Taeyong's Mark ( Sequel )
Main cast: Lee Taeyong, Mark Lee, Johnny Seo, other NCT member, and OC
Genre: Romance, School life, Fantasy
Rated : T or More(?)
.
.
'Namanya Taeyong. Lee Taeyong. Jangan lupakan mata indahnya, senyumannya yang tampan. Ingatlah bahwa Mark Lee milik Lee Taeyong. Kau mencintainya. Kau sangat mencintainya. Remember that you're Taeyong's Mark.'
.
Mark memutar kembali rekaman suara itu, memastikan bahwa itu benar-benar suaranya. Namun nyatanya benar. Itu adalah suaranya. Tapi anehnya, ia tak mengingat kapan ia merekamnya juga siapa Lee Taeyong itu.
"Aneh. Siapa kau sebenarnya, Lee Taeyong?", gumamnya pelan sambil menatap ke luar jendela kamarnya. Sudah hampir setahun ia mencoba mengingat Taeyong ini, but he still have no idea.
"Knock Knock", suara baritone itu menyadarkan Mark dari lamunannya. Dengan segera ia bangkit dan berlari menerjang pemuda tampan yang tengah berdiri di ambang pintu kamarnya sambil tersenyum dengan sebuah pelukan erat.
"Johnny hyung"
.
.
"Hyung, i've been trying so hard to remember who the hell that Taeyong is, but i still have no idea who he is. Its hurting my head. I feel that my brain gonna explode."
Johnny hanya tersenyum. Ia sudah beribu kali mendengar rekaman suara itu. Ingin rasanya ia mengatakan yang sejujurnya pada Mark, namun ia tak ingin Mark sedih nantinya.
Johnny tak tahu persis bagaimana ia bisa mengingat Taeyong sementara yang lainnya tidak. Ia butuh waktu yang tepat untuk mengatakan yang sebenarnya pada Mark. Dan itu bukan sekarang.
"Jangan dipaksakan jika itu menyakitimu, Mark. Sudah sarapan? Kita hampir terlambat ke prodigium". Sontak Mark menoleh pada jam digital di meja nakasnya. Matanya membola.
"Hyung, kau terlambat ke acara kelulusanmu!"
.
.
"Kau yakin akan pulang sendirian, Mark? Aku bisa mengantarmu dulu jika kau mau.", gurat khawatir tercetak jelas di wajah Johnny. Langit kota Seoul tampak gelap, siap menjatuhkan ratusan kubik air yang siap membasahi jalanan.
Ia tak mungkin membiarkan Mark pulang sendirian. Yah, meskipun halte bus letaknya tak jauh dari gerbang tempat mereka berdiri saat ini.
"Jangan khawatir, hyung. Aku akan naik bus. Bersenang-senanglah dengan teman-temanmu.", Mark tersenyum manis dan mengecup kilat pipi Johnny sebelum berlari menjauh dari Johnny. Gerakannya mulai melambat ketika ia sampai ke jalan raya. Ia melangkah perlahan di trotoar bersama pejalan kaki lainnya.
Hujan mulai turun dengan cukup deras. Mark segera memasang kupluk hoodie abu-abunya. Tak lupa ia menyelipkan earphone ke telinganya sambil berjalan.
Dari arah berlawanan, terdapat seorang pria yang Mark akui sangat tampan dengan pakaian serba hitamnya juga payung dengan warna senada yang melindungi tubuhnya.
Ketika jarak mereka hampir berdampingan, dalam sebuah gerakan lambat, mereka saling melirik. Timbul rasa asing namun terasa familiar ketika mata mereka bertemu selama beberapa sekon sebelum akhirnya terputus.
Mark berusaha menepis perasaan aneh yang berkelibat di dadanya dengan terus melangkahkan kakinya. Berbanding terbalik dengan pria misterius itu yang justru membalikkan punggungnya dan menatap punggung Mark yang perlahan mengecil. Pria itu tersenyum, namun matanya menyiratkan kesedihan juga kerinduan yang mendalam.
.
.
"Ya, aku sedang mencarinya di kamar Johnny hyung, Noona.", Mark mengapil ponselnya diantara bahu dan rahangnya sementara kedua tangannya membuka dan memeriksa laci nakas di samping ranjang Johnny.
Mark tersenyum aneh ketika benda yang diminta sang kakak berhasil ia temukan. Sebuah map berisi data-data yang tak Mark mengerti.
"I Found it, Noona.", lapor Mark dengan suara yang begitu ceria. Ia merasa bangga bisa menolong sang kakak. Ia tersenyum begitu lebar kala sang kakak memujinya sebelum memutuskan panggilannya. Namun senyumannya berganti dengan kernyitan bingung ketika manik coklatnya menangkap sebuah ponsel berwarna hitam tak jauh dari tempat ia menemukan berkas milik Evelyn tadi.
"Ini ponsel siapa ya?", tanyanya entah pada siapa. Tangannya bergerak membolak-balikan ponsel itu. Ia sedikit tersentak ketika ponsel itu menyala setelah ia menekan tombol powernya. Ia tak menduga ponsel itu masih aktif. Danseketika matanya membola. Kenapa wallpapernya adalah foto dirinya bersama pria misterius yang ia temui kemarin lusa?
"Lee Taeyong?"
.
.
Hai my lovely Mark. Saat kau mendengar pesan ini mungkin aku sedang bertarung dengan iblis itu. Atau yang paling buruk, mungkin aku sudah mati. Sebenarnya aku ingin merahasiakan hal ini lebih lama, tapi kurasa aku harus mengatakannya sekarang. Kau tahu siapa iblis yang bisa membunuhku itu? Dia Jaehyun. Kau pasti terkejut kan?
Aku yakin kau sedang menangis saat ini. Berhentilah Mark.. Kau tahu aku sangat menyukai senyumanmu kan? Jadi tersenyumlah. Jangan terlalu sering melupakan sarapanmu. Selalu pakai pakaian hangat jika keluar rumah meskipun sekarang musim semi. Padahal aku ingin mengajakmu melihat bunga Cherry blossom berguguran. Tapi kurasa itu tidak mungkin.
Dan ada satu hal lagi. Mungkin setelah aku mati, kau akan , kuharap kau tetap ingat bahwa aku sangat mencintaimu, Mark.
I'm so sorry. I love you so much, Mark.
.
Satu lagirekaman aneh yang ia temukan. Mark tak tahu kenapa suara itu terasa familiar di telinganya. Ketika suara baritone itu menelusup ke telinganya, hatinya berdesir perih. Tanpa ia tahu alasannya.
Mark duduk di ranjangnya, menatap layar ponsel itu yang masih menampilkan foto dirinya yang tengah mencium pipi sosok yang ia duga sebagai Taeyong yang juga ada dalam rekaman suaranya.
Mark bertanya-tanya, apakah ia pernah mengalami kecelakaan parah hingga ia melupakan semua hal tentang Taeyong? Namun tak hanya dirinya, sang kakak juga tak mengenal siapa itu Lee Taeyong. Hanya Johnny lah harapannya, namun pemuda tinggi itu tampak bimbang.
Mark bertanya-tanya kenapa ia menangis seperti kehilangan sesuatu yang amat berharga? Kenapa dadanya terasa begitu sesak? Kenapa hatinya terasa amat sakit seolah memiliki luka yang berdarah? Kenapa ia merasa merindukan seseorang?
Saat itu Mark menghabiskan malamnya dengan meringkuk di atas ranjangnya, menangis kencang sambil memukul dadanya yang sesak berharaprasa itu segera hilang. Namun nyatanya tidak.
"Kenapa? Kenapa rasanya sakit sekali? Ada apa denganku?"
.
.
Sepi.
Mark terbangun pukul 8 malam dan hanya sepi yang ia dapati. Ia memutuskan untuk mengambil ponselnya, melihat apakah ada pesan dari Johnny atau Evelyn. Dan benar saja, mereka berdua kompak mengatakan tidak bisa pulang ke rumah. Johnny menginap bersama temannya dan Evelyn harus lembur di kantornya.
Pemuda dengan paras manis itu menghela nafas pelan. Ia turun dari ranjangnya, menatap pantulan dirinya di kaca besar di lemarinya.
Wajahnya sembab. Matanya bengkak efek menangis tadi. Membuka lemarinya, Mark mengambil hoodie hitam dan celana training senada juga pakaian dalam yang kemudian ia hempaskan ke atas ranjangnya sebelum dirinya masuk ke kamar mandi sambil membawa handuk.
Tak butuh waktu lama bagi Mark untuk menyelesaikan mandinya. Ia bukan kakaknya yang bisa mandi hampir satu jam lamanya. Mark hanya butuh waktu paling lama setengah jam dan pintu kamar mandi yang berwarnacoklat itu pun terbuka, menampilkan dirinya yang dalam keadaan basah dengan handuk melilit pinggangnya.
Setelah memakai pakaiannya, Mark memutuskan untuk keluar rumah. Langkah kakinya bergerak menuju minimarket dekat rumahnya yang buka 24 jam.
Mark mendorong pintu kaca itu, tersenyum tipis membalas sapaan sang kasir sebelum meraih keranjang di samping meja kasir.
Mark meraih sekotak susu dan jus, sereal, juga beberapa camilan dan peralatan mandi. Setelah mengambil apa saja yang ia perlukan, Mark segera menuju ke meja kasir. Ia mengetukkan ujung sepatunya pada ubin demi menghalau rasa bosan. Tak sengaja matanya menangkap sosok pemuda misterius bersurai putih yang lusa kemarin ia temui berada di bawah lampu penerang jalanan.
Dengan sedikit tergesa Mark membayar belanjaannya kemudian berlari keluar, namun sosok itu telah menghilang dari tempatnya.
"Kemana perginya?", gumamnya lirih. Matanya meredup sedih tanpa ia tahu alasannya.
Mark tak menyadari bahwa sebenarnya sosok itu tak jauh darinya. Memandanginya dari atap sebuah motel, melindunginya dari kejauhan.
.
.
Mark melangkah lesu menuju rumahnya. Kepalanya tertunduk tak menyadari Johnny tengah berdiri di depan pintu dengan tatapan khawatir. Sesaat pemuda tinggi itu sempat tersentak saat matanya menangkap siluet seseorang tak jauh di belakang Mark.
Tersadar dari lamunannya, Johnny pun segera menghampiri pemuda manis nyaris cantik itu.
"Hey Mark, what's wrong? What's happen?", tanya Johnny bertubi-tubi. Mark mendongak, menatap wajah tampan Johnny dengan mata berkaca-kaca. Ia menjatuhkan kantung belanjaannya dan menerjang Johnny dengan pelukan erat.
"Aku merasa aku baru saja bertemu Lee Taeyong, tapi saat aku hampiri dia justru menghilang", sambil terisak Mark menceritakan apa saja yang mengganggu pikirannya seharian ini.
"Aku tidak tahu apa yang salah denganku, tapi aku merindukannya hyung. Rasanya sesak sekali hyung, aku harus bagaimana? Kenapa aku melupakannya?"
Tanpa sadar Johnny ikut menitikkan airmatanya. Ketika ponsel Taeyong tak ia temukan dalam lacinya, pikiran Johnny langsung tertuju pada Mark. Itu sebabnya ia menunggu pemuda manis itu di depan pintu rumahnya.
Ia ingin membantu Mark, but he doesn't know how. Dia hanya bisa membalas pelukan Mark, mengusap punggungnya dan mengecupi surainya. Dalam hatinya Johnny merapalkan doa agar ucapan Mark tentang Taeyong itu benar-benar nyata. Karena ia tak sanggup lagi melihat Mark terluka. Hanya Taeyong lah yang bisa melindunginya.
Johnny mendongak menatap bulan yang bersinar terang.
'Cepatlah kembali, Taeyong-ah. Dia sangat membutuhkanmu.'
.
.
Langkah kaki Mark membawanya pada pantai yang terkenal di Jumunjin, provinsi Gangwon ini. Ombak berdebur begitu kencang, pun dengan anginnya membuat suasana pantai tampak sepi. Menyisakan Mark bersama angin laut yang bertiup.
Karena kondisi hatinya yang sedang kacau, Johnny mengajaknya berlibur hingga akhirnya ia terdampar ke tempat ini. Johnny masih berada di penginapan saat Mark memutuskan untuk berjalan-jalan.
Angin yang berhembus kencang meniup surai Mark. Tubuh mungilnya sedikit bergetar ketika hawa dingin menyengat kulitnya yang berlapiskan kemeja putih tipis yang panjangnya hampir setengah paha, juga riped jeans yang membalut kakinya.
Pemuda itu tersenyum getir,"Johnny hyung bilang kau akan selalu muncul ketika aku dalam bahaya. Apa jika aku menenggelamkan diriku disini kau akan datang, Taeyong-ssi?"
Mark melangkahkan kakinya maju hingga jaraknya dengan lautan semakin menipis.
"Aku merindukanmu", gumamnya begitu pelan. Ia memejamkan matanya, membuat setetes airmata jatuh membasahi pipinya.
Sepersekian detik selanjutnya, manik coklatnya terbuka lebar. Sepasang lengan memeluk pinggang berlekuk sempurnanya dari belakang. Ia merasa familiar dengan pelukan ini juga aroma tubuh sang pelaku.
"Taeyong−", belum sempat Mark menyelesaikan kalimatnya, tubuhnya telah lebih dulu dibalikkan. Tanpa Mark duga sebelumnya, pemuda bersurai putih itu mempertemukan bibir mereka. Awalnya Mark terkejut, namun akhirnya ia terbuai. Kedua lengannya mengalung pada bahu pemuda bersurai putih dengan mata terpejam menikmati lumatan lembut yang menerpa bibirnya. Tubuh mereka begitu rapat hingga Mark merasakan hangat. Ciuman itu berlangsung cukup lama hingga akhirnya terlepas.
"Kenapa saat itu kau menghindar?", tanya Mark. Lengannya masih setia mengalung di bahu Taeyong, pun dengan lengan Taeyong di pinggangnya.
"Entahlah. Mungkin karena aku takut padamu", Mark tergelak. Suara tawanya bagai sebuah melodi yang begitu indah di telinganya. Membuatnya tersenyum seketika.
"Memangnya apa yang membuat hyung takut padaku?"
"Aku takut aku akan menerkammu saat itu juga", jawaban Taeyong sontak membuat Mark merona hingga Taeyong gemas dibuatnya.
Taeyong semakin merapatkan tubuh mereka, dan menggesekkan hidung mereka gemas.
"Kau melupakan banyak hal tentangku, Mark. Suatu saat ketika kau mengingat semuanya, kau akan tahu alasan aku menghindar darimu.", Mark mengangguk perlahan. Ia mendongak demi menatap wajah tampan Taeyong.
"Terima kasih.. Sudah kembali", ujar Mark tulus. Ia benar-benar bersyukur dengan kembalinya Taeyong. Setelah semalam Johnny menceritakan banyak hal yang membuat hatinya sakit, kini rasa sakit itu telah sirna, berganti dengan kebahagiaan yang tak terhingga. Ia memang belum mengingat semuanya. Namun ia ingat satu hal.
Ia mencintai Taeyong, and he was Taeyong's Mark forever.
.
.
Johnny mengusap sudut matanya yang basah. Namun semakin ia mengusapnya, airmatanya justru jatuh semakin deras. Ia tertawa getir.
"Sial. Kenapa aku menangis?", tanyanya entah pada siapa.
Dari kejauhan ia menatap pasangan Taeyong dan Mark yang saling berpelukan. Mereka tampak bahagia. Dan itu tandanya ia harus merelakan Mark. Asalkan Mark bahagia, tak masalah hatinya terluka.
Perlahan ia membalikkan tubuhnya beranjak dari sana. Namun langkahnya harus terhenti ketika sebuah suara masuk ke indra pendengarannya.
"Johnny hyung!"
Ia pun membalikkan tubuhnya dan−
bruk
Ia tersentak ketika Mark memeluknya erat. Ia melemparkan tatapan penuh tanya pada Taeyong yang tak jauh darinya dan hanya dibalas dengan gelengan.
Mark kemudian melepaskan pelukannya lalu tersenyum.
"Hyung.. Terima kasih sudah menjagaku selama ini. Maaf jika aku pernah menyakiti perasaanmu. You deserve to get better than me, hyung. Berbahagialah.", usai mengatakan itu, Mark menjinjitkan tubuhnya dan mengecup kilat pipi Johnny sebelum kembali berlari ke pelukan Taeyong.
Mark benar, mungkin pemuda manis itu memang bukan takdirnya. Namun ia yakin suatu saat ia akan mendapatkan cintanya meskipun tidak lebih baik dari Mark. Karena bagi Johnny, Mark tetaplah yang terbaik bagi hatinya.
.
.
Quebec.
Entah kenapa Mark justru memilih kota itu dibanding Vancouver tempat dimana ia dilahirkan. Mungkin karena pohon maple-nya. Ya, daun maple tengah berguguran di sebuah taman di kota itu. Taman itu benar-benar indah. Ia tak bisa berhenti berlari demi menangkap helai daun berwarna oranye itu.
Orang-orang mengatakan jika ia bisa menangkap daun maple yang jatuh, maka orang yang sedang bersamanya akan menjadi jodohnya. Mark tak begitu percaya, namun apa salahnya mencoba.
Ia bahkan menghiraukan teriakan Taeyong yang memintanya berhenti berlari dan melompat-lompat. Manik matanya berbinar ketika sehelai daun jatuh kearahnya. Ia melompat demi meraihnya namun ia justru tergelincir. Daun maple itu ditangkap oleh Taeyong yang saat ini tengah menopang tubuh Mark yang hampir menghantam tanah.
"Wah, hyung mendapatkannya! Yeay!", Mark bersorak heboh dan hampir saja kembali melompat jika saja Taeyong tak menahannya.
"Kau bilang kau tak percaya mitos itu?", Taeyong memberikan daun maple itu pada Mark, yang langsung disambut pekikan ceria pemuda manis itu.
"Entahlah, tapi rasanya menyenangkan ketika mencoba menangkapnya"
"Setidaknya jangan sambil melompat, Mark. Ingat umurmu", kata-kata Taeyong membuat Mark merengut.
"Aku baru 23 tahun bulan agustus nanti, hyung. Aku belum setua itu. Kata-kata itu harusnya untukmu", cibir Mark. Taeyong memutar bolamatanya malas.
"Okay, tapi setidaknya ingat kau sedang hamil, Mark", Mark sontak memeluk perutnya.
"Wah, kau benar hyung! Baby, kau baik-baik saja kan?"
Taeyong menepuk keningnya. Menampakkan sebuah cincin berwarna silver tersemat di jari manisnya. Cincin yang sama juga tersemat di jari manis Mark yang sibuk mengusap perutnya yang sedikit membuncit.
Tak lama kemudian Mark menatap Taeyong dengan mata berkaca-kaca.
'Moodswing sialan!', umpat Taeyong dalam hati.
"Hyung, baby baik-baik saja kan?", tanya Mark sambil membersit pelan. Taeyong hanya mendesah, meraih jemari Mark dan menggenggamnya lembut.
"Ya, dia baik sayang. Jadi jangan melompat lagi,okay?"
Mark mengangguk imut,"Okay, tapi cium dulu.."
Oh, ingatkan Taeyong untuk berterima kasih pada bayinya ketika lahir nanti karena sudah membuat sang ibu menjadi menggemaskan seperti ini. Tanpa banyak bicara, Taeyong mempertemukan bibir mereka.
Dengan latar romantis yaitu daun maple yang berguguran, mereka berciuman. Tanpanafsu, hanya sekedar mengungkapkan kebahagiaan mereka yang enam bulan lagi akan semakin lengkap dengan hadirnya sang buah hati di tengah keluarga kecil mereka. Cerita sedih mereka berakhir? Entahlah. Baik Taeyong maupun Mark sama-sama berharap akan hal itu. Namun jika memang mereka harus menghadapinya, Mark akan melakukannya bersama Taeyong. Cause they love each other. And it always be.
Cause he was Taeyong's Mark.
.
.
FIN
Maaf kalo di ff ini banyak adegan based on Goblin karena jujur aku gak bisa move on dari papih Gong Yoo. Dan sekarang aku gila abis nonton rise of the guardian utk yg kesekian kalinya. Jack Frost nya mirip Taeyong banget, gila! \slapped/
Maaf kalo misalnya rambut mereka berubah-ubah karena aku lupa dan sedikit labil. Sorry for the typos, and thanks a lot for the 92 reviewers yang gak bisa aku bales reviewnya and sebutin satu-satu. Tapi aku baca semua kok. Ampe ngakak kadang bacanya. Thanks juga buat yg udah fol and fav..
Buat yang nanya aku suka Johnjae atau gk jawabannya lumayan suka, apalagi kalo ada Mark yang nempil jdi dedek bayinya, ugh i'm really love it. And hubungan jungkook ma ty cuman temen kok, kemarin ada yang nanya pan? Karena ff ini based on my last ff, demion, so aku putusin buat nyempilin jk ma v dikit biar keliatan ada hubungannya, hehe :v
Sekali lagi makasih buat yang udah support ff ini. Wait for my another fic, guys. Luv u all :*
with love, Rahma Desti