Fang sudah melepas payung yang di pegangnya sejak tadi, membiarkan hujan membasahi tubuh serta pikirannya. Ia mengenakan baju hitam khas pemakaman, di depannya ada sebuah makan yang masih baru.

BoboiBoy Halilintar. Lahir tanggal xx-xx-xx. Meninggal xx-xx-xx.
Anak kesayangan keluarga. Orang terkasihi.
'Berharap paling tidak ada yang mengingatku'

Air mata telah bercampur dengan hujan, tak peduli dengan bajunya yang akan kotor. Ia jatuh berlutut menangis sejadi-jadinya. Teriakannya beradu dengan suara petir yang menyambar, layaknya nama orang di depannya yang telah terbaring selamanya itu.

"Kau...-hik—" Suara terputus, sesegukan, "Kau-kau berja-hik—janji..."

"Hiks–ukh...–hik-untukh te-rus bersh–ugh, hik–sama ku..." Fang memukul-mukul tanah didepannya agar bisa mengeluarkan rasa frustrasinya hingga habis.

"Ta-ta-pi kauh, hik- malah m-m-hik, hik—melan, gar. Jan-jimu-hiks-"

Ia terus menumpahkan keluh kesahnya sejadi-jadinya di sana. Tanpa menangkap sama sekali sesosok orang bersayap putih berdiri di belakangnya tak jauh.

Pandangannya terlihat muram, kontras dengan wujudnya yang bercahaya.

Walau begitu sebuah senyum terukir di mulutnya, "Tapi, hei, aku tak mungkin mengingkari janjiku, aku selalu bersamamu hingga kau bisa melupakanku atau mendapat kebahagiaanmu sendiri,"

Seketika Fang berhenti tiba-tiba.

"Halilintar?! Kaukah itu? Tolong katakan itu kau!" Teriaknya putus asa, melihat ke berbagai arah berusaha menemukan sesosok serba merah yang dikenalnya. Kacamatanya berembun tapi ia masih bisa melihat kalau ia sendirian di area pemakaman itu.

Untuk sementara Fang masih berusaha mencari keberadaan Halilintar hingga ketemu, namun sepertinya itu hanya ilusinya semata. Ia melempar pandangan yang tak dapat di jelaskan ke arah nisan Halilintar.

Nafasnya masih memburu, putih matanya memerah seperti berdarah.

Halilintar, sosok bersayap putih tadi sebenarnya ikut terdiam ketika tau jika Fang dapat mendengarnya. Air mata perlahan metes dari sudut matanya. Ia membiarkannya.


.

.

.

Satu tahun kemudian.

.

.


Sejak kematian Halilintar setahun yang lalu, Fang tak nampak akan segera menemukan kebahagiaan. Malah ia seperti menerima kebahagiaannya hilang bersama sang kekasih. Tanpa menyadari sepasang sayap putih yang rapuh karena penantiannya yang akan segera berakhir. Fang akan segera menemukan keceriaan dan kebahagiaan lagi di kehidupannya sekarang.

Fang bangun dari tidurnya dengan cara yang sama setiap pagi, terkadang ia tidak sarapan ketika berangkat bersekolah hingga ia akan merasa kepalanya berdenyut selama jam pelajaran pertama. Pergi kekantin hanya untuk membawanya keperpustakaan di dalam tasnya lalu memakannya di bagian paling tergelap dan yang paling jarang di datangi murid lain. Pulang, membersihkan kamar lalu mandi setelah merasa tak ada lagi yang perlu dilakukan, tidur.

Tapi hari itu ketika membuka pintu ia melihat sebuah kupu-kupu hitam dengan corak merah indah ikut masuk ke dalam rumahnya. Fang merasa ada yang menghilang dari dirinya.
Setelah sekian lama tak menangis. Dalam diam cairan bening itu keluar perlahan dari matanya. Seolah ada yang baru saja melempar benda berat ke dadanya, perasaan sesak dan berat menghinggapinya.

Fang bernafas dengan sulit. Ia tak dapat menahannya dan jatuh terbaring tak sadarkan diri di dekat ruang tamunya, masih mengenakan seragam sekolahnya yang basah karena keringat.

Bulan bersinar dengan warna merah darah, berbeda dari biasanya.

.

.

.

.

.


Pagi datang tanpa ia sadari, Fang mengerjap-ngerjapkan matanya. Cahaya matahari menyelusup melalui jendelanya. Perasaan berat yang sama seperti kemarin masih bersarang didadanya.

Ia melakukan kegiatan sehari-harinya dengan monoton, pikirannya kosong tak ada isi. Lalu pergi kesekolah.

Ketika ia berjalan menuju ke kantin, seseorang dengan baju rompi kuning bertubrukan dengan bahunya membuatnya mengaduh kesakitan.

"Akh!"

Bukankah tak seharusnya sesakit ini, pikirnya. Rasanya seperti ada yang baru saja merobek daging tanganku!

"Ah! Maaf! Kau pasti kesakitan, aku sedang terburu-buru dan tak melihatmu! Kalau kau ada masalah silahkan datangi saja kelasku! Namaku Petir, kelas X⁴!"

Dan ia berjalan menjauh begitu saja, meninggalkan Fang yang masih membeku di tempatnya.

Jauh di suatu tempat disana seseorang tanpa sayap tersenyum kecil tulus. Tugasnya selesai, Fang sudah menemukan orang yang akan menjadi penggantinya yang akan memberinya kebahagiaan. Ia adalah malaikat pembimbing hanya untuk satu orang yang sudah ia janjikan sesuatu.

.

.

.

.

END


Huehehehehehehehe~~~~~~

Entah kenapa Kaca berasa bahagia sekali kalau membuat akhir sedih buat mereka, hahahahahaha~~~~~

Ini bakal punya lima chapter. Selebihnya sih mungkin bonus *mungkin*

RnR?