Disclaimer : Masashi Kishimoto –sama

Author : San Yumaru

Main Cast : SasuNaru

.

.

Perhatian : Cerita ini memuat kata kata kasar dan adegan sedikit dewasa, jadilah pembaca yang bijak.

.

Happy Reading

.

.

.


"Apa kau bisa sekali saja melakukan hal yang benar, dasar brengsek!"

Cih, apasih yang orang gila ini fikirkan? Hanya marah dan terus marah bikin pusing saja. Kerjaannya hanya marah, dan sebenarnya yang tidak bisa kerja itu dia, tapi tua Bangka tengik ini malah terus menyalahkan orang.

"Hei kau bisa dengar tidak! Uchiha brengsek!" Teriak Hiruzen tua itu, dan ini sudah sangat keterlaluan. Aku sudah geram, sangat amat geram oleh manusia keparat ini.

"Aku masih punya telinga" Jawabku ketus. Tak perlu sopan menghadapi manusia seperti dia, dia tidak mernah merasakan betapa sulitnya pekerjaanku tapi merasa sok paling jago. Setiap datang kemari dia hanya bikin ulah.

Wajah pria tua itu terlihat semakin merah, "Dasar brengsek! Sekali lagi kau bicara akan ku pec-"

"Silakan saja. Aku tidak sudi bekerja di tempat iblis seperti ini. Asal kau tau saja, kau itu hanya tua Bangka sialan" Tukasku, yang langsung meraih tasku dan segera pergi meninggalkan meja kerjaku. Ini sudah memuakan, tidak bekerja dengan orang tua itu tidak masalah bagiku, diluar sana masih banyak yang bis menghargai aku dibandingkan dia. Cari saja orang yang tahan dengan kelakuannya itu, kalau ada dia boleh memotong telingaku. Dasar sampah.

"Pergi kau jauh-jauh, Uchiha sialan! Orang sepertimu itu hanya sampah mengerti! Otak udangmu itu tidak berfungsi sama sekali! Dasar manusia tidak tau terimakasih!" Umpatnya, masih banyak lagi hinaan yang keluar dari mulut keriputnya itu. Dia fikir aku akan perduli? Kalau aku perduli berarti aku memiliki otaku dang sama sepertinya. Sebentarlagi dia juga akan sadar betapa agensinya itu membutuhkan aku.

Aku berjalan keluar dari perusahaan menjijikan itu, ingin sekali jauh jauh dari tempat hina ini. Salju sudah menebal, bootsku sudah setengah tenggelam karenanya. Malam ini lumayan dingin, kendaraan yang lewat juga tidak begitu banyak, hanya beberapa saja. Aku rasa mampir ke caffe untuk secangkir kopi tidaklah buruk, err- tapi aku harus mengirit bulan ini. Aku tidak mau terlalu banyak menghamburkan uang. Aku harus berusaha kalau aku bisa sukses tanpa bantuan siapapun, aku harus tunjukan pada ayah kalau suksesku tidak bergantung pada hartanya.

Sudah hampir setengah jam aku berdiri di tepi jalan, bus belum juga datang. Mungkin salju hari ini sangat tebal jadi mengganggu lalu lintas jalan, ahhh apa boleh buat, yang aku bisa cuma menunggu saja.

"Hiks..hinks.. Mama… Papa… Tolong akuuu…~"

Suara tangisan itu terdengar jelas di telingaku, ya, suara anak kecil yang menangis tersedu itu aku jelas mendengar suara tangisan itu. Aku melirik lewat ekor mataku ke kanan dan ke kiri, lalu aku menemukan sosok hantu anak kecil yang sedang terduduk dibawah lampu lalu lintas. Ohh, mungkin dia anak kecil yang tertabrak tadi pagi, kasihan sekali, tapi aku tidak bisa menolongnya dan aku tidak sudi berurusan dengan dia. Berurusan dengan hantu sangat merepotkan dan merugikan. Hanya akan membuat masalah, karena para hantu hanya akan meminta batuan yang aneh aneh, juga akan minta dipertemukan oleh keluarga dan teman yang tidak jelas. Bikin malas.

Aku memiliki kemampuan melihat hantu setelah ibu mendonorkan kornea matanya untukku, dan bagiku ini adalah sebuah kutukan. Kalau aku boleh memilih, aku lebih baik mati dibanding mendapatkan kutukan ini. Kenapa orang rela menyia-nyiakan nyawanya demi orang lain, seperti punya nyawa cadangan saja. Bodoh.

Tak beberapa lama bus-pun datang, dengan jumlah penumpang yang tak seberapa banyak. Aku langsung masuk dan mencari tempat kosong yang bisa aku duduki. Cih, bahkan di bus-pun hantu masih suka berkeliaran. Manusia zaman sekarang, membunuh diberbagai tempat, dasar sinting.

Aku duduk di kursi paling awal, karena di belakang terdengar sedikit bising dengan candaan anak anak SMA. Aku sendirian, maksudku tidak benar benar sendirian karena ada pria tua yang berada disebelahku.

"Padahal aku ingin menemui anakku, tapi orang itu mencopet dan menyayat leherku. Andai aku bisa hidup kembali aku bisa melihat cucuku yang baru lahir"

Racaunya membuat telingaku semakin panas. Tidak ada gunanya dia meracau seperti itu, dia itu sudah mati dan tidak akan ada yang bisa menolongnya. Lagipula, kalau orang yang sudah meninggal, tidak akan bisa pergi dari lokasi nyawanya itu melayang karena kalau dia melakukan itu maka arwahnya akan hilang. Dan seperti kakek tua ini, dia hanya bisa duduk disini sampai dia yakin bahwa dia benar benar akan pergi ke langit.

"Rasanya sangat sakit.. Seperti ada api di dalam tenggorokanku.. Leherku terus saja mengeluarkan darah, aku tidak bisa mendongak dan rasanya pegal sekali" Hantu tua it uterus saja meracau.

"Berisik sekali-"

Mati aku, dia bisa tau kalau aku bisa mendengarnya, dia bisa minta tolong yang tidak tidak. Ah ya aku ada ide.

"Dasar anak sialan rebut dalam bus begini, mengganggu saja" Lanjutku menyelamatkan diri. Sial, kalau kakek hantu ini tau aku bisa celaka.

Aku bisa merasakan dia terus memandangi ku, "Aku harap kau bisa mendengarku anak muda, aku hanya ingin kau membawa anakku kemari"

Nah! Sudah aku duga, untung saja aku tidak ketahuan, bisa merepotkan sekali.

Tak lama bus berhenti di persimpangan yang tak jauh dari rumah yang aku kontrak, aku kembali berjalan menyusuri salju yang dingin melewati orang-orang mati yang berkeliaran di sekitar sini. Sudah pasti aku acuhkan, aku tidak ingin berurusan dengan mereka. Sudah bertahun tahun sejak aku kecil, aku tak mau lagi bersinggungan dengan hantu, karena aku sangat trauma.

Hantu hanya akan membuatmu terlibat akan masa lalunya, mereka tidak akan perduli padamu, mereka akan sangat egois dan beranggapan kau akan terus membantunya dan bersamanya. Mereka fikir masa lalu mereka itu penting? Kalau sudah mati ya mati saja, tidak perlu mengurusi urusan orang yang hidup. Dasar merepotkan.

Kontrakanku hanya dua blok dari persimpangan jalan tempat aku turun tadi, memang bukan rumah besar, tapi itu cukup untuk aku beristirahat. Aku harus memikirkan pekerjaan apa yang akan aku cari besok. Dasar tua bangka sinting, beruntung sekali aku sudah tidak berurusan dengannya.

Clek

Akhirnya sampai rumah juga, penat sekali rasanya hari ini. Aku harus cepat cepat menyiapkan lamaran pekerjaan untuk besok, aku tidak boleh bersantai santai. Tapi sebelum itu, sepertinya ditemani secangkir teh akan sedikit menenangkan. Aku berjalan menuju dapur, sudah aku bayangkan teh yang hangat meluncur melewati tenggorokanku.

"Wahh, kau sudah pulangg ~ Sepertinya pekerjaanmu tidak menumpuk ya hari ini"

Gadis itu lagi

Buka gadis seperti yang kalian fikir

Dia itu..

Sudah..

Mati..

"Bagaimana harimu? Apa menyenagkan?" Dia terus bertanya, sambil mondar-mandir dihadapanku. Dia ada di depanku, menatap wajahku dengan matanya yang berwarna biru laut. Sedangkan aku, tidak akan membalas tatapanya aku hanya akan fokus membuat teh milikku.

Aku bisa lihat tangannya menembus dadaku beberapa kali, tak hanya dada dia juga sering menyentuk kepalaku, seolah dia benar benar bisa menyentuhku. Dasar bodoh, sampai matipun kau tidak akan bisa. Ohh, aku lupa, diakan memang sudah mati. Gadis ini terus mondar mandir di hadapanku, sesekali tangannya mengibas, berharap aku tau akan kehadirannya. Sudah hampir dua bulan aku hidup dengan gadis hantu ini, dan selama itulah dia terus berusaha menggangguku. Kadang dia tidur disebelahku, ikut duduk di meja makan, ikut nonton tv, tidak ikut ke kamar mandi tentunya, tapi dia tidak bisa pergi meninggalkan rumah ini. Makannya ketika aku pergi wajahnya akan sangat murung, dan ketika aku pulang maka wajahnya akan terlihat begitu sumringah.

"Ayolahh.. kau pasti bisa melihatku.. aku tidak akan meminta apapun jika kau bisa melihatku" Racaunya, yang kini malah ikut duduk di meja makan, dimana aku sedang menulis lamaran pekerjaan dan menikmati tehku.

Dia kembali menatapku, lalu badannya menembus meja. "Lamaran pekerjaan? Kau kenapa? Kenapa kau menulis lamaran pekerjaan? Apa kau mendapat masalah di kantormu?"

Sial dia itu cerewet sekali, aku tidak bisa menulis dengan tenang. Kenapa dia menggangguku. Seharusnya aku tidak mengontrak disini, sebaiknya aku pilih apartemen yang sempit. Dia membuat telingaku panas saja.

"Ah!" Pekiku, saat kepalanya tiba-tiba menembus meja tepat di atas kertas yang sedang aku tulis. Aku benar benar kaget samapi tak sengaja aku malah bertatapan mata dengan hantu itu.

"Wahh, kau melihatku? Kau pasti bisa melihatku kan? Mata kita bertatapan tadi, dan kau juga kaget saat aku menembus meja" Serunya kegirangan, senyuman lebar langsung saja bertengger di wajah pucatnya.

Kau fikir kau lebih pintar dariku? Kau itu Cuma orang mati.

"Sial, malah salah tulis. Aku benar benar stress" Kilahku, yang langsung meremas kertas dan menggantinya dengan yang baru. Kau fikir aku akan begitu saja mengaku? Lihat wajahnya yang sekarang berubah menjadi murung, dia pasti kecewa sekali.

Tak berapa lama dia pergi dari hadapanku, gadis berambut pirang itu langsung menembus tembok entah dia akan lari kemana akupun tidak perduli. Yan sekarang aku inginkan adalah cepat cepat menyelesaikan pekerjaanku dan pergi tidur. Merepotkan saja. Mungkin aku ingin pekerjaan yang tidak begitu menguras tenaga. Soal uang aku tidak begitu memikirkan, yang terpenting aku bisa makan hari ini.

Tak sampai 30 menit aku sudah menyelesaikan pekerjaanku, itu artinya aku bisa langsung tidur malam ini. Kakiku menapaki anak tangga untuk sampai ke kamar, suasanya sunyi, sungguh suasana yang membuatku tenang. Aku membuka kamarku, dan segera saja aku berbaring di atas ranjang, menikmati setiap regangan otot otot yang sudah lama tidak aku latih. Mungkin hari minggu aku bisa pergi ke gym.

'Kau tau Sasuke, ibu tidak menderita dengan mendonorkan matanya untukmu. Dengan begitu bagian dari ibu akan tetap bersamamu'

'Penipu!'

'Tidak, tidak, tidak akan ada yang membodohimu.. Ibu lebih memilih kau untuk tetap bersama kami, kau begitu berharga, kau begitu berarti bagi ibu'

'Tapi ibu tidak disini lagi, dan artinya ibu tidak menyayangi kita kan..hinks'

'Ibu menyayangimu, ibu tetap dan akan selalu menyayangimu.. Maka dari itu ibu rela melepaskan hidupnya untukmu.. Kita semua kehilangan, bukan hanya kamu, tapi cinta ibu akan tetap bersama kita'

'Apa aku yang membuat ibu mati? Kenapa tidak aku saja yang mati? Kalau aku mati ibu tidak akan meninggalkan keluarga! Seharusnya ibu tidak melakukan itu!'

'Untuk apa kau berbicara seperti itu padanya, Itachi. Tak usah panjang lebar menjelaskan pada anak keras kepala ini, sebaiknya kita pulang, biarkan disini dia beristirahat'

'Ayah, ayah aku mohon jangan tinggalkan aku disini sendiri, aku takut ayah..'

'Aku harus mengurus pemakaman'

'Aku ikut ayah.. aku mau ikut..'

'Tidak, aku tidak mau arwah Mikoto melihatmu'

'Kalau bisa ikut ibu, aku akan memilih untuk ikut ayah'

'Sudahlah jangan bicara omong kosong. Aku benar benar tidak ingin nanti arwah Mikoto jadi sedih'

"Ah!"

Aku terbangun, dengan mata yang terbelalak.

Rupannya aku tertidur tadi, dan mimpi itu, kenapa selalu datang setiap malam. Hal yang sudah tidak mau aku ingat lagi malah terus hadir dalam mimpiku, membuatku semakin mengingatnya saja.

"Hey! Bangun! Kau tidak apa-apa? Tidak ada yang terjadi padamu kan?" Teriak gadis berambut pirang yang sekarang sedang duduk diatas tubuhku. Wajahnya sangat khawatir, bisa aku bisa lihat dari matanya dia begitu menghawatirkanku, tapi kenapa? Dan untuk apa?

"Kau berkeringat, apa yang terjadi padamu?" Ujarnya lagi, yang kini mendekatkan wajahnya kearahku, sehingga aku bisa lihat dengan jelas matanya yang biru. "Aku berharap kau tidak kenapa-napa, aku tidak mau hal buruk terjadi padamu" Gumamnya, lalu tangannya melingkat di leherku dengan wajah yang juga ia benamkan di dadaku.

Dia..

Memelukku..

Tak sungguhan memeluk, tapi rasanya tepat. Apa yang terjadi padanya, kenapa dia memelukku dan begitu khawatir? Tak ingin berlangsung lama aku segera bangun dari tempat tidurku, menuju kamar mandi untuk segera mencuci muka dan menyegarkan kepalaku.

Kucuran air yang membasahi tanganku benar benar membuat diriku lebih tenang, jika terus seperti ini aku bisa kehilangan akal sehat. Tapi, kenapa wajah hantu it uterus teringat. Wajah penuh kecemasan itu, aku bisa melihat dari raut wajahnya dia begitu khawatir.. Apa yang hantu itu rasakan? Kenapa dia secemas itu padaku? Sudahlah, bukan urusanku. Sekarang aku harus mengumpulkan uang untuk mencari kontrakan baru, aku tidak mau aku malah keluar dari jalurku.

Setelah merasa sedikit segar aku kembali ke kamar, aku melihat hantu gadis itu tengah duduk meringkuk di samping tempat tidurku. Dia masih mengenakan seragam sekolah dengan sweater orange bergambar panda, rambut pirangnya di ikat dua, dan dia memilik tiga garis seperti kumis di wajahnya. Gawat! Aku tidak boleh terus memandanginya dia bisa bisa tau kalau aku tau keberadaannya.

Bipp..bipp..bipp..

Siapa sih yang menelfon malam malam begini, apa dia tidak punya waktu lain untuk menelfon? Seperti besok mau kiamat saja.

"Moshi-moshi" Terdengar suara wanita dari sebrang sana, "Sasuke-kun, aku sudah menemukan kontrakan yang lumayan bagus. Apa kau mau pindah sekarang?" Tanyanya, aku sudah tau wanita itu, dia adalah Hinata Hyuga, teman dekatku sejak aku masih duduk dibangku SMA.

"Berapa harga kontrakan baru itu? Kalau murah aku bisa segera pindah" Jawabku.

"Ahh, harganya memang sedikit lebih mahal dari tempat yang kau tempati sekarang, tapi rumah ini sangat nyaman. Pemilik rumah ini menwarkan penghangat secara cuma-cuma" Ujarnya lagi. Gadis ini, kenapa sudah larut malam begini dia malah menawarkan kontrakan segala. Aku sudah ngantuk..

"Hn, nanti aku fikirkan. Lagi pula aku belum punya cukup uang" Aku berharap bisa menyudahi perbincangan ini.

"Baiklah, kabari aku ya"

Bip

Dasar Hinata, tengah malam begini dia malah membicarakan kontrakan. Yahh, aku pernah cerita sih kalau aku tidak betah dirumah ini karena udaranya dingin, padahal alasan utamaku adalah gangguan hantu blonde itu. Tak aku sangka Hinata benar benar mencarikanku kontrkan baru.

"Kau ingin pergi?" Tiba tiba si blonde sudah ada dihadapanku. "Kenapa? Kenapa kau ingin pergi? Rumah ini nyaman bukan? Rumah ini nyaman untukmu bukan? Aku mohon jangan pergi, aku senang kau datang dan tinggal disini.. Aku, tidak mau merasa sendirian lagi. Walaupun kau tidak bisa melihatku, tapi aku tidak merasa sendirian.. Aku mohon jangan pergi dariku, jangan pergi dari rumah ini, aku tidak mau sendirian.." Ujarnya dengan posisi tangan yang seolah sedang memegang pundakku, suaranya bergetar, air matanya terus menetes dari mata birunya.

Dia kembali mendekat kearahku, dengan posisi yang semakin mendekat setengah memelukku. "Sudah cukup aku merasa sendirian, aku tidak ingin sendirian lagi.. Aku mohon tetaplah tinggal, jangan keluar.. Aku tidak bisa keluar dari rumah ini, kalau bisa ikut, aku akan memilih mengikutimu.."

'Kalau bisa ikut ibu, aku akan memilih untuk ikut ayah'

Degh!

Kalimat itu, entah kenapa membuat hatiku bergetar. Aku tau rasanya, aku tau apa yang dia rasakan. Aku tau bagaimana rasanya ditinggl orang yang sangat berharga, aku tau rasanya itu dan aku sangat faham. Tapi yang aku pertanyakan kenapa dia bisa merasakan itu? Kenapa dia bisa menangis tersedu sedu hanya karena aku ingin meninggalkan rumah ini. Kita tak saling mengenal, tapi begitu dalam perasaannya sampai kepadaku. Aku..

"Sebegitu berharga kah aku, sampai tidak boleh keluar"

To Be Continue


Khu~khu~khu~

Belum selesai cerita yang satu, sudah buat yang lain dasar author payah! Sebenarnya masih banyak cerita yang ada di otak dungu ini, rasanya ingin keluarkan semua_-

Okeyy jangan lupa untuk para Readers tercintaku yang sudah buat aku jatuh cinta pada dunia FF, karena tanpa kalian author tua ini bukan apa-apa T^T

Jaaaaaa!