Title: Beneath The Night Sky

Characters/ Pairing: Hatake Kakashi & Haruno Sakura

Type: Multichapter

Rating: M

Genre: Romance

Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

(Kami tidak mencari keuntungan dalam bentuk materi apapun dari penggunaan karakter-karakter ciptaan Om MK)

.

.

Sakura berdiri gelisah di depan sebuah pintu kayu berpelitur, terjebak di antara dua pemikiran: mengetuk atau tidak. Jika mengetuk, artinya dia akan membuat tuan rumah kerepotan dengan kehadirannya. Jika tidak, entah ke mana lagi dia harus pergi malam ini. Sebenarnya dia punya uang tapi tak cukup untuk membayar penginapan meski hanya untuk semalam. Uangnya hanya cukup untuk membeli semangkuk mi hangat. Jadi di sinilah dia, berdiri termangu masih belum bisa memutuskan apa yang harus dilakukannya. Jujur saja, dia tak suka menjadi beban bagi orang lain. Sakura mengeratkan hoodie biru gelap ke tubuh kurusnya saat angin malam yang cukup dingin berhembus kencang sementara perutnya terus menerus menggeram lapar. Baiklah, aku harus mengetuk pintu ini. Baru saja dia ingin mengetuk, terdengar bunyi klik dari dalam, membuatnya melangkah mundur.

Seorang pemuda pirang berdiri di depan Sakura, menatapnya dengan raut wajah terkejut. Pemuda itu memakai kemeja biru gelap dengan jas hitam menutupinya. Sebuah dasi hitam melingkar di lehernya. Saat pemuda itu bergerak mendekatinya, Sakura mendapati aroma segar, memancarkan keharuman spicy.

"Sakura-chan?"

"Hai, Naruto!" sapa Sakura setelah berdehem pelan. "Mau keluar?"

Naruto menatap gadis itu agak lama. Wajahnya seketika berubah khawatir. "Kau baik-baik saja, Sakura-chan?"

"Tidak," geleng Sakura. "Apa aku bo-boleh menginap di sini? Maksudku untuk malam ini saja, Naruto." Tiba-tiba saja dia merasa pergelangan tangannya ditarik dan kini dia sudah berdiri di balik pintu.

"Aku akan pulang secepatnya." Naruto lalu menunjuk gadis itu. "Dan kau harus menjelaskan semuanya padaku nanti. Sekarang, masuklah. Anggap saja rumahmu sendiri."

"Terima kasih, Naruto!" Sakura menarik napas lega, merasa bebannya sedikit terangkat dari pundaknya.

Naruto menatap gadis itu sejenak lalu mengangguk. "Kunci pintu dan jangan membukanya hingga aku pulang. Di sini rawan."

Sakura mengangguk dan memerhatikan tubuh Naruto yang langsung menghilang di balik keremangan lampu jalanan hingga menyisakan bayangannya yang perlahan memudar di ujung gang. Dia segera mengunci pintu lalu berjalan ke ruang tamu setelah melepas sepatu dan menyimpannya ke rak. Kakinya yang sudah mulai lelah membuatnya terhempas begitu saja di atas sofa tanpa melepas ransel. Saat terdengar perutnya yang kembali menggeram, Sakura segera melepas ransel lalu berjalan terhuyung ke dapur. Meski hanya menemukan berbungkus-bungkus ramen aneka rasa, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya kenyang. 15 menit kemudian, dia berada di toilet untuk membasuh wajah.

Sakura menatap cermin. Pantas saja Naruto menatapnya sangat lama tadi. Sebuah memar biru keunguan yang hampir memudar masih samar terlihat di tulang pipi kanannya. Beberapa jahitan yang mulai mengring pada sudut bibirnya dan... Tuhan, lingkaran hitam di bawah matanya semakin Nampak, sehingga dia mirip anak panda. Bedanya anak panda itu lucu dan imut, sedangkan dia tidak. Kedua pipinya terlihat semakin tirus. Aku terlihat seperti vampir menyedihkan yang bangun kesiangan. Sakura membuka hoodie-nya, memperlihatkan rambut pink kusam panjang miliknya sebelum mengikatnya ekor kuda, mulai membersihkan leher dan lengannya lalu perlahan membuka perban yang melilit tangan kirinya. Sakura membuang perban yang kotor bekas darah kering serta gel itu ke tempat sampah di bawah wastafel, menggerak-gerakkan jemarinya sambil meringis menahan sakit sebelum mengolesnya dengan gel, lalu menggantinya dengan perban baru yang selalu dibawanya dalam kotak kecil berlambang palang merah.

Sakura kembali ke sofa, hoodie-nya terlipat rapi di lantai di samping ranselnya. Saat itu dia memakai tank-top kumal namun bersih berwarna hijau dan jeans belel hitam. Dengan perut yang sudah terisi, tubuh yang lumayan bersih, flat yang hangat, dia pun berbaring perlahan hingga rasa kantuk menguasai. Dia tertidur tanpa mematikan lampu.

Sakura tergeragap bangun saat telinganya yang tajam mendengar ketukan di pintu dan mengenali suara Naruto yang memanggil namanya dari luar. Tubuhnya langsung menegak dan segera berjalan menuju pintu depan. Pemuda itu masuk, mengunci pintu dan seperti biasa, duduk di sofa setelah bekerja semalaman. Sakura melirik jam dinding yang menunjuk pukul dua dini hari dan menyadari dia sudah tertidur selama empat jam. Sakura menghampiri Naruto dan duduk di sebelahnya. Dia bisa melihat wajah Naruto yang nampak kelelahan.

"Kau mau kubuatkan minuman?"

"Air putih."

"Baiklah."

Sakura kembali dari dapur dan menyodorkan segelas air putih pada Naruto yang langsung meneguknya lalu meletakkannya di atas meja.

"Kau baik-baik saja? Wajahmu horor sekali."

Naruto tersenyum pada Sakura. "Hanya beberapa pelanggan yang tidak mengikuti aturan. Selain itu, aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Apa yang terjadi padamu?"

Sakura yang kini duduk di sebelah Naruto hanya menarik napas panjang. "Pemilik flat mengusirku dan aku..."

"APA?" Suara nyaring Naruto seketika terdengar, dan Sakura harus menutup telinganya sendiri, mencegahnya agar tidak berdarah.

"Diam, Naruto! Kau bisa membangunkan orang mati!"

"Maaf, aku hanya... Ya, Tuhan. Bagaimana mungkin?"

"Kau tahu, sekitar seminggu lalu aku baru saja selesai bertanding." Sakura memegang tangannya yang diperban. "Aku mendapat luka yang cukup serius dan butuh waktu lama untuk pulih. Aku tinggal di klinik selama seminggu dan saat kembali ke flat, ranselku sudah dilempar di depan pintu flatku yang terkunci. Aku segera menemui Nn. Kyoko, ingin tahu kenapa aku diusir. Dia bilang aku telat membayar sewa. Lalu kubilang seminggu lagi aku punya uang untuk membayarnya sekarang tapi dia tidak terima. Aku minta padanya untuk membiarkanku tinggal paling tidak hingga mendapat flat baru, dia juga tidak mau."

Naruto mendengus. "Dia mengusirmu bukan karena kau telat membayar sewa. Apa kau tahu pria yang selalu dibawanya ke kamar tiap malam itu selalu melirikmu? Aku pernah mendapatinya sekali dua kali saat ke flatmu. Aku berani bertaruh saat Nn. Kyoko bercinta dengannya, namamu yang disebut pria itu."

"Eww." Sakura mengerutkan hidung, membayangkan pria kurus berkulit pucat yang disebut-sebut sebagai kekasih Nn. Kyoko, menatapnya dengan penuh gairah tanpa disadarinya. Dia kembali menatap Naruto dan berkata, "Aku hanya bisa memikirkan tempat ini. Aku tidak tahu harus ke mana lagi saat ini."

"Sussh." Naruto buru-buru memotong gadis itu sebelum meraih tangannya yang tidak terluka. "Kita adalah sahabat. Dan sahabat saling membantu, ingat itu. Kau bisa tinggal di sini selama yang kau inginkan. Aku cukup kesepian di sini, kau tahu."

"Kesepian? Ewww kau menjijikkan, Naruto." Sakura mengangkat kepalan tangannya yang tidak diperban, berpura-pura ingin meninju pemuda pirang yang kini tergelak lepas di hadapannya.

"Atau hingga aku mendapat flat baru," kata Sakura bersikeras. Bagaimana pun dia tidak ingin merepotkan Naruto.

"Baik. Hingga kau mendapat flat baru," ulang Naruto sambil menggenggam tangan Sakura.

Sakura menarik tangannya perlahan lalu memukul bahu pemuda itu. "Istirahatlah. Kau pasti lelah."

"Kau sudah makan?"

Sakura mengangguk. "Besok pagi kau akan mendapati persediaan ramenmu sudah berkurang separuh. Selamat malam, Naruto."

"Selamat malam, Sakura. Ngomong-ngomong kau yakin tidak mau tidur di kamarku? Aku tidak keberatan berbagi tempat tidur denganmu," kekek Naruto.

"Tidak, terima kasih. Aku tidak mau mendengar geraman beruang sampai pagi." Sakura tertawa saat Naruto melemparnya dengan bantal sofa, kemudian dia kembali berbaring dan mematikan lampu ruang tamu. Dengan mata terbuka dia mendengarkan langkah-langkah halus milik Naruto di kamarnya dan beberapa menit kemudian dia mendapati pemuda itu berdiri di ujung sofa dalam keremangan cahaya yang menembus kisi-kisi jendela.

"Kau sudah tidur?"

Sakura bangkit. "Belum."

"Aku lupa memberimu selimut. Ini. Aku tidak mau kau kedinginan."

Sakura tersenyum tipis sambil meraih selimut yang diberikan Naruto. "Terima kasih."

"Jangan ucapkan itu. Tapi tunjukkan rasa terima kasihmu dengan cara kita saling peduli satu sama lain," ujar Naruto pelan sambil menepuk-nepuk kaki Sakura, menyeringai. "Aku tidak akan mengganggumu lagi. Tidurlah."

Oh, Naruto, seharusnya aku yang mengatakan itu, bukannya dirimu. Sakura mengangguk pelan, berbaring dan menutup mata, berharap agar malam ini bisa bermimpi indah.

.

Sakura bangun pukul 7.15. Segera setelah merapikan sofa dan melipat selimut, dia berjalan mendekati pintu kamar Naruto dan mendengar dengkuran halus dari dalam. Menyadari pemuda itu masih tidur, Sakura segera mengambil pakaian ganti serta peralatan mandi miliknya dari ransel dan masuk ke kamar mandi. Dia menghabiskan waktu 15 menit di dalam sana untuk membersihkan setiap bagian tubuhnya. Berdiri di depan cermin dengan rambut basah serta handuk yang melingkar di bawah bahu, dia mengoleskan gel pada bagian wajahnya yang memar serta antiseptik pada sudut bibirnya. Lalu dia memasang kembali perban di tangannya sebelum memakai jeans, kali ini berwarna biru gelap dan sebuah kaos hitam berukuran cukup besar untuk tubuhnya.

Tak lama berselang, dia berada di dapur membuat sarapan mi kaldu untuk Naruto dan merebus air untuk membuat minuman hangat. Dia tersenyum, menengadah pada Naruto yang berjalan ke arahnya, setengah sempoyongan sambil menggaruk-garuk perutnya.

"Dengan menghirup aromanya saja aku sudah kenyang," ujar Naruto sambil menguap, membuat kata-kata yang keluar dari bibirnya terdengar kurang jelas.

"Karena kau sudah kenyang, maka aku akan menghabiskannya," ujar Sakura bercanda. Melihat tatapan memelas dari Naruto, berharap agar Sakura tidak benar-benar melakukan apa yang dikatakannya tadi, dia segera meletakkan teh di depan Naruto yang sudah duduk di ujung meja makan berbentuk persegi. "Dan ya, Tuhan, Naruto. Jika para pelangganmu melihatmu dalam keadaan seperti ini, kurasa mereka tidak mau menyewamu lagi."

"Terima kasih." Naruto menyeringai lalu meneguk minumannya. "Karena itu aku tidak pernah tinggal hingga pagi bersama mereka." Dia lalu menikmati sarapan bersama Sakura yang duduk di seberang meja. Begitu selesai makan, Sakura berdiri mengumpulkan peralatan makan yang kotor dan membawanya ke wastafel. Naruto menghentikan gadis itu. "Kau tidak perlu melakukannya."

"Dengan cara ini aku tunjukkan terima kasihku," ujar Sakura, berdecak pelan.

"Tapi, apa tanganmu baik-baik saja?" Naruto menatap tangan kiri Sakura yang masih diperban.

"Aku sudah bisa menggerakkannya." Sakura menunjukkan kepalan tangannya yang membuka dan menutup. Dengan hati-hati dia membuka perban, membuangnya ke tempat sampah sebelum memakai handscoon.

Naruto hanya tertawa. "Kau pasti menghajar orang itu habis-habisan."

Sakura lalu membelakangi Naruto, menyalakan kran air dan berkata, "Yeah, seorang pria dengan tubuh tinggi besar. Aku melayangkan tinju berkali-kali padanya hingga aku merasa buku-buku jariku retak semua. Dia K.O."

"Seandainya aku ada di sana untuk melihatmu mengalahkannya."

Sakura menatap jalanan dari balik jendela kecil di hadapannya, tangannya bergerak melingkar di bagian dalam mangkuk, menggosoknya dengan spon yang penuh busa sabun lalu menyiramnya dengan air, meletakkannya di rak piring samping wastafel. "Dia pria yang cukup baik, kurasa. Dia mentraktirku minum setelah tanding. Aku terima tawarannya dan menikmati minuman di sebuah bar di gang enam dan berusaha menjaga diri untuk tidak mabuk. Setelah itu aku langsung ke klinik dan sisanya... kau tahu kisahnya."

"Kurasa kata 'baik' tidak berlaku di distrik ini, Sakura," kata Naruto dengan nada suara yang agak berbeda dari biasanya.

Sakura mendesah, mematikan kran air setelah pekerjaannya selesai lalu berbalik untuk menghadap Naruto. "Aku tahu. Tapi bagiku pria itu sudah cukup baik untuk menawarkan minuman setelah aku menghajarnya habis-habisan. Yah, meski kami hanyalah bagian kecil dari distrik ini, tapi sebagai sesama petarung jalanan, aku tak bisa menolaknya."

"Tapi bagaimana jika..."

"Aku bisa menjaga diriku sendiri, Naruto, terima kasih," potong Sakura cepat sambil melipat tangannya ke dada, pura-pura kesal pada Naruto. Dia tak akan pernah bisa marah pada pemuda itu. Pemuda yang sudah dianggapnya sebagai saudara. Seorang saudara laki-laki sejak mereka bertemu pertama kali di kereta api 12 tahun lalu.

"Aku tahu kau bisa." Seringai Naruto pun kembali. Dilihatnya Sakura mengeringkan tangan pada lap yang tergantung di dinding.

"Omong-omong, aku akan keluar hari ini. Aku mau mencari koran. Mungkin aku bisa menemukan flat kosong di kolom terima sewa," ujar Sakura sambil berjalan ke sofa di ruang tamu.

"Aku bisa menghubungi beberapa kenalan untuk membantumu mencari flat." Naruto berjalan ke arah kamarnya. Mencegah gadis itu agar tidak pergi dari sini adalah hal yang sia-sia saja. Sakura memiliki ego yang cukup tinggi, membuat gadis itu justru mengalami kesulitan dalam beberapa hal.

"Oke."

Terima kasih.

.

TBC

'

A/n : Mungkin untuk chap-chap selanjutnya kami akan membuat lebih pendek dari chapter ini tapi lebih cepat apdet. Aamiin… XDDD

Berkenan ripyu? Kami terima semua kritik, saran, bahkan flame *ngakak*

Anw sebentar lagi 15 Maret 2017. Masih ingat jika hari itu adalah Kakasaku Fanday Indonesia? Bikin fic untuk pair kesayangan kita yuk. ^^.