LANDSCAPIA

(The Two Of Highness)

.

Park Chanyeol

Byun Baekhyun

And OCs

.

ChanBaek (GS)

Drama, Fantasy, Romance

.

.

Warn: This story is definitely pure mine. Recommendations for anyone who want to read. If you don't like fantasy story, you better close your page early!

.


Happy Reading!


.

Chapter 1 : The Mortal Limit Line

.

Denting piano memecah keheningan pada ruang besar bernuansa kelam dan pekat. Dinding yang berhias batu kelabu menjulang menopang langit-langit yang tinggi nan kokoh seolah mencibir si penghuni yang terduduk lesu seraya menekan satu persatu tuts dengan putus asa.

Bukan sejenis nyanyian mendayu di rumah-rumah persembahyangan yang kerap ia jumpai di dunia lain, melainkan sebuah rangkaian harmoni bernada rumit yang akan membuat siapapun yang mendengarnya berasumsi bahwa sang pianis sedang tidak dalam suasana hati yang bagus.

Park Chanyeol. Ia bisa saja melanjutkan permainannya dengan menggila dan menganggap seolah takkan ada hari esok jika saja iris kelabu itu tidak menangkap refleksi dirinya pada badan piano yang mengilat.

Oh ralat, itu bukan refleksi dirinya.

Bukan dirinya.

Namun, bukan pula orang lain.

Well. Itu dirinya.

Chanyeol menekan sembarang tuts yang sontak menciptakan nada sumbang kentara ketika perbendaharaan kata sudah menyerah mendeskripsikan sosok di dalam refleksi yang saat ini tengah memamerkan senyum miring kearahnya.

Jelas, dia mencemooh Chanyeol secara terang-terangan.

Senyum yang Chanyeol benci itu kian kentara, seolah tengah memberitahu bahwa sosoknya akan memaksa untuk bangun dan bereksistensi.

"Dalam mimpimu, brengsek!" Chanyeol bangkit, sorot matanya tampak setajam belati. Tangannya terkepal erat dan dalam sekejap piano yang sedari tadi ia cumbu hancur berkeping-keping.

Sebuah tindakan yang selalu berakhir dengan sia-sia, karena meskipun refleksi itu telah hancur tak tersisa namun sosoknya tetaplah ada, dia tinggal di dalam diri Park Chanyeol. Chanyeol tahu sosok itu mulai berulah dan tengah mencoba merusak pertahanan dirinya, maka ketika darahnya mulai terasa mendidih, Chanyeol terhuyung jatuh keatas pualam yang dingin. Pria itu menekan pelipisnya dengan telapak tangan saat denyut luar biasa menyengati seisi kepalanya.

"Berhenti mengacau, sialan!" Chanyeol memaki pada keheningan.

Wajah rupawan terlampau sempurna itu kian memerah sementara peluh mulai berlomba-lomba menelusuri rahang tajamnya.

Pria itu mencoba untuk kembali bangkit dengan segenap kekuatan, sementara tubuhnya mulai dikuasai sosok asing dan kesadarannya kian terenggut. Kakinya menapak dengan langkah berat dan tertahan, ia memegangi lehernya seperti tercekik hebat. Hingga di sisa-sisa kesadaran, tubuhnya menerobos jendela raksasa dari puncak kastil yang menjulang tinggi.

Chanyeol melayang di ketinggian dan tubuhnya terombang-ambing di udara. Sempat terbesit dalam benaknya untuk menyerah dan membiarkan sosok itu bereksistensi, namun hal itu dengan cepat disesalinya.

Chanyeol menggeram tertahan merasakan sakit luar biasa di punggungnya, seperti sebuah peringatan bahwa sayap hitam compang-camping yang masih setengah sempurna itu akan seutuhnya mengemuka, dan terang saja pemiliknya sudah semakin mendominasi tubuh Chanyeol. Merasa perlawanannya sia-sia, pria itu mencoba merangkai konsentrasi dengan menutup mata, dan sepersekian detik setelah masuk pada titik fokus, langit yang semula tenang telah berganti cakrawala yang diselimuti awan hitam pekat lengkap dangan gemuruh petir yang menggempita, seperti sebuah sorak sorai penyambutan atas sosoknya yang telah berhasil melintas ke sebuah dunia yang terhalang batas fana dan ia ketahui dihuni oleh makhluk bernama manusia.

Sebuah dunia yang jelas berbeda dengan dunianya. Yang kerap dijadikannya sebagai tempat pelarian ketika sosok pengacau mulai menguasai tubuhnya.

Di ambang kesadarannya, pria itu masih bisa merasakan tubuhnya terombang-ambing tak berdaya di udara sebelum akhirnya terpental kuat keatas permukaan tanah yang ditumbuhi rumput basah di pedalaman sebuah hutan, dan bunyi debuman keras pun tak terelakkan.

Tubuh berhiaskan sayap hitam yang sudah nyaris sempurna itu tertelungkup, tangan yang semula terkepal kuat itu mulai mengendur, kelopak mata yang terpejam erat pun berubah menjadi tenang dan perlahan terbuka.

Sosok dengan wajah yang sama sekali tak berbeda dengan sebelumnya itu mulai bangkit, ia merenggangkan tubuhnya seolah baru saja terbangun dari tidur panjang. Iris yang semula kelabu dan telah terganti oleh sepasang iris berwarna sehijau telaga itu mengamati sekeliling, posisinya berada di sebuah padang rumput kecil yang dikelilingi pohon-pohon besar yang tumbuh merapat. Lantas ia berdecak.

"Si keparat itu masih sempat-sempatnya menyeretku kesini." Tukasnya dengan jengah sembari mengangkat satu tangan dan secara ajaib membuat rombongan burung yang tengah sibuk mengudara di atas langit pekat –yang mungkin tengah mencari tempat berlindung karena cuaca yang mendadak buruk— kompak berjatuhan sebelum kemudian mereka semua terbakar dan berubah menjadi abu dalam sekejap, terlihat mengenaskan. "Itulah akibatnya jika kalian berisik dan tidak sopan karena terbang di atas kepalaku." Pria itu mengumpat. Bagaimana tidak? Karena seingatnya semut saja tidak akan berani menampakkan diri di hutan tersebut jika sosoknya tengah berada di sana.

Pria itu menajamkan setiap indera ke segala arah. Dari semua, indera penciumannya yang kini bekerja paling agresif. Lalu terulas senyum licik saat ia menyadari bau apa yang menyapa hidung mancungnya. "Ada untungnya kau menyeretku ke sini, Park Chanyeol." Tukasnya pada kesunyian. "Ahh, baunya membuatku terangsang." Lanjutnya dengan helaan napas panjang seolah tengah membayangkan santapan yang menggugah selera.

Manik beririskan hijau itu menelisik penampilan, ia mengernyit tidak suka saat mendapati dirinya yang hanya mengenakan celana hitam panjang dilengkapi sisa-sisa pakaian yang compang-camping seperti gelandangan.

Well, untuk yang satu itu ia tidak menyalahkan Chanyeol. Karena jelas sayapnya yang membuat pakaian pria itu berubah menyerupai tunawisma.

"Keparat itu, sudah berapa lama dia menahan ereksinya?" Ia bergumam ketika merasakan nyeri saat kejantanannya kian merenggang, bau tubuh seorang wanita yang sedari menyapa indera penciumannya begitu membuai dan membuat gairahnya tersulut.

.

.


Landscapia

(The Two Of Highness)


.

.

"Jika takdir harus menghadapkanmu pada dua pilihan, apa yang akan kau lakukan?"

"Aku tidak akan melakukan apapun." Sahut gadis berusia enam tahun dengan mantap tanpa berniat menimang sedikitpun keputusannya.

"Dan kenapa seperti itu?"

"Karena pilihan menciptakan dua hal, baik dan buruk. Sulit untuk membedakan keduanya."

Terpancar sorot lembut dari wanita yang masih setia mengelus surai gadis kecil itu dengan penuh kasih sayang. "Apa yang ada di dunia ini memang tidak seragam. Namun pilihan tidak selalu tentang baik dan buruk. Terkadang itu tentang menentukan sesuatu yang tentu akan bedampak besar bagi diri kita di masa yang akan datang." Tukasnya kemudian. Gerak dan geriknya begitu anggun, keindahan yang terpancar dari cahaya berkilauan yang membalut seluruh tubuh wanita dewasa itu membuat si gadis kecil tak berhenti mengerjap kagum.

Gadis itu menekuk dahi, raut muka yang jelas menegaskan bahwa ia tidak mengerti.

"Nah, untuk saat ini kau memang tidak akan mengerti. Tapi ketika pilihan itu ada di depan matamu, maka pastikan untuk tidak keliru." Jemari cantiknya masih mengelus surai si gadis kecil. "Sayang, tidak ada yang benar-benar hitam dan tidak ada yang seputih salju. Bahkan yang terjahat sekalipun pasti memiliki sisi putih dalam dirinya, dan hanya karena sesuatu terlihat begitu putih belum tentu ia tidak mendatangkan bahaya."

"Kau membuatnya terdengar semakin sulit."

"Karena kesulitan selalu berpihak pada malapetaka, maka dari itu memilikinya. Sesuatu yang tercipta dari kepercayaan akan selalu melindungimu. Pastikan kau menjaganya dengan baik, sampai aku mengambilnya kembali."

Dan dengan seulas senyum sosok wanita dengan wujud terlampau sempurna itu melebur bersama cahaya sebelum akhirnya menyisakan hampa yang melekat di udara.

.

.

Dalam satu helaan napas tercekat, Baekhyun terbangun dengan paksa. Mimpinya sederhana, namun selalu berhasil menariknya keluar dari alam bawah sadar. Wanita itu bangkit dan duduk di atas ranjang seraya mengusap titik peluh yang membasahi wajahnya dengan kedua tangan.

Ia nyaris melompat dari ranjang empuknya saat pintu kamar didorong paksa oleh seseorang.

"Oh, well.." Luna yang masih setia memegang knop pintu melempar ringisan samar, sebentuk ekspresi yang menunjukan bahwa ia sedikit merasa bersalah karena untuk ke sekian kalinya lupa bagaimana caranya mengetuk pintu dan berakhir dengan membuat wajah Baekhyun pucat pasi karena terkejut.

Mata Baekhyun terpejam beberapa detik untuk mengatur helaan napas yang sedari tadi menderu.

"You had a bad dream, aren't you?" Luna yang telah duduk pada pinggiran ranjang mengulurkan tangannya lalu menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Baekhyun.

"Nope." Sahut Baekhyun singkat. Lalu ia mendesah kalah ketika Luna melempar ekspresi seolah meminta penjelasan lebih. "Today is my birthday. Mimpi yang sama setiap usiaku bertambah." Sahut Baekhyun dengan tenang.

"Oh really? What was that dream about?" Luna bertanya dengan wajah penuh tanda tanya.

Baekhyun mengangguk. "There was a beautiful woman. She looks so perfect, so stunning like an angel with the sparkles in her body." Baekhyun melipat dahi, sedikit kesulitan mendeskripsikan sosok wanita yang terlampau sempurna tersebut, meskipun terulas segaris senyum di bibirnya saat ini. Masih ia ingat dengan jelas wanita dengan tutur kata selembut sutra yang kerap hadir di mimpinya selama belasan tahun ke belakang. "Dia melontarkan kalimat yang hingga saat ini tidak bisa ku mengerti."

Luna membuang napas pelan lalu mengelus bahu temannya. "Okay, lebih baik kau tidak memikirkannya lebih jauh, itu hanya mimpi."

"But, I did." Baekhyun menyela. "Aku hanya tidak pernah mengerti dengan semua ucapannya." Lalu memberi jeda. "Apa sebenarnya arti di balik mimpiku itu, Luna?" Pandangannya beralih kepada Luna. "Sounds like an extremely weird thing, I know it right. But she was—

Luna mengangkat kedua tangan dengan gestur menyerupai seorang tahanan. "Oh! Ini karena mom Marie terlalu memanjakanmu dengan dongeng-dongeng takhayul sebelum tidur sewaktu kecil, dan lihat sekarang? Kau masih saja seperti gadis lima tahun dengan sejuta imajinasi hanya karena wanita yang aku sangat yakin kau menganggapnya seorang bidadari dari dunia antah berantah hadir dalam mimpimu." Luna menyela dengan cepat seraya menatap skeptis.

Baekhyun menunduk sejenak, mencerna semua kata yang terlontar dari mulut Luna dengan sangat baik. "Luna, mimpi bukan sekedar bunga tidur. Bisa jadi itu sebuah pertanda. Baik atau pun buruk, kita tidak pernah tahu."

"Oh bagus, kau mulai lagi dengan kalimat-kalimat anehmu itu. Lebih baik kita berhenti membahas mimpi, jangan membuat kabar gembira yang aku bawa menjadi percuma." Luna mengalihkan pembicaraan ketika sadar bahwa yang tengah dihadapinya saat ini ialah Byun Baekhyun.

Seorang wanita kerasa kepala yang tetap akan setia pada pendapatnya. Sederhananya, Luna tidak akan mengalah untuk hal lain akan tetapi beradu argumen dengan Byun Baekhyun adalah hal yang paling ia hindari, karena sudah pasti ia akan kalah telak.

Byun Baekhyun menguasai seluruh perbendaharaan kata untuk membuat opininya terdengar masuk akal.

Baekhyun menaikkan kedua alis. "Dan apa kabar gembira yang kau maksud itu?"

Luna tersenyum lebar. "Kau tahu Kris Wu si pecinta dan kolektor berbagai lukisan karya seniman ternama di seluruh dunia itu?"

"Yeah, I'm a big fan of him." Sahut Baekhyun masih mempertahankan ketenangannya.

"Dia sedang mencari pencari pelukis-pelukis berbakat dengan maksud menjadikan lukisan mereka sebagai salah satu dari koleksi yang akan ia pamerkan di National Gallery Of Art!" Luna memegang kedua bahu Baekhyun. "Ini adalah kesempatanmu, B"

Baekhyun tampak berpikir. "Luna, aku tidak seberbakat itu. Skill yang kupunya belum sejajar dengan seniman –seniman dari lukisan yang dimiliki Kris Wu." Ia menukas lesu dan enggan menciptakan ekspektasi berlebih.

"Stop underestimating yourself!" Luna menegaskan. "You never change your life until you step out of your comfort zone."

Baekhyun menghembuskan napasnya, terdengar gusar.

"Kau sudah hidup dengan kanvas dan kuas sejak kecil, jangan takut untuk melangkah lebih jauh hanya karena segelintir orang mencibir karyamu." Luna memberi jeda untuk sekedar membuat Baekhyun mencerna ucapannya dengan baik. "Siapa tahu Kris Wu terpukau dengan lukisanmu? karena Demi Tuhan, Byun Baekhyun! Ini National Gallery Of Art. Maksudku jika kau lolos dan diperkenankan untuk datang kita bisa sekalian pulang, aku merindukan Mom Marie, aku merindukan masakannya." Luna memberi jeda untuk sekedar menghirup napas panjang. "And you know what, B? I missed Washington so damn much!"

Baekhyun menggigit bibirnya, pertanda bahwa ia tengah menimang saran Luna yang memang terdengar cukup bagus.

.

.

.

"Kau yakin akan pergi kesana?" Luna masih menahan pintu mobil sekuat tenaga seolah tidak rela mendapati fakta bahwa Baekhyun akan pergi ke hutan yang dijauhi oleh manusia akibat beberapa cerita mitos yang menyebar di kalangan masyarakat Korea.

"Ya, Luna. Dan aku enggan untuk mengulang jawabanku." Baekhyun berucap jengah kepada Luna, bagaimana tidak? Seingatnya beberapa jam yang lalu temannya itu memberikan petuah panjang lebar tentang bagaimana menuju hidup yang lebih hakiki dengan cara melangkah, menapaki tangga kehidupan tanpa gentar.

"Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu? Bagaimana jika ada harimau yang menerkam atau kingkong atau—

"Luna!" Kesabaran Baekhyun menipis. "Aku bisa menjaga diri. Lagipula aku kesana untuk melukis, ingat? Hutan itu memiliki berbagai spot bagus, percayalah di sana tidak akan ada apapun yang membahayakanku!"

"Tapi hutan itu jelas sudah ditutup dan tidak boleh ada yang kesana. Itu tandanya di sana memang berbahaya." Salahkah Luna jika sekarang ia merasa menyesal karena telah membiarkan sisi bijaknya mengemuka dengan memberikan Baekhyun sederetan kalimat ala motivator? Karena jika ia tahu temannya itu akan memilih hutan terlarang sebagai spot untuk menciptkan sebuah karya seni, Luna bahkan akan berpikir dua kali sebelum memberitahu Baekhyun tentang berita terbaru dari Kris Wu.

"Mereka hanya orang-orang payah dan penakut." Dan Baekhyun mengumpat kesal seraya menutup pintu mobilnya.

"Baiklah, tapi pastikan kau pulang cepat dan selamat. "Dan Luna mengalah sebelum membiarkan Baekhyun menutup kaca mobil.

Yeah. Karena Byun Baekhyun memang terlahir sekeras kepala itu. Okay?

.

.

.

Sementara jam demi jam berlalu, dan matahari tengah menduduki puncaknya, Baekhyun telah lama meninggalkan kawasan ramai dan membawa kendaraanya pada sebuah jalan berliku di kaki bukit rendah dengan atmosfer serupa pemakaman.

Sunyi.

Baekhyun membagi fokus pada pohon-pohon besar yang bersejajar menyeramkan di sepanjang jalan seperti sekumpulan pasukan prajurit yang akan maju ke medan perang.

Wanita itu masih berkendara dengan tenang hingga beberapa saat kemudian ia telah sampai di perbatasan jalur aman. Baekhyun menepikan mobil, dari dalam sana wanita itu mengamati pagar tinggi dihiasi kawat rumit yang menjadi pembatas akses menuju hutan yang kerap membuat bulu kuduk masyarakat sekitar berdiri jika mendengar tentang mitosnya.

Dan sayangnya hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap Baekhyun, ia tidak sepenakut itu.

Wanitu itu melepas seat belt dan membalik setengah badan hanya untuk meraih kanvas beserta easel berukuran sedang dan sebuah tas berisi alat-alat untuk melukis. Setelahnya ia keluar dari mobil, dan menginjakkan kakinya pada rumput-rumput yang hendak membentuk sebuah semak, lalu berjalan mendekati pagar tinggi berhiaskan papan besar berlumut dan bertuliskan sederetan kalimat peringatan.

Baekhyun berkacak pinggang, tengah menimang opsi tentang cara yang tepat agar ia bisa melewati pagar pembatas tersebut. Wanita itu masih memutar otak untuk menemukan cara ketika ekor matanya menangkap sesuatu yang nyaris membuat wanita itu melompat terkejut. Bukan takut, itu karena pada mulanya Baekhyun sama sekali tidak menyadari kehadiran sosok itu. Sebenarnya Baekhyun bisa saja tidak peduli dan mengacuhkannya, karena berurusan dengan makhluk selain manusia adalah hal yang merepotkan. Namun wanita itu justru melangkah mendekati sosok yang tengah duduk sembari memeluk kedua kakinya serta bersandar pada pagar pembatas.

Baekhyun berjongkok dan menumpukan kedua lengan di atas lutut, lalu mengamati objek di depannya dengan seksama tanpa rasa takut. Dia adalah sosok pemuda berseragam sekolah, tanpa mengenakan alas kaki, rambutnya sedikit berantakan, wajahnya yang muram tampak sepucat abu, dan matanya menatap lurus ke depan, terlihat begitu sendu. "Apa yang kau lakukan di sini?" Tanyanya dengan nada manis seolah tengah bertanya kepada seorang bocah berusia lima tahun, padahal jelas-jelas sosok itu bukanlah sebangsanya.

Pemuda itu menoleh kearah Baekhyun dan sorot matanya semakin jelas menampakkan kesedihan yang mendalam. "Noona.. Noona bisa melihatku?" Tanyanya dengan suara lesu.

Baekhyun menggaruk tengkuknya tak gatal, bola matanya bermain arah, namun terlepas dari sedikit rasa gugup yang menyeruak akibat bercakap dengan seorang hantu, wanita itu kemudian mengangguk terbata.

Pemuda ikut mengangguk pelan, dan hanya sekedar itu. Tidak ada lagi kata yang keluar dari bibir pucatnya, dan justru kembali memusatkan atensi kosongnya jauh ke depan.

Baekhyun menaikkan sebelah alis. Ini bukan pertama kalinya ia melihat, bertemu, atau bercakap dengan makhluk yang eksistensinya sulit dijelaskan oleh sains tersebut. Hantu adalah sosok yang kerap Baekhyun jumpai sejak wanita itu berusia enam tahun. Dan semenjak itu ada banyak jenis hantu yang menyapa indera penglihatannya.

Tidak ada yang tahu bahwa Baekhyun memiliki kemampuan tersebut, bahkan Luna akan seirng dibuat bingung jika mendapati dirinya tengah bercakap seorang diri di balkon kamar.

Well, Baekhyun hanyalah satu dari beberapa orang yang memiliki sedikit keistimewaan untuk mengintip dunia tak kasat mata.

Jika Baekhyun boleh menebak, hantu pemuda yang saat ini berada di hadapannya telah lama menjadi jiwa yang tersesat dan terlunta-lunta di dunia tanpa tahu bagaimana caranya pergi keatas. Mungkin ada banyak sebab, dan bisa saja pemuda itu masih memiliki urusan di dunia ini yang belum ia selesaikan, terlihat dari bagaimana sorot mata yang serupa rongga itu menyimpan ragam persoalan.

Namun anehnya, tidak seperti kebanyakan hantu yang akan berseru heboh dan memohon ini itu kepada Baekhyun. Pemuda itu justru hanya diam seolah keberadaan Baekhyun yang mampu melihat wujudnya tidak terlalu berpengaruh.

"Jeon.. Jungkook?" Baekhyun membaca setiap huruf yang terbordir pada salah satu atribut sekolah yang tersemat di seragam pemuda itu. Wanita itu kembali menengadah dan menatap pemuda hantu yang ia tebak semasa hidupnya diidolakan banyak gadis karena ketampanannya. "Namamu Jeon Jungkook?"

Jungkook mengangguk ragu.

Baekhyun mendesah pelan, bagaimana bisa ia bertanya seperti itu ketika ia tahu bahwa jiwa-jiwa yang tersesat dan terlunta terlalu lama di dunia akan kehilangan ingatannya semasa hidup.

Memilih untuk tidak terlibat lebih jauh dalam urusan perhantuan, Baekhyun lantas beranjak dan membiarkan Jungkook dengan dunianya.

Pemuda itu mengikuti arah pandang kemana Baekhyun berjalan, lalu ada sedikit rasa tak nyaman saat melihat Baekhyun memanjat pagar pembatas dan sebelum kemudian berhasil berada di seberang sana dan mulai melangkah menuju bibir hutan. "Kau seharusnya tidak kesana, Noona." Gumam pemuda itu pelan.

Baekhyun melangkah dengan yakin pada jalan setapak yang bermula dari bibir hutan. Ia disambut oleh pohon-pohon raksasa dengan daun rindang yang menghalau sinar matahari untuk masuk. Satu hal menjadi masuk akal mengapa hutan yang dulu dijadikan sebagai hutan wisata karena terkenal dengan pesona alamnya yang indah itu kini harus berakhir menjadi hutan gelap, lembab, dan sunyi akibat cerita menyeramkan yang tentu membangkitkan berjuta persepsi tentang bahaya apa yang tengah menanti siapapun yang memasukinya. Citra hutan terlarang sudah terlanjur tak terelakkan.

Langkahnya beriring disertai kicauan burung dari kejauhan, gemerisik ranting yang digesek oleh semilir angin, dan bias-bias indah di tiap sela-sela dedaunan.

Entah siapa yang memulai berasumsi bahwa hutan seindah ini menyimpan banyak bahaya.

Bau lumut basah dan lembab masih menguar di udara ketika kaki mungil itu melintasi akar-akar pohon yang mungkin berusia ratusan tahun. Tak lama setelahnya ia disambut oleh sebuah lahan luas yang ditumbuhi rumput liar setinggi lutut, tepat di sampingnya ada sebuah danau hijau terhampar luas. Baekhyun mengerjap kagum pada pemandangan yang tersaji di depan matanya, wanita itu mulai mencari tempat yang pas untuk mulai menjabarkan keindahan itu lewat goresan cat di atas kanvas putih.

Easel dan kanvas sudah diatur sedemikian rupa, wanita itu nyaris menjatuhkan palet dan kuas yang ia pegang ketika suara petir yang menggelegar menyapa kedua telinganya. Ia mendongak dan menatap langit yang secara tiba-tiba dihiasi oleh gumpalan awan hitam dan kilatan petir.

Baekhyun menutup kedua telinga untuk menghalau suara gemuruh petir yang memekakkan indera pendengarannya tersebut, sedang netranya menangkap sesuatu yang aneh di balik kilat yang menyambar jauh di seberang danau sana. Wanita itu memicingkan mata sejenak hingga kemudian korneanya melebar saat melihat tubuh seseorang melayang-layang di udara dengan gerakan menyerupai slow motion.

Baekhyun menajamkan kembali atensinya, berharap apa yang ia lihat salah. Namun ketika ia menyadari sosok yang jelas bukan manusia itu nyata, sesuatu mendorongnya untuk menggoreskan cat pada permukaan kanvas sambil sesekali membagi fokusnya pada angkasa.

"Ahh tidak, tidak. Jangan jatuh dulu!" Baekhyun berseru cemas saat objek yang melayang indah dan terlihat serupa karya seni itu semakin tertarik oleh gravitasi sebelum akhirnya sosok manusia bersayap aneh itu tertelan oleh puluhan pohon rimbun di seberang sana.

Saliva Baekhyun tertahan di kerongkongan, wanita itu menghirup oksigen dengan rakus saat debum getar samar menyerupai gempa dirasakan oleh tubuhnya sesaat setelah makhluk asing itu jatuh. Lalu ia meneliti goresan cat di atas kanvas, lukisannya setengah jadi. Namun ia memejamkan mata, mencoba mengingat kembali makhluk yang ia lihat sebelumnya. Lalu dengan kemampuan mengingat seadanya Baekhyun kembali menggoreskan kuasnya kembali di atas kanvas.

Dan ketika menit kelima berlalu, lukisan Baekhyun telah sempurna.

Wanita itu masih bungkam seribu Bahasa, diamatinya sosok yang berada dalam lukisannya dengan seksama.

Jelas dia bukan manusia.

"Dia juga bukan burung raksasa. Lalu apa?" Baekhyun bergumam resah. Ia tidak pernah segugup ini saat netranya menangkap sosok selain manusia. Jantungnya berpacu menggila seiring dengan rasa penasaran yang membuncah, diliriknya seberang danau tanpa berkedip.

Okay, ia telah memutuskan untuk mencaritahu makhluk apa itu?

Wanita itu membenahi peralatannya, lalu mulai meninggalkan area danau dan kembali berjalan di bawah rimbunnya pohon di dalam hutan. Langkahnya tampak terburu-buru namun penuh keyakinan tanpa sedikitpun rasa takut.

Well, jika hantu-hantu dengan berbagai jenis rupa mulai dari yang seram hingga paling menyeramkan saja sudah sering ia lihat dengan keberanian, apalagi hanya seekor burung raksasa?

"Tidak, Baekhyun. Itu bukan burung, maka dari itu percepat langkahmu dan cari tahu makhluk apa itu sebenarnya!" Baekhyun menggerutu pada dirinya sendiri hingga langkahnya mengendur, gemercik air jernih yang tak ia sadari mengalir di bawah kakinya membuat wanita itu sepenuhnya menghentikan langkah.

Lalu ketika indera pendengarannya menajam, ia dapat mendengar berjuta partikel air yang jatuh bersamaan. Baekhyun menutup mulut sementara matanya memacarkan binar berlebih.

Oh, ia begitu menyukai air terjun. Begitu menggilainya hingga membuatnya melupakan keberadaan sosok lain di hutan itu. Dengan langkah riang serupa bocah kecil, wanita itu berjalan menuju sumber suara dan setelah puluhan langkah yang ditempuh, tepat di hadapannya sebuah air terjun yang tidak terlalu menjulang tercipta dengan begitu indah. Baekhyun berpijak pada batu-batu sebagai akses untuk ia berjalan di tepian sungai.

Wanita itu berjingkrang riang mendapati air yang begitu jernih di tengah-tengah bebatuan besar. Ikan-ikan mungil yang berkerumun di beberapa titik seolah menggodanya untuk ikut berenang bersama.

Oh, Baekhyun tidak akan melakukannya.

Tapi ikan-ikan itu semakin gencar menggodanya dengan mengibaskan ekor-ekor lucu mereka.

Baekhyun menggigit bibir, lalu melirik ke segala arah. "Baik, tidak ada siapapun di sini."

Ia salah.

Lalu dengan keyakinan mantap Baekhyun menapaki sebuah batu besar dan menaruh barang bawaannya di sana. Sekali lagi, Baekhyun mengamati keadaan sekitar, namun mendesah lega saat hanya mendapati dirinya.

Wanita itu mulai meloloskan kain yang melekat di tubuhnya satu persatu.

Sementara sosok bermata hijau itu masih memperhatikan sambil sesekali menjilat bibit bawahnya.

Hawa sejuk secara langsung menyapa pori-pori Baekhyun, ia sudah sepenuhnya tanpa busana ketika turun dari atas batu.

Wanita itu terpekik senang ketika mata kakinya tergenang oleh air lalu mulai begerak lebih jauh. Kini seluruh tubuhnya sudah terendam oleh jernihnya air. Baekhyun menenggelamkan diri dan bermain bersama ikan-ikan kecil di bawah sana sebelum kemudian paru-parunya meronta karena membutuhkan pasokan oksigen, wanita itu menjulurkan kepalanya ke permukan namun pada saat yang sama ada sebuah bahu lebar yang menyangga kedua tangannya.

Baekhyun terengah-engah, posisi tangannya yang bertumpu pada bahu lebar itu membuatnya harus menunduk untuk melihat sepasang mata hijau yang menyambutnya dengan tatapan menggoda.

Mereka masih bersitatap dengan diam.

Oh, pria itu ingin sekali melumat gundukan sintal yang tersaji tepat di depan wajahnya saat ini.

Iris hijau itu begitu memesona, mengoyak pertahanan diri Baekhyun, ia tidak tahu apa yang salah dengan dirinya karena tubuh polos pria yang setengahnya terhalang oleh air itu telah menyita perhatiannya. Membuat instingnya sebagai wanita normal tergugah.

Tanpa sadar tangan Baekhyun terulur, menyentuh rambut hitam basah si pria lalu turun menelusuri wajah tampan tak bercelah serupa pahatan patung dewa yunani, Baekhyun bahkan yakin rahang itu akan menggores luka pada jemarinya.

Astaga, apakah bahkan dia manusia?

Mata Baekhyun tak lepas dari iris hijau itu, ada sesuatu yang membuatnya enggan terlepas dari sorotnya yang begitu memikat. Ketika si pria merendahkan posisinya, tangan Baekhyun mengalung pada lehernya sementara kedua kakinya berlari melingkar pada sekitar pinggul pria itu.

Mereka berdua keluar dari air dengan posisi Baekhyun yang menyerupai anak koala.

Demi Tuhan. Apa yang salah dengan Baekhyun?

Tidak. Yang jelas apa yang salah dengan tubuh Baekhyun? Kenapa ia diam saja dan malah mulai memejamkan mata saat pria itu membaringkannya di atas batu besar sebelum kemudian mencumbunya dengan mesra, lagi-lagi Baekhyun merasa aneh karena ia membalas ciuman pria itu dengan penuh gairah.

Jantungnya berpacu tak terkendali, tubuhnya menggeliat di bawah sentuhan si pria bermata hijau.

Baekhyun merasa tidak berdaya, tubuhnya seolah menyerahkan diri pada kuasa sang pemikat yang kini tengah mencoba menggoda daerah privasinya.

Baekhyun mendesis sementara si pria mulai sibuk menggerakkan pinggulnya, hal yang membuat Bakehyun terkejap lalu dibuat mengernyit setelahnya. Entah pandangannya yang mengabur atau memang hanya perasaannya saja ketika iris hijau itu berubah menjadi kelabu, lalu kembali menjadi hijau dan seterusnya.

Baekhyun menggeleng, tubuhnya melemah seiring dengan deru napas si lelaki yang terasa hangat mengenai wajahnya.

Kini bahkan ia tidak merasakan apapun, tidak pada hentakan yang kian menjadi di bawah tubuhnya, tidak pada sentuhan dan bahkan erangan si pria. Yang ada hanya tubuh yang kian melemah, pandangan yang kian mengabur. Lalu, gelap.

Dan satu helaan napas tercekat membawa Baekhyun kembali pada kesadarannya, matanya membulat sempurna di bawah bias cahaya yang mengintip di balik rindangnya pohon, napasnya terengah hebat dan titik peluh berkejaran di sekitar dahinya.

Suara gemercik air membuat gadis itu bangkit dari posisi tidurnya, ia meneliti penampilannya dengan mengernyit keheranan. Pakaiannya masih lengkap, bahkan sepatunya masih ia kenakan. Lalu tangannya terulur menyentuh rambut, kering.

Matanya menyapu ke setiap arah dan Baekhyun tak mendapati siapapun di sana, hanya dirinya.

Apa ini?

Apa sedari tadi ia bermimpi?

Aneh, karena ia merasa mimpi itu begitu nyata, namun terlepas dari semua kebingungannya, Baekhyun tetap merasa lega karena semua kejadian aneh yang ia alami tadi hanyalah mimpi.

"Kenapa aku bisa tertidur di sini?" Tanyanya entah kepada siapa.

Baekhyun melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan, lalu mendesah. "Bagaimana bisa aku tertidur dua jam?"

Hari sudah semakin sore, ia harus bergegas untuk pulang sebelum awan hitam dan gelegar petir yang sempat membumbung di angkasa dan entah menguap kemana kembali mengemuka. Wanita itu beranjak namun nyaris terhuyung karena rasa lelah luar biasa menyerang tubuhnya. Tenaganya seolah terkuras habis, namun ia memaksakan kakinya untuk melangkah menelusuri pedalaman hutan dengan sedikit gontai, Baekhyun terlalu sibuk memilah jalan yang tepat agar tidak tersandung akar pohon tanpa menyadari sepasang iris kelabu tengah menatapanya tajam. Sorot matanya tidak memperlihatkan kebaikan seolah ingin menguliti manusia itu hidup-hidup.

.

.


Landscapia

(The Two Of Highness)


.

.

Dia masih membiarkan tubuh polosnya terendam air di dalam bathup, matanya terpejam namun dahinya semakin berkerut dalam. Sudah tiga hari berlalu namun kejadian yang dialaminya di hutan masih terngiang.

Sejak saat itu, banyak tanya yang berputar di dalam benaknya.

Chanyeol beranjak lalu berdiri di depan cermin yang mengembun, pria itu merangkai konsentrasi seraya menyibak embun yang menghalangi pandangan dan sepersekian detik setelahnya ia di sambut oleh gelak tawa oleh sosok yang mengemuka di dalam cermin.

Chanyeol menatap refleksinya dengan sorot dingin.

"Kenapa? Apa kau ingin merasakannya lagi, brengsek?" Tanya sosok itu dengan kalimat pedas.

"Persetan, Richard!" Chanyeol memaki pada refleksinya sendiri.

"Ayolah, aku tahu kau menikmatinya saat di air terjun. Bukan begitu?" Richard kembali tertawa, jelas mengejek sosok nyata di hadapannya. "Whoa, aku tidak menyangka kau mau ikut campur saat itu. Berterimakasihlah pada mataku yang tercipta sebagai pemikat ini." Ia menyeringai tampan.

"Katakan saja padaku apa yang terjadi?! Kau sendiri tahu aku tidak pernah sudi ikut campur dengan urusan kotormu, Richard!" Chanyeol mendesis membuat gemertak gigi dari pergerakan rahangnya terdengar oleh Richard.

"Ahh, apa rasa penasaran yang menahanmu di sini dan enggan kembali ke Landscapia? Sepertinya kau sudah terbiasa hidup sebagai ma-nu-sia." Richard mengulum senyum yang luar biasa menyebalkan di mata Chanyeol.

Chanyeol semakin mengepalkan tangannya dengan erat. "Jangan main-main dengan kesabaranku, Richard!" Ujarnya penuh penekanan.

"Aroma tubuh perawan memang membangkitkan gairah, bukan begitu?" Richard menjilat bibir. "Keikutsertaanmu benar-benar mengejutkan, Park Chanyeol. Dan aku tidak menyangka kau selicik itu dengan tidak membiarkanku mengambil alih permainan dan menikmati tubuh manusia itu seorang diri." Richard tertawa di balik punggung tangan, mengejek Park Chanyeol memang hobinya. "Oh! Apa itu berarti sekarang kau tahu bagaimana rasanya orgasme?" Richard melempar ekspresi terkejut yang sengaja dibuat-buat. Lalu terbahak-bahak setelahnya.

"Berhenti membuatku merasa kotor dengan kelakuanmu, sialan!" Chanyeol menggeram tertahan. Terlepas dari semua rasa marahnya, pria itu masih tidak mengerti kenapa bisa manusia itu melakukannya? Aroma tubuhnya begitu kuat hingga mampu membuat eksistensi Richard tergeser dan membuat Chanyeol sepenuhnya mendominasi kala itu. Dan yang lebih buruk tubuh Chanyeol seolah tidak ingin berhenti untuk menjamahnya. Hal itu pula yang membuatnya menarik kesadaran wanita itu sebelum tubuhnya benar-benar menggila dan menuntut kenikmatan lebih.

Oh sial! Itu berarti dia memang menikmatinya. Dan fakta bahwa kesuciannya telah sirna benar-benar membuat seisi kepalanya dipenuhi beragam cara untuk melenyapkan manusia sialan itu.

"Whoa, whoa. Kenapa kau bertingkah seolah tidak menikmatinya, bung?" Richard terkekeh pelan. "Bersikap munafik bukan keahlian seorang nephilim, Chanyeol." Lalu ia melanjutkan dengan nada tenang. "Biar kupertegas satu hal, sekeras apapun kau bertingkah menyerupai makhluk suci, itu tidak akan mengubah apapun." Richard memberi jeda, merangkai sebuah senyum di sudut bibir sebelum melanjutkan kalimatnya. "Karena kau adalah Park Chanyeol, yang terlahir dari sebuah dosa besar."

Dan sebelum gelak tawa itu kembali mengemuka, Chanyeol sudah lebih dulu melayangkan kepalan tangannya pada permukaan cermin, remuk seketika. Pria itu menengadah sembari terengah. "Brengsek!"

Ia masih dikuasai amarah ketika berjalan keluar dari kamar mandi dan mungkin tengah bersiap untuk mendatangkan badai di seluruh penjuru negeri selama beberapa hari ketika iris kelabunya menangkap sekelabat bayangan hitam di balik jendela ruang tengah.

Oh yang benar saja, siapapun yang berani menampakkan diri di hadapannya atau mengganggunya saat ini benar-benar tidak akan mendapat sedikit pun pengampunan darinya.

Chanyeol memiringkan kepala dengan memicingkan mata pada jendela dan sepersekian detik setelah itu sesosok tubuh terseret dan berlutut di bawah kakinya, merintih, menyuarakan kesakitan yang teramat. Selain karena benak Chanyeol masih enggan untuk mengakhiri kehendaknya, pria itu begitu menikmati wajah kesakitan dari hantu yang mungkin tersesat ke tempat yang sayangnya begitu fatal.

Chanyeol mengulurkan tangan dan mencengkram leher si pengganggu tanpa mengenal batas fana, diangkatnya tubuh ringkih itu, ditatapnya dengan mata menyalang marah sebelum kemudian membantingnya dengan keras. Lagi, Chanyeol tidak akan membiarkan sosok yang tengah kesakitan itu melarikan diri. "Siapa kau berani mengawasiku, huh?!" Gigi Chanyeol bergemertuk rapat. Ia hendak akan membantingnya kembali jika saja pemuda berseragam sekolah itu tidak bersuara.

"A-aku melihatmu di hutan, kau.. dan dia melakukannya pada Noona. "Jungkook menggeleng pelan. "Ti-tidak, kau yang.. yang melakukannya pada Noona." Lanjutnya dengan keberanian tersisa, sedang sebagian sisanya lagi entah menguap kemana karena sosok bermata kelabu di hadapannya saat ini benar-benar menakutkan.

Chanyeol memejamkan mata lalu melempar tubuh Jungkook. Bagus, pikirannya sudah Richard buat kalut karena manusia sialan itu dan kini makhluk menyedihkan lainnya memperburuk suasana.

Jungkook beringsut mundur seiring dengan langkah Chanyeol yang semakin mendekat kearahnya.

"A-aku tidak bermaksud mengganggumu, tuan." Cicit Jungkook. "Ha-hanya saja, apapun yang sudah kau lakukan terhadap Noona, dampaknya begitu buruk. Karena sudah tiga hari ini Noona sakit dan.. dan kondisinya bertambah parah."

Tepat beberapa senti jaraknya dengan Jungkook, Chanyeol menghentikan langkah. "Lalu apa peduliku, sialan?! Apa kau sengaja datang kesini untuk menjemput ajal keduamu?"

Jungkook tertahan di sudut dinding, karena merasa terancam dan tidak ada gunanya memohon sosoknya melebur dan lenyap dari pandangan Chanyeol.

Biasanya Chanyeol tidak pernah membiarkan siapapun keluar dengan selamat dari jangkauannya, namun mendengar informasi tentang manusia itu membuat sesuatu dalam dirinya terganggu.

Bukan karena iba, Chanyeol tidak cukup berhati untuk ikut merasakan penderitaan orang lain. Hanya saja saat ini ia tengah bertanya-tanya tentang apa yang terjadi pada manusia itu. Apakah benar semua itu adalah dampak dari perbuatan Chanyeol?

.

.

.

Rasa penasaran membuat sosok terselubung cahaya putih itu menampakkan wujudnya di sebuah kamar asing dengan pencahayaan minim.

Ketika berkehendak, maka ia akan langsung berada di tempat yang ingin didatanginya.

Chanyeol masih berdiri di balik bias rembulan yang mengintip melalui kaca jendela, sedang matanya menyala tertuju pada wanita yang kini terbaring dengan erangan kecil, terdengar begitu kesakitan.

Pria itu tak bergeming, merasa iba pun tidak sama sekali. Kalaupun kesakitan yang dirasakan wanita itu ialah dampak dari perbuatan Chanyeol, lalu kenapa?

Chanyeol sudah pasti akan melenyapkan wanita itu jika berani menyalahkan dirinya.

Sementara sosok mungil yang meringkuk tertutupi selimut itu masih memejamkan matanya erat, rasa sakit tak terdefinisikan yang menyerang tubuhnya selama beberapa hari ini kian tersalur pada setiap nadinya.

Tuhan, Baekhyun tidak tahu apa yang salah dengan dirinya.

Luna bahkan tidak mengerti lagi dengan keadaan Baekhyun, dan ilmu kedokteran pun tak mendiagnosa adanya kejanggalan dari kondisi kesehatan Baekhyun. Mereka hanya menganggap sakitnya Baekhyun disebabkan oleh periode bulanan.

Wanita itu tak henti-hentinya mengeluarkan erangan kecil, tubuhnya di selimuti gigil kentara namun peluh terus berkejaran di sekitar dahi dan pelipisnya.

Chanyeol mulai terganggu dengan rintihan kesakitan wanita itu, namun terlepas dari semua itu ia masih tetap mengacuhkannya.

"Noona begitu baik, dia bilang akan membantuku lalu mengajakku pulang ke rumahnya."

Dan celotehan yang terdengar itu membuat Chanyeol mengalihkan atensi, sosok hantu yang belum sempat ia beri pelajaran itu tengah duduk di atas lemari sembari menatap Baekhyun dengan muram.

Jungkook melirik Chanyeol dengan hati-hati. "Ketika pulang dari hutan, dia masih baik-baik saja. Tapi sehari setelahnya, Noona sakit parah dan mengalami pendarahan."

Chanyeol masih bungkam, sedang matanya melempar tatap mematikan pada Jungkook.

"Dan aku pikir itu karena tuan melakukannya terlalu keras." Jungkook berujar polos dan merona setelahnya, membayangkan adegan yang ia lihat di air terjun membuat kesedihannya menguap sementara, berganti dengan gelenyar aneh yang membuatnya merasa malu sendiri. "Jadi, aku hanya mengikuti sisa jejak tuan dari hutan menuju tempat tinggalmu untuk meminta pertanggung jawaban. Tuan bisa menyembuhkan Noona 'kan? Lihat, dia sangat kesakitan."

Chanyeol memejamkan matanya dengan geram, ia tidak diciptakan sebagai makhluk penyabar. "Enyah sebelum kau mati dua kali!" Pria itu mendesis dan menatap Jungkook dengan nyalang.

Sedang pemuda itu mulai merasa terancam dan beringsut takut, lalu sepersekian detik setelahnya ia menghilang.

Chanyeol membuang napasnya dengan kasar, ia menyentakkan kepala ketika erangan kesakitan yang sedari tadi lolos dari mulut Baekhyun tak mereda. Merasa tidak ada pilihan, lantas ia berjalan menuju sebuah cermin yang bertengger pada sebuah meja rias. Pria itu memejamkan mata, lalu dengan sebuah kehendak yang terlintas di benaknya, cermin di hadapannya secara ajaib menampilkan sosok Richard yang tengah menguap bosan kearahnya.

Oh, tidak terhitung berapa kali Chanyeol merasa begitu jengah setiap kali wajahnya harus menampakkan ekspresi menggelikan yang Richard perlihatkan.

"Apa kau merindukanku, Chanyeol-a?" Richard terkekeh ringan. "Bukankah terlalu sering memanggilku akan membahayakan eksistensismu?"

Bagi Chanyeol itu bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan bahwa Richard akan melakukan apapun untuk membuat eksistensinya utuh dan melenyapkan Park Chanyeol dari dunia ini.

Namun untuk saat ini Chanyeol tidak begitu menghiraukan, telinganya sudah nyaris terbakar mendengar rintihan kesakitan dari manusia sialan itu. "Urus dia, terserah apapun yang akan lakukan. Melenyapkannya lebih bagus." Ujarnya dengan dingin.

Chanyeol terlahir tanpa rasa empati, karenanya ia lebih memilih Richard yang ia benci untuk berkesistensi daripada harus membuang waktunya dengan percuma akibat berurusan dengan manusia.

Richard melirik kearah ranjang, lalu tersenyum lebar. "Yeah, aku tak heran kenapa kau lebih memilih menggeser eksistensimu daripada harus mengotori tangan untuk berurusan dengan manusia. Jika dipikir-pikir ternyata iblis sepertiku lebih memiliki hati karena merasa iba melihat si manis itu kesakitan." Richard melempar tatap sendu yang dibuat-buat. Lalu beralih kepada Chanyeol. "Siapa sangka setengah malaikat yang menjadi identitasmu tidak cukup mempunyai pengaruh? Apa aku salah jika menyebutmu lebih kejam dari iblis paling berdosa sekalipun?"

Chanyeol menaikkan sebelah alis. Lalu terkekeh dengan nada mengantuk. Siapa yang mengajari Richard berceramah panjang lebar seperti itu? "Kau tidak ingin keluar saat aku sendiri yang meminta?"

Apa yang terlontar tidak mendapati sahutan, kemudian bayangan di dalam cermin memudar dan bergerak cepat disertai pendar samar yang memaksa keluar. Dan sepersekian detik setelahnya lenyap.

Lalu sosok yang berdiri di depan cermin secara ajaib berubah penampilan, sedikit kentara meskipun masih berwajah sama hanya saja tak ada lagi pakaian bernuansa putih, yang mengemuka justru sosok dengan stelan hitam melekat yang kini sibuk mematut diri. "Aish si keparat itu, sudah kubilang gaya rambut seperti ini benar-benar bukan seleraku." Ia menyisir rambut hitam legamnya dengan jemari. "Kau memang tampan, Richard" Ujarnya dengan kepercayaan diri yang membumbung tinggi.

Richard berbalik dan memiringkan kepala seraya menatap Baekhyun. "Sial! melihatnya seperti itu saja sudah membuat celanaku sempit." Ia mulai naik keatas ranjang dan berbaring menyamping di sisi Baekhyun. "Hei, manis. Kita bertemu lagi."

Baekhyun tidak tahu siapa sosok yang saat ini tengah merengkuhnya ke dalam dekapan, namun ia memilih untuk merapat seolah mencari perlindungan. "Sakit.. Tolong aku. Sakit" Cicit wanita itu dengan nada meratap.

"Tentu saja, aku akan membuat rasa sakit itu berubah menjadi kenikmatan tiada tara." Richard berbisik diselingi kekehan jahil sementara ia mulai menatap Baekhyun dengan sorot berapikan gairah.

Mata Baekhyun setengah terbuka, namun ia dapat mengenali wajah yang saat ini berada di atasnya, terlebih iris hijau menyala itu. Lalu, kesadarannya kembali dipermainkan seperti yang ia alami di air terjun, wanita itu mengalungkan lengan di leher si pria, lalu memajukan kepala dan memagut bibir Richard dengan beringas, seolah itu adalah obat yang selama ini ia butuhkan.

"Whoa. Tenang, sayang." Richard tertawa di sela-sela ciumannya, sedang ia mulai membalas pagutan Baekhyun dengan lembut.

Baekhyun mengerang lagi, ia semakin rakus mencium bibir Richard.

Astaga. Richard tidak pernah merasa kewalahan hanya dengan berciuman dengan seorang wanita.

Demi Landscapia beserta isinya, dia adalah Raja dari para iblis Incubus. Sang dominan yang membuat setiap kaum hawa menyerah pasrah di bawah kungkungannya.

Namun, wanita ini jelas berbeda. Semakin lama mereka membelit lidah, mengecap saliva, mengeksplor setiap rongga mulut satu sama lain, selama itu pula sedikit demi sedikit energi Richard seolah terkuras, tubuhnya kian melemas.

Oh yang benar saja! Hanya dengan sebuah ciuman?

Pria itu mendesis marah, lalu ketika ia mulai mencoba mengambil kendali dan melarikan jemarinya di sekitar ceruk leher Baekhyun dengan maksud menggoda wanita itu lebih jauh, sebuah sengatan yang justru luar biasa menyakitkan membuat tubuhnya tersentak hebat lalu terpental kuat, pria itu jatuh ke atas lantai sembari mengerang rendah. Richard merasakan panas menyengat mengaliri pembuluh darahnya, ia hendak melayangkan kemarahannya dan berniat menghancurkan tubuh wanita itu hingga tak tersisa jika saja obsisidiannya tidak menangkap Baekhyun yang sudah terpejam dengan kelopak mata yang tak lagi mengerat, terlihat tenang. Tidak ada lagi dahi yang mengkerut, tanpa kesakitan. Bahkan wajah mungilnya telah kembali mendapatkan rona.

Tak ayal hal itu membuat dahi Richard dihiasi kernyitan dalam. Ini kali pertama ia mengalami hal seperti itu. Maksudnya, sudah tak terhitung berapa ratus wanita yang berakhir menjadi seonggok daging pucat akibat melayani napsu birahi seorang iblis seperti dirinya, hal itu tentu menegaskan bahwa ia memanglah sang pemikat yang akan membuat wanita manapun kalah oleh pesonanya, menyerah atas kuasanya, menjerit dan mendesah di bawah tubuhnya. Lalu, siapa wanita yang kini tidur dengan wajah serupa bayi tak berdosa yang justru memutar balik keadaaan, dia terlihat mendapatkan kembali kesehatannya, sementara Richard bahkan masih merasakan sengatan kesakitan itu di sekujur tubuhnya yang kian melemas.

Namun terlepas dari rasa gemas yang membumbung tinggi hingga membuatnya ingin mencubiti kedua pipi wanita itu akibat terlampau lucu dengan wajah tidurnya tersebut, Richard masih tidak mengerti bagaimana bisa wanita itu melakukannya? Apa ini ada hubungannya dengan tergesernya eksistensi Richard saat mencoba menyetubuhinya di air terjun kala itu?

"Apa kebiasaanmu memang mengintip?" Richard beranjak dari lantai dan menepuk kedua lengannya dengan maksud melenyapkan debu.

Merasa tertangkap basah, pemuda berseragam sekolah yang sedari berada di balik jendela kamar itu melayang di udara dan duduk kembali di atas lemari.

Richard menengadah, lalu memajukan kedua jari seperti tengah berkata 'kemari kau'.

Jungkook menurut dan turun menghadap Richard secara langsung, ia tahu saat ini pria itu adalah sosok yang berbeda dari sebelumnya, karena sebelumnya Jungkook pernah melihat sosok bermata hijau itu di hutan terlarang. Tentang apa yang terjadi pada si iris kelabu dan hijau itu Jungkook sepenuhnya tidak tahu. Hanya saja ia yakin keduanya adalah sosok yang berbeda karena pemuda itu telah menghuni pagar pembatas di dekat bibir hutan terlarang itu untuk waktu yang lama, jadi ia tahu ketika hutan itu dikunjungi oleh entah itu pria bermata kelabu atau pun bermata hijau, yang jelas mereka berdua adalah pemiliknya dan tentu alasan di balik menyeruaknya cerita menakutkan di masyarakat sekitar yang membuat mereka semua enggan mendekati kawasan hutan tersebut.

"Kau yang kemarin mengintipku, Chanyeol dan wanita ini di hutan, bukan?" Tanya Richard dengan tenang.

Jungkook mengangguk terbata. Sosok pria yang saat ini berada di hadapannya jelas memiliki ekspresi yang terkesan lebih ramah dan tidak semenakutkan dibanding sosok bermata kelabu sebelumnya, namun hal itu tidaklah patut Jungkook jadikan tolak ukur untuk menilai seberapa baik sosok yang kini melempar seringai singkat yang amat terkesan memendam berjuta makna tentang segala keburukan.

Pembawaannya memang terlihat lebih tenang, namun entah mengapa Jungkook merasa diamnya sosok bermata hijau itu mampu mendatangkan bahaya.

Richard terkekeh dan menepuk pipi Jungkook berkali-kali. "Bocah tengik, siapa yang mengajarimu mengintip orang dewasa bercinta, huh?"

"Aku hanya mencemaskan, Noona. Jadi aku mengikutinya, karena aku tahu hutan itu milik tuan dan tuan yang satu lagi. Tapi aku malah melihat tuan itu melakukannya dengan beringas kepada Noona." Jelasnya dengan polos.

Richard tertawa keras, ia tidak takut terdengar penghuni rumah karena ia yakin Chanyeol telah membuat setiap manusia dalam radius sekian kilometer tertidur pulas. Mendengar informasi dari bocah hantu tersebut jelas membuat Richard mendapat bahan ejekan lebih untuk Chanyeol. "Ya. Ya. Dan sepertinya aku harus mencari tahu penyebabnya." Richard melirik Baekhyun, "Karena ada beberapa hal yang begitu mengejutkanku akhir-akhir ini." Lalu mengulum senyum yang sayangnya terlihat begitu licik seolah mengandung begitu banyak kejahatan. "Yang pasti jangan beritahu siapapun tentang apa yang kau lihat barusan ataupun semua hal yang kau ketahui tentangku dan Chanyeol, jiwa tersesat tidak seharusnya ikut campur dan bertingkah lebih jauh, kau mengerti maksudku?" Ia menepuk bahu Jungkook, tidak keras namun cukup membuat Jungkook paham bahwa itu adalah sebuah peringatan.

Jungkook menunduk. "Baik, tuan. Dan terimakasih sudah menyembuhkan Noona."

Richard mengibaskan tangan sembari berbalik menghadap jendela yang terbuka dengan sendirinya, ia mulai bertranformasi lengkap dengan sayap hitam yang perlahan mengoyak punggungnya. "Aku tidak yakin dia benar-benar sembuh saat ini." Gumamnya.

Karena bisa saja bukan aku obat yang sebenarnya.

Lanjutnya membatin, sedang sayap hitam itu mulai mengepak, membawanya keluar dari kamar Baekhyun sebelum akhirnya membumbung tinggi di gelapnya cakrawala.

.

.

.

To be continue..

.

.

AN:
Chan or Chard? haha :p

Akhirnya setelah sekian lama mengendap di draft, dan melewati serangkaian editing, Landscapia rebulish juga yeayyy! (yang masih ingat sama ff ini angkat tangan)

Terimakasih loh buat yang udah menyempatkan waktu baca chapter pertama ini :*

If you guys would want to know the other casts and their roles in this fic bisa pantengin ig aku : raisa0069 karena Teaser Image dari para pemeran(?) akan diposting (bertahap) dan sebagai tambahan habis ini aku mau posting poster yang memperlihatkan sosok Chan dan Chard, yang penasaran sama perbedaan si mesum dan si ASDFGHJKL :v kuy follow aja (bukan promosi loh) :v

At last..

Review, Kritik dan Sarannya juseyonggg~

Ciao Chu :*