Taehyung tertawa terpingkal pingkal mengamati kakaknya yang kesulitan memasukkan bola kedalam ring.
Di sebrangnya ada Yoongi yang tak kalah frustasi melihat kelakuan Namjoon.
Ini sudah pertemuan kedua dan masih belum ada perkembangan.
Terlepas dari fakta menyebalkan kalau Taehyung adalah adik dari Namjoon, pemuda itu juga tak pernah absen membuatnya sakit kepala dengan beberapa kali melepar asal bola yang ia pegang. Salah satunya malah kena wajah Yoongi.
"Yaampun Hyung, kurasa bolanya tak mau kau lempar. Ringnya juga takut kau runtuhkan." terlihat puas Taehyung tertawa.
Sedangkan Namjoon hanya bisa menahan kekesalannya. Jika tak ingat untuk apa iya latihan seperti ini, jika saja ia tak ingat betapa ia sangat ingin untuk merebut perhatian seseorang dengan bermain basket, sudah pasti ia akan mengempeskan seluruh bola yang Yoongi bawa.
"Semakin hari kau semakin buruk bung."
Namjoon meringis mendengarnya. Ia benar benar tak berbakat masalah olah raga. Beda kasus jika ia di suruh menghapal seluruh sistem periodik, satu jam saja bisa.
Tapi ini, hell memegang bola saja Namjoon sudah seperti memegang durian.
Taehyung akhirnya bisa sedikit mengendalikan tawanya saat ia ingat sesuatu.
Ia belum mengabari Jimin jika Yoongi tengah bersamanya. Tapi ia juga ingat ponselnya ia sudah matikan, benda tersebut ternyata kehabisan daya.
"Yoongi, boleh ku pinjam ponselmu? Untuk menghubungi Jimin?" teriak Taehyung.
"Boleh."
Mendengarnya, Taehyung segera mengambil ponsel Yoongi yang ada di sebelahnya. /sengaja, tadi ia titipkan pada Taehyung./
Namun, belum sempat Taehyung membuka ruang chat Yoongi dan Jimin. Sebuah pesan datang.
Dari Hoseok.
Yoongi kita perlu bicara.
Hoseok
Taehyung termangu.ia penasaran.
Hingga dengan lancang Taehyung membalas pesan tersebut.
Aku sibuk, bicaralah disini
Yoongi
Baiklah.
Ini masalah Jimin.
Hoseok
Melihat nama Jimin di sebut sebut, pemuda desember tersebut hilang kendali dan tak bisa menghentikan rasa penasarannya.
apa maksudmu?
Yoongi
Kau masih bertanya apa maksudku?!
Oh man
Kau benar benar pengecut.
Ini masalah PESAN ANCAMAN itu.
Hoseok
"Pesan ancaman?" Taehyung bergumam pelan. Matanya kemudian beralih pada Yoongi yang masih setia mengajari Namjoon mendrible bola.
Apa mungkin...
Lalu?
Yoongi
Bung, kau harus segera menghentikan semua pesan ancaman itu.
Jika kau memang ingin Jimin keluar, bicarakan baik baik jangan seperti ini.
Kau hanya membuat Jimin makin pusing
Bicaralah, bicarakan berdua hingga kalian menemukan jalan keluarnya. Jangan menggunakan cara anak kecil seperti sekarang.
Hoseok
Tunggu
Tunggu sebentar...
Yoongi, yang mengirim pesan ancaman kepada Jimin?
Yoongi?!
Taehyung buru buru membuka ponselnya yang sudah ia matikan. Masih ada daya lima persen lagi. Itu cukup untuk memindahkan no pengirim pesan itu pada ponsel Yoongi.
Dan ketika Taehyung sentuh icon telepon yang muncul adalah sebuah no terdaftar dengan nama kontak '!'
Taehyung berusaha berpikir positif, mungkin saja Jimin sedah mengadukannya pada Yoongi hingga Yoongi menyimpan kontak no tersebut. Taehyung tak mau ambil resiko dengan menuduh tanpa bukti. Walau percakapan dengan Hoseok tadi sudah menjadi bukti yang kuat.
Tapi sebuah suara mengalihkan semua hipotesisnya. Seperti suara nada dering, tapi tersengar samar samar.
Yoongi datang, Taehyung dengan segera menempelkan ponsel Yoongi pada telinganya. Bertinglah seolah olah Jimin tengah menghubunginya.
Setelah sampai di bangku tempat duduknya Yoongi mengabil tas ransel yang ia bawa. Kamudian si kapten basket tersebut berjalan menjauh dari Taehyung.
Namun Taehyung mengikutinya diam diam.
Taehyung mendengar Yoongi mengumpat.
"Ah Hoseok sialan, sudah kubilang untuk tidak menelpon ke no ini. Kenapa juga si bodoh itu?"
Yoongi mengaduk aduk isi tasnya. Hingga ia menemukan sebuah ponsel model flip dan membukanya tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang menelpon.
"Heh bodoh, sudah kubilang jangan menelpon ke sini. Kenapa kau susah sekali ku beritahu?"
Taehyung bergetar di belakang Yoongi.
Ia hanya merasa tak percaya dengan apa yang ia dengar dan lihat.
Yoongi, Yoongi yang selama ini Jimin percayai ternyata orang yang membuat sahabatnya tersebut ketar ketir akhir akhir ini.
Lagi pula apa masalah Yoongi hingga ia dengan tega mengirimi hal menggelikan pada Jimin, benar benar kekanakan.
"Hoseok, Hoseok-ah?!"
Karena tak kunjung mendapat jawaban Yoongi akhirnya menjauhkan ponsel tersebut dari telinganya.
Namanya sendiri yang tertera di sana. Mata Yoongi membulat, dan dengan patah patah Yoongi berbalik kebelakang. Mendapati Taehyung tengah menatapnya terluka.
Taehyung kecewa, orang yang selama ini ia anggap akan selalu menjaga Jimin justru yang membuat sahabatnya itu hampir gila belakangan ini.
Taehyung tak bisa berkata apa apa lagi selain melempar ponsel yang ia genggam ke arah Yoongi.
Dan tak di nyana nyana, Taehyung bergerak begitu cepat. Menghantamkan tinjuannya di sudut bibir Min Yoongi.
"Kau, kau orang paling pengecut yang pernah ku kenal. Kau tak tau betapa Jimin sangat ketakukan ketika menerima pesan pesan kekanakan yang kau kirim? Apa mau mu sebenarnya Min brengsek Yoongi?!"
Tangan Taehyung mencengkram kuat kaos Yoongi, sangat kuat hingga rasanya Yoongi bisa saja mati.
Tak mau ambil pusing dengan keadaan Yoongi, Taehyung kembali menonjok bagian lain wajah pemuda Daegu itu hingga tersungkur di depannya.
Taehyung menindihnya, ia kembali mencengkram bagian leher kaos Yoongi.
Ia benar benar marah.
"Katakan padaku apa alasanmu bajingan!!"
Yoongi tau Yoongi salah. Tapi ia tak suka di perlakukan seperti ini. Hingga ia balik menyerang Taehyung sampai posisi mereka kini berbalik.
Kini Yoongi yang mencengkram kerah kemeja putih polos yang Taehyung kenakan. Tapi hal tersebut tak membuat Taehyung gentar. Ia malah melempar senyum sinis
"Apa kau juga akan melakukan hal seperti ini pada Jimin jika dia tak kunjung juga menuruti keinginanmu?"
Dari sana Yoongi mulai melonggarkan cengkramannya. Taehyung sedikit terbatuk.
"Aaah sebenernya apa yang di pikirkan tuan Yoongi yang terhormat ini?" gumam Taehyung sambil menepuk nepuk kemejanya yang kotor. Seolah ini tak ada apa apa nya dengan pukulannya tadi.
"Aku khawatir Taehyung."
Taehyung mendengar tersebut. Namun masih bersikap seolah olah ia tak dengar.
"Kau tau kenapa banyak orang orang yang meninggalkan posisi manager club basket? Terlalu beresiko. Para penguntit, orang orang gila yang menyebut mereka penggemar, juga beberapa berandalan sekolah lain yang tak terima di kalahkan. Mereka semua bisa kapan saja melukai Jimin. Dan aku tak mau itu terjadi, hingga menyuruhnya keluar."
"Dengan cara seperti itu?! Demi tuhan, kau tak pernah di ajarkan untuk bicara menggunakan tatakrama apa? Kau bisa bicara baik baik bukan?"
Taehyung gemas sendiri pada Yoongi. Sangking gemasnya ia rasa tangannya teramat gatal untuk segera meminjam pisau milik pedagang kimbab di sebrang sana agar bisa cepat cepat menusukkannya pada Yoongi.
Gemasnya Kim Taehyung itu seram.
"Sudah, mulutku sudah hampir berbusa menyarankan Jimin untuk keluar. Berbagai alasan, dari keluhan anak anak lain, hingga menyinggung berat badan kesehatannya. Tapi dia begitu keras kepala."
"Huh, Jimin dengan pantat dan kepalanya yang keras."
Kali ini Taehyung kesal sendiri pada sahabatnya itu. Hal ini juga sudah mereka berdua debatkan sejak benerapa minggu yang lalu. Tapi yaa mau bagaimana lagi, kepala Jimin bahkan lebih keras dari pada batu yang Taehyung dapati tenggelam di kolam ikannya.
"Tapi kau juga tak seharusnya kan mengirimi Jimin pesan serta surat surat ancaman, kau membuatnya hampir bunuh diri tau."
"Aku tau itu salah tapi... Eh tunggu,apa maksudmu surat?"
Yoongi menatap penuh tanya pada Taehyung, begitu juga sebaliknya.
"Kau juga yang mengirim surat ancaman pada Jimin kan?" tanya Taehyung hati hati.
"Jangan bercanda, aku tak mungkin melakukan hal gila lain setelah hal gila ini kulakukan."
"Jadi bukan kau?"
Yoongi menggeleng, membuat Taehyung panik bukan main. Tapi kepanikan tersebut tak tahan begitu lama ketika ponsel Yoongi berbunyi.
Panggilan dari Hoseok.
"Bajingan, cepat ke rumah sakit dekat sekolah sekarang. Jimin di keroyok"
Shit
Deru suara nafas Yoongi tersamarkan oleh ketukan sepatunya yang bertalu talu di atas lantai mengkilap rumah sakit.
Di belakangnya Taehyung juga ikut berlari, namun sial Yoongi terlalu cepat hingga tak bisa ia kejar.
Dan ketika Taehyung sudah sampai, ia melihat wajah menyesal Yoongi yang tertunduk sebelum menghilang di balik sebuah pintu.
Taehyung segera menghampiri Hoseok, pemuda itu tampak terkejut melihat kedatangan kekasihnya.
"Sayang, kenapa ka..."
Plak
Sebuah tamparan kencang kembali Hoseok rasakan setelah dua hari yang lalu tangan yang sama juga menyapa pipi mulusnya.
"Kenapa kau tak memberi taukan hal ini padaku?!"
Oh Hoseok tau saat ini Taehyung tengah dalam keadaan yang tak baik.
Temannya, sahabat kentalnya kini tengah berbaring tak berdaya penuh luka di dalam sana. Hoseok yakin saat ini Taehyung tengah kalut.
Maka dengan segera ia menarik pelan Taehyung kedalam pelukannya. Menepuk nepuk pelan punggungnya, dan di balas pukulan kencang di punggung Hoseok.
Itu sakit.
"Kau tau ini dari awal kan? Kenapa kau diam saja? Kau dan Yoongi sama sama brengsek, kau tau."
Hoseok diam tak bersuara, ia bukan saatnya ia untuk membantah. Perkataan Taehyung memang seluruhnya benar. Ia terlalu menuruti perkataan Yoongi disaat tau apa yang Yoongi lakukan justru salah.
Sebagai sahabat ia sangat buruk menilai dirinya saat ini. Betapa pun kerasnya keinginan dirinya agar Jimin keluar dan selamat dari hal hal semacam ini, seharusnya ia juga tau kalau yang Yoongi lakukan sudah di luar batas. Dan jika ia sahabat yang baik, ia pasti sudah menghentikan Yoongi sebelum hal ini terjadi.
Bayangkan betapa buruknya ia sekarang.
"Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Taehyung saat keadaannya sudah hampir tenang.
"YoungShin, dia tak terima saat Yoongi kembali jadi kapten di kompetisi kali ini. Dia tau jika Jimin sedang menjalin hubungan dengan Yoongi, yaa sebenarnya semua orang juga sudah tau. Dan untuk membuyarkan fokus Yoongi, dia membuat Jimin tak nyaman di club. Namun karena tak kunjung mendapatkan hasil, ia dan beberapa kawannya yang lain mengeroyok Jimin saat ia hendak pulang. Aku pun tak akan tau kalau saja Mingyu tak memberitahukan jika seorang siswi mengenali Jimin yang tak sadarkan diri di gang kecil dekat jalan pintas ke sekolah."
Taehyung tertunduk. Ia sama sekali tak bisa membayangkan Jimin tengah melawan gerombolan anak anak kurang ajar itu sendirian.
Mungkin saat itu ia di tendang, di pukul, di hajar habis habisan hingga akhirnya tak sadarkan diri.
Disaat itu mungkin Jimin ketakutan, panik, dan tak bisa berpikir apa apa.
Taehyung membayangkan, dan ia tak bisa menyembunyikan perasaan bersalahnya. Karena itu pasti sakit sekali.
"Tapi kumohon, soal pesan Yoongi jangan pernah kau salahlan dia. Aku tau yang lakukan itu memang gila. Tapi ini juga sebuah usaha agar Jimin tak berakhir seperti ini bukan?"
"Tapi sekarang nyatanya yang Yoongi takutkan itu sudah terjadi, lalu siapa yang harus ku salahkan? Jimin?!"
Taehyung benar benar menangis sekarang. Ia benar benar sakit hati ketika mangkap siluet Jimin tengah berbaring dengan selang yang membantu pernafasaanya. Separah itukah?
"Jangan salahkan siapapun. Jika kau salahkan seseorang maka tak akan adil untuk orang lainnya. Kau salahkan Yoongi, ia tak bisa menjaga Jimin dengan benar. Kau salahkan aku karena tak bisa membuat Jimin aman. Kau salahkan Jimin, karena ia tak mau keluar. Kau salahkan dirimu sendiri, karena tak bisa menemani Jimin saat ia kesusahan. Tapi apa dengan menyalahkan orang orang kau bisa membuat keadaan membaik? Tidak kan?"
"Lalu aku harus bagaimana?"
"Kita masuk. Kurasa Jimin dan Yoongi membutuhkan kita sekarang."
Taehyung mengangguk. Hoseok benar, sampai kapan pun tak akan selesai jika Taehyung tetap keukeuh menyalahkan orang orang. Yang ada ia hanya akan menyakiti Jimin lagi.
Toh semuanya juga sudah terjadi kan?
Pemuda manis itu akhirnya bisa juga melewati pintu setelah sebelumnya ia melangkah ragu ragu.
Yoongi tengah menenggelamkan kepalanya di atas telapak tangan Jimin yang bebas dari selang infus. Bahunya bergetar.
Ia menangis...
Taehyung kembali nyadarkan tubuhnya pada dada Hoseok yang masih berada di belakangnya.
Menatap Yoongi sekarang, Taehyung jadi seperti menatap seorang pemuda paling lemah di seluruh muka bumi.
Mana Yoongi yang songong. Maana Yoongi yang menyebalkan, Yoongi yang arogan,dan Yoongi yang Jimin cintai...
Yoongi berubah derastis jika menyangkut soal Jimin. Apapun akan ia lakukan untuk sahabatnya itu. Bahkan untuk menjadi orang idiot nan bodoh pun Yoongi sanggupi.
"Ini yang aku takutkan Taehyung..."
Yoongi mengangkat kepalanya. Menatap kearah Taehyung dengan sorot mata menyesal.
"Ini bukan salahmu Yoongi." ucap Taehyung pelan.
Ia lantas berdiri di samping ranjang Jimin dan kursi yang Yoongi tempati.
"Bukan juga salah cinta kalian. Jika kau benar benar mencintainya, maka teruslah berdiri di sampingnya Yoongi. Buktikan padaku kalau kau mau."
Yoongi memandang Taehyung, begitu pula sebaliknya.
Teduh
Hati Yoongi teduh dengan ucapan Taehyung. Taehyung akan selalu jadi sahabat paling pengertian untuk pemuda yang tengah terbaring di sampingnya kini.
Kepercayaan Taehyung begitu berarti untuk Yoongi.
"Tapi aku..."
"Yoongi, just stay with him."
Yeah Yoongi stay for Jimin.
Dua bulan.
Tepat hari ini.
Yoongi tak bisa bilang keadaannya dan Jimin memburuk atau bagaimana.
Yang jelas mereka tak saling sapa. Tak saling melempar senyum, tak saling menghubungi lagi setelah Jimin sadar dan Yoongi jujur mengenai tidakan bodohnya.
Saat itu Jimin hanya diam, berusaha mengerti. Walau pada akhirnya ia juga sakit hati.
Setelahnya Yoongi pulang karena kedua orang tua Jimin sudah datang.
Dan sejak saat itu semuanya berubah kembali menjadi putih. Tak ada warna hitam yang menggores hari hari Yoongi, juga warna warna pelangi yang Jimin torehkan seperti hari hari yang lain.
Semuanya berubah menjadi kosong, lagi.
Jimin sudah berhenti jadi manager tim basket omong omong. Entah sejak kapan, lagi lagi ia tak membicarakannya pada Yoongi.
Ini bukan salah Yoongi.
Yoongi sudah berusaha sekuat tenaga untuk tetap ada bersama Jimin. Hanya saja kekasihnya itu yang terus menghindar dan menjauh.
Seperti saat ini. Hari di mana club basket tengah mengadakan kemenangan besar besaran yang mereka raih.
Ya setidaknya Yoongi bisa profesional menyangkut kewajibannya. Ia main sangat hebat tadi. Hingga membawa gelar juara untuk kesekian kalinya.
Perayaannya di lakukan di sebuah taman. Mereka mengadakan pesta barbeque. Banyak di antara anak anak basket yang membawa pasangan.
Sebut saja Mingyu dan Wonwoo, Sehun yang membawa Jongin, dan tak ketinggalan Hoseok dengan pasangan penuh sensasinya, Kim Taehyung.
Awalnya Yoongi sempat berharap jika Taehyung ikut membawa Jimin, tapi ketika suara motor Hoseok mengaum di sepinya malam, harapan Yoongi pupus.
Memangnya Apa? Kau berharap Jimin mau di bonceng tiga? Maaf maaf saja, Jimin bukan cabe cabean kawan.
Melihat bunga bunga asmara yang bertebaran di sekelilingnya, Yoongi memutuskan untuk menyingkir di temani bola orangenya.
Ada sebuah lapangan basket di dekat sana. Yoongi lebih memilih untuk memainkan bolanya di sana.
Melampiaskan segala rasa sakitnya pada lemparan kencang yang membentur ring. Tak beraturan. Untung saja Yoongi yang sekarang tidak muncul di pertandingan tadi. Kalau iya, habislah ia dan club basketnya.
Entah sudah berapa kali Yoongi memasukkan bola ke dalam ring, ia bosan. Tampaknya si bola juga, hingga benda bulat itu menggelinding ketikaYoongi melepaskannya.
Dan seolah di tarik oleh besarnya gaya gravitasi bumi, bola itu bergulir bergulir dan terus bergulir hingga akhirnya berhenti ketika bertabrakan dengan sebuah sepatu berwarna hitam.
Yoongi tak sadar akan keberadaan orang lain di belakangnya. Hingga ia berbalik, dadanya di hantam keras oleh bola basketnya.
Yoongi jatuh terduduk. Terbatuk batuk seperti seorang kakek yang sebentar lagi menemui ajalnya.
Sosok tadi dengan cepat mendekat. Ia tak tau kalau lemparannya akan sekuat tadi, atau memang Yoongi yang sedang lemah. Ah biarkanlah, Jimin pusing.
Jimin?
Ya Jimin, siapa lagi.
"Aaah maafkan aku, kukira kau tak akan jatuh seperti ini."
Sumpah, jatuh ribuan kali pun Yoongi rela asalkan tangan Jimin selalu kembali menggenggam tangannya erat erat seperti ini.
Jimin mengulurkan tangannya, berharap Yoongi masih mau menyambutnya untuk kembali berdiri sama sama.
Tentu, tentu Yoongi mau. Tapi bukan untuk berdiri, melainkan untuk kembali jatuh. Jatuh pada perasaan agung bernama cinta.
Yoongi menarik tangan tersebut hingga kini Jimin ikut jatuh menimpa dadanya. Tak apa, tidak sakit. Ini justru menyenangkan. Ketika pipi Jimin yang sudah kembali berisi bertabrakan dengan dadanya yang berdentum keras.
Jimin bergerak gelisah minta di lepaskan, namun tangan Yoongi telah tersampir manis di pinggangnya. Membawa hidungnya untuk mencium aroma yang menguar dari rambut Jimin.
Ia rindu sekali saat saat seperti ini. Sangat rindu.
Jimin menikmati ketika telapak tangan Yoongi mengusap pelan punggungnya. Itu nyaman sekali.
"Aku tak tau ini benar atau salah. Tapi kuakui aku memang bukan seseorang yang gampang memikat hati seseorang dengan kata kata. Maka jika suatu saat aku memelukmu seperti ini jangan pernah lepaskan. Itu artinya aku sangat ingin bersamamu."
"Kau berkata seoalah kau ingin berpisah lama denganku." ucap Jimin.
Yoongi tersenyum. "Bukannya kau memang akan meninggalkanku?"
Jimin segera menegakkan duduknya, menatap Yoongi dengan mata yang sudah siap menumpahkan air mata.
"Baru dua bulan saja aku sudah begini menderitanya, bagaimana jika sampai selama lamanya. Kau mau aku mati muda huh?"
Galak sekali sih pikir Yoongi.
"Rasanya lebih baik aku di pukuli saja lagi, dari pada harus berpisah dengan mu."
Untuk kali ini, Yoongi menghela nafas mendengar penuturan Jimin. "Aku lebih baik berpisah denganmu dari pada melihatmu seperti dua bulan yang lalu."
Jimin tertunduk, sungguh air matanya tak bisa mengkondisikan keadaan jika sedang ingin keluar. "Aku rasa takdir memang tak ingin kita bersama."
"Aku rasa bukan takdir. Kita di satukan oleh sebuah keberuntungan. Keberuntungan membuat ku bisa bertemu denganku. Keberuntungan kau bisa balik mencintaiku, keberuntungan yang besar saat ku tau kau begitu ingin bersama ku. Kau bukan takdirku Jimin, tapi kau keberuntungan ku yang selaku datang bersama nasib baik. Aku selalu ingin bersama keberuntungan ku. Selamanya."
Jimin melepaskan tangan Yoongi yang ada di pinggangnya. "Kau bohong."
"Oh sumpah. Mana mungkin aku berbohong."
Konyol.
"Bukan, bukan Itu. Kau bilang tadi kau tak mahir memikat hati seseorang dengan kata kata. Lalu apa yang kau katakan tadi, kau membuatku jatuh lagi Yoongi. Jatuh padamu lagi."
Tak ada yang lebih menyenangkan bagi Yoongi saat ini selain melihat warna merah muda tersapu rata di permukaan kulit Jimin. Cantik sekali.
Ia tak tahan untuk membiarkan tangannya meraih Jimin kedalam pelukannya sekali lagi. Kali ini lebih hangat dan lebih lencang. Ia tak ingin melepaskan Jimin lagi.
Jimin satu satunya orang yang hisa membuat Yoongi gila setengah mati
Hanya Jimin
"Kau tak takut di pukuli lagi?"
"Untuk apa aku takut, aku yakin untuk kali ini kau tak akan membiarkan hal seperti itu terjadi lagi padaku."
"Kau benar." ucap Yoongi pelan. Ia menggerakkan tubuh Jimin dalam pelukkannya kekiri dan kekanan.
Itu menyenangkan, sama halnya dengan ketika jimin menerima kembali.
Sangat menyenangkan.
Sangat.
Yoongi jadi ketagihan.
Hahahaha
The end
No comen
Thanks
Byee