Sudah dua minggu lebih berlalu semenjak pertengkaran besar Yebin dengan Baekhyun. Lebih dari dua minggu juga Yebin tidak berbicara dengan kedua temannya, Jisoo dan Soojung. Yebin bahkan tidak berani bertemu muka dengan temannya. Memang sampai sekarang kedua temannya tidak berbicara apa pun dan tidak ada gossip yang beredar tentang dirinya. Tetapi tetap saja Yebin masih tidak mempunyai keberanian untuk menyapa dan berbicara seperti biasa dengan temannya. Bagaimana kalau mereka menanyakan tentang ibunya? Yebin masih belum siap untuk itu.
Gadis itu bersyukur karena sehari setelah kejadian temannya bertemu dengan Baekhyun, kelas mereka melakukan 'pindah tempat duduk' yang dilakukan rutin tiga bulan sekali. Kali ini Yebin duduk di barisan paling depan di dekat jendela. Meskipun ia harus duduk di depan tetapi ia bisa menghela nafas karena tempat duduknya terpisah dengan kedua temannya.
Sekarang ia selalu datang agak siang dan pulang paling cepat daripada yang lainnya. Sebisa mungkin ia ingin menghindar.
Seperti sekarang, Yebin cepat-cepat memasukkan bukunya ke dalam tas. Di saat temannya yang lain masih asyik berbincang, Yebin berjalan cepat keluar dari kelas sambil menenteng tasnya.
Come Rain, Come Shine
Cast:
Park Chanyeol
Byun Baekhyun
Park Yebin
etc
Genre:
Family, Drama, Angst
WARNING! Yaoi! BL! Typo
Summary:
Setelah Chanyeol dan Baekhyun menikah mereka mengadopsi seorang anak perempuan yang diberi nama Yebin. Chanyeol yang tampan, Baekhyun yang lembut, dan juga kehadiran Yebin yang manis dan lucu melengkapi keluarga kecil mereka. Kehidupan mereka berjalan seperti biasa layaknya keluarga yang lain, sampai suatu saat Yebin menyadari sesuatu. "Aku malu kalau teman-temanku tahu kalau ibuku seorang laki-laki."/ ChanBaek, Yaoi, Married life, OCs.
.
.
.
"Jisoo, setelah ini kau mau kemana?
"Hm sepertinya aku langsung pulang saja." Soojung yang mendengarnya mengangguk mengerti.
"Oh iya Jisoo… soal Yebin apa kau—"
"Aku pulang dulu ya Soojung. Sampai besok."
Soojung hanya diam melihat kepergian temannya.
Ini sudah kesekian kalinya Jisoo tidak pulang bersama kedua temannya. Semuanya jadi terasa canggung setelah kejadian yang terjadi dua minggu lalu. Yebin pergi meninggalkannya dan berlari menerjang hujan tanpa penjelasan apa pun. Malamnya pun ia mengirimkan pesan kepada Yebin tetapi ia tidak mendapat jawaban apapun sampai sekarang.
Di hari setelah kejadian itu Yebin tidak seperti biasanya datang ke sekolah terlambat, dan di pagi hari kelas mereka langsung melakukan pindah tempat duduk. Jisoo sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan Yebin. Yebin pun terlihat menghindarinya. Setiap istirahat makan siang ia selalu pergi dengan cepat entah kemana.
Jisoo pikir temannya memang sedang tidak ingin berbicara dengannya. Oleh karena itu ia menghormatinya dengan memberi waktu sendiri untuk Yebin. Begitu juga dengan Soojung yang sepertinya berpendapat sama dengan Jisoo.
Ia sudah mengenal Yebin sejak kelas satu SD dan ia sudah terbiasa untuk pulang bersama sampai sekarang. Entah kenapa terasa aneh saat ia harus pulang sendiri.
Bulan Juni yang penuh dengan hujan telah berakhir dan telah digantikan oleh bulan Juli yang panas terik. Berkali-kali Jisoo menyeka keringat yang menetes di dahinya dengan sapu tangan. Ketika menyebrang jalan raya ia berpapasan dengan segerombol anak yang dengan asyiknya menikmati es krim yang mereka genggam.
Sepertinya es krim di hari yang panas boleh juga.
Gadis itu masuk ke supermarket yang langsung ia temukan. Ketika ia melangkah masuk ke supermarket ia langung disambut dengan angin dingin dari pendingin supermarket. Ini pertama kalinya ia mengunjungi supermarket ini padahal ia sering melewatinya.
Karena ini pertama kali baginya ia tidak bisa menemukan dimana letak es krim. Ditambah lagi supermarket yang ia datangi cukup luas membuatnya tambah kesusahan. Ia sedikit menyesal, mungkin seharusnya dia datang ke mini market saja.
Tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, Jisoo memutuskan untuk bertanya saja kepada pegawai supermarket. Setelah mengedarkan pandangan, ia menemukan pegawai yang sedang menyusun barang di rak.
"Maaf es krim ada di sebelah mana ya?"
"Oh es krim ada di—"
Waktu seperti membeku sejenak. Jisoo tidak asing dengan pegawai itu dan pegawai itu menunjukkan reaksi yang sama dengannya.
Tentu saja tidak asing. Ia pernah bertemu dengan pegawai itu sekitar dua minggu yang lalu. Pegawai lelaki manis yang mengejar temannya yang berlari menerjang hujan dua minggu lalu.
"Ah selamat siang…"
Jisoo mengangguk ketika pegawai itu memberi salam. "Selamat siang…"
Sekitar sepuluh detik keheningan menyelimuti. Mereka berdua tidak berani berkata apa-apa dan membuat suasana bertambah canggung. Sebenrnya bisa saja mereka langsung pergi dari sana dengan alasan buat-buat, tetapi mereka tidak bisa seperti ada kekuatan yang menahan mereka.
"Temannya Yebin ya?" Jisoo mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Terima kasih sudah berteman baik dengan Yebin. Bagaimana dengan sekolah? Lancar?"
"Iya begitulah…"
"Syukurlah… oh iya Yebin bagaimana kalau di sekolah?"
"Yebin orang yang ceria, dia juga pintar dan aktif di kelas..." jawab Jisoo sedikit ragu.
"Begitu… syukurlah..." ucap Baekhyun lega.
Keheningan kembali menyelimuti dan Baekhyun melihat ekspresi Jisoo yang tidak bisa dijelaskan. Awalnya Baekhyun tidak mengerti arti ekspresi tersebut sampai akhirnya dia menyadarinya.
Baekhyun menyadari kebodohannya. Temannya Yebin itu tidak tahu siapa dirinya dan tiba-tiba dengan seenaknya lelaki manis itu menanyakan tentang Yebin. Baekhyun tidak pernah tahu bagaimana putrinya saat di sekolah dan ia tidak kuat untuk tidak bertanya ketika tidak sengaja bertemu dengan Jisoo tadi.
Lelaki manis itu menggigit bibir bawahnya dan bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri menandakan kalau ia sedang panik. Jisoo pasti curiga dengan dirinya karena tiba-tiba menanyakan tentang Yebin. Bagaimana ia harus menjelaskannya? Ia tidak bisa memperkenalkan dirinya sebagai ibu Yebin kepada temannya.
"Maaf, sebe—"
"Oh iya saya lupa mengenalkan diri maafkan saya." ucap Baekhyun menyela perkataan Jisoo.
Baekhyun menggigit bibirnya lebih kuat dan memberanikan mengagkat wajahnya dan menatap mata Jisoo. Tangannya bergetar dan berkeringat dingin. Bahkan untuk menelan ludah rasanya susah sekali.
"Sa—saya…"
"Selama ini orang lain hanya tahu kalau aku hanya mempunyai ayah, jadi ibu sebaiknya jangan muncul sembarangan, itu akan merepotkanku. Ibu mengerti kan?"
"Saya… teman ayahnya Yebin. Saya selama ini ayahnya Yebin berbaik hati dan memperbolehkan saya tinggal bersama karena saya tidak punya rumah dan pekerjaan hehe."
Mungkin seharusnya Baekhyun mendapat pengharaan aktor terbaik karena bisa-bisanya kalimat tersebut keluar dengan lancar dari mulutnya. Tidak hanya itu ia juga bisa menyegir sambil menggaruk kepalanya saat mengatakannya. Baekhyun benar-benar terlihat seperti orang bodoh yang memang tidak mempunyai pekerjaan dan rumah.
"Saya sudah terlalu banyak merepotkan keluarga Yebin. Yebin tidak mempunyai ibu, ayahnya bekerja keras dan saya yang bukan siapa-siapa dengan seenaknya menumpang di rumah mereka. Mungkin karena itu Yebin tidak suka dengan saya. Saya benar-benar minta maaf soal kejadian di mini market beberapa hari lalu."
"Oh begitu…" ekspresi Jisoo berubah seperti sedih saat mendengarnya dan Baekhyun tidak mengerti kenapa. Mungkin Jisoo baru mengetahui ternyata temannya menyimpan masalah dan Jisoo merasa kasihan dengan Yebin.
"Ah maaf tiba-tiba saya menceritakan hal-hal yang tidak perlu hehe. Oh iya tadi mencari es krim kan? Es krim ada di sebelah kiri sana, dekat bagian buah-buahan." Baekhyun masih mempertahankan muka bodohnya sambil menunjukkan arah dimana tempat es krim berada dengan tangannya.
Jisoo yang belum mengubah ekspresinya mengangguk mengerti lalu pergi meninggalkan Baekhyun.
"Ah maaf, temannya Yebin!" tiba-tiba Baekhyun memanggil Jisoo yang belum berjalan jauh. Merasa dipanggil, Jisoo pun menengok ke arah suara. Jisoo mendapati Baekhyun yang berlari kecil ke arahnya.
"Kalau ada waktu main ya ke rumahnya Yebin. Sebenarnya Yebin ingin sekali teman-temannya main ke rumahnya, tapi dia tidak pernah mengatakannya. Lain kali datang main ya."
Beberapa detik Jisoo menatap wajah Baekhyun yang tersenyum manis seolah baru saja mendapatkan hadiah. Kemudian gadis itu mengangguk mengerti tanpa mengatakan apa-apa, lalu pergi meninggalkan Baekhyun yang masih tersenyum.
Rasanya hati Baekhyun lebih terasa lega setelah mengatakannya. Setidaknya ia bisa menghilangkan kesalah pahaman temannya Yebin. Dengan begini Yebin bisa mengajak temannya untuk main ke rumah tanpa khawatir.
Hati Baekhyun juga senang saat mengetahui kalau Yebin baik-baik saja di sekolah. Cukup membayangkan putrinya berbincang ria dengan temannya di sekolah bisa membuat Baekhyun tersenyum seharian.
Ia bahkan sampai melupakan kalau baru saja ia mengaku bukan siapa-siapanya Yebin.
.
.
Chanyeol dan Yeonhee semakin dekat belakangan ini. Yeonhee banyak membantu Chanyeol dengan pekerjaannya. Pendapat mereka sering sama, dan ketika Chanyeol kebingungan untuk memutuskan sesuatu Yeonhee lah yang selalu menjadi penyelamatnya.
Yeonhee yang mengerti pekerjaannya membuat Chanyeol nyaman untuk mencurahkan keluh kesah pekerjaannya. Rasanya lebih ringan karena akhirnya lelaki itu bisa menceritakan keluh kesahnya pada orang lain yang mengerti tentang pekerjaannya.
Minat dan obrolan mereka juga sama membuat pembicaraan mereka selalu meriah sampai mereka berdua tidak sadar waktu telah berjalan begitu lama.
"Ini sudah larut kenapa kau masih disini?"
"Harusnya aku yang bilang itu Yeonhee. Kau perempuan dan bahaya jika kau pulang malam-malam."
Yeonhee yang tadi bersandar di pintu ruangan Chanyeol mendengus kecil lalu berjalan mendekat. "Aku sudah terbiasa pulang malam Chan. Lagipula kau punya anak yang menunggumu di rumah, kau seharusnya pulang segera."
"Iya iya sebentar lagi."
Perempuan yang mengenakan kemeja berwarna pastel itu memperhatikan Chanyeol yang masih sibuk dengan dokumennya.
"Chan."
"Ya?" jawab Chanyeol tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen-dokumen pentingnya.
"Kenapa kau belum menikah?"
Tangan yang sedari tadi sibuk mendatangani dokumen tersebut langsung berhenti.
"Kau mapan, kau punya segalanya untuk membuat semua perempuan bertekuk lutut padamu. Seingatku dulu kau juga populer di kalangan para siswi. Tapi kenapa kau lebih memilih sendiri sampai sekarang Chan? Kau malah mengadopsi anak, apa kau tidak kerepotan mengurusnya sendiri?"
Tentu saja Chanyeol tidak kerepotan. Selama ini ia fokus dengan pekerjaannya. Urusan rumah dan Yebin semuanya Baekhyunlah yang mengurus. Waktu mereka masih susah, Chanyeol selalu sibuk dan pulang larut karena pekerjaannya. Ia bahkan tidak begitu tahu tentang perkembangan putrinya karena ia jarang mengurusnya.
"Aku hanya belum menemukan yang tepat."
"Lalu kenapa kau mengadopsi anak?"
"Karena aku ingin."
Chanyeol memuji dirinya karena dengan ajaibnya ia bisa berkata bohong dengan lancarnya.
Yeonhee sepertinya tidak puas dengan jawaban Chanyeol tetapi ia lebih memilih diam. Melihat Chanyeol yang masih asyik dengan kertas-kertasnya, perempuan cantik itu beranjak menuju pintu ruangan.
"Kau mau kemana?"
"Pulang. Mau kemana lagi?"
"Sudah kubilang bahaya pulang sendiri malam larut begini. Tunggulah sebentar, nanti kuantar."
Yeonhee tidak menyangka Chanyeol akan berkata seperti itu. Kemudian ia kembali medengus.
"Aku bawa mobil asal kau tahu. Lagipula kalau kau mengantarku, paginya aku harus berangkat kerja naik apa?"
"Tetap saja bahaya. Kau bisa naik kereta atau taksi berangkatnya."
"Tidak mau. Aku pulang sekarang."
Chanyeol akhirnya mengalihkan pandangannya dari dokumen menuju perempuan yang berdiri sambil menyedekap tangannya. Lelaki itu menghela nafas sebelum membalas ucapan Yeonhee.
"Baiklah, aku akan menjemputmu juga pagi-pagi. Bagaimana?"
"Kau serius?"
"Iya. Jadi tunggulah sebentar, sebentar lagi aku selesai."
Perempuan itu kemudian mengangguk mengerti. Tanpa Chanyeol sadari senyum kemenangan muncul di wajah cantik Yeonhee.
Selesai dengan dokumennya, Chanyeol pergi ke toilet sebentar sebelum pergi mengantar Yeonhee.
"Ku lihat kau semakin dekat dengan Choi Yeonhee."
"Sehun? Kau mengagetkanku saja. Kenapa kau belum pulang?"
"Pekerjaan." jawab Sehun singkat.
Chanyeol mengerti kemudian beranjak keluar dari toilet karena ia tidak bisa membuat Yeonhee menunggu lama.
"Chanyeol."
"Ya?"
"Jangan berani-berani main dengan api. Kuperingatkan kau."
Chanyeol tidak mengerti dengan perkataan Sehun. Kemudian ia pergi keluar tanpa menghiraukan perkataan temannya itu.
.
.
"Chanyeol, ini masih pagi kenapa kau buru-buru? Kau juga belum sarapan…"
Baekhyun berkata dengan lemah kepada suaminya yang buru-buru memakai sepatunya. Sepertinya saking buru-burunya Chanyeol tidak mendengar pertanyaan Baekhyun karena suaminya tidak kunjung memberi jawaban.
Bahkan sampai suaminya pergi Baekhyun tidak mendapat jawaban apa-apa. Chanyeol pergi begitu saja, hanya dengan sepatah kata 'aku pergi dulu'. Tidak ada pelukan atau ciuman.
Baekhyun mencoba berpikir positif. Mungkin suaminya ada urusan pekerjaan atau ada rapat dadakan yang membuatnya harus pergi pagi-pagi. Kalau saja Chanyeol mau memberitahunya, Baekhyun akan membangunkannya pagi-pagi dan membuatkan sarapan lebih cepat.
Masih berdiri terpaku di dekat pintu tiba-tiba ia mendengar suara langkah terburu-buru yang mendekat.
"Yebin-ah? Sudah mau berangkat pagi-pagi? Bagaimana dengan sarapan? Ah atau mau dibuat bekal saja sarapannya? Tunggu sebentar ya ibu akan- "
"Ck. Berisik."
BRAK
Rasanya seperti déjà vu. Sepertinya hal ini pernah terjadi sebelumnya, Yebin pergi duluan sebelum Baekhyun sempat menyelesaikan ucapannya Tetapi kali ini membuat hati Baekhyun terasa lebih sakit.
Seluruh badan Baekhyun terasa lemas. Sekitar lima menit ia memandang kosong pintu yang tertutup sebelum berjalan kembali ke dapur. Suara dari ricecooker membelah kesunyian, menandakan nasi telah matang. Telur yang belum matang sepenuhnya masih ada di atas penggorengan dan panci diatas kompor yang berisi sup yang sudah dihangatkan sudah siap untuk disantap.
Baekhyun tidak tahu rumahnya bisa terasa sesepi ini meskipun suara jarum jam dan televisi yang dibiarkan menyala sedikit membantu mengisi kekosongan.
Tidak seperti Baekhyun.
Tidak ada yang mengisi kekosongan sudut hatinya yang kesepian.
Di saat Yebin berhenti di mini market untuk sarapan dan Chanyeol yang buru-buru pergi ke suatu tempat dengan mobilnya, tidak ada yang tahu perlahan-lahan pertahanan Baekhyun semakin melemah.
.
.
"Kau terlambat Chan. Seharusnya kau sudah datang lima menit yang lalu."
"Iya iya maaf, aku kesulitan menemukan apartemenmu."
Yeonhee kemudian tersenyum. "Aku hanya bercanda. Kau mau masuk? Aku sudah membuatkan sarapan untuk kita."
Chanyeol mengecek jam tangan mahalnya. Mereka masih punya waktu banyak. Tanpa merasa bersalah atau apapun, lelaki itu menerima ajakan Yeonhee lalu masuk ke dalam apartemen dan menyantap sarapan berdua.
.
.
Yebin berjalan menuju sekolah sambil mengelus perutnya yang berbunyi. Rupanya nasi kepal yang ia beli di mini market tadi tidak cukup mengisi perutnya yang kosong. Dan kesialannya bertambah karena ia salah memakai sepatu. Sepatu yang ia pakai adalah sepatu yang sudah terlalu sempit dan sudah tidak ia pakai lagi sejak tahun lalu.
Entah kenapa hari ini moodnya sedang tidak baik. Gadis itu sedang tidak ingin bertemu dengan ibunya, oleh karena itu ia berniat berangkat pagi sekali. Tapi siapa sangka saat ia akan pergi, ibunya berdiri di dekat pintu dan berisik soal sarapan. Mungkin karena pengaruh mood juga, Yebin tambah tidak suka dengan Baekhyun.
Suasana hati Yebin benar-benar buruk dan terlihat jelas di wajahnya yang suram. Ia berhasil menjalani seharian yang berat ini meskipun dengan wajah seperti suram.
Ketika bel pulang berbunyi, gadis itu langsung cepat-cepat membereskan barangnya dan keluar dari kelas. Awalnya ia berniat langsung pulang tetapi ia ingat ibunya di rumah sekarang. Gadis itu tidak dalam mood untuk bertemu dengan ibunya sekarang.
Ia bingung harus kemana. Ia tidak bisa pergi ke rumah bibinya karena bibinya sedang keluar kota, dan ia tidak bisa pergi ke kafe atau semacamnya karena tidak punya uang.
Yebin menggigit bibirnya sambil berpikir. Kemudian ayahnya muncul di kepalanya. Mungkin ia bisa pergi ke kantor ayahnya. Dulu Yebin juga pernah kesana dua kali dan tidak ada masalah. Kalau pun ternyata ayahnya sibuk dan Yebin tidak bisa menunggu disana, ia bisa meminta uang ke ayahnya dan pergi ke suatu tempat.
Setuju dengan idenya sendiri, Yebin mengubah arah menuju stasiun untuk pergi ke kantor ayahnya. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai kantor ayahnya. Orang yang berada di resepsionis sudah hafal dengan dirinya, karena itu ia bisa langusng naik menuju ruangan ayahnya.
Saat sampai di depan pintu ruangan ayahnya, gadis itu mengetuk beberapa kali tetapi tidak ada jawaban. Sekali lagi ia mengetuknya tetapi sama saja.
"Aneh…"
"Maaf, siapa ya?"
Yebin menoleh kaget saat mendengar suara dari belakangnya.
"Apa direktur Park ada di dalam?" bukannya menjawab pertanyaan, Yebin justru melontarkan pertanyaan kepada pegawai kantor perempuan yang memanggilnya tadi.
"Direktur sedang ada rapat sekarang. Kalau boleh tau anda siapa ya?"
"Ah maaf, nama saya Park Yebin. Saya anaknya direktur Park."
Pegawai kantor tadi sedikit terkejut mendengarnya.
"Oh putrinya direktur Park ya. Perkenalkan saya Choi Yeonhee, pegawai disini."
Yebin mengangguk untuk memberi salam. Ia memperhatikan Yeonhee dari atas sampai bawah. Menurut Yebin pegawai itu sangat cantik dan stylenya juga bagus.
"Baru pulang sekolah ya?"
"Ah iya. Saya sedang tidak ingin di rumah makanya saya kesini, tapi ternyata ayah tidak ada jadi apa boleh buat haha."
"Mau pergi jalan-jalan sambil menunggu ayahmu?"
"Eh?"
Gadis itu bingung dengan ajakan Yeonhee yang tiba-tiba, apalagi mereka baru saja bertemu.
"Sebenarnya aku dan Chan—direktur Park adalah teman dari SD dan kami cukup dekat. Aku juga pernah dengar soalmu dari ayahmu."
"Benarkah? Aku tidak tahu soal itu.."
"Jadi bagaimana? Ayahmu mungkin masih lama rapatnya."
Setelah mempertimbangkannya akhirnya Yebin mau ikut pergi jalan-jalan dengan Yeonhee. Mereka pergi menuju mall yang ada tidak jauh dari kantor.
Yeonhee merupakan orang yang asyik untuk diajak ngobrol. Ia juga tahu banyak dengan trend-trend sekarang karena itu Yebin langsung bisa dekat dengannya.
Sebenarnya asyik jalan-jalannya, tetapi kaki Yebin sudah tidak kuat. Sepatunya yang sempit membuat kakinya lecet dan sakit.
"Yebin-ah, kau kenapa?" Yeonhee khawatir melihat Yebin yang tiba-tiba berhenti.
"Sepatuku kekecilan, kakiku jadi sakit…"
Yeonhee mengerti lalu membawa Yebin ke toko sepatu yang ada di mall tersebut.
"Pilihlah sepatu yang kau sukai. Kau tidak bisa berjalan dengan sepatu seperti itu Yebin-ah. Tenang saja, akan kubelikan kok."
"Ta—tapi."
"Tidak ada tapi-tapian. Nanti aku bisa meminta ayahmu mentransfer uang gaji tambahan ke rekeningku." candaan Yeonhee berhasil membuat Yebin tertawa dan akhirnya Yebin berkeliling memilih sepatu.
Semua sepatu yang ada disana bagus dan membuat Yebin tidak bisa memilih. Pada akhirnya Yeonhee membantu memilihkan sepatu untuknya. Yebin menyukai sepatu pilihan Yeonhee dan akhirnya ia membelinya.
Kakinya yang sudah tidak sakit dan sepatu barunya yang bagus membuat mood Yebin menjadi baik. Ia sangat senang bisa berjalan-jalan di mall besar itu. Ia sebenarnya sudah ingin sekali pergi ke mall itu dari dulu tetapi ia tidak pernah sempat.
"Yebin-ah kau lapar? Mau makan tidak?"
Kebetulan sekali Yebin memang lapar sekali. Siang pun dia tidak makan banyak. Gadis itu mengangguk senang begitu juga Yeonhee yang senang Yebin mau mengiyakan ajakannya. Perempuan cantik itu mengajak Yebin ke sebuah restoran pasta.
"Wuah ini kan restoran yang terkenal itu. Teman-temanku sering membicarakannya."
"Kau tahu juga? Ini restoran kesukaanku, aku sering kesini."
"Benarkah? Aku ingin mencoba kesini tapi harganya cukup mahal hehe…"
Setelah itu mereka masuk ke dalam restoran itu. Yebin kagum dengan restoran yang dulunya hanya bisa ia lihat di televisi atau majalah saja. Seperti penampilan restorannya, harga menunya pun memang cukup mahal. Yebin bingung karena semuanya terlihat enak, dan sekali lagi Yeonhee memilihkan menu untuk Yebin.
Yebin berpikir ternyata hari ini tidak buruk juga. Mungkin semuanya berkat Yeonhee. Perempuan cantik yang ternyata adalah teman ayahnya sangat cantik dan tahu banyak hal. Pilihan sepatunya pun sangat bagus.
Ia jadi ingat dengan ibunya. Ibunya benar-benar jauh dari kata 'trendy'. Yebin selalu melihat Baekhyun mengenakan baju yang itu-itu saja sampai ia hafal. Tahun lalu ibunya membelikan sepatu untuknya sebagai hadiah ulang tahun tetapi modelnya tidak ia sukai dan ia tidak mau memakainya.
"Oh iya Yebin-ah, kenapa kau tidak mau pulang?"
"Ah itu… sedang tidak ingin saja. Mood ku jadi jelek kalau dirumah."
"Pfft hahaha kau mirip dengan ayahmu sekali."
"Eh kenapa?"
"Ayahmu juga sering bilang tidak mau pulang ke rumah karena moodnya jelek kalau di rumah. Makanya dia sering pulang malam."
Yebin tidak mengerti atau lebih tepatnya tidak percaya kalau ayahnya mengatakan hal itu. Ia ingin menanyakan kebenarannya pada Yeonhee tetapi sebelum ia sempat menanyakannya pesanan mereka telah datang.
"Yuk kita makan."
Pasta yang tersaji di depan Yebin benar-benar terlihat enak. Yeonhee memang pintar memilihkan.
Setelah itu ia menikmati pasta yang enak itu sampai melupakan pertanyaan tentang Chanyeol.
.
.
Chanyeol memijat pundaknya yang terasa sangat pegal. Ia tidak percaya rapatnya berjalan selama empat jam setengah, padahal seharusnya hanya dua jam saja. Ia hendak kembali ke ruangannya sebelum seorang pegawai memanggilnya.
"Maaf direktur, ada tamu yang menunggu di lobi bawah."
Chanyeol mengangguk lalu segera pergi ke bawah menggunakan lift. Ia baru kepikiran kalau ia lupa menanyakan siapa tamunya. Ketika lift sudah sampai di lantai bawah, lelaki bertelinga lebar itu menuju lobi dan menemukan tamu yang tidak ia duga.
"Baekhyun?"
Merasa dipanggil, Baekhyun menoleh ke samping. "Chanyeol—"
Belum sempat berkata lebih, Baekhyun sudah ditarik suaminya ke luar gedung kantor. Chanyeol membawa ke tempat yang tidak banyak orang lewat.
"Kenapa kau disini?"
"Aku membawakanmu makanan, kau kan tidak sarapan dan tidak membawa bekal jadi aku—"
"Kau pikir aku masih anak-anak? Aku bisa mencari makan sendiri jika aku lapar. Lagipula ini sudah sore, tentu saja aku sudah makan siang."
Baekhyun menggigit bibirnya. "Aku tahu itu…"
"Lalu kenapa kau tetap kesini?"
"Aku rindu padamu… kau selalu pulang malam dan belakangan ini kau juga selalu berangkat pagi-pagi. Kita sudah jarang ngobrol bersama... padahal dulu setelah kita menikah pun kau masih mempunyai waktu untukku."
"Itu karena aku sibuk. Kau tidak mengerti?"
"Aku mengerti…"
"Kalau begitu pulanglah, kita juga masih bertemu di rumah."
Lelaki manis itu menunduk sambil memeluk erat tas kecil yang berisi makanan. Mereka berdua berbicara dengan serius sampai tidak ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan mereka.
Orang itu tersenyum miring di tempat persembunyiannya.
.
.
Yeonhee adalah orang yang ambisius sejak dulu. Ia rela melakukan apapun demi mendapat apa yang ia inginkan. Seperti pekerjaannya, ia akan melakukan apapun demi mencapai target oleh karena itu ia disebut pegawai terbaik karena semangatnya.
Ketika ia bertemu Chanyeol ambisinya pun bangkit lagi. Chanyeol orang yang mapan dan berwajah tampan, dan ia tidak menyangka kalau Chanyeol bersekolah di SD dan SMP yang sama dengannya.
Perempuan itu sejak awal sudah mencoba menarik perhatian Chanyeol dan ia berhasil. Lelaki incarannya juga terlihat tertarik dengannya, terbukti dengan ia sering makan bersama bahkan mengantar dan menjemputnya.
Yeonhee adalah orang yang pintar membaca gerakan tubuh orang. Kemampuannya ia gunakan dalam pekerjaan dan selalu membuahkan hasil yang bagus. Ketika ia berbicara berdua dengan Chanyeol, ia tahu Chanyeol juga menunjukkan ketertarikan pada dirinya.
Yang jadi masalah adalah anak Chanyeol. Percuma saja kalau ia berhasi menaklukan Chanyeol kalau anaknya tidak menyukainya. Tetapi betapa beruntung dirinya hari ini. Putrinya Chanyeol datang sendiri kepadanya dan ternyata tidak sulit untuk menaklukannya juga. Sepertinya anaknya juga menyukai dirinya.
Semuanya sesuai rencana.
Hari ini setelah berjalan-jalan di mall, Yeonhee mengantar pulang Yebin karena ia capek dan mengantuk. Perempuan itu mendapat keuntungan karena ia jadi tahu dimana rumah Chanyeol berada.
Ada sedikit yang menganggu pikirannya. Rumah Chanyeol sepertinya terlalu besar untuk ditinggali dua orang saja. Seharusnya mereka tinggal di apartemen yang pas untuk dua orang. Pasti untuk membersihkan rumah yang cukup luas itu cukup repot. Dan lagi Chanyeol sepertinya terlalu sibuk untuk membersihkan rumah, Yebin juga tidak mungkin.
Ketika kembali ke kantor, ia melihat Chanyeol buru-buru keluar dari gedung sambil menarik tangan seorang lelaki yang berbadan lebih kecil. Penasaran, Yeonhee mengikuti mereka keluar. Chanyeol dan seorang lelaki yang berwajah manis tampak sedang berbicara dengan serius. Wajah Chanyeol terlihat tidak suka dengan kedatangan lelaki manis itu.
Memang tidak sopan tetapi Yeonhee tidak tahan untuk tidak mendengrkan pembicaraan. Ketika mendengarnya sampai akhir perempuan itu tersenyum puas.
Semuanya jelas sekarang.
Ia jadi ingat gossip tentang Chanyeol tidak menyukai perempuan saat mereka SMP, dan tampaknya itu benar. Memang sulit dipercaya, tetapi Yeonhee beransumsi kalau Chanyeol menikahi lelaki manis itu dan mengadopsi Yebin. Tetapi kenapa Chanyeol mengaku belum menikah, itu karena Chanyeol tidak ingin orang lain tahu tentang pasangannya. Chanyeol tidak menyukai pasangannya karena itu ia sering pulang larut dan mengatakan tidak betah di rumah.
Begitu juga dengan putrinya. Selama jalan-jalan bersama tadi Yebin juga tidak mengatakan apapun tentang lelaki manis itu dan ia mengatakan hal yang sama dengan Chanyeol. Tidak mood di rumah. Itu artinya ia juga tidak menyukai pasangan Chanyeol.
Sepertinya dewi fortuna berpihak padanya. Hal yang perlu ia lakukan hanya menyingkirkan lelaki itu dengan begitu ia bisa mendapatkan Chanyeol dan sepertinya tidak sulit melakukannya karena lelaki manis itu terlihat sangat lemah.
Perempuan itu menyeringai. Ia sudah mempunyai rencana.
.
.
Pagi ini sama seperti pagi sebelumnya. Sunyi dan sepi. Suami dan anaknya sudah pergi beberapa jam yang lalu, tanpa sarapan. Baekhyun terdiam duduk di ruang makan sambil memainkan jarinya. Ia mengelus cincin yang melingkar di jari manisnya. Cincin itu adalah pemberian Chanyeol saat mereka mulai tinggal bersama. Cincin murah yang masih ia pakai sampai sekarang, sampai warnanya kusam.
Apa suami dan anaknya membenci dirinya? Apa suaminya sudah bosan dengannya? Baekhyun akan berusaha memperbaiki diri karena ia tidak ingin berpisah dengan keluarga tercintanya. Apa pun yang terjadi ia akan mempertahankan keluarganya karena hanya itu satu-satunya yang ia punya.
Baekhyun kaget saat mendengar suara bel. Ia mengerutkan alisnya. Kira-kira siapa yang datang ke rumah, Baekhyun sama sekali tidak tahu. Lelaki itu berjalan ke depan untuk membukakan pintu.
"Ah selamat siang."
"Siang… maaf anda siapa ya?"
"Nama saya Choi Yeonhee, saya bekerja di perusahaan yang sama dengan direktur Park. Saya ingin memberikan dokumen yang seharusnya saya serahkan kemarin… tapi sepertinya direktur sudah pergi ya?"
Awalnya Baekhyun tidak mengerti, sampai ia sadar direktur yang dimaksud adalah suaminya. "Oh kalau Chanyeol sudah pergi beberapa jam yang lalu."
"Ah… begitu…" ucap Yeonhee sambil memasang muka kecewa.
"Jika anda tidak keberatan, mau masuk dan minum teh?" tawar Baekhyun pada Yeonhee. Baekhyun berpikir pasti Yeonhee sudah buru-buru ke sini demi mengantar dokumen, tapi sayang Chanyeol sudah pergi. Jadi Baekhyun ingin perempuan itu istirahat sejenak sebelum pergi ke kantor.
"Bolehkah? Maaf merepotkan."
Kemudian Yeonhee masuk ke dalam rumah yang cukup luas itu. Di dalam rumah itu sangat rapi dan terawat.
"Rumah yang bagus." puji Yeonhee. Baekhyun yang sedang membuat teh di dapur tertawa kecil saat mendengar pujian.
Yeonhee memandangi Baekhyun yang dengan cekatan membuat teh. Lelaki itu benar-benar terlihat lemah di mata tajam perempuan itu. Saking lemahnya, sangat mudah baginya untuk menghancurkannya.
Tidak lama kemudian Baekhyun kembali dengan secangkir teh dan beberapa keping biskuit. Yeonhee berterima kasih sebelum meminum teh yang disediakan. Rasa teh buatan Baekhyun sangat enak, tidak terlalu manis dan tidak terlalu pahit.
Perempuan itu menaruh cangkir teh ke atas meja. "Maaf kalau saya lancang, tapi anda siapa ya?"
Lelaki manis itu membeku sesaat. Pertanyaan itu. Pertanyaan yang selalu membuat hatinya diliputi rasa takut, bimbang dan sedih.
"Saya… saya temannya Chanyeol…"
"Temannya direktur?"
"Iya… kami teman sejak SMA. Saya tidak punya pekerjaan dan rumah, lalu Chanyeol berbaik hati untuk membiarkan saya tinggal disini…"
Yeonhee mengangguk-angguk. "Sejak kapan anda tinggal disini, bersama direktur?"
Baekhyun tidak menyangka mendapat pertanyaan itu. Bagaimana ia harus menjawabnya, harus kah ia jujur atau berbohong? Jika ia menjawab jujur pasti Yeonhee akan bertambah bingung dan curiga.
Tidak mendapat jawaban, Yeonhee tertawa kecil. "Ah maafkan saya, pertanyaan saya terlalu lancang."
Lelaki mungil itu menggeleng pelan. Beberapa menit keheningan menyelimuti, tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara.
"Oh iya mungkin anda bertanya-tanya kenapa saya bisa tahu rumah direktur. Saya kemarin sempat berjalan-jalan dengan Yebin di mall lalu saya mengantarnya pulang, jadi saya tahu rumah direktur dimana."
"Yebin? Anda kenal Yebin?"
"Iya, kemarin Yebin datang ke kantor untuk menemui direktur, tapi pada saat itu direktur sedang rapat jadi saya mengajaknya jalan-jalan ke mall yang ada di dekat kantor."
Yeonhee berusahan mati-matian menahan senyumannya saat melihat Baekhyun yang terlihat sangat kaget.
"Yebin anak yang manis dan ceria, dia seperti remaja lainnya yang suka mengikuti trend. Kemarin saya membelikannya sepatu karena sepatu yang ia pakai sudah terlalu kecil dan dia terlihat senang sekali dengan sepatu barunya.
Direktur memiliki putri yang manis, sayang sekali dia tidak mempunyai istri. Padahal direktur adalah orang yang sempurna. Mapan, tampan, pasti banyak perempuan yang mau menikah dengannya. Tapi kenapa ya sampai sekarang beliau belum menikah?"
Yeonhee melirik ke arah Baekhyun yang menundukkan kepala.
"Bagaimana menurut anda? Anda teman SMA direktur dan anda juga tinggal bersama. Apa anda tahu alasan mengapa direktur belum menikah sampai sekarang?"
"Saya… saya tidak tahu…"
"Hmm sayang sekali ya. Direktur akan bertambah sempurna jika ada kehadiran istri cantik yang menemaninya, pasti cocok sekali apalagi dengan kehadiran Yebin yang manis. Padahal dulu waktu SD dan SMP direktur sangat populer di sekolah, seharusnya mudah untuk mencari calon istri."
"Eh?"
"Ah saya belum bilang ya? Saya dulu satu SD dan SMP dengan direktur. Aslinya saya bekerja di kantor cabang Busan, tetapi saya dipindahkan ke cabang sini untuk sementara. Saya kaget saat mendengar direktur bersekolah di sekolah yang sama dengan saya hahaha. Dan sekarang kami sering pergi makan bersama."
Baekhyun tidak menjawab. Ia semakin menundukkan kepalanya. Yeonhee yang melihatnya semakin puas. Ternyata benar, lelaki manis itu mudah sekali untuk dihancurkan.
Merasa kali ini sudah cukup menghancurkan pertahanan Baekhyun hari ini. Ia bangkit dari sofa lalu merapikan rok putih selututunya.
"Saya harus segera pergi ke kantor, maaf sudah mengganggu. Terima kasih untuk tehnya, enak sekali."
"Iya sama-sama..."
"Oh iya ini sebenarnya rahasia…"
Baekhyun mengangkat wajahnya, memberanikan diri untuk menatap perempuan yang terlihat menakutkan di mata kecilnya.
"Sebenarnya saya mengincar direktur hihihi, rahasia ya. Doakan saya berhasil"
Kedua mata Baekhyun langsung terbuka. Sekujur badannya kaku tidak bisa digerakkan. Bahkan ketika Yeonhee sudah pergi, Baekhyun masih belum bergerak dari tempatnya.
Baekhyun terkesan dengan Yeonhee. Perempuan itu cantik, badannya langsing berisi, stylenya juga bagus. Sementara dirinya sama sekali tidak cantik, badannya kurus sampai tulang pipinya menonjol ketika tersenyum. Ia juga tidak mempunyai baju yang banyak, dan bajunya terlalu biasa dan membosankan.
Yang menjadi perhatiannya adalah soal Yeonhee pergi jalan-jalan juga membelikan Yebin sepatu, dan Yebin senang ketika mendapatkan sepatu baru. Baekhyun ingat ia pernah memberikan sepatu tetapi Yebin tidak pernah memakainya sampai sekarang. Baekhyun juga tidak ingat kapan terakhir kali ia pergi bersama putrinya. Pergi berdua dan tertawa senang bersama.
Lelaki itu kembali melirik cincin kusam yang sudah melingkar di jarinya selama lebih dari sepuluh tahun. Ia sangat menyayangi suaminya, tetapi perkataan Yeonhee masih tersangkut di dalam otaknya.
Mungkin Yeonhee benar. Chanyeol lebih cocok bersandirng dengan perempuan yang cantik, bukan dirinya yang jelek buruk rupa dan tidak menarik sama sekali. Apalagi Chanyeol sampai membuang keluarganya demi bisa hidup bersama Baekhyun. Lelaki mungil itu merasa sangat bersalah karena pengorbanan suaminya sia-sia. Hidup dengannya hanya membawa kesengsaraan.
Tanpa sadar tetesan air mata Baekhyun jatuh di atas cincinnya, cincin yang merupakan harta karun baginya.
Harta karunnya. Suaminya. Putrinya.
Cincinnya sangat kusam. Orang yang melihatnya pun pasti berpendapat sama bahwa cincin itu sudah tidak layak pakai.
Cincinnya. Harta karunnya.
Baekhyun kembali berpikir, mungkin sudah seharusnya Baekhyun melepaskan harta karunnya.
.
.
Malam ini Chanyeol kembali pulang larut. Tadi ia pergi makan bersama teman kantornya dan tentu saja Yeonhee juga ada. Ia juga minum soju cukup banyak.
"Chanyeol, kau pulang larut sekali… Yebin sudah tidur…"
"Minggir. Aku pusing."
Chanyeol berjalan menuju sofa di ruang tengah. Dengan kasar ia melepas dasinya juga kancing atasnya.
"Kau mau minum air putih? Atau langsung tidur?"
Kepala Chanyeol semakin pusing ketika mendengar suara suaminya yang penuh rasa khawatir.
"Berisik sekali, kau membuatku tambah pusing."
Baekhyun menghela nafas. Ia tahu suaminya sedikit mabuk karena ia mencium bau alkohol dari mulut Chanyeol tadi.
"Kau minum terlalu banyak. Kau kan tidak bisa minum alkohol banyak-banyak."
Tadinya Chanyeol berniat untuk tidur sebentar tetapi tidak jadi saat mendengar ucapan Baekhyun. Ia menjadi emosi.
"Kenapa kau cerewet sekali sih. Mau minum alkohol seberapa itu terserah diriku, tidak ada hubungannya denganmu."
"Kau minum dengan siapa tadi?"
"Bukan urusanmu."
"Biar ku tebak, dengan perempuan yang bernama Yeonhee kan?"
Mata bulat Chanyeol terbuka lebar saat mendengar nama Yeonhee dari mulut Baekhyun. Ia tidak menyangkanya karena setahunya ia tidak pernah memperkenalkannya pada Baekhyun.
"Darimana kau tahu soal dia?"
"Aku benar kan? Aku tahu kau sering pulang larut karena pergi makan bersamanya, ah jangan-jangan kau pergi pagi-pagi ke rumahnya untuk makan sarapan dengan perempuan itu? Apa masakanku kurang bagimu?"
Baekhyun sendiri tidak tahu mendapat keberanian darimana bisa berkata pada Chanyeol dengan nada yang tinggi. Mungkin ia sudah terlalu lelah dengan semua ini.
"Apa kau malu denganku tuan Park? Laki-laki yang kau nikahi selama sepuluh tahun lebih ini? "
Sebenarnya Baekhyun tidak serius mengatakannya. Itu hanya pertanyaan-pertanyaan yang tinggal terlalu lama di hatinya dan ia mengharapkan jawaban 'tidak' dari suaminya.
"Jawab aku Park Chanyeol."
"Ya, aku pergi dengan Yeonhee, karena apa? Karena dia jauh lebih baik darimu. Kau benar, aku malu denganmu. Aku lelah denganmu. Aku sudah muak dengan semua yang ada pada dirimu, dari suaramu, wajahmu, masakanmu. Mengingat masakanmu rasanya membuatku ingin muntah."
"Cha—chanyeol…"
"Kau tahu aku menyesal menikahimu. Kalau saja kau tidak mendekatiku saat SMA aku tidak akan begini. Buat apa aku harus bekerja dari bawah kalau sebenarnya aku bisa langsung mendapatkan jabatan tinggi di perusahaan. Semuanya gara-gara kau. Aku meninggalkan keluargaku, bahkan keluargaku membenciku karena aku menikahi seorang laki-laki. Aku tidak bisa menghadiri ulang tahun nenekku yang sangat aku sayangi, dan kau tahu kenapa?"
"Chanyeol…"
"INI SEMUA GARA-GARA KAU BAEKHYUN!"
Air mata Baekhyun mulai mengalir di pipinya. Hatinya sangatlah sakit seperti teriris-iris. Chanyeol tidak pernah membentaknya selama ini, yang ada adalah Chanyeol yang sangat mencintai dirinya.
"Kalau saja aku tidak bertemu denganmu hidupku tidak akan seperti ini. Aku akan tinggal dengan istri yang cantik dengan anak yang berasal dari darah dagingku sendiri di rumah yang besar. Haha konyol sekali, aku yang begitu populer dan sering mendapat pernyataan cinta dari perempuan, menikah dengan seorang laki-laki hahaha.
Aku benar-benar membuang waktuku untuk orang sepertimu. Waktu yang kugunakan untukmu seharusnya bisa kupakai untuk hobiku atau yang lain. Keluargaku kaya dan kenapa dulu aku harus tinggal di rumah jelek dan kotor hahaha."
Baekhyun terisak pelan. Rasanya sangat sakit ketika mendengarnya langsung dari mulut Chanyeol. Ternyata ia benar, Chanyeol menderita karenanya selama ini.
Lelaki mungil yang terisak-isak mencoba meraih lengan Chanyeol. "Cha—Chanyeol… maafkan aku.."
"Jangan sentuh aku. Kau menjijikan."
Chanyeol mengambil tas dan jasnya lagi kemudian berjalan keluar rumah tanpa menghiraukan panggilan-panggilan dari Baekhyun.
"Chanyeol, kau mau kemana malam-malam? Chanyeo—"
BRAK
Pintu tertutup dan Baekhyun dapat mendengar suara mobil Chanyeol yang pergi menjauh. Kedua kakinya terasa lemas dan ia jatuh terduduk di depan pintu.
Akhirnya pertanyaan-pertanyaan Baekhyun terjawab. Ia tidak menyangka semua pikiran-pikiran buruk yang selalu ia harapkan bukan kenyataan ternyata adalah kenyataan. Kenyataan yang pahit.
Baekhyun merasa dirinya terlalu lemah untuk berdiri di dunia yang penuh dengan kenyataan yang kejam. Orang-orang benar, kadang lebih baik tidak usah mengetahui kenyataan, karena sangatlah sakit ketika mengetahuinya.
Baekhyun meratapi dirinya yang menyedihkan.
"Byun Baekhyun, lihatlah dirimu. Kau jelek, bodoh, tidak punya keluarga, tidak ada yang menginginkanmu, kau membuat semua orang sengsara. Semua orang menginginkanmu lenyap dari dunia ini."
Tetesan air mata kembali terjun melewati pipinya yang sudah basah.
Byun Baekhyun kembali belajar satu hal lagi. Untuk apa berusaha mempertahankan kebahagiaannya kalau kebahagiaannya ternyata merupakan kesengsaraan bagi orang lain. Dirinya tidak pantas bahagia. Ia seharusnya hidup sengsara sendiri tanpa harus merepotkan orang lain.
Ya. Seharusnya ia sendiri. Seharusnya ia tidak bahagia.
Di saat itu Byun Baekhyun mulai menuliskan kembali kata menyerah di dalam kamusnya.
.
.
.
Tbc
Hoeeeh akhirnya chap lima rampung juga
Maaf lama update karena saya sibuk dan kena wb T.T Udah nongkrong lama di depan laptop tapi Cuma satu kata saja yang bisa diketik…
Oh iya kalau ada yang ngerasa alurnya kecepetan, maaf yak arena udah plotnya begitu.
Kalau misalnya sesuai rencana, fanfic ini tiga chapter lagi akan selesai. Cepet kan hahaha
Terima kasih yang sudah nungguin fanfic inii. Terima kasih juga yang sudah pm buat nagih dan nyemangatin saya
Terima kasih yang sudah review, baca, favorite dan follow. Tungguin lanjutannya yaa
Dan selamat ulang tahun juga untuk uri Baekhyunnie yang unyu unyu. Semoga tambah imut hahaha
Sampai jumpaa