STUPID

Author

Macchi~

Rate

T

Cast

Seventeen member

Pairing

Jeongcheol/Soonhoon

Genre

Drama, Hurt/Comfort, Life

Warning(s)

Shounen-ai (?)/BL

Disclaimer

Semua cast disini milik Tuhan beserta orangtuanya, tapi cerita murni milik author

Summary

"Aku rela dikenang sebagai pria brengsek agar kau bisa cepat melupakanku.." -Choi Seungcheol-

"Aku membencimu, Choi Seungcheol." -Yoon Jeonghan-

.

.

.

Seorang pemuda berjalan masuk ke dalam ruang kelas dengan tulisan '314' di pintunya. Tasnya di jinjing di satu pundaknya, ia masuk ke dalam kelas sambil menyeringai.

Teman-temannya yang tadinya sedang mengobrol langsung berhenti ketika pemuda itu berjalan masuk, melempar tasnya asal lalu duduk di salah satu kursi.

"Apa ada hal menyenangkan hari ini?" tanya salah satu teman pemuda itu.

"Wonwoo-ya, kau tahu kan setiap hari selalu menyenangkan buatku." jawab pemuda itu sambil tersenyum miring.

Temannya yang lain memperhatikan wajahnya dengan seksama lalu tertawa lepas sambil memegangi pipi kanan pemuda itu.

"Hyung kau di tampar lagi?" tanya temannya yang lain.

Senyum miring pemuda itu hilang dalam sekejap, seakan sesuatu yang sudah ia tutupi terbongkar juga. Ia memutar bola matanya dan ekspresi wajahnya berubah. Ia menaikkan kedua kakinya keatas meja, wajahnya jadi kesal.

"Siapa lagi yang menampar hyung?" Wonwoo menggodanya sambil tersenyum.

Pemuda bernama Choi Seungcheol itu mendengus keras sebelum menjawab,

"Kang Minji." jawab Seungcheol singkat.

"Kali ini karena apa?" tanya temannya yang lain, Jun.

"Dia lihat isi katalkku." Seungcheol kemudian mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jaket yang ia pakai lalu melemparnya asal keatas meja.

"Dan...?" tanya Jun lagi.

Seungcheol mengangkat pundaknya, "Dia memutuskanku lalu menamparku juga. Di depan umum."

Wonwoo dan Jun tertawa bersamaan. Seungcheol melirik mereka dengan ekspresi kesal. Seungcheol menghela nafas seakan sudah biasa diperlakukan seperti itu oleh teman-temannya yang bahkan usianya lebih muda darinya.

"Tapi hyung masih punya yang lain, kan?" Jun kembali bicara ketika tawanya sudah mereda.

Raut wajah Seungcheol berubah menjadi berseri ketika Jun bertanya. Ia mengambil ponselnya yang tadi ia lempar asal diatas meja, tangannya sibuk di layar ponselnya seakan sedang mencari sesuatu yang penting.

Tak lama Seungcheol memperlihatkan layar ponselnya pada Jun dan Wonwoo.

"Lee Jihoon? Siapa lagi dia?" tanya Jun penasaran.

"Mahasiswa jurusan musik, aku bertemu dia tidak sengaja di ruang musik dua hari yang lalu. Kalau dilihat-lihat dia imut sekali." jelas Seungcheol.

Wonwoo yang tadinya duduk di depan Seungcheol berdiri dan pindah duduk di samping Seungcheol.

"Apa ada yang menarik dengannya?" tanya Wonwoo.

"Aku belum tahu." jawab Seungcheol. "Tapi kita lihat saja aku akan menggandeng tangannya kedepan kalian dalam seminggu."

Wonwoo menepuk kedua tangannya lalu memajukan kepalanya, "Bagaimana kalau taruhan?" tantang Wonwoo.

Jun yang paling senang dengan taruhan dan hampir tidak pernah kalah dalam taruhan langsung bersemangat ketika Wonwoo menawarkan sebuah taruhan. Ia turun dari atas meja tempat ia duduk tadi, mendekatkan wajahnya kearah Wonwoo untuk mendengarkan detilnya. Seungcheol sendiri antara tertarik dan tidak tertarik untuk bergabung.

"Jika hyung tidak bisa mengencani Lee Jihoon dalam seminggu, hyung kalah. Tapi jika dalam seminggu hyung bisa mengencani Lee Jihoon kami yang kalah." kata Wonwoo. "Taruhannya 500 ribu won."

"Hoho...! 500 ribu won?! Kau gila?!" seru Seungcheol.

"Hei ayolah hyung ini akan mengasyikan." kata Jun. "Wonwoo-ya aku ikut!"

Wonwoo melirik Seungcheol yang duduk di sampingnya. Kelihatan sekali kalau Seungcheol sedang berpikir.

"Ayolah hyung! Kita biasa melakukan ini, kan?" kata Wonwoo berusaha membujuk Seungcheol.

"Tapi kita tidak pernah menggunakan orang lain sebagai alat taruhan!" seru Seungcheol.

"Sekali saja hyung! Ayolah!" kali ini Jun yang membujuk.

Seungcheol menatap Wonwoo dan Jun bergantian kemudian mengangguk, "Baiklah aku ikut." kata Seungcheol akhirnya. "Tapi jika aku menang kalian harus memberikanku 500 ribu won."

"Tentu saja, kami tidak akan melanggar janji." kata Jun.

Seorang pemuda bertubuh mungil keluar dari dalam sebuah mobil sedan silver yang terparkir di halaman kampus. Tak lama seorang pemuda berambut sebahu ikut turun dari mobil sambil menenteng dua buku tebal dengan satu buku yang lebih tipis. Pemuda berambut sebahu itu pergi bersama dengan pemuda bertubuh mungil itu ketika ia sudah mengunci mobilnya.

"Hei Jeonghan hyung." panggil si pemuda bertubuh mungil pada pemuda berambut sebahu yang berjalan di sampingnya.

Pemuda itu menoleh sebentar kemudian kembali melihat ke depan, "Hm?"

"Kau kenal dengan semua orang di kampus ini tidak?" tanya pemuda itu.

Pemuda bernama Jeonghan itu tertawa, "Aku memang kenal beberapa orang selain di jurusan ini, tapi bukan berarti aku kenal semua orang, Jihoon-ah."

Pemuda bertubuh mungil bernama Jihoon itu mengangguk.

"Ada apa? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Jeonghan kemudian.

Jihoo tersenyum kecil, "Dua hari lalu ada pemuda masuk ke ruang musik. Ia bertanya padaku apa boleh dia pinjam gitar disana, aku bilang asal dikembalikan lagi boleh-boleh saja. Tapi kemudian ia bertanya namaku dan meminta nomor teleponku. Dia bilang hanya jaga-jaga kalau ruang musik dikunci saat dia mau mengembalikan gitarnya." jelas Jihoon. "Tapi aku benar-benar tidak tahu dia siapa."

Jeonghan berhenti berjalan membuat Jihoon ikut berhenti. Jeonghan merubah posisinya menjadi menghadap Jihoon dan menatapnya sambil tersenyum.

"Katakan padaku siapa namanya, mungkin saja aku kenal dia." kata Jeonghan.

"Sebenarnya dia mahasiswa jurusan teknik, namanya Choi Seungcheol." jawab Jihoon.

Jeonghan membulatkan matanya ketika mendengar nama itu. Choi Seungcheol. Jeonghan kenal siapa Choi Seungcheol. Tidak. Dia lebih dari sekadar kenal dengan Choi Seungcheol. Pria itu pernah jadi satu-satunya orang yang Jeonghan percaya, yang Jeonghan sayangi. Masa lalunya. Jeonghan tidak percaya ia masih bisa mendengar nama Choi Seungcheol lagi setelah 3 tahun lalu pria itu dengan seenaknya mencampakkannya demi orang lain.

Tanpa sadar Jeonghan mengepalkan tangannya hingga kedua tangannya bergetar. Kepalanya tertunduk hingga beberapa helai rambutnya ikut turun bersaaman dengan kepalanya. Pegangan tangan Jeonghan pada tiga buku yang ia bawa semakin erat hingga tanggannya sedikit memerah sekarang. Jihoon yang khawatir dengan perubahaan sikap Jeonghan langsung menepuk pundak Jeonghan pelan.

"Hyung baik-baik saja?" tanya Jihoon.

Jeonghan kemudian mengangkat kepalanya lagi. Matanya tidak berbinar-binar seperti sebelumnya, matanya kini menampakkan kilat marah. Ia menatap Jihoon tajam membuat Jihoon sedikit mundur.

"Dengarkan aku Jihoon-ah," kata Jeonghan. "Jangan pernah dekati Choi Seungcheol atau kau akan terluka."

Jeonghan duduk di salah satu meja di perpustakaan. Ia mengacak rambutnya frustasi. Kenapa disaat ia sudah bahagia dan sukses melupakan Seungcheol, si brengsek itu justru datang lagi. Memang kali ini tidak datang ke kehidupannya, tapi Jihoon sudah ia anggap sebagai sahabat dan adiknya sendiri. Jika sifat Seungcheol masih sama dan ia membuat Jihoon terluka sama seperti saat Seungcheol membuatnya terluka dulu, maka Jeonghan bersumpah akan menghajar sampai mati Seungcheol dengan tangannya sendiri.

"Hyung!" seorang pemuda berambut cokelat datang mengejutkan Jeonghan.

Pemuda itu duduk di samping Jeonghan sambil merangkul pundak Jeonghan.

"Soonyoung-ah, aku sedang tidak dalam mood untuk bercanda denganmu." kata Jeonghan malas.

Pemuda bernama Soonyoung itu lalu melepas rangkulannya. Ia kemudian mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan memberikannya pada Jeonghan. Jeonghan sendiri memicingkan mata begitu Soonyoung memberikan sesuatu padanya.

"Apa ini? Salah satu kejahilanmu lagi?" tanya Jeonghan penuh selidik. "Maaf Soonyoung kali ini aku benar-benar tidak mau bercanda denganmu."

"Aku tidak sedang bercanda atau mau menjahili hyung." kata Soonyoung. "Aku kesini mau minta bantuan."

Jeonghan menatap Soonyoung penuh minat. Tidak biasanya seorang Kwon Soonyoung mendatanginya dan meminta bantuannya. Biasanya jika ditawari bantuan, Kwon Soonyoung akan menolak dengan alasan ia bisa melakukannya sendiri. Tapi kali ini Soonyoung datang dengan sendirinya dan meminta bantuan.

"Baiklah baiklah ini memang memalukan, tapi tolong bantu aku." kata Soonyoung serius.

Jeonghan tersenyum ketika Soonyoung bicara, kemudian ia mengacak gemas rambut Soonyoung.

"Baiklah kau perlu bantuan apa?" tanya Jeonghan.

"Hyung dekat dengan Lee Jihoon, kan?" tanya Soonyoung.

Jeonghan masih dengan tanda tanya besar di kepalanya menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Soonyoung.

Kemudian Soonyoung menunjuk sebuah kotak persegi panjang berukuran kecil dan dibungkus kertas biru dengan sebuah kertas tertempel disana.

"Berikan itu pada Jihoon." kata Soonyoung. "Aku minta tolong."

Mendengar bantuan yang diperlukan Soonyoung darinya membuat Jeonghan terkekeh pelan. Ia mengacak rambut Soonyoung yang sudah ia anggap adiknya sama seperti Jihoon. Kemudian matanya beralih pada hadiah Soonyoung yang harus ia berikan pada Jihoon.

"Kau serius mau aku memberikan ini pada Jihoon?" tanya Jeonghan menggodanya. "Kau tidak ingat bagaimana dia mempermalukanmu di kelas composing minggu lalu?"

Soonyoung menunduk sambil menghela nafas panjang. Kemudian Soonyoung menempelkan kepalanya diatas meja perpustaakan memiringkan kepalanya ke kiri agar bisa menatap Jeonghan.

"Tentu saja aku ingat kejadian minggu lalu." kata Soonyoung pasrah.

[FLASHBACK]

Hari itu hari Senin dimana Jeonghan, Soonyoung, dan Jihoon berada dalam satu kelas yang sama yaitu kelas composing.

Mengingat Soonyoung tidak terlalu pintar dalam hal composing, Soonyoung malas-malasan mendengarkan dosennya bicara.

Jeonghan dan Jihoon yang duduk di depannya menoleh sesekali kearahnya karena Soonyoung selalu membuat keributan kecil di tempatnya duduk. Jeonghan yang sudah tahu sikap Soonyoung tidak mempermasalahkan hal itu, tapi Jihoon sangat terganggu.

"Bisakah kau diam untuk 1 jam kedepan?" tanya Jihoon ketus pada Soonyoung.

Soonyoung yang tengah sibuk menggambar gambar di buku catatannya menoleh kearah Jihoon yang duduk di depannya. Soonyoung memang sudah mengenal Jihoon dari awal ia masuk ke jurusan musik, dan saat itu juga Soonyoung mulai tertarik dengan Jihoon. Tapi pemuda mungil itu selalu menampakkan wajah tidak suka tiap bertemu Soonyoung. Mungkin karena kesan pertamanya pada Jihoon yang tidak baik atau Jihoon memang membencinya dari awal.

"Apa aku mengganggumu?" tanya Soonyoung polos. "Aku hanya menggambar."

Jihoon menghela nafas, "Tapi suara goresan pensilmu mengganggu konsentrasiku."

Soonyoung melepas pensilnya lalu mengangkat tangannya, "Baiklah aku diam." katanya.

Kegaduhan kecil yang ditimbulkan oleh mereka berdua menarik perhatian beberapa mahasiswa disana tidak terkecuali dosen yang tengah menjelaskan mata kuliahnya.

Dosen Jang yang memang tidak suka kelasnya gaduh langsung melempar spidol yang ia gunakan kearah Soonyoung yang masih mengangkat tangannya. Dan tahu apa yang terjadi? Spidol itu tepat mengenai dahi Soonyoung.

Jihoon puas dengan apa yang ia lihat. Kemudian ia mengambil spidol yang mengenai dahi Soonyoung sambil berkata,

"Jika kau tidak suka berada disini, kurasa seharusnya dari awal kau memang tidak ada disini." kata Jihoon sebelum ia maju ke depan kelas mengembalikan spidol pada Dosen Jang.

Soonyoung yang malu hanya menghela nafas panjang, kemudian ia membereskan buku-bukunya dari atas meja, menenteng tasnya lalu keluar dari dalam kelas sambil terus memegangi dahinya yang tampak kemerahan.

[FLASHBACK END]

"Dia memang kejam." kata Soonyoung sambil cemberut.

Jeonghan menahan tawanya. Jeonghan tahu kalau Soonyoung tidak terlalu ahli dalam hal composing. Tapi karena ini jurusan musik, mata kuliah composing sudah pasti menjadi hal wajib. Dan karena kejadian minggu lalu, Soonyoung terpaksa harus mengulang mata kuliah composingnya semester depan. Di satu sisi Jeonghan kasihan pada Soonyoung, tapi di satu sisi lainnya ia tahu kalau itu konsekuensi yang harus di tanggung Soonyoung.

"Aku heran," kata Jeonghan. "Kenapa kau masih menyukainya walaupun kau tahu Jihoon tidak menyukaimu. Bahkan ada kemungkinan dia membencimu setengah mati."

Soonyoung membetulkan posisi duduknya lalu menjawab, "Kadang aku juga mempertanyakan itu. Kenapa aku menyukainya? Apa yang membuatnya tidak menyukaiku? Apa aku melakukan kesalahan padanya hingga ia membenciku? Aku selalu menanyakan hal itu setiap hari."

Jeonghan tersenyum. Kemudian ia mengambil hadiah Soonyoung dan memasukkannya dalam tas, "Aku pastikan Jihoon menerimanya langsung." kata Jeonghan sebelum beranjak dari kursi.

"Hyung mau kemana?" tanya Soonyoung.

Jeonghan melihat jam tangannya, "Aku ada kelas 10 menit lagi. Aku duluan."

Setelah mengatakan itu, Jeonghan pergi dari perpustakaan meninggalkan Soonyoung yang masih duduk disana, menempelkan kepalanya diatas meja.

Seungcheol keluar dari gedung fakultasnya ketika seluruh mata kuliahnya hari ini sudah selesai. Seungcheol berjalan menuju tempat parkir kampus sambil mengeluarkan kunci mobilnya dari dalam saku jaket yang ia pakai.

Seungcheol sampai di depan sebuah mobil sport hitam yang terparkir tepat di depan gedung fakultasnya. Ia membuka pintu mobil lalu masuk ke dalam.

Seungcheol tidak langsung menyalakan mesin mobilnya dan pergi, ia mengeluarkan ponselnya ketika ia baru duduk di kursi kemudi. Ia melihat kontak Jihoon. Sekarang Seungcheol memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa mengencani Jihoon dalam waktu seminggu. Ia tidak mau kalah taruhan dari Wonwoo dan Jun. Seungcheol tahu, Jun selalu memang dalam taruhan, tidak ada firasatnya yang salah selama ini, tapi jika taruhannya sebesar ini, Seungcheol pun juga tidak mau kalah.

Setelah memikirkan matang-matang, akhirnya Seungcheol pun memutuskan mengetik pesan untuk Jihoon.

To : Lee Jihoon

Hai, Jihoon-ssi. Aku Choi Seungcheol yang bertemu denganmu dua hari lalu, kuharap kau tidak lupa.

Jika ada waktu luang, mau bertemu?

Seungcheol kemudian menekan tombol send , setelah itu ia melempar ponselnya ke jok di sebelahnya lalu ia menyalakan mesin mobil dan pergi.

Seungcheol sedang asyik bersiul siul di mobilnya sambil mengemudi keluar wilayah kampus, tiba-tiba siulannya harus terhenti ketika ia melewati fakultas seni. Ia merem mendadak mobilnya lalu membuka kaca mobilnya. Ia memicingkan mata agar apa yang ia lihat tampak lebih jelas.

Seungcheol melihat sosok Jihoon di halaman parkir fakultas seni. Tapi Jihoon tidak sendirian. Ia bersama seseorang, tapi Seungcheol tidak bisa melihat wajahnya karena orang itu memunggungi Seungcheol.

Kemudian keduanya masuk kedalam salah satu mobil sedan silver yang terparkir disana. Lalu dalam beberapa menit mobil sedan itu pergi meninggalkan kampus.

"Siapa dia?" gumam Seungcheol.

"Apa jangan-jangan Jihoon sedang dekat dengan seseorang. Atau malah ia punya pacar." tebak Seungcheol.

Tiba-tiba sebuah seringai muncul di wajah Seungcheol. Ia menutup kaca mobilnya, menyalakan kembali mesin mobilnya dan pergi dari kampus. Secara tiba-tiba taruhannya dengan Wonwoo dan Jun menjadi menarik. Bagi Seungcheol.

Jeonghan dan Jihoon sekarang tengah duduk berhadapan di salah satu meja kafe. Setelah kelas selesai Jeonghan memang bilang pada Jihoon ada yang ingin ia berikan padanya, maka itu Jihoon ikut dengan Jeonghan ke kafe.

"Jadi hyung, apa yang mau kau berikan padaku?" tanya Jihoon setelah ia meminum ice cappucinnonya.

Jeonghan mengambil sesuatu dari dalam tasnya lalu mendorongnya ke depan Jihoon. Jihoon memandangi kotak persegi panjang yang di bungkus kertas warna biru itu. Kemudian ia mengambil sebuah kertas yang tertempel diatasnya. Sepertinya surat.

Jihoon pun membuka lipatan kertas itu dan membaca isinya.

Jihoon-ah~

Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Tapi aku minta maaf jika aku pernah berbuat kesalahan yang besar padamu hingga entah kenapa kau sangat membenciku.

Aku bukan orang yang pandai bicara walaupun aku cerewet, dan aku juga bukan orang yang peka dengan perasaan orang lain. Jadi jika ada perkataan atau sikapku yang membuatmu tidak suka, maafkan aku. Dan kumohon jangan membenciku.

Aku sudah cukup malu bertemu denganmu. Terlebih lagi setelah kejadian minggu lalu di kelas composing. Aku tidak punya cukup nyali untuk berhadapan denganmu, jadi kuminta Jeonghan hyung memberikan ini untukmu.

Jihoon-ah, berhentilah membenciku. Aku sudah cukup gila dengan kuliahku, jangan tambahkan lagi dengan sikapmu yang tampak sangat ingin aku hilang dari bumi. Aku...aku tidak bisa melihatmu terus membenciku.

Terimalah permintaan maafku.

Kwon Soonyoung.

Jihoon menatap datar Jeonghan yang penasaran dengan isi surat dari Soonyoung. Jihoon kemudian memberikan surat itu pada Jeonghan, ia tahu kalau Jeonghan penasaran dengan isinya jadi ia membiarkan Jeonghan membaca isi surat itu sendiri.

"Wow." kata Jeonghan ketika selesai membacanya.

"Ada apa sih dengan anak itu?" tanya Jihoon kesal.

"Dia hanya ingin tahu apa kau membencinya atau tidak." jawab Jeonghan seraya meletakkan surat Soonyoung diatas meja. "Kurasa maksudnya baik."

Jihoon mengaduk-aduk gelas berisi ice cappucinno di hadapannya. Sesekali matanya melirik hadiah dari Soonyoung.

Tidak. Jihoon tidak membenci Soonyoung. Anak hyperaktif itu tidak melakukan kesalahan apapun pada Jihoon. Hanya saja untuk Jihoon anak itu terlalu berisik, dan Jihoon tidak suka. Mungkin itu yang membuat Jihoon menjauhi Soonyoung. Tapi Jihoon hanya tidak suka Soonyoung karena terlalu cerewet, tidak lebih. Dan soal minggu lalu memang seharusnya ia minta maaf, tapi Jihoon terlalu gengsi bertemu dengan Soonyoung.

"Kau harus balas surat ini, Jihoon-ah." saran Jeonghan.

Jihoon hanya mengangguk lemah. Tiba-tiba ponsel Jihoon berdering ada pesan masuk. Jihoon membuka pesan tersebut dan membacanya.

From : Choi Seungcheol

Hai, Jihoon-ssi. Aku Choi Seungcheol yang bertemu denganmu dua hari lalu, kuharap kau tidak lupa.

Jika ada waktu luang, mau bertemu?

Jihoon melirik Jeonghan yang sibuk dengan cheesecakenya. Setelah melihat ekspresi seram Jeonghan saat mendengar nama 'Choi Seungcheol', Jihoon tidak tahu harus bicara lagi atau tidak pada Jeonghan soal Choi Seungcheol. Tapi jika ia tidak cerita, Jeonghan juga akan kecewa.

"Um...hyung," panggil Jihoon.

Jeonghan yang tengah mengunyah cheesecake menoleh kearah Jihoon, menjawab panggilan Jihoon dengan mengangkat alisnya.

Sementara Jihoon kembali mengingat bagaimana ekspresi Jeonghan tadi, ia tidak mau bicara apa-apa. Ia mengoper ponselnya pada Jeonghan, biar Jeonghan yang melihatnya sendiri.

Jeonghan yang bingung mengambil ponsel yang disodorkan Jihoon padanya lalu melihat layar ponsel tersebut.

Seperti dugaan Jihoon, ekspresi Jeonghan sekejap berubah. Senyum Jeonghan hilang begitu saja ketika membaca pesan yang ada di ponsel Jihoon.

"Bagaimana hyung?" tanya Jihoon pelan takut memancing emosi Jeonghan.

Lama diam, kemudian Jeonghan mengembalikan ponsel Jihoon pada pemiliknya. Jeonghan menghela nafas panjang dan frustasi. Ekspresi wajahnya sudah tidak seseram tadi pagi, tapi masih sedikit menakutkan bagi Jihoon.

"Aku hanya memperingatkanmu Jihoon-ah." kata Jeonghan. "Aku mengenal Choi Seungcheol lebih dari apa yang kau pikirkan."

Jihoon melirik layar ponselnya yang masih tertera pesan dari Choi Seungcheol. Kemudian Jihoon kembali menatap Jeonghan.

"Jangan terlibat terlalu jauh dengannya..." kata Jeonghan terputus "..atau kau akan terluka nantinya."

Jihoon bingung bagaimana merespon pesan Choi Seungcheol sementara di satu sisi Jeonghan memperingatkannya untuk tidak mendekati Choi Seungcheol.

"Terserah padamu Jihoon-ah." kata Jeonghan.

~TBC~

.

.

.

Hai aku author baru disini. Walaupun ini bukan ff pertama, tapi ini ff pertama yang diposting. Jika ada typo atau punya kritik dan saran tinggalkan di review. Terima kasih~~