WTH (What The Heaven)!

Min Yoongi (Suga) x Park Jimin (Jimin) – YoonMin [BTS]

Genre: Romance, Comedy

T-M later

.

.

.

.

.

"Kita harus cepat lulus dan dapat kerjaan bagus, supaya tidak dipecat status anak oleh keluarga." - Kim Seokjin.

"Persetan dengan status keluarga, nikmati saja dulu masa muda." – Jeon Jungkook.

"Kalaupun kau dipecat jadi anak sekalipun, Seokjin sayang. Kau akan kuangkat menjadi istriku." – Kim Namjoon.

"Kita harus cepat lulus untuk segera menikah, teruntuk Hopeku." – Kim Taehyung.

"Aku ingin makan Churros." – Jung Hoseok.

"Kenapa aku bisa satu geng dengan kalian." – Min Yoongi.

.

.

.

Itu semua hanya salah satu dari banyak percakapan bodoh yang dilakukan Yoongi dan gengnya. Dan entah bagaimana, percakapan itu terulang di kepala Yoongi sejak pagi Senin ini.

Tapi serius, sekarang aku benar-benar ingin cepat lulus. – Min Yoongi, yang sedang bergidik di ruangan kelas. Bukan, bukan karena merasa mual – meskipun memang dia biasanya mual di pelajaran matematika– karena pelajaran, tapi entah kenapa, sepertinya ada sepasang bola mata yang terus menusuk punggungnya, sejak pagi. Rasanya seperti gugup dan sedikitnya memberi sensasi traumatik. Bagaimana tidak?

Bayangkan:

Akhir minggu kau memakai baju wanita. Di akhir hari akhirnya kau berkenalan dengan seorang pria karena alasan terkonyol sepanjang masa: taruhan geng yang tolol. Saat kau kira semua akan berakhir hari itu saja, kau mulai berbicara omong kosong yang akan kau sesali: kau punya saudara kembar yang sebenarnya nihil untuk menyembunyikan identitasmu tanpa alasan jelas dan menyelamatkan harga dirimu sebagai pria sejati. Dan mendadak pula, rencanamu mengakhiri semua petaka sinting ternyata tidak berjalan mulus: kau harus bertemu lagi dengan pria itu. Dan seakan belum cukup, ternyata pria itu–tanpa kau sadari–satu kelas denganmu.

Seperti sebuah karma bagi Min Yoongi–Tuhan, aku akan belajar matematika dengan giat. Aku akan mengerjakan tugas kimiaku dengan baik. Aku akan…membaca buku sejarah perang Dunia. Aku akan…oh tolonglah, jangan hokum aku seperti ini. Dan sekarang aku terdengar sangat dramatik!

Jam pelajaran seperempat hari telah berjalan sangat lambat–lebih lambat dari biasanya untuk Yoongi yang sangat ingin kabur dari kelasnya–meskipun setiap hari dia juga ingin–namun hari ini keinginan untuk kabur dari kelas melonjak sekitar empat atau lima kali lipat dengan adanya pandangan yang dirasakannya di punggungnya itu. Tak kuat merasakan sensasi aneh di punggungnya, Min Yoongi memmelototkan matanya, dan melirik kasar ke belakang, ke pojok kelas itu. Dan seketika, benar saja.

Park Jimin tengah menatapnya. Lalu pandangan mereka bertemu sesaat, Park Jimin segera membetulkan kacamata yang bertengger di hidungnya yang mungil dengan jemarinya yang kecil dan manis, lalu melempar pandangannya gugup kea rah papan tulis, mencoba untuk –berpura-pura– fokus. "Cih, harusnya aku yang membuang pandangan, dasar bodoh." Gumam Yoongi dalam hati.

Kebetulan Park Jimin sedang mencoba memperhatikan papan tulis agar matanya tidak bertemu dengan mata Yoongi yang menyipit galak, Yoongi punya kesempatan selama beberapa detik untuk memastikan apakah itu adalah Park Jimin yang dirinya–errr, Min Yoonji– temui kemarin.

Rambut Park Jimin itu berwarna cokelat muda dengan nuansa agak merah muda di beberapa helai. Potongan rambutnya sederhana, namun membuat alur rambutnya sedikit menggulung lembut di dahinya. Wajahnya mungil dengan mata yang kecil, namun bisa diperkirakan, dia akan terlihat sangat lucu jika tersenyum. Dia memiliki bibit eye smile yang tidak perlu menjadi orang jenius seperti Namjoon –sebentar, meskipun Kim Namjoon adalah pemilik ranking pertama di sekolah itu dan masuk lima besar nasional, tetap saja Namjoon sebenarnya idiot jika sudah berurusan dengan kekasihnya– untuk mengetahuinya. Kulitnya putih, namun tidak sepucat milik Yoongi yang dari awalnya sudah memiliki kulit pucat, namun ditambah dengan kebiasaannya untuk tidur dan menghindari aktifitas luar ruangan yang menjadikannya semakin putih. Bibirnya merah muda alami, ranum dan terlihat tebal dan sehat jika melihat kilap tipis di atasnya. Jemarinya sangat kecil dan mungil. Terlihat lembut untuk seorang laki-laki.

Shit, he's cute. No, he's a disaster. Yoongi menampar pipinya sendiri dan mengembalikan posisi kepalanya yang mulai terasa sakit karena terlalu lama memperhatikan detil Park Jimin, sementara kesimpulannya sudah jelas. Sebenarnya tanpa harus memperhatikannya selama itu, dia adalah Park Jimin yang sama, yang Min Yoonji temui. Artinya: kalau dia menyadari aku adalah Min Yoonjiatau aku adalah laki-laki yang menyamar jadi perempuan dan disangka hobi, kehidupan masa mudaku akan musnah. Aku akan diejek banci hingga ke kuburan. Aku harus… Aku harus menghindari dekat dengan manusia satu itu!

.

.

.

"kau kenapa, Yoongi?" tanya Hoseok sambal mengunyah kimchi-nya semulut penuh. "Tumben kau sangat bersemangat diajak ke kantin. Biasanya bahkan kau menunda karena ingin tidur dulu."

"Aku lapar." Jawab Yoongi berbohong. Tentu saja, dengan keadaan teman-temannya yang sudah mengetahui kalau Yoongi–Yoonji– telah menggaet seorang laki-laki di hari pertamanya debut sebagai wanita, dia tidak bisa membiarkan mereka tahu kalau laki-laki itu ternyata satu kelas dengan dirinya. Hoseok hanya menatap Taehyung tanda kebingungan, sementara itu, Taehyung hanya mengangkat kedua bahunya tak peduli. Begitupun dengan Jungkook yang sedang mengupdate SNS-nya dengan foto dirinya dan IU. Di samping Yoongi, tak lupa pasangan bodoh Namjoon yang bermanja-manja dengan Seokjin yang berusaha menelan lauk di sumpitnya.

"Errr, Hoseok-ah,"

"Hm? Ya, Yoongi?"

"Itu, laki-laki di pojok kelas, siapa–oh–Park Jimin itu, murid baru?"

"Heeeeee?"

Hoseok menatap Yoongi heran, namun kemudian disusul Taehyung, "Biasalah, sayang. Dia mungkin ketiduran saat Jimin-ah itu datang pertama kalinya ke kelas dan memperkenalkan dirinya di awal musim semi lalu."

"Tapi Taehyungie, anak itu sudah ada di kelas kita selama satu bulan lebih! Dan anak ini baru bertanya?"

"Sepertinya sih selain tukang tidur, dia juga lemot. Atau memang tidak punya teman lain selain kita." Balas Jungkook jahil.

"Enak saja, aku ini supel, tahu." Balas Yoongi. "Aku tidak tahu karena dia tidak pernah menyapaku. Aku hanya hapal nama-nama orang yang secara personal berkenalan denganku. Dia tidak pernah mengajakku bicara, jadi bagaimana aku tahu?"

"Bisa saja, seperti memperhatikan kelas saat sesi pengabsenan, atau berhentilah menjadi idiot." Cibir Jungkook sambal terkekeh.

"Memangnya kenapa? Kalau sebelumnya selama sebulan ini kau tidak mengetahui kehadiran Jimin-ah di pojok kelas, lalu kenapa sekarang tibatiba kau jadi ingin tahu?" kata Hoseok. "Naksir, ya?" ejek Taehyung, memotong.

"Yang benar saja, bodoh!" jawab Yoongi panik. "Aku hanya kebetulan menegok ke belakang dan aku baru sadar dia itu murid baru! Lagipula kenapa juga dia pindahan di kelas tiga? Terlalu nanggung! Tidak ada waktu bersenang-senang untuk berkenalan dengan yang lain. Wajar jika dia tidak kuketahui keberadaannya!"

"Iya juga, sih, maksudku–dia juga orangnya pendiam sekali di kelas. Aku jarang melihatnya bicara." Jawab Taehyung sambal memainkan sumpit di tangannya.

"Persis!" jawab Yoongi lega–akhirnya alasan konyolnya menjadi masuk akal.

"Hmmm… kalau tidak salah, dia pindah kesini karena orangtuanya. Ayahnya yang pindah ke daerah ini. Itu saja yang kutahu." Lanjut Taehyung.

"Ah, baiklah." Yongi menghela napasnya. Dia berpikir, kalau menurut yang lain saja dia pendiam, maka tidak mungkin aka nada kejadian dimana dia dan Jimin harus berinteraksi lebih intens dari sekadar kenalan-di-dalam-kelas. Hal itu membuatnya sedikit lega.

.

.

.

"Ha…halo."

"…Ya."

Aku bersumpah akan menjadi anak rajin, Tuhan.

Yoongi berjalan canggung di samping Jimin yang berjalan tak kalah canggungnya sambil memegang tumpukan kertas hasil ujian dadakan pelajaran sejarah di paruh kedua jam sekolah. Beberapa saat lalu, Jimin diomeli sekali lagi setelah tertidur saat mengerjakan ujian sejarahnya dan akhirnya mendapat hukuman untuk mengangkut berkas dan tumpukan kertas ujian ke ruang guru. Sementara itu, Jimin yang memang bertugas sebagai salah satu anggota piket di hari itu diminta untuk membantu Yoongi. Yoongi pun, untuk pertama kalinya, menyesal ketiduran di kelas.

Yoongi menghindari berpandangan dengan Jimin sepanjang koridor kelas hingga ke ruang guru. Raut wajahnya sebenarnya gugup, namun saat Jimin melirik, Jimin malah merasa ketakutan. Wajar, muka Yoongi yang gugup terlihat seperti orang yang akan membunuh siapa saja yang bertatapan dengannya. Jimin menunduk takut, namun tak bisa menghindari keinginannya untuk mencuri pandang pada Yoongi.

Oh… Apa dia Min Yoongi, adik Min Yoonji? Mereka benar-benar mirip.

Bukan sekadar mirip, Park Jimin. Mereka orang yang sama.

Jimin berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengajak adik Yoonji itu. Dia berencana berkata, Halo, aku mengenal kakakmu yang bisa menghajar preman dalam sekejap mata, atau, Halo, sepertinya aku naksir pada kakakmu Min Yoonji, bisakah kita berkenalan sebagai calon adik ipar?

Tidak, tentu tidak. Jimin menggeleng kepalanya hebat, sementara itu Yoongi yang melirik sepersekian detik mendengus heran. Ternyata, Jimin itu anak yang sinting, menurut Yoongi, jika melihat gelengan kepalanya yang luar biasa sampai bisa menerbangkan beberapa kertas ujian sejarah itu ke lantai. Jimin mengambilnya dengan panik, namun Yoongi membuang muka tak peduli. Yang dia pedulikan hanyalah bagaimana caranya menyelamatkan wajahnya dari pandangan Jimin.

"Terima kasih, Yoongi-ah, Jimin-ah. Dan kau, Yoongi-ah, aku tidak peduli betapa seringnya kau beruntung nilaimu selalu tepat di batas rata-rata, tapi lain kali kau tidur di kelasku, kuberi kau nilai E!" protes guru sejarah setelah menerima berkas dari Yoongi dan Jimin. Yoongi memutar matanya malas, sambal berkata seadanya, "Siap, pak."

Lalu dibalas dengan pukulan kecil dari buku absensi tipis di kepalanya oleh sang guru.

Jimin memang seringkali melihat ulah Yoongi dan gengnya yang cukup terlihat rusuh di kelas sepanjang satu bulan dia pindah ke sekolah itu, namun ini pertama kalinya dia melihat sendiri Yoongi yang meringis kesakitan kecil karena dihukum oleh guru. Suara Yoongi berkata "Aduh!" dengan nada rendah itu terdengar lucu. Membuat Jimin tak bisa menahan kekehannya.

"Pfft–hehehe."

Yoongi mengusap kepalanya sendiri dengan kesal. Namun setelah mendengar kekehan lembut Jimin yang berada di sampingnya, pipi Yoongi berubah warna dari putih pucat ke rona merah muda. Dia cukup terkesima dengan suara Jimin yang terdengar halus meski terkekeh. Dia membuang muka malu, lalu segera membungkuk hormat pada gurunya dan segera berbalik untuk bergegas kembali ke kelas. "Kalau begitu saya permisi, pak."

"Ah, saya juga." Sambut Jimin, kemudian tanpa dia sadari, dia menyamakan langkahnya dengan Yoongi.

"A-anu, Yoongi-ah, tunggu…" lirih Jimin pelan, meminta Yoongi untuk menunggunya. Yoongi seketika merasa agak risih. Dia benar-benar tidak ingin berada di dekat Jimin. "Anu… terima kasih sudah membantuku membawakan kertas ujian." Kata Jimin, lagi-lagi dengan suaranya yang terdengar begitu lembut.

Yoongi sebenarnya sedikit kesal dengan bagaimana Jimin berusaha mendekatinya. Namun dengan suara yang begitu lembut itu, Yoongi merasa tidak tega untuk berpura-pura tidak mendengarnya. "Aku yang harusnya berterima kasih, bodoh. Aku yang dihukum, dan kau hanya membantuku." Jawab Yoongi tanpa menatap Jimin.

"Ah–oh, iya. Kau benar." Jawab Jimin gugup. Dia tidak terlalu kaget Yoongi memanggilnya 'bodoh' padahal mereka belum pernah bicara sebelumnya. Dia sudah sedikit berekspektasi sikap Yoongi akan sedikit kasar, menilai bagaimana Yoongi berinteraksi di kelas dengan orang lain. Namun dia cukup kaget akhirnya Yoongi membalas kata-katanya.

"Kita…belum pernah bicara sebelumnya. Maaf aku memanggilmu seenaknya." Kata Jimin, membuka pembicaraan. "N-Namaku Park Jimin."

"Aku tahu." Jawab Yoongi cepat. "Min Yoongi." Sambungnya.

"Ah, aku tahu kau…Min Yoongi."

GLEK. Apa yang dia tahu?!

"Kau dan teman-temanmu sudah eksis di kelas…jadi aku tahu, hehe."

"…Oh." Jawab Yoongi sambal membuang napas lega. Sepertinya tidak aka nada masalah. Yoongi berpikir untuk menjawab Jimin seadanya, untuk memberikan vibe bahwa dia tidak ingin banyak bicara. Namun ternyata, asumsinya meleset–selalu, untuk dua harian ini–Jimin malah semakin terlihat antusias untuk mengajaknya bicara.

"Tadi kau lumayan berani juga untuk ketiduran di kelas sejarah saat ujian sedang berlangsung, Yoongi-ah."

"… hhhh…"

"Tapi sebenarnya kau sudah menyelesaikan ujianmu, dan itu keren."

Tolong, berhentilah bicara. Yoongi mulai merasa panas kepala, dan mengepalkan telapak tangannya kesal. Namun belum sampai di titik dimana dia ingin sekali menghajar lawan bicaranya, mendadak Jimin berkata sesuatu yang membuatnya teringat kenapa dia harus menghindari hubungan dengan seorang Park Jimin: "Yoongi—ah, apa kau punya kakak perempuan kembar bernama Yoonji?"

For.

The.

God's.

Sake.

"A-A-A-APA–?!" Yoongi seketika melompat dari posisinya dan berpose Spider-man di dinding terdekat di sampingnya saking paniknya. Dia berpose dengan badannya yang mencium dinding dengan keras. Seketika dia meringis.

"Eeh, soalnya…kau sangat mirip…dengan salah satu customer caféku… namanya Yoonji-nuuna. Dan dia berkata dia punya adik laki-laki kembar bernama Min Yoongi. Jadi kukira, itu kau… bukan sekadar mirip, kupikir kalian itu seperti copy-paste." Lanjut Jimin heran. "Apa benar kau adik laki-lakinya?"

"HJWVDHJVHXVHASXJHBXJDMAKXN!" gumam Yoongi sambil menggaruk-garuk dinding.

"Eh–kau tak apa?"

"Aku baik! Baik! HAHAHAHAHAHAH–––"

Yoongi merasa busted. Bukan seratus persen, namun nyaris. Dia begitu kebingungan mau menjawab apa– berjuta-juta kalimat kemungkinan yang bisa menjadi kalimat balasan yang tepat untuk menjawab Jimin yang menengok padanya bingung, namun Yoongi hanya bisa terkekeh datar dan menjawab, "Iya… dia… kakak perempuanku."

I'm so fucking done. I'm dead. Why in the hell I reply him with another lie?! Fuck, Min Yoongi, fuck!

"Woah, benarkah? Kebetulan sekali–" jawab Jimin yang ekspresi wajahnya terlihat begitu senang. "Aku berkenalan dengannya kemarin, maaf aku lancang pada kakakmu."

"Haaaaa?"

"Maksudku, aku baru pertama bertemu dengan perempuan–Yoonji-nuuna–kakakmu– dan aku dengan lancangnya mengajaknya kencan–uh–b-bukan, bukan kencan, hanya–uhmmm bertemu lagi." Jawab Jimin dengan ekspresinya yang terlihat seperti idiot jatuh cinta. "Pfft."

Kali ini Yoongi yang terkekeh geli. "Kencan, katamu?"

"a–ah, bukan! anu–aku tertarik sedikit–"

"Dasar amatir." Jawab Yoongi. "Terserah padamu saja, tapi uh–kakakku itu–yah–seringkali membuat para laki-laki patah hati, jadi jangan marah jika dia menolakmu." Lanjut Yoongi berdehem, berharap peringatannya dapat membuat Jimin mundur. Tentu saja setelah memenuhi janjinya untuk datang kembali ke café keluarga Jimin, tidak akan adalagi Min Yoonji di dunia ini. Dia akan lenyap, hilang, mati, atau apapun–karena Yoongi tidak akan–sekali lagi ditegaskan, tidak akan menjadi Yoonji lagi, untuk selamanya!

Ekspresi Jimin agak tertekuk, namun dia merasa lega.

Ternyata, Min Yoongi yang dia kira galak bukan main selama dia memperhatikan punggungnya saja dari pojok belakang kelas–dimana Yoongi terlihat begitu dingin dan jauh karena bisa menjadi bagian dari geng sekolah yang popular di sekolah barunya itu–ternyata cukup supel dan terbuka.

Dan entah kenapa, jantungnya sedikit berdetak lebih kencang saat Yoongi akhirnya menjawab kata-katanya dengan nada yang lebih bersahabat–dan tawa dengan nada rendahnya itu.

Jimin terbatuk sesaat. Pasti karena sangat mirip dengan Yoonji-ah. Aku jadi berpikir dia adalah Yoonji.

.

.

.

"… Bagaimana cara memakai benda ini?" Yoongi memutar-mutar eyeliner di tangannya. "Kalau tidak salah, kakak Hoseok menusuk-nusukkan pensil mata ini di dalam mata–satu…dua–dear Lord–AAAAAAAAARGH!"

Dia tidak pernah tahu, perempuan ternyata bisa saja mengorbankan penglihatan mata hanya dengan makeup. "Shit! Shit! I think I'll be fucking blind!" Yoongi menyumpahserapahi benda yang dia lempar ke lantainya itu, sementara dia kemudian terguling-guling sambal mengedipkan matanya ratusan kali. Air matanya berlinang sesaat, kemudian dia mengambil kembali eyeliner itu dan melemparnya ke dinding. "Apa-apaan gadis di seluruh muka bumi yang memakai benda ini?! Mereka akan membuat diri mereka buta! Kenapa tidak dipakai di luar mata saja sih?!"

Yoongi saat ini sedang mengutuk teknik tightlining untuk eyeliner.

Yoongi kemudian membuka Youtube. Dia mengetik, 'how to apply eyeliner but not getting blind with it' – 'bagaimana memakai eyeliner tanpa menjadi buta'.

Hari itu hari minggu, dan untuk memenuhi janjinya pada Jimin, dia harus kembali berdandan menjadi Yoonji. Namun kali ini tanpa bantuan makeup sama sekali dari siapapun. Sehingga Yoongi harus bangun sangat pagi untuk mempersiapkan segalanya sendiri. Dia masih menyimpan baju Yoonji yang dia pakai minggu lalu, beserta wig dan beberapa alat makeup yang tersisa di dalam tasnya.

Dia berjanji untuk datang saat makan siang,

Dan sementara dia sudah bersiap-siap dari jam tujuh, untuk urusan makeup, dia mendapatkan malapetaka.

"Garisnya tidak bisa seimbang, God damn it!" katanya sambal emnggosok sisi matanya yang dia torehkan eyeliner tidak seimbang–satu membentuk cat eyes, satu lagi membentuk puppy eyes sehingga matanya terlihat bergelombang. "Oh, masa bodoh dengan benda ini!" dan Yoongi pun menggosok keras matanya, dan melanjutkan usahanya dengan makeup bibir.

Hasil akhir terlihat–tidak bagus, tapi masih manusiawi. Matanya yang menyisakan noda eyeliner yang digosok membuatnya seperti tidak tidur selama satu minggu. Bibirnya bergradasi, namun liptint-nya sedikit coreng hingga keluar garis bibir. Dan karena tidak memakai pelembab, bibirnya terlihat pecah-pecah dengan kulit bibir berwarna merah. Untungnya, kulit Yoongi cukup halus dan masih terlihat putih tanpa memakai alas bedak sekalipun. sehingga–yah–dia terlihat cukup flawless. Yang dia butuhkan sekarang adalah bulu mata palsu sebagaimana minggu lalu Yoonji juga memakainya, dan merupakan salah satu pembeda kesan yang besar antara Yoongi dan Yoonji. Namun dia baru sadar diaa sudah akan telat, sehingga mau tidak mau dia harus membeli bulu mata palsunya di luar.

Yoongi tinggal bersama dengan kakak laki-lakinya dan ayahnya. Sementara ayahnya setiap hari minggu pasti menjaga gym tempat latihan beladiri keluarganya, kakak laki-laki Yoongi adalah orang pertama yang harus Yoongi hindari jika dia telah bermakeup menjadi Yoonji. Yoongi tidak serta merta memakai baju dan wig Yoonji di rumah, melainkan memasukkannya ke dalam tas besarnya, lalu berencana mengganti baju di toilet stasiun.

Yoongi berjalan pelan seperti penjahat. Dia menuruni tangga, dan menoleh ke kanan dan kiri. Tidak terlihat kakaknya berada disana. Yoongi memakai masker dan hendak memakai kacamata hitam, sebelum tiba-tiba, kakak laki-lakinya muncul begitu saja dari pintu dapur.

"WAAAAAA!"

"WAAAAAA!"

Mereka berteriak bersamaan.

Sang kakak menjitak Yoongi kencang. "Kau sedang apa, sih, mengendap-endap begitu?! Pakai teriak-teriak segala?!"

"Hyung membuatku kaget! Kenapa hyung ada di dapur, sih?!" jawab Yoongi kasar sambil segera memakai kacamata hitamnya untuk menutupi riasan matanya–yang super lebam itu. "Karena ini rumahku juga, dasar tolol! Mau kemana kau dengan masker dan kacamata hitam itu? Memangnya kamu ini anggota boyband?!"

"Aku ada janji! Jangan ganggu aku!"

"Tidak usah pulang saja sana sekalian, dasar bodoh!"

Yoongi membanting pintu rumahnya dengan kesal dan terburu-buru. Sementara itu, kakaknya hanya menggaruk kepalanya malas. "Dasar anak itu, sudah kelas dua belas, tapi kelakuannya seperti bocah–oh?"

Kakak Yoongi melihat sesuatu tergeletak di lantai, menggelinding kecil.

"… Ini kan… liptint?"

.

.

.

"Yoonji-ah!" sapa Jimin di luar café keluarganya sambil melambai dengan semangat dan menghampiri Yoonji dengan sedikit berlari untuk kemudian berjalan di sampingnya perlahan. Yoongi–yang sekarang sudah berubah menjadi Yoonji hanya menyeringai bingung. "Haha…" sambal tertawa canggung. "Masuklah, hari ini aku membantu eomma-ku untuk membuat resep kue baru. Jadi kuharap kau mau mencobanya." Kata Jimin sambil membukakan pintu dan mempersilahkan Yoonji masuk.

Yoonji masuk dengan langkah yang maskulin, terlepas dari betapa imutnya dia memakai rok. Jimin agak terkejut dengan bagaimana Yoonji berpakaian manis–yang sama seperti minggu lalu–namun kali ini, membawa tas berukuran besar yang biasanya digunakan oleh orang-orang untuk travelling jarak jauh. "Yoonji-ah, kau habis dari mana?" tanya Jimin.

"Hah?" jawab Yoonji berdehem, seraya membetulkan suaranya agar terdengar lebih renyah dan feminine. "Tasmu besar sekali." Jawab Jimin sambil berniat melepaskan tas besar itu dari punggung Yoonji.

"Aahh! Jangan sentuh!" jawab Yoonji panik, membuat Jimin sedikit terkejut. "A–aku–maksudku–aku meminjam tas Yoongi, soalnya tasku–uh–rusak! Aku tidak punya tas lagi karena–tasku yang rusak adalah tas kesayanganku!" lanjutnya.

Jimin terkekeh lembut. "Tidak masalah, kok. Kau tetap terlihat imut."

Wajah Yoonji agak panas. "Heh– te-terima kasih."

Oi, Min Yoongi! Kenapa kau harus merasa tersanjung ketika dia memujimu 'imut'?! dia sedang tidak memuji kau, tapi Yoonji! DAN JANGAN MERASA TERSANJUNG! KAU BUKAN PEREMPUAN!

Yoongi merasa dia ingin menampar pipinya sendiri.

Yoongi–Yoonji duduk di salah satu meja terbaik di café itu–katanya– dengan pemandangan yang menghadap ke taman dalam café itu. Dia menunggu Jimin yang sedang mengambil salah satu kue terbaru buatannya dan ibunya. Sementara itu, dia menyesap pelan espresso-nya sambil menghela napas panjang. "Pokoknya, hari ini selfie, dan selesai!"

"Selfie apa, Yoonji-ah?"

"ARGH!"

Yoonji sedikit melompat dari kursinya saat Jimin entah bagaimana mendekatkan wajahnya ke hadapannya tanpa dia sadari. "A–apa-apaan, sih?!"

"A–ah, maaf, daritadi aku sudah disini, tapi kau sepertinya tidak sadar aku memanggilmu berkali-kali… jadi–maaf–aku–kurang ajar." Jawab Jimin agak terbata-bata. Yoonji melirik mejanya yang entah sejak kapan tersaji sepotong kue disana. Dia menghela napas pelan. "Tidak apa, aku hanya kaget. Banyak hal yang membuat aku kaget semingguan ini."

"Oh ya? Bisakah kau cerita padaku?"

"… Hmmm… bagaimana ya?" jawab Yoonji sombong. "Boleh saja, sih. Tapi kau harus selfie denganku dulu, sekali."

"E–eh?! Aku?" jawab Jimin.

"Iyalah, masa' aku minta selfie pada ibumu?" jawab Yoonji usil. Membuat Jimin bingung setengah mati, pertama kalinya dia bertemu dengan perempuan yang bisa terlihat malu-malu, galak, namun juga bisa straightforward seperti Yoonji. "Kalau begitu, aku boleh mendekat?"

"Tentu saja. Pakai ponselku, ya." Katanya sembari mengeluarkan ponselnya dari tasnya yang besar itu.

Yoonji membuka ponselnya dengan cepat, kemudian tersenyum penuh kemenangan, dengan harapan satu kali selfie ini akan mengakhiri semua penderitaannya. Setelah ini, dia bisa saja beralasan–mungkin pindah? Mungkin sakit? Atau apapun. Dia ingin segera menghilangkan keberadaan Yoonji.

Dalam pikirannya sendiri, Yoonji tidak sadar Jimin sudah berada di belakangnya, mendekatkan wajahnya melewati pundaknya, sehingga terdengar jelas irama napas Jimin dan aroma tubuhnya yang harum memecah lamunan Yoonji.

"E–eh–"

"Aku sudah siap, Yoonji-ah."

"E-oh–yeah, k-kau benar, hahaha." Jawab Yoonji. Yoonji membuka aplikasi kameranya dan sedikit terpatung. Dia saat ini melihat wajahnya dan wajah Jimin di layer ponselnya, terlihat Jimin sudah tersenyum, memperlihatkan eyesmilenya yang benar-benar menggemaskan. Yoonji terpesona beberapa saat, bahkan tidak ingat syarat tantangan bodohnya yang kedua: pose hearteu.

"Ah, Yoonji-ah, sebentar." Potong Jimin, kemudian menepuk pundak Yoonji pelan. "Bisa aku lihat wajahmu sebentar?"

"Wha–"

"Bulu mata palsumu… terbalik."

.

.

.

.

.

TBC./

A/N: halo semuanya! Terima kasih sudah datang dan membaca WTH! ;_; duh aku senang respon dari pembaca bagus-bagus, aku sampai guling-guling bacanya. ehm–tentu saja, pertama-tama…

Aku pengeeeeeeen banget update WTH cepet ;_; kemaren memang niatku hiatus sampe awal Maret, apadaya aku mendadak gejala tipes, dan jreeeeng laptopku meninggal dunia–usia laptopku emang udah tujuh tahun sih, kalo dia manusia udah masuk SD kalik /woi/– akhirnya, aku mesti minjem laptop temen dan ngetik ini ngebut dengan tulisan seingetnya aja dari laptop lama, wkwkwkwk. Makanya, update-an WTH bakalan lambat karena aku minjem laptop temen seminggu sekali doang hiks. Tapi sungguh, makasih sudah fave, follow dan review! Senangnya. Hidup YoonMin!

Btw, ini…YoonMin, ya. Si-siapa tahu ada yang salah kaprah soal posisi top/bottom. Aku benar-benar minta maaf ;_; sejujurnya aku oke dengan YoonMin/MinYoon, tapi aku suka seme tsundere so this is it… /taboked/ Dan soal aku ga ikut giveaway… uh aku benar-benar senang ada yang respon positif soal kalau aku ikutan giveaway, tapi seperti yang bisa dilihat, pace cerita ini lumayan pelan. Gabisa selesai satu shot doang T_T)b tapi mudah-mudahan dengan begitu, banyak pembaca yang bisa nambah koleksi serial yang ditunggu ;_; /author ge e r /diusir/ terima kasih untuk semuanya!

Aku juga kesulitan update ongoing VIXX-ku, soalnya….filenya… di laptop lamaaaa huwaaa T_T doakan cepet sembuh ya /plak/

Akhir kata, happy reading~ see you next week!