Disclaimer : demi neptunus naruto bukan punya saya, punya masashi sensei. sasuke punya saya *dibantai masashi sensei dan sakura

Warning : OOC, TYPO tingkat akut, AU, OOT, EYD berantakan, flame tidak diijinkan

.

.

Peringatan...!

Fic ini hanyalah cerita fiksi belaka yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan seseorang.

Mengandung unsur dewasa.

Lemon/lime buka hal utama dalam fic ini, so jangan harap ada lemon/lime yang berlebihan,

Tidak di anjurkan untuk pembaca di bawah umur, for 21+

Jadilah pembaca yang bijak

jangan tinggal review bodoh kalau tidak suka fic ini

huushh...! hushh..!

.

.

Curhat lewat : Sakura salah satu chara favorit author, tapi untuk fic ini, Maaf kan author Sakura chan, sedikit menistakan dirimu, tapi jauh di lubuk hati author, kau adalah wanita tebaik. Yang nge-fans Sakura juga maaf yoo, kalau fic ini tidak sesuai di hati, jika tak sanggup silahkan klik 'back'

.

.

Don't Like Don't Read

.

[ The Last Lie ]

= 1 of 3 chapter =

.

.

.

Setiap perusahaan kadang kala akan sukses, kadang kala ada yang kurang beruntung, perusahaan tempatku bekerja sedang merugi dan mau tidak mau sebuah kebijakan di keluarkan demi kelangsungan perusahaan itu, mengurangi beberapa pekerja dan menjadikanku salah satu yang termasuk dalam kebijakan itu. Sepertinya ini sudah menjadi takdirku. Aku di PHK dan sekarang mencari kerja sangatlah susah, aku memutuskan untuk pindah jauh dari daerah tempatku bekerja dan membeli sebuah rumah yang sesuai dengan tabunganku selama ini. Daerah pinggiran kota jauh lebih baik. Di sini masih jarang ada gedung-gedung pencakar langit dan suasananya sangat nyaman, pepohonan sangat banyak dan di sana sangat bersih.

Rumah sederhana, hanya satu lantai, tapi cukup luas dan halamannya lumayan. Di dalam masih sangat kosong. Bersyukur si pemilik rumah menjualnya murah karena dia akan meninggalkan kota ini dan segera mungkin menjual rumahnya. Aku hanya membawa barang penting dari tempat tinggalku sebelumnya. Aku menjual rumah dekat tempatku bekerja dan untung saja cepat laku.

Berbaring di lantai yang beralaskan kayu, aku melirik buku tabunganku. Tinggal beberapa juta lagi. Menghela napas dan menutup mataku. Aku harus segera mencari pekerjaan baru, tabungan ini akan habis jika terus-terusan ku gunakan. Membuka mata dan bangun dari tempatku berbaring, melirik ke arah ruang tamu dan ruangan lainnya, kosong, tidak ada perabot sama sekali. Berpikir untuk membeli beberapa perabot yang murah saja. Suasana di dalam rumah sangat sunyi, bahkan jika aku berbicara suaraku masih menggema di setiap sudut ruangan.

"Kau harus bisa bertahan Sakura." Ucapku, memberi semangat pada diriku sendiri.

Beberapa bulan berlalu. Aku menjalani hidupku sebagaimana mestinya. Setiap paginya aku akan berkeliling mencari tempat untuk bekerja, tapi hanya ada penolakan yang ku terima. Setiap ke kota membeli sedikit perabot, aku butuh meja lebar untuk tempat makan dan beberapa alat masak yang perlu ku tambah, lemari juga, pakaianku berhamburan dan masih berada di dalam koper.

"Ini sudah perusahaan yang kesekian kalinya aku di tolak." Ucapku. Menghela napas pasrah dan duduk di kursi taman, sepertinya memang sedang tidak ada lowongan.

Setelah duduk beberapa lama, hanya sekedar meredam rasa pegal di kakiku karena sudah lelah berkeliling.

Beberapa bulan kembali berlalu. Tabunganku semakin menepis dan membuatku sedikit prustasi. Mencari kerjaan di kota besar cukup sulit. Berjalan setapak melewati trotoar jalan. Berharap segera mendapat pekerjaan. Entah mengapa aku berhenti pada sebuah bar. Masuk ke dalam dan melihat suasana di sana. Pencahayaannya kurang bagus, lampunya remang-remang dan cukup banyak orang di sana, beberapa dari mereka sepertinya adalah bos-bos besar dengan setelan jas mahal, beberapa wanita penggoda terlihat di sana, asap rokoknya cukup banyak, aku sendiri sedikit tidak menyukai asap rokok. Tapi aku abaikan saja semua itu, berhenti dan duduk di kursi dekat meja bartender. Memesan satu gelas minuman, aku harap minuman itu akan menghilangkan pikiran jenuh dan putus asaku.

"Halo nona." Ucap seseorang yang tiba-tiba saja duduk di sebelahku.

Siapa dia? Mau apa dia? Aku tidak punya urusan dengannya. Mengabaikannya membuat dia mungkin akan pergi. Aku tidak menjawab apapun panggilannya. Aku sedang tidak bisa berpikir positif lagi, pikiran ku kacau dengan keadaanku yang semakin memburuk jika tidak segera mendapat pekerjaan.

"Oh, kau cukup menarik juga nona. Biasanya beberapa wanita akan langsung mengganggu pria yang mendatanginya." Ucap pria itu lagi.

Aku melirik sekilas ke arahnya. Umurnya jauh lebih tua dariku. Pakaian yang mahal dan mungkin saja dia seorang direktur, mungkin.

"Aku akan mentraktirmu." Ucapnya.

Tatapanku masih ke arahnya. Pikiranku jadi bertambah rumit, yang aku dengar hanya, uang, uang, aku butuh uang, terserah bagaimana pun caranya. Tidak ada satu pun tempat yang mau menerimaku bekerja, padahal aku cukup baik dalam setiap pekerjaan.

Senyum di wajahku melebar. Tatapan nakal ku layangkan ke arahnya. Logikaku tidak berjalan, aku sudah tidak bisa menarik diri lagi dari keadaan ini.

Kegelapan menjeratku,

Aku Haruno Sakura,

Bukan.

Aku sudah bukan Haruno Sakura yang dulu lagi,

Uang adalah segalanya.

.

.

.

.

.

.

Membuka mataku dan menatap langit-langit kamarku. Akhir-akhir ini tidurku semakin nyenyak. Kasur lamaku yang tipis sudah ku simpan dan menggantinya dengan spring bed yang sangat empuk dan nyaman. Perabotan rumah sudah lengkap dan aku tidak perlu menambahnya lagi, kehidupanku semakin membaik setelah setahun berlalu. Membuka buku tabungan dan melihat isi tabunganku yang masih banyak. Aku tertawa puas dan kembali merebahkan diri.

"Dengan begini aku bisa hidup tenang." Ucapku.

Aku tidak perlu pekerjaan lagi, aku sudah menemukan pekerjaan yang bagus dan membuatku bisa hidup semewah ini. Terdiam sejenak. Kadang aku berpikir membohongi orang itu apa tidak apa-apa? Tapi yang ku bohongi hanya orang-orang yang memiliki banyak uang. Mereka tidak akan kehabisan uang jika hanya ku ambil beberapa saja.

Berdiri dari tempat tidur dan memandangi diriku di cermin, aku terlihat seperti seekor rubah yang licik. Memikirkannya saja membuatku tertawa terbahak-bahak.

Hari ini aku akan mencari mangsa lagi. Menunggu hingga malam dan mulai berdandan cantik dan berpakaian yang tidak terlalu minim, aku tidak suka pakaian seksi.

"Sempurna." Ucapku pada cermin yang memantulkan segalanya yang ada pada diriku. Kebohongan terbesar tidak akan di sembunyikan cermin itu.

Berjalan memasuki bar dan memesan beberapa minuman. Pekerjaanku di mulai. Jika anda pikir aku adalah seorang wanita murahan yang menjajahkan tubuhku, itu salah besar. Aku tidak ingin di samakan seperti pada beberapa wanita yang ku lihat di beberapa meja tengah menggoda setiap pria yang datang. Aku hanya akan duduk santai dan menunggu seseorang menghampiriku. Tidak ada godaan bahkan pakaianku cukup tertutup.

"Boleh aku temani?" Ucap seseorang yang tiba-tiba datang duduk di sebelahku.

Melirik sejenak ke arahnya dan membuat seakan-akan aku cuek, semakin membuatnya penasaran. Hampir setiap pria yang ku temui akan seperti ini, ucapan basa-basi di awal dan akhirnya meminta sesuatu. Aku akan santai menghadapinya.

"Sendirian?" Tanyanya lagi.

"Iya." Ucapku biasa.

Tatapannya menjadi liar sudah ku duga dia adalah pria yang sudah-sudah ku temui. Padahal aku tidak berpakaian seksi tapi dia mendatangiku. Akhirnya kami berbicara, aku tidak akan menjadi pembicara banyak, aku hanya akan menjadi pendengar dan menanggapi setiap pembicaraannya, seakan-akan aku tertarik untuk berbicara dengannya, tapi aku sama sekali tidak tertarik dan merasa bosan.

Menghabiskan waktu hanya dengan berbicara, dia mentraktirku dan sudah sangat malam, aku akan pulang tapi itu hanya sebagai sebuah pancingan. Dia akan mengantarku pulang, pulang? yang benar saja, sejak awal aku sudah tahu dia tidak akan mengantarku pulang dan malah membawaku ke hotel. Licik? Tentu, aku akan berpura-pura ini adalah pertama bagiku.

Saat masuk ke dalam lif dia seperti sudah sangat tidak tahan dan bahkan sesekali merangkul pinggangku.

"Tu-tunggu jangan di sini." Pintaku padanya dan bersikap seperti aku sangat malu.

"Kau sangat lucu. Membuatku gemas padamu." Ucapnya. Ya, ya, anggap saja aku mangsamu. Yang sebenarnya kau adalah mangsaku.

Dia memesan kamar di sebuah hotel mewah, aku rasa dia adalah orang yang cukup kaya. Dengan perlahan dia menarikku masuk ke dalam kamar itu dan mengajakku ke tempat tidurnya, lakukan saja apa yang sudah ada di pikiranmu, semua pikirannya di penuhi hal-hal jorok yang sudah sangat terbaca olehku.

Malam ini akan ku habiskan bersamanya. Beberapa menit berlalu dan kami sudah tanpa busana, dia tengah berada di atasku, mengeluarkan semua nafsunya.

"Ahh...~ le lebih ce aah pat...~" Pintaku padanya. Sejujurnya itu hanya desahan palsu, aku tidak benar-benar menikmati setiap permainan pria yang sudah ku temui. Mereka hanya akan semakin terbakar nafsu jika mendengar alunan desahan seorang wanita. Ya lakukan saja. Dia terus saja memacu kejantanannya, sudah tidak terhitung waktu dia melakukannya, aku sedikit kelelahan dan berharap dia segera berhenti melakukan hal bodoh ini.

"Ahhhk ahhh.. ahh.. kau sangat nikmat." Ucapnya, tapi aku tidak ingin mendengar desahan atau pun rasa nikmatnya padaku.

Sejam berlalu dan dia akhirnya berhenti. Berbaring terlentang di sebelahku. Meliriknya sejenak dan membuatku muak, aku berjalan ke arah kamar mandi dan segera membersihkan diri. Pria itu tidak akan bangun hingga pagi. Setelah membersihkan diri, memakai pakaianku dan bergegas pergi, aku tidak pernah tidur hingga pagi jika bersama mereka. meninggalkan secarik kertas kertas, ucapan terima kasih dan nomer ponselku.

Bukan saatnya untuk membalasnya, aku akan menunggu sekitar sehari dan melakukan hal yang mestinya aku lakukan. Dasar pria berotak nafsu, umpatku sebelum meninggalkan kamar laknat itu. Berjalan santai dan pergi dari hotel itu, aku akan pulang ke rumah dan memilih tidur nyenyak di sana.

Tiba di rumah dan segera merebah diri di kasur, rasanya sangat lelah, dan setelah ini aku butuh seminggu untuk tidak berhadapan dengan pria lagi.

.

.

Dua hari kemudian.

Benar saja, setelah kejadian dua hari yang lalu, aku meninggalkan nomer ponselku dan pria itu mengirim sebuah pesan dengan kata-kata sok romantis tapi membuatku jijik. Apa dia pikir aku menikmatinya, hahahahah, rasanya aku ingin menginjaknya dan tertawa keras di atasnya.

Aku sudah mendapat nomernya dan akan memintanya untuk bertemu denganku. Dengan balasan yang bahagia, dia juga ingin segera bertemu denganku.

Dia kembali memesan sebuah hotel untuk pertemuan kami, dia pikir aku akan kembali tidur dengannya, jangan harap! Aku hanya tidur sekali dengan satu pria dan tidak akan pernah melakukannya sampai dua kali pada mereka, enak saja, aku bukan pelacur, tapi sepertinya hampir mendekati, mungkin, memikirkannya membuatku merasa geli, entah apa yang sedang aku kerjakan sekarang. Aku akan terlihat seperti wanita baik-baik.

Mengetuk beberapa kali dan pintu itu terbuka. Aku tidak bisa menampakkan wajah senang hari ini. aktingku cukup bagus, mungkin lain kali aku harus mendaftarkan diri menjadi seorang pemain film.

"Ada apa?" Tanyanya, dia ikut-ikutan terlihat cemas saat melihatku tidak menampakkan wajah bahagia hari ini.

Mengambil sesuatu di tasku dan memperlihatkan padanya. "Aku hamil." Ucapku dan aku harus tetap berwajah sedih. Syok, itu adalah hal ku lihat saat di melihat tes kehamilanku dan memperlihat hasil postif.

"Hee? Yang benar saja, hahaha." Lihatlah, dia menjadi panik dan setelah ini aku sudah bisa menebak apa yang akan di ucapkannya. "Gugurkan kandunganmu, aku akan membayar berapa pun." Skat matt! Sudah ku duga, dia seperti pria yang sudah-sudah aku temuai. Aku hanya terdiam dan tertunduk. Ini hanya sebuah pura-pura.

"Maafkan aku, tapi aku punya seorang istri, bisakah kau membantuku?" Ucapnya seperti sangat berharap aku bisa membantunya. Tentu, akan aku lakukan.

Mengangguk perlahan, aku harus membuat seolah-olah bisa membantunya. Dia kemudian mengambil sesuatu di kopernya, buku cek dan menuliskan beberapa nominal di sana.

"Ambilah, aku rasa ini sudah cukup." Aku hanya melihat jumlah yang tertera di sana dan belum mengambilnya, dia masih memegang kertas itu.

"Apa aku bisa mendapat uang tutup mulut." Ucapku polos.

Dia sedikit mengerutkan alisnya, tapi tetap saja, dia sudah sangat ketakutan dan akan melakukan apapun untuk menyingkirkanku. Kembali dia menuliskan sebuah cek dan memberikannya untukku.

"Anggap saja ini tidak pernah terjadi dan aku harap kita tidak akan bertemu lagi." Ucapnya dan pergi meninggalkanku yang masih berwajah sedih.

Sampai langkah kaki orang itu menghilang, aku mengangkat wajahku dan tersenyum lebar. Ya ampun, banyak sekali. Dia memberiku 250 juta. Hahahahahah, rasanya aku ingin tertawa sepuasnya. Pekerjaanku minggu ini sukses.

"Dah dah, pria tak tahu diri." Ucap dalam hati dan tertawa pelan, aku harus pergi dari sini dan segera mencairkan cek ini, aku akan menyimpannya lagi di tabunganku.

Pekerjaan yang menguntungkan. Aku harus melakukan hal kotor ini, tapi demi bisa mendapatkan uang yang lebih, mangsaku benar-benar payah, mereka akan langsung percaya saat aku memperlihatkan tes kehamilan palsu, dasar bodoh, hahahah. Mana mungkin aku beneran hamil. Bahkan bersama kalian saja membuatku muak, aku hanya menginginkan uang ini.

Setelah dari bank, aku ingin berjalan-jalan santai di kota. Melihat kembali tabunganku, lumayan, aku rasa merayakannya dengan makanan yang enak-enak akan jauh lebih baik.

.

.

.

.

.

Melawatkan seminggu di rumah, kadang aku akan pergi untuk memanjakan diri di spa, aku pun butuh sedikit perawatan, setidaknya sambil mencari pekerjaan yang tetap, pekerjaan yang ku lakukan sekarang tidak akan bertahan lama, aku rasa, mungkin jika sudah dapat pekerjaan yang benar-benar baik, aku akan berhenti, bukannya hanya merasa senang, kadang pun rasa takut itu selalu hadir, bagaimana jika aku mendapat tuntutan atau apapun, berusaha menjauh dan selalu melakukannya dengan hati-hati, aku harus sering mengingatkan diriku untuk tidak berlebihan, menghela napas, aku ingin ke bar hari ini, mencari sesuatu yang bagus lagi, berharap akan mendapat yang lebih banyak, pikirku.

Kali ini aku akan mendatangi bar lain, mau di bar mana pun suasananya akan sama, apa mereka kekurangan lampu sehingga membuatnya terasa sedikit gelap? Ah sudahlah, aku tidak akan mempermasalahkannya, hanya saja aku tidak suka tempat yang remang-remang, pencahayaan yang buruk. Duduk beberapa menit di sana, aku mulai bosan, beberapa pasang mata sempat menatapku tapi mereka seperti seakan takut untuk mendekatiku, mungkin saja aku terlihat sedang menunggu seseorang.

"Jika tidak keberatan bisa aku duduk sini, beberapa tempat cukup ramai dan aku tidak suka untuk di sana." Ucap seorang pria, aku menoleh dan mendapati seorang pria dengan rambut hitamnya, mata onyxnya dan tatapannya tidak bisa ku baca, melirik ke arah meja lain, beberapa tempat sudah di duduki beberapa orang, ada tempat yang di duduki bukan dari pengunjung tapi dari para wanita-wanita penggoda dengan pakaian seksi mereka, apa pria ini cukup normal? Kenapa dia tidak ingin duduk di sana dan membiarkan para wanita itu melakukan pekerjaannya. "Apa kau sedang menunggu seseorang?" Tanyanya.

"Eh, tidak, silahkan duduk." Ucapku, aku sibuk memperhatikan ruangan dan pria ini sibuk memperhatikan kursi yang berada di hadapanku.

"Katakan jika aku mengganggu." Ucapnya.

"Tidak masalah, lagi pula tempat di hadapanku kosong." Ucapku. Kepikiran jika seorang pria yang seperti biasa akan menghampiriku, kali ini berbeda, dia terlihat memakai kemeja, mungkin saja jasnya sengaja di tinggal di kendaraannya, mungkin, kemeja putih gading dengan dasi merah maron bergaris-garis, dia pegawai atau seorang direktur, aku hanya menebak-nebak, wajahnya masih cukup muda, mungkin seumuran atau mungkin di sedikit jauh lebih tua dariku.

"Ada apa?" Tanyanya.

"Ti-tidak, maaf." Aku tidak sadar jika terus menatapnya, segera mengalihkan pandanganku, aku rasa malam ini aku tidak akan mendapatkan apa-apa, pria ini terus duduk bersamaku dan pria lain tidak berani mendekat, haa, aku sedang sial.

"Apa benar kau tidak sedang menunggu seseorang?" Tanyanya lagi, dia seperti membaca gerak-gerikku, aku ingin kau segera pindah dari situ, tapi merasa tidak enak jika mengucapkannya langsung, ini bar dan siapapun bebas duduk di mana mereka suka.

"Tidak, aku hanya sendirian dan sedang menenangkan pikiran." Ucapku, berusaha mencari alasan yang tepat. Dia hanya bergumam dan meminum minumannya.

"Kenapa kau harus mendatangi sebuah bar? Kadang jika seorang wanita menangkan pikiran, mereka akan berbelanja." Ucapnya. Yang di ucapkannya cukup lucu, aku tidak sadar terkekeh sendiri, benarkah jika wanita seperti itu mereka akan berbelanja? Mungkin tidak berlaku padaku.

"Tidak, aku tidak terlalu suka berbelanja." Ucapku.

"Oh, sebuah cafe lebih pantas untukmu." Ucapnya. Aku rasa itu sebuah singgungan keras untukku.

"Sayangnya di beberapa cafe tidak menyediakan minuman seperti ini, aku merasa sedikit tenang jika meminumnya." Ucapku, menaikkan gelasku.

Aku rasa dia pria yang baik-baik, pembicaraan semakin panjang dan aku tidak sadar jika menikmati pembicaraan ini, mungkin aku tidak sial, hanya kali ini aku di berikan teman untuk berbicara. Semudah awal pembicaraan begitu juga dengan hubunganku dengannya, kami jadi sedikit akrab, sikapnya memang terkesan cuek, tapi aku bisa nyaman dengannya, dia cukup baik untuk menawarkanku pulang, ya sebaiknya aku pulang, istirahat untuk hari ini, hari berikutnya aku mungkin bisa mencari mangsa yang lainnya lagi.

Sebuah mobil ferrari yang cukup mewah, dia orang yang kaya, hanya saja dia tidak suka penampilan yang berlebihan, pria yang menarik, mungkin aku akan sedikit bermain-main dengannya hingga dia benar-benar akan menyentuhku dan memberi apa yang ku inginkan, jika hal itu tidak terjadi, aku harus segera menghindarinya, aku tidak sedang ingin memiliki hubungan khusus dengan pria mana pun.

Mobilnya menepih, aku pamit padanya dan berterima kasih sudah mengantarku pulang, dia tersenyum tipis dan melambaikan tangan, ucapannya sebelum menghilang dari jalan, dia ingin kita bertemu lagi, tapi bukan di bar, mungkin di sebuah cafe seperti yang di ucapkannya, aku wanita yang lebih cocok berada di cafe bukan di bar, dia hanya melihat penampilan luarku, aku harap dia tidak kecewa dengan siapa diriku sebenarnya.

.

.

.

.

.

Memilih beberapa pakaian di lemari, menetapkan pilihanku pada kemeja longgar dan jins, berpakaian lebih santai, aku harus bekerja lagi hari ini, uang di tabunganku tidak akan bertambah dengan sendiri, oh iya, aku melupakan sesuatu, kami berbicara cukup lama dan lupa berkenalan, hahahah ini lucu sekali, sudah merasa akrab dan aku tidak tahu namanya, mungkin jika bertemu lagi aku bisa berkenalan ulang dengannya.

Masih mendatangi bar yang sama, suasana yang sama, aroma yang sama, memilih duduk di tempat yang berada di sudut ruangan, aku ingin menenangkan pikiran sejenak sebelum bisa melakukan pekerjaan kotor ini.

"Halo nona, bisa duduk sini?" Ucap seorang pria, kali ini pria yang lebih tua, syukurlah, bukan pria seperti yang beberapa hari lalu, aku tidak ingin bertemu dengannya lagi di bar ini,

"Silahkan." Ucapku, sedikit menunduk malu, hanya pura-pura.

"Sedang menunggu seseorang?" Tanyanya, serasa pertanyaan familiar, ya semua orang akan bertanya seperti itu jika melihatmu hanya duduk sendirian di sebuah bar.

"Tidak, aku hanya sendirian." Ucapku.

Masih menunduk malu dan sedikit ragu, aku memperlihatkan sikap seperti itu. Pria di hadapanku terdiam, meliriknya, dia menatapku, tatapan yang sudah-sudah untukku, dia mencoba menarik perhatianku.

"Apa dia mengganggmu?" Ucap seseorang, tunggu, suara ini, aku menoleh dan mendapati pria dingin itu lagi, ya ampun, kenapa di saat seperti ini dia datang, ini buruk.

"Aku pikir kau tidak sedang menunggu seseorang, baiklah, maaf sudah menempati tempat ini." Ucap pria incaranku dan dia bergegas pergi. yaa... mangsaku pergi begitu saja, ini semua gara-gara pria ini, untuk apa dia menghampiriku lagi, kali ini tidak ada kursi yang penuh, dia bisa duduk di mana saja.

"Apa kau sering ke sini?" Ucapnya dan duduk di tempat seharusnya dia tidak perlu duduk di sana. Ini sungguh menyebalkan.

"Begitulah." Ucapku, aku harus tenang, dia tidak ada menyadari apapun.

"Hari ini menenangkan pikiran lagi?" Tanyanya.

"Mungkin." Ucapku singkat, sejujurnya aku sedang jenuh, aku tidak bisa bekerja jika dia terus-terusan berada di kursi itu, apa aku sial lagi, mungkin sebaiknya aku mendatangi bar yang lain, ya besok aku harus ke tempat lain, ada banyak bar yang bisa aku datangi, dia tidak mungkin berada di semua bar bukan?

"Sepertinya aku yang terlihat mengganggu di sini." Ucapnya, apa dia tengah membaca pikiranku? aku sudah berusaha tenang,

"Hahaha, apa yang kau ucapkan, oh iya, aku melupakan sesuatu." Ucapku, mengalihkan suasana yang sedikit tidak nyaman ini.

"Apa?" Ucapnya

"Sakura, Haruno Sakura, kita belum sempat berkenalan." Ucapku dan mengulurkan tanganku padanya.

"Aku tidak sadar jika kita belum kenalan, Sasuke, Uchiha Sasuke." Ucapnya dan menjabat tanganku singkat.

Uchiha Sasuke? nama yang bagus, marga Uchiha tidak terdengar asing, aku rasa ada sebuah perusahaan besar dengan nama yang sama. Dia bukan orang yang biasa. Apa aku bisa mendekatinya juga? Membuatnya terjebak dan uang akan datang padaku. Jika dia pria yang bodoh, itu akan mudah, bagaimana jika dia tidak seperti mereka? aku akan kena masalah besar.

"Sebaiknya kau pulang, istrimu mungkin sudah menunggumu." Ucapku, sedikit mengorek informasi darinya, lagi pula dia sudah cukup matang untuk menjadi seorang suami. Dia belum merespon ucapanku, hanya punggung tangannya naik dan menutup mulunya, aku rasa dia tengah tertawa dan menahannya. "Ada apa?" Tanyaku. Aku sudah penasaran dengan jawabannya.

"Baiklah, aku akan mengulangnya lagi, Namaku Uchiha Sasuke dan masih lajang." Ucapnya. Aku pura-pura terkejut, dia tidak memiliki istri dan akan sedikit rumit, biasanya mereka akan menjadikan keluarga sebagai alasan.

.

.

Seperti beberapa hari yang lalu, kami bertemu dan kembali berbicara, dia sedikit tertutup, bahkan tidak menyombongkan apa-apa yang sudah di milikinya, pria-pria yang ku temui senang membicarakan apa yang mereka punya, perusahaan besar, pulau pribadi, rumah mewah, dan lainnya, membosankan, dia sedikit berbeda, tidak Sakura, aku tidak akan lengah hanya untuknya.

Kembali menawarkan pulang, dia melakukannya, lagi. Aku kadang sulit menolak permintaan orang, hari yang melelahkan dan sial, tabunganku tidak akan terisi jika dia terus berada di sampingku, dia membuatku rugi. Suasana jalanan sedikit ramai, membuatku mengantuk, aku ingin tidur, timbul idel nakal padaku, apa dia akan mengambil kesempatan ini, membiarkan diriku tertidur, aku hanya pura-pura saja, pria normal mana pun memiliki keinginan untuk menyentuh wanita, apa dia akan terjerat? Kita lihat saja nanti.

"Sakura, Sakura." Seseorang memanggilku, membuka mataku perlahan, oh tidak, aku tertidur. "Kita sudah sampai." Ucapnya, Sasuke membangunkanku, meregangkan ototku, aku rasa tidak terjadi apa-apa, dia pria yang benar-benar baik, rencanaku gagal, pamit padanya dan mobil itu sudah menghilang di persimpangan jalan.

Sialnyaaa...! besok harus ke bar lain, sial-sial.

.

.

.

.

.

Bar yang cukup jauh, berharap tidak akan bertemu dengannya lagi. Dia hanya membawa sial untukku. Pria menyebalkan.

"Permisi nona, minuman untuk anda." Ucap seorang pelayan dan menaruh segelas minuman di mejaku.

"Tunggu, aku tidak pesan ini." Ucapku, gelasku belum kosong dan sudah ada minuman baru.

"Seseorang memintaku untuk memberikannya pada anda." Ucap Pelayan itu dan menunjuk seseorang yang tengah duduk di bartender, aku tidak bisa melihat wajahnya, dia menghadap ke arah rak-rak yang di penuhi botol minuman, hanya ada rambut merah terang yang terlihat di sana, pria yang masih muda, mungkin saja.

"Oh baiklah, sampaikan terima kasihku pada orang itu." Ucapku. pelayan itu pamit ramah dan aku mencoba meminum minuman yang di bawakannya, ini enak.

Penasaran dengan pria yang mentarktirku, dia masih tidak berbalik, dia hanya duduk di sana dan sibuk berbicara dengan bartender, menyebalkan, kenapa tidak datang saja langsung ke arahku, aku butuh uang dan tidak perlu minuman mahal ini.

Meskipun tidak bersama pria yang bernama Sasuke itu, aku masih sial hari ini, apa sialnya itu menempel padaku, hari ini pun tidak terjadi apa-apa, pria yang memberiku minuman tidak mendatangiku dan dia pulang begitu saja, wajahnya masih sulit untuk ku lihat. Baru menoleh sedikit saja dia sudah beranjak ke arah pintu keluar.

.

.

TBC

.

.


ini cuma fic pengalihan jenuh, hahahahahah. maaf untuk yang sedang nunggu fic author yang judulnya 'Mafia' masih sedang progres tapi lagi buntu untuk di selesaikan di chapter sekarang lebih tepatnya lagi bingung bagaimana mau di lanjutkan, hahahahaha, tapi tenang aja, ndak bakalan ada fic hiatus, author selalu menamatkan setiap fic yang sudah author kerjakan, resiko, siapa suruh membuat fic dengan alur yang rumit *mojok*

semoga fic ini juga bagus. tolong peringatannya di baca baik-baik. author tidak menanggung apapun. sejujurnya author kurang pandai kalau buat fic berbau lemon. =_= jadi terkesan kaku, pastinya. tapi masa bodoh, intinya di sini adalah alurnya.

fic ini hanya ada 3 chapter dan akan segera tamat, seharusnya update malam yaa, hahahahahahahha, ya sudah,

see next chapter. ...

-Sasuke Fans-