul tinggi. Dan stiletto warna merah gelap sebelas centi terpasang di kaki kecilnya.

Ia tidak sendiri, tepatnya. Ia menyeret Luhan bersamanya. Sekertarisnya itu terpaksa harus mengikuti Baekhyun karena atasnya itu memohon padanya dengan wajah cemberutnya yang tampak putus asa, seakan jika Luhan tidak membantunya Baekhyun akan tamat.

Begitulah. Dengan mini dress selutus berwarna tosca bermotiv sederhana hanya setangkai bunga tetatai berwarna pink tergambar di pinggang kirinya dan heels berwarna senada. Luhan tidak menggelung rambut keemasannya melainkan mengepanya. Dan saat ini gadis cantik bermata rusa itu terlihat bagaikan peri hutan yang tersasar ke acara penggalangan dana.

"Lu, maaf aku melibatkanmu dalam hal ini, aku benar-benar tidak tahu harus mengajak siapa ke sini selain dirimu."

"Yah, tidak apa-apa hitung-hitung aku sedang lembur,l hehe." Luhan nyengir dan itu menenangkan bagi Baekhyun karena ia tidak mau dapat gerutuan dari luhan setelah acara ini berakhir.

"Ayo masuk." Kata Baekhyun.

Sebenarnya ini adalah kali pertamanya datang ke acara yang diadakan relasi ayahnya tanpa kehadiran si tua bangka itu. Tidak banyak yang dikenalnya karena sekalipun sudah sangat lama ia bekerja di perusahaan ayahnya, biasanya Yuho akan turun langsung jika mendapat undangan semacam ini.

Baekhyun hanya menyapa beberapa tamu yang ia kenal. Karena niatnya ia hanya akan berada di sini hingga acara inti selesai yaitu sekitar dua jam lagi.

"Baek, apa kau mau ku ambilkan minum?" Tawar Luhan pada Baekhyun yang mulai terlihat risih karena cukup banyak pasang mata mengarah padanya. Ya Baekhyun memang cukup menarik perhatian. Pasalnya, siapa yang tidak akan tergoda dengannya. Baekhyun memiliki bentuk tubuh yang ideal yang sangat sempurna dan lagipula siapa yang tidak menyangka jika ia sudah memiliki bahkan dua orang anak yang sudah berumur delapan tahun jika dalam sekali lihat semua orang akan melihatnya seperti anak remaja yang baru memasuki jenjang kuliah saat melihat tatapan bingungnya yang ia edarkan ke hampir seluruh ruangan.

"Ini Baek." Luhan memberikan segelas jus strawbari pada Baekhyun.

Setelah memberikan minuman untuk Baekhyun Luhan mengedarkan padandangannya. Dan matanya tertuju pada seorang pria yang sepertinya pria itu menatap intens pada wanita mungil di sampingnya ini.

Luhan tertegu. Tidak, bukan tatapan intens yang menjurus pada keintiman yang ia dapat dari tatapan pria itu melainkan. Ah, entahlah karena sepertinya pria itu menyimpan banyak hal dalam tatapannya.

"Baek." Luhan menyentuh lengan atas kiri Baekhyun saat memanggilnya.

"Ada apa Lu?" Baekhyun menyesap jusnya setelah bertanya.

"Apa kau mengenal pria itu?" Baekhyun mengerutkan kening. Apa Luhan bercanda, ia bahkan semua pria saumurannya di sini.

"Siapa yang kau maksud?" Luhan menunjuk seorang pria yang berda sekitar lima metr dari tempat mereka berdiri dengan dagunya.

Baekhyun terkesiap. Mata sipitnya membulat dan mengerjab beberpapa kali berharap apa yang dilihatnya adalah mimpi. Tapi percuma. Ia ada di sini. Mimpi buruknya ada di sini,

Seorang dari masa lalu yang tak akan ia biarkan masuk sepersekian detik pun dalam bayangnnya, ada di sini. Dengan tuxedo hitmnya dan kemeja babybluenya.

Baekhyun tidak inin ada di sini. Tidak setelah matanya menangkap peergerakan pria itu berjalan menuju ke arahnya. Baekhyun melangkah mundur seiring dengan langkah pria itu yang semakin mendekat. Ia mencekal pergelangan tangan Luhan seakan memintanya tanpa suara untuk mengikutinya.

Luhan menurut sekalipun ia tidak tahu apa yang terjadi, ia tetap n\menuruti langkah Baekhyun yang berbalik dengan cukup tergesa menuju pintu ruang auditorium hotel ini.

Sepertinya Baekhyun punya cukup banyak rahasia sampai-sampai reaksinya berlebihan begitu.

"Tu, tunggu Baek.."

"Ayo kita pulang." Baekhyun mempercepat langkahnya dengan tetap mencengkram lengan Luhan.

"Api acaranya...?" Luhan bersusah payah mensejajarkan langkah cepat Baekhyun yang terlihat gusar.

"Aku tidak peruli yang jelas sekarang kita pulang!" perintahnya.

Kedua gadis itu melangkah cepat. Tapi sepertinya langkah orang yang mengejar mereka cukup cepat hingga tiba-tiba saja pria itu sudah ada di hadapan mereka. Menghadang jalan di depan mereka. Luhan terkejut, seketika ia berhenti saat Baekhyun berhenti.

"Hai..." Sapa pria itu dengan suara beratnya yang terkesan seksi. Baekhun tidak dapat menahan lagi ekspresi frustasinya.

"Maaf tuan. Aku tidak punya urusan apapun denganmu jadi permisi dan jangan menghalangi jalanku." Baekhyun bergeser ke arah kiri, melewati pria tinggi itu dan masuk ke dalam lift yang langsung tertutup. Dan setelah itu ia baru melepaskan cengkramannya pada Luhan. Dan mulai menutup wajahnya. Menangis.

Holla~~

Wahh...gak nyangka ada yang betah baca ff gak jelas ini sampe akhir. Oh iya klo kalian ada yang hobinya baca di dunia nyata aku kasih tahu klo ff ini terinspirasi dari novelnya mbak AliaZalia dengan judul yang sama. Aku ngambil beberapa sence yang emang ada di buku di masukin ke dalam cerita dan ada yang aku ngarang sendiri...

Terima kasih loh buat yang udah mau baca dan aku tunggu reviewnya

Karena kritik dan saran kalian bia membuat para penulis menjadi lebih baik lagi

Ps: maaf jika banyak typo atau kata-kata yang hilang...

ADIOUS~~~~