Deep Love

By Anelluhan

Chapter 2

...

Moved by deep love, a man is courageous.

And with frugality, a man becomes generous.

...

"Luhan.. ayolah kumohon.."

Luhan, yang dipanggil hanya diam dengan matanya masih tertuju pada televisi yang sedang menayangkan berita pagi. "Kau hanya akan datang kesana, menunggunya untuk membuatkan kita blog setelah itu kau langsung pulang."

Kyuungsoo, dia sedari tadi masih memohon, mengguncangkan bahu Luhan dengan brutalnya.

"Kenapa dia tidak membuatnya sendiri, dia sebenarnya mau membantu atau tidak sih." Luhan menggerutu.

"Ohh.. Luhan.. Luhan.. kau lupa bahwa konsep blog itu datangnya darimu? Tentu saja kau harus kesana untuk menunjukan apa-apa saja yang harus ada di blog kita nantinya."

"Benar juga.." Luhan memandang Kyungsoo kemudian diam berfikir. Lalu setelah menunggu Luhan terdiam untuk beberapa detik, Kyungsoo tersenyum lebar sekali.

"Kau mau kan?" Kyungsoo kini menampilkan mata berkacanya.

"Tapi.. kau yakin tidak apa-apa jika aku sendiri kesana? Aku tak yakin, Kyung.. Kau kan tahu jika aku sedikit gugup dengan orang baru.." Luhan menerawang kembali pada saat ia pertama kali pindah ke sekolahnya yang sekarang. Luhan bahkan sempat dibilang bisu karena ia tak kunjung bicara saat sang Guru mempersilahkan dia untuk memperkenalkan diri. Luhan malu jika mengingatnya.

"Kau tega membiarkannya membuat blog untuk kita sendirian? Kita bahkan hanya meminta bantuan tanpa memberinya imbalan, sudah untung Sehun mau membantu kita." Cerocos Kyungsoo yang berhenti dari kegiatan mengguncangkan bahu Luhan.

"Sehun?"

"Ya, namanya adalah Oh Sehun. Dan kau tahu apa? Sehun itu yang menulis artikel di website yang setiap waktu kau baca itu." Bolam yang bersinar terang muncul diatas kepala Kyungsoo. Kyungsoo baru ingat jika Luhan tidak pernah absen membaca cerita motivasi di official website dari majalah RD, tempat Sehun bekerja.

"Bukankah kau selalu mengagumi tulisan-tulisannya disana?" Kyungsoo memulai mempengaruhi.

"Kau tidak sedang menipuku kan, Kyung?" Luhan curiga.

"Kau bisa menanyakannya langsung kepada Kai, Sehun itu teman dekatnya ngomong-ngomong."

Luhan menggelengkan kepalanya reflek. Sejak Kyungsoo mengenalkan Kai pada Luhan sebagai kekasihnya, Luhan selalu takut jika melihat Kai. Demi apa? Kenapa Kyungsoo mau dengan laki-laki dengan wajah seram seperti itu. Senyumnya seperti tidak tulus dan tatapan matanya seakan menaruh curiga.

Luhan pernah mengadukan jika Kai pernah melihat Luhan seperti ingin mengulitinya hidup-hidup dan Kyungsoo hanya tertawa lalu berkata, "Kai memang seperti itu.. tapi dia baik, Luhan.."

Lalu Luhan bisa apa setelahnya?

"Bagaimana? Heh.. kau melamun ya?" Teriakan Kyungsoo mengejutkan Luhan.

"Iya..iya.. lalu kapan aku harus kesana?"

"Pukul 10.00 hari ini."

Luhan mengalihkan pandangnya ke jam dinding. "Ba– eh.. itu kan dua jam lagi? Kenapa kau tak bilang dari kemarin sih?"

"Hehe.. aku lupa, Lu."

Setelah itu, Luhan bersiap untuk kerumah Sehun. Satu jam dilalui Luhan untuk persiapan itu. Kyungsoo sudah pergi tiga puluh menit yang lalu untuk menemui Kai.

Luhan bahkan sempat berteriak tadi saat Kyungsoo mengatakan jika rumah Sehun ada dipinggir kota. Itu kan jauh!

"Kau akan diantar oleh paman Ahn, dia harus mengantar Ayah-ku setelah itu tapi kau tenang saja, pukul empat sore kau akan dijemput lagi."

Setelah itu, Kyungsoo meninggalkan Luhan dengan wajah tak terimanya.

"Huhh.. ini demi nilai bagus.. demi nilai yang bagus!"

Luhan mengedarkan pandangnya menyusuri halaman kecil sebuah rumah satu lantai dengan lima buah anak tangga didepan teras.

Rumahnya sedikit kuno namun sarat akan unsur alami, Luhan pernah melihat rumah yang seperti ini dikalender tahun lalu. Tapi bedanya, gambar rumah dikalender tahun lalu miliknya memiliki 2 lantai dan berada ditepi sebuah danau.

"Paman, kau yakin tak salah alamat?" Luhan memandang sopir keluarga Kyungsoo, Paman Ahn sebentar lalu memandang satu-satunya rumah yang ada didepannya, memandang Paman Ahn lagi kemudian kembali pada rumah, seperti itu terus menerus hingga Paman Ahn mulai bicara.

"Aku sudah pernah kesini sebelumnya bersama tuan muda Kyungsoo dan kekasihnya, Luhan." Balasan kata dari paman Ahn membuat Luhan mengangguk dua kali dan kembali melihat halaman rumahnya kembali.

"Aku rasa aku harus pergi sekarang, aku akan menjemputmu nanti, oke.." Ujar Paman Ahn yang memang sudah akrab dengan Luhan.

"Jangan terlambat ya paman.." Aku takut terlalu lama ditempat sepi seperti ini. Sambung Luhan dalam hati.

"Ya Luhan.. sampai nanti.."

Setelah sedan yang dia tumpangi menghilang diantara pepohonan, Luhan mulai melangkahkan kakinya. Membuka gerbang kayu bercat putih itu perlahan. Pagar yang mengitari rumah ini tak begitu tinggi, namun Luhan melihatnya malah terlihat sempurna.

Ada bangku taman disebelah kiri, tepatnya ada dibawah pohon besar, apakah itu pohon beringin? Luhan bergidik seram.

Tok tok

Pintu rumahnya pun juga berwarna putih, Luhan berani bertaruh jika didalam juga bernuansa sama.

Cklek

Disana, tepat dihadapannya, Luhan melihat pahatan karya Tuhan yang menurutnya begitu sempurna. Bukan tubuh dari patung. Tapi manusia.

Luhan mendongakkan kepala dan melebarkan mata kecilnya untuk menyusuri wajah didepannya. Bahkan pahatan sempurna tak hanya ada di tubuhnya tapi juga pada wajahnya.

Luhan menelan ludah gugup saat matanya berfokus pada mata elang pemilik pahatan sempurna yang juga sedang menatapnya. Luhan menggelengkan kepalanya sekali untuk kembali ke alam sadarnya.

Luhan tak pernah seperti ini sebelumnya. Tiba-tiba nyali Luhan menciut, penyakit mindernya sedang kumat dan tak berani bersuara. Jikapun Luhan memaksakan diri untuk bersuara, pasti dia akan menangis pada akhirnya. Luhan gugup.

"Kau tidak apa-apa?"

Luhan menggelengkan kepalanya cepat.

"Kau yakin tidak apa-apa? Hei, kau pucat sekali.." Sehun menajamkan matanya untuk berfokus, berniat memegang kening Luhan sekedar mengecek apakah orang didepannya kini sedang sakit atau apa. Bukan apa-apa, Sehun jelas tak buta untuk melihat bulir keringat yang mengalir di pelipis pemuda didepannya, padahal hari ini cukup dingin.

Pandangan tajam Sehun disalah artikan oleh Luhan, Luhan mengira Sehun tak suka dengan tingkah Luhan. Luhan menghentakkan kakinya sekali, tanda bahwa Luhan sedang kesal karena tak bisa menyuarakan apa yang ada dalam benaknya.

"Kau teman Kyungsoo kan?"

Sehun semakin mengernyitkan kening karena hanya mendapat anggukan dalam setiap pertanyaannya. "Kau bisa bicara?"

Luhan reflek memandang Sehun tak suka.

"Maafkan aku.." Sehun berkata lembut dan itu membuat Luhan tak enak ati.

"Tt.. tidak apa-apa.."

Sehun menyunggingkan senyum terpaksanya. Menghadapi orang-orang baru benar-benar membuat Sehun seperti di neraka saja. Sehun tak suka suasana canggung. Sehun terbiasa dengan suasana formal di pekerjaannya dan hanya bisa berucap santai dengan keluarga dan juga Kai.

Brukk

"Oh God.. apa lagi ini!" Geram Sehun mendapati tubuh Luhan ambruk, pingsan. "Hei.. kau tak apa-apa kan? Hei.. bangun dasar bocah.."

Sehun berdecak lidah dan menggendong Luhan kedalam rumah. "Merepotkan saja.."

...

"Kau bangun?" Melihat pergerakan kecil di jari mungil tamunya pagi ini ditambah dengan kedip mata hendak terbuka, Sehun membuka suaranya.

Luhan mengedarkan pandangannya ke sekitar, sebuah kamar.

"Kau yakin kau tidak sedang sakit?" Suara berat itu menginterupsi Luhan lagi.

Luhan semakin menciut setelah dia ingat kejadian memalukan tadi, bagaimana mungkin Luhan bisa pingsan hanya karena diberikan senyuman?! Luhan menggelengkan kepalanya sekali.

"Aku tersinggung jika kau terus menggelengkan kepalamu. Kau bisa bicara dan kenapa kau tak menggunakannya untuk mengganti bahasa non verbalmu itu?" Sehun mengerang frustasi. Sehun jadi berfikir mungkin ini yang dirasakan Kai saat menghadapi tingkahnya yang membosankan.

"Aaku.. tidak apa-apa. Sungguh."

"Baiklah. Bukankah kau teman Kyungsoo?"

"Ya."

"Kau pingsan selama dua jam, ngomong-ngomong." Dengan itu, wajah Luhan memerah.

Sehun sempat terpana melihat tingkah malu-malu Luhan, namun itu hilang saat Sehun menggelengkan kepalanya.

"Apa sebaiknya kau pulang? Kau bisa kesini lagi besok jika kau merasa tak enak badan." Sehun bernego. Dalam hati, Sehun memohon pada Tuhannya agar Luhan mengiyakan lalu pergi dari rumahnya. Sehun tak tahan dengan suasana canggung ini.

"Ah.. itu.. Kyungsoo ingin blog itu secepatnya.."

Aaargh! "Baiklah.. jadi, siapa namamu?"

"Luhan.."

...

Dua jam kemudian..

"Kau mengerti yang aku katakan tadi bukan?"

"Ya.. tapi apakah jika aku ingin merubah warnanya harus masuk kesini?" Luhan mulai fokus dengan mouse-nya setelah mendengar instruksi Sehun. Luhan sebenarnya masih bingung dengan huruf-huruf yang tak bisa dibaca itu dan tentang kenapa susunan huruf itu memiliki banyak warna. Tapi, Luhan tak enak jika selalu bertanya.

"Ya. Cobalah. Jika kau tak ingat dengan kodenya, kau bisa mencarinya di internet dan kode dari warna juga bisa kau temukan di internet."

"Wah.. ini benar-benar menjadi bagus.."

"Apakah ini sudah selesai?" Luhan bertanya setelah tak mendapat sahutan dari Sehun atas perkataannya tadi.

"Teliti dulu website mu.. apakah ada yang kurang?"

Luhan kembali menggulir mouse-nya menyusuri setiap website yang baru saja diatur tampilannya. "Aku ingin menambahkan foto disini.."

"Kau bisa upload itu di lay out-nya.. sama seperti yang aku lakukan untuk gambar header."

"Oh baiklah.. terimakasih.. hyung.."

Sehun menatap Luhan sejenak, dua jam bergulat dengan mouse dan keyboard bersama Luhan dan Luhan baru memanggilnya 'hyung' setelah selesai. Sehun anggap itu ucapan terimakasih yang tulus.

Selesai dengan website-nya, Luhan diijinkan untuk melihat koleksi piala milik Sehun yang ada di ruang tamu sementara Sehun berada di ruang kerjanya untuk melakukan sedikit perbaikan pada pekerjaan miliknya sendiri.

...

"Oh.. No.. kau merusaknya?" Suara pecahan barang membuat Sehun kalap.

"Maafkan aku.. maafkan aku.." Luhan membungkuk beberapa kali setelah memecahkan piala Sehun. Sehun baru mendapatkannya dua minggu yang lalu yang diadakan oleh pihak penerbit, untuk kategori penulis termuda di majalah beken ngomong-ngomong. "Aaku.. aku tak sengaja.."

"Kau ceroboh sekali, Luhan.." Sehun berkata sambil memunguti potongan pialanya.

"Maafkan aku.. hkss.."

Mendengar isakan Luhan, Sehun menghentikan kegiatannya memunguti bagian-bagian pialanya yang pecah. "Kau bisa membantuku membersihkan ini daripada menangis.. kau pikir dengan menangis ini akan bersih sendiri!"

Luhan reflek menjatuhkan badannya dan ikut memunguti piala itu meskipun isakan kecilnya belum berhenti, Luhan merasa bersalah. Sehun membawa serpihan pialanya ke ruang kerja untuk ia perbaiki jikapun itu masih bisa diperbaiki, meninggalkan Luhan yang terduduk di ruang tamu.

Lama berada disana sendiri membuat Luhan berangsur tenang dan memutuskan menyusul Sehun untuk meminta maaf dengan cara yang.. umm.. sedikit wajar.

"Tak bisakah kau kemari dan menjemputnya? Dia benar-benar mengacaukan rumahku.."

"Dua jam? Ayolah itu waktu yang sangat lama, Kai." Sehun masih fokus berbicara pada ponselnya, tak melihat Luhan sedang mencuri dengar.

"Aku tak mau tahu, jika dalam tiga puluh menit kau tak juga menjemputnya. Aku sendiri yang akan–"

Itu dia, Sehun memutar tubuhnya dan mendapati Luhan dengan air mata mengalir deras di pipinya.

Entah kenapa.. Sehun tak pernah merasa seperti ini sebelumnya, merasa bersalah. Melihat Luhan dengan tatapan sedihnya yang sarat akan kekecewaan. Tangan kecil Luhan menghapus air matanya sendiri dengan kasar. "Aaku.. aku akan pergi.. hks.."

Sehun melihat Luhan berlari keluar rumah. Berniat mengejar namun suara hatinya yang lain menyuruhnya diam. Tidak apa-apakah jika Sehun membiarkan Luhan pergi sendirian dari sini?

To be continue..