Bungou Stray Dogs just by Asagiri Kafuka & Harukawa Sango

Warn : Shonen-ai, pasti. Absurd, tentu. Gaje, wajib. OOC, tidak diragukan. Typo, itu khilaf.

NB : Sekedar saran, sebaiknya kalian baca lagi dari awal.. :'v

Enjoy~

Seven Days Without You

CHAPTER 2—

Jawaban


Cuacanya mendung, namun kedai ini masih ramai. Atau mungkin karena mendung itulah yang membuat kedai ini ramai? Entahlah.

Itu sebuah kedai Jepang kecil. Walau suara gemuruh mulai memberi peringatan akan datangnya hujan, namun orang orang di dalam sini mengabaikan dan setia menyantap makanan yang pastinya enak.

Di salah satu bilik, seorang pria menyesap teh hijau dari cawan keramiknya. Dia tampak tidak punya beban karena senyum lebar terus ia lempar pada sosok wanita di depannya. Sesekali pria bersurai coklat hitam itu akan tertawa dan wanita bersurai coklat lembut akan ikut tertawa juga.

"Aku tidak percaya kau melakukan hal itu Dazai-san." kata wanita itu dengan sisa sisa tawanya.

"Sebenarnya aku juga tidak yakin aku melakukannya." Dazai tertawa lembut. "Tapi rekanku ngotot kalau aku benar benar melakukannya. Tapi untung saja aku lupa, itu memalukan untuk diingat."

"Wajar saja. Saat itu kau sedang mabuk kan?"

"Kau percaya Kirako-san? Bagaimana bisa aku mabuk di pesta meriah seperti itu? Aku ingin bunuh diri saja." Dazai melesuh. "Aa ngomong ngomong,, bunuh diri salah satu hobi ku lohh.."

"Benarkah? Sangat aneh." gadis itu tertawa renyah. "Dan berbahaya." sambungnya.

"Pekerjaanku lebih berbahaya kalau kau mau tau.. Hehe."

Tawa itu terhenti karena suara telfon milik Dazai memanggil. Bukan panggilan atau pesan, tapi alarm. Penanda bahwa besok adalah akhir dari permainan 7 hari ini.

"Aku rasa kita harus pulang." kata Dazai.

-II-

Pukul sembilan malam dan Dazai masih membasuh diri di kamar mandinya. Seluruh pakaian ia tanggalkan, dan seluruh perban ia lepaskan. Di bawah shower yang memancurkan air hangat, tak sadar ia mulai mengingat hari hari sebelum permainan ini dimulai.

Di kamar mandi ini, Chuuya sering membasuh punggungnya. Di kamar mandi ini, Chuuya pernah mendesah hebat karena dirinya termakan nafsu.

Ya,, saat itu hari yang buruk dan saat Chuuya ingin mengecek air mandi, Dazai menyerangnya. Memagut bibir ranum itu. Mendorongnya hingga punggung Chuuya menabrak dinding keramik. Dazai membuka keran air hangat dan membiarkan air itu menghujani mereka berdua.

Benar benar hebat. Entahlah kenapa, tapi itu salah satu ciuman panas yang sangat ingin ia ulang. Terutama saat melihat wajah memerah Chuuya karena dia menyapu bibir itu dengan lidah. Atau saat tangan Chuuya meremas dengan kencang kemeja Dazai diiringi lenguhan lenguhan menggodanya.

"Sialan!" umpat Dazai lalu mematikan keran. Meninggalkan ingatan ingatan yang saat ini hanya ia anggap semu.

Ya,, semu. Karena sudah lebih dari cukup Dazai melihat Chuuya dengan wanita itu dalam seminggu. Sudah lebih dari cukup ia merasa ragu atas perasaan terbesar nya selama ini. Dan sudah lebih dari cukup siksaan batinnya menahan rindu dan penasaran pada sang kekasih.

Terakhir kali ia mencoba membuang perasaan cinta itu, sekitar tiga hari lalu. Mencoba menerima segala alasan yang tidak ia harapkan. Mencoba melupakan rindunya dengan bermain bersama gadis bernama Kirako Haruno.

Setiap kali ia bersama Kirako, setiap kali juga ia merutuki ingatan ingatan yang terus berputar bagaikan film di kepalanya. Memori manis dengan Chuuyanya.

Saat ia ke pantai, ia mengingat Chuuya yang selalu mencoba berenang ke tengah walau tingginya tidak memungkinkan.

Saat di bar, ia mengingat adu mulutnya dengan Chuuya yang selalu berakhir dengan adegan kamar di rumah sang pujaan hati.

Saat di kereta, ia selalu ingat masa masa berbagi bahu untuk tumpuan tidur siang yang tidak jarang membuat mereka kelewatan satu atau dua stasiun.

Bahkan saat di gang sempit, ia akan ingat wajah Chuuya yang memerah malu menahan nafsu untuk ikut dalam permainan bibir dan lidah mereka.

"Sialan." umpatnya lagi.

-II-

Kembali, bunyi jam alarm mengetuk pintu mimpinya. Sang eksekutif muda dengan malas membuka mata.

Tidak bisa ia pungkiri kalau ia sangat bersemangat hari ini. Walau hal hal lewat menyakiti satu satunya bagian hati yang masih berfungsi, tapi sungguh— ia sangat ingin pergi saat ini.

Bertemu Chuuya. Bertemu Chuuya. Dan menanyakan apa yang terjadi selama ini. Tapi sebelum itu, ia akan pamer dulu. Pamer kalau dirinya sanggup menjalani tujuh hari tanpa Chuuya ini. Dazai menyeringai bangga.

Begitu Dazai selesai merapikan dasinya, bunyi pesan di handphone nya memanggil.

From : Nakahara Chuuya

To : Dazai Osamu

Dazai? Bagaimana kabarmu?

Kau merindukanku? Aku sangat merindukanmu. Sungguh!

Bisa temui aku di sini? Kutunggu.

Aku mencintaimu.

Lalu pesan selanjutnya tiba. Berupa gambar denah sebuah pedesaan yang tidak Dazai ketahui.

Dazai tersenyum kecil. Tentu dia akan pergi.

-II-

Dia tidak mengira Chuuya akan memilih pegunungan sebagai tempat bertemu. Sangat tidak Nakahara Chuuya.

Hingga akhirnya ia tiba di sebuah rumah khas Eropa.

From : Dazai Osamu

To : Nakahara Chuuya

Chuuya? Apa kau ingin bertemu di sebuah mansion yang cantik? Aku sudah di depan pintu.

Dalam sekejap, sebuah pesan masuk.

From : Nakahara Chuuya

To : Dazai Osamu

Tunggu di sana.

Tak lama kemudian, pintu terbuka.

"Dazai-kun?" seorang wanita berambut hitam yang sering dilihat Dazai bersama Chuuya. "Aku Yosano, dokter, masuklah."

Baiklah, Dazai sedikit muak sekarang.

Gedung ini sangat modern. Dokter wanita itu, Yosano-sensei menuntunnya ke sebuah lantai paling atas. Hingga sampai di sebuah pintu putih besar, Yosano berhenti.

"Dengarkan aku, Dazai-kun. Apapun yang kau lihat di dalam, ini bukan salah siapa siapa. Dan kau harus—" Yosano menjeda. "—sudah, masuklah"

Keraguan muncul di hati Dazai. Jantungan memompa darah lebih cepat. Rasa yang tidak pernah ia alami kecuali saat dia bersama Chuuya dalam bahaya. Dazai, takut.

Dia membuka pintu itu, seketika seluruh semangat dan takutnya jatuh. Diganti sebuah perasaan gamang melihat Chuuya terbaring dengan banyak sekali selang selang disambungkan ke tubuh mungilnya.

Tidak bersuara, kakinya langsung berlari ke arah Chuuya yang lebih kurus sejak terakhir kali ia melihatnya.

"Dazai?"

Sekali lagi, Dazai terlalu mati kutu untuk merespon. Hati dan batinnya menolak menerima. Sesuatu dalam otaknya mentitah bangun dari kenyataan berupa mimpi buruk ini.

"A-apa?" mencoba bersuara.

"Maaf aku tidak cerita." suara itu terlalu lembut untuk disamakan dengan celetukan Chuuya yang biasa.

Panas terasa di sekitar mata Dazai.

"Kau berhasil melakukannya kan? Kalau begitu, lakukanlah terus. Hiduplah tanpaku selamanya."

Air mata menetes dari tepi safir yang tetap indah walau kulit sawo matang Chuuya sudah menjadi pucat pasi.

Dazai menggeleng. Menolak. Mengelus surai yang tidak lagi secerah senja.

"Tidak..." Ia menolak.

"Jangan menangis bodoh. Tidak cocok." Chuuya dengan sisa sisa tenaganya menyentuh pipi Dazai. Tersenyum sebaik yang ia bisa walau air mata sudah turun sejak tadi.

"Tetap bersamaku, Chuuya. Kumohon."

"Aku bisa bertahan, kenapa kau tidak memberiku hadiah?"

Air mata kembali mengalir di pipi Dazai. Ingin berteriak, namun tidak bisa. Keadaan yang membingungkan ini terlalu sulit dipercaya.

Dazai mengecup kening Chuuya. Memberi kehangatan pada tubuh dingin kekasihnya.

"Chuuya. Chuuya. Chuuya. Dengarkan aku mengatakan aku mencintaimu Chuuya."

"... Aku mencintaimu, Osamu."

Kalimat terakhir Chuuya dilanjutkan bunyi panjang dari monitor jantung di dekat sana.

-II-

Racun. Hal yang membunuh seorang Nakahara Chuuya.

Yosano menceritakan semuanya.

Chuuya terkena racun saat misi mereka mengejar pengkhianat. Mori meminta Yosano yang merupakan salah satu anggota Army Detective untuk mengobati Chuuya, namun tidak bisa. Dia hanya bisa memperpanjang hidupnya.

Misi Chuuya yang terakhir hanyalah kedok agar Dazai tidak khawatir. Yang sebenarnya adalah, Chuuya pergi ke kantor Agensi untuk pengecekan.

Mori sudah memaksa Chuuya memberitahu Dazai, namun ia menolak. Dia tidak ingin Dazai menjadi gila karena hal ini. Dia tidak ingin Dazai menyalahkan diri sendiri. Dia tidak ingin menjadi beban bagi Dazai.

Dazai memaki dirinya sendiri.

Tidak ada yang bisa ia lakukan sementara Chuuya seminggu menahan sakit di tubuhnya.

"Jangan menyalahkan dirimu." Yosano memberi sebuah amplop biru. "Dari dia."

Dazai melihat amplop itu, lalu tersenyum pahit. "Selera yang buruk." Ia menarik nafas dalam dalam. Berharap oksigen itu dapat meredakan kekacauan batinnya.

"Yosano-sensei, terimakasih sudah merawat Chuuya."

"Dazai-kun, kau yang membuatnya bisa bertahan hingga hari ini. Hanya untuk melihatmu dia— Jangan menyalahkan diri sendiri."

Dazai tersenyum, "Boleh aku melihatnya sebelum dimasukkan ke peti?"

"Tentu."

Dazai tiba di ruangan ini. Besok tempat ini akan dipenuhi teman teman Chuuya dari kantor yang memakai baju hitam pertanda bela sungkawa.

Ia melangkah ke arah peti itu. Tampak Chuuya yang memejamkan mata masih terlihat indah di sana.

"Chuuya maafkan aku mencurigaimu."

"Terimakasih sudah berjuang. Terimakasih sudah menungguku. Terimakasih atas semua yang sudah kau berikan."

Dazai membungkukkan tubuhnya. Mencapai Chuuya, mengecup bibir itu lembut sebagai yang terakhir.

"Selamat tinggal."

-II-

Dear, Dazai Osamu

Kau membaca surat ini? Kalau begitu kita sudah berpisah jauh yah...

Aku tau kau merindukanku. Jangan marah, karena aku benar kan? xD

Dazai, aku melihatmu bersama seorang wanita di dekat tempat es itu.

Seperti apa orangnya? Apa dia baik?

Hati hati memilih pacar yah. Haha..

Aku sama sekali tidak marah kalau kau memcari orang lain.

Dan aku percaya kau tidak pernah mengkhianati ku

Aku masih berharap kau bisa mendapat pasangan bunuh diri.

Tapi sungguh tidak terpikir olehku kalau aku akan mati duluan.

Kuharap itu tidak menjadi alasanmu semakin gencar melakukan aksi bodohmu.

Tapi tenang, aku sama sekali tidak khawatir kau hidup atau mati.

Karena hidup pun kau hanya suka bermalas malasan dan melakukan hal hal bodoh.

Untung saja aku mencintaimu, dasar sampah masyarakat.

Oh ya,, kau pasti melihat aku jalan dengan Yosano-sensei kan?

Apa kau cemburu? Tentu saja kau cemburu kan? Ya kan? Jujurlah Dazai.

Aku senang kalau kau melakukannya.

Artinya kau sangat mencintaiku, kan? Hahaha..

Ngomong ngomong Dazai, ini permintaanku.. Diluar permainan itu maksudnya.

Tolong jaga baik baik semua anggurku yah.

Dihabiskan olehmu masih lebih baik dibanding jadi koleksi Boss..

Ahh.. Jangan lupa koleksi topiku.

Awas kalau kau membakar atau menjualnya.

Kugentayangi kau!

Waktuku tidak banyak untuk bercerita denganmu.

Apa surat ini membantu atau tidak,, jangan mengejek.

Aku tidak pandai mengarang atau memilih kata kata indah sepertimu.

Sejujurnya aku ingin tau ekspresimu saat membaca ini.

Tapi biar kutebak.

Kau pasti sedang tersenyum sambil menangis.

Apa aku benar?

Hey, Dazai.

Kau masih ingat festival kembang api saat pertama kali kau menciumku?

Entah kenapa sekarang aku mengingatnya.

Aku tidak ingin berpisah denganmu saat ini.

Aku masih ingin bersamamu Dazai.

Tapi itu mustahil. Aku berusaha sekuat mungkin disini.

Maaf kalau kertas ini sedikit basah karena aku— kau tau?

Jantungku tidak sehat dan tanganku selalu berkeringat.

Yosano-sensei bilang, racun ini tidak bisa disembuhkan dengan kemampuannya.

Karena,, aku kurang mengerti.

Tapi racunnya tidak sepenuhnya hal ilmiah.

Mereka menyarankan agar kau menghilangkan racunnya.

Tapi aku ingat saat aku menggunakan Noda saat misi itu,,

kau sudah menetralkanku dan tidak berpengaruh sama sekali.

Jadi, racun ini sangat misterius.

Aku sendiri sudah menyerah untuk sembuh.

Hanya melihatmu di penghujung ajal saja sudah cukup bagiku.

Dazai,

Kau sudah mengisi seminggu ini dengan baik.

Kau mendapatkan permintaanmu.

Aku milikmu.

Seluruh milikku adalah milikmu.

Sudah dari dulu bukan?

Karena aku juga memenangkan taruhannya,

Aku ingin meminta hadiahku,

Ku mohon.. Jangan tangisi hal ini.

Carilah cinta lain, tapi jangan lupakan aku.

Aku tetap menyayangimu disini.

Kekasihmu,

Nakahara Chuuya.

-II-

Dazai tersenyum hangat. Walau masih saja air mata yang mewakili rasa kehilangannya tidak dapat ia bendung.

Surat Chuuya dibarengi dengan sebuah lembaran foto.

Dazai dan Chuuya di tepi sebuah danau di tengah hutan.

Dazai ingat, Chuuya bilang itu adalah foto favorit dari yang ia punya.

Ia menyimpan surat itu di sebuah kotak coklat. Lalu foto itu, ia pasang di sebuah bingkai kayu hasil jerih payahnya memahat ukiran itu. Klasik.

Memajangnya di sebelah lampu tidur agar mudah dipandang tiap ia terbaring di tempat tidur. Dekat dengan foto Chuuya yang tersenyum manis berlatar langit biru.

"Nahh,,," Ia meregangkan ototnya, ",,waktunya bekerja."

-II-

END


Lama update? Of course. Ku tak sanggup ngetiknya.

Karena kalian tau? Daku baperan, apalagi kalo menyangkut otp tercintah ini. :'v

Ku mohon jangan bully aku karena memberi angst setelah gantungin ff ini begitu lama..

Review review?