Disclaimer by Masashi Kishimoto

Pairing : NaruSaku, SasuHina, SaiIno, NejiTen

Rated : T

Genre : Drama & Romance

Warning : OOC, Typos, Boring, Mainstream, Etc.

Jangan di baca kalau tidak suka! ^_^

Epilogue

"4Q{Four Queen}"

Pukul 16.45

Tin...tin...tin...tin...

"Sial...kenapa di saat seperti ini harus macet sih?"

Beberapa umpatan telah tertuai dengan manisnya dari belah bibir eksotis itu, ekspresi serta tindakan ia tunjukkan sebagai bukti kekesalannya.

Ia begitu kesal di saat terpenting seperti ini harus terjadi kemacetan. Ia tahu hari ini memang hari Sabtu, sudah biasa terjadi kemacetan di akhir pekan di Tokyo.

Namun kenyataan ini membuatnya kesal. Di saat sang istri kesakitan, ia malah tidak berada di sampingnya. Ia malah bergelut dengan suasana menjengkelkan.

"Semoga dia baik-baik saja." Lagi, pedal itu tertekan dengan kuat sehingga membuat mobil sport putih yang di jalankannya berhenti mendadak. Untung saja mobil di depannya tidak tertabrak olehnya. Dan umpatan kembali terdengar, "sial...semoga saja aku bisa sampai tepat waktu."

Perasaan khawatir selalu mengiringinya semenjak telepon dari Ino. Ino mengabarkan jika sang istri tengah kesakitan dan dia begitu membutuhkannya. Sebenarnya tanpa Ino beritahu ia pasti akan datang, namun gara-gara kemacetan perjalanannya mengalami hambatan untuk sampai tepat waktu.

Semoga saja di saat ia sampai nanti semua akan baik-baik saja.

Akhirnya setelah empat puluh lima menit ia bisa bernafas lega, ia sampai tujuan dengan selamat.

Tap...tap...tap...tap...

Kedua kaki panjangnya bergerak berlawanan dengan cepat, sehingga suara beradu lantai dan sepatunya terdengar sedikit keras. Ia berlari menyusuri koridor yang tampak ramai dengan di iringi perasaan khawatir yang sedari tadi melingkupinya.

"Ino... hosh..hosh... bagaimana keadaan Sakura?" Ia berdiri sedikit membungkuk dengan wajah menatap lantai marmer putih dengan kedua tangan menyentuh lutut, terdengar nafasnya berhembus tak teratur. Wajahnya terbasahi keringat yang mengalir di sela-sela helaian pirang pendeknya, wajahnya tampak memucat karena rasa khawatir yang berlebihan. Ia benar-benar khawatir.

Ino menatap pria pirang dengan penampilan kusut meskipun jas dan dasinya masih tampak rapi di tubuhnya, dia berdiri disampingnya. Ia menatapnya dengan alis dan bibir menurun, merasa kasihan dengan apa yang di alami pria ini.

"Kalian lihat 'kan?"

Wajah pucat nan berkeringat itu mendongak dengan cepat, seketika wajah itu berubah menjadi kaku. Dengan mata melebar dan mulut terbuka, ia terkejut melihatnya.

"Sakura... ku rasa kau begitu keterlaluan." Selang beberapa detik, suara Tenten mendominasi.

Sakura membuang nafas dengan berat, "hahh~…bukankah kalian yang memintaku melakukannya?"

"Tapi... kau benar-benar keterlaluan." Seiring berhentinya suara Sakura, Hinata ikut menyela.

Suara helaan nafas kembali terdengar. Selanjutnya wanita bersurai merah muda dengan perut membuncit itu mendorong kursi yang tengah di dudukinya dengan bokongnya, lalu berjalan mengintari teman-temannya yang tengah duduk terdiam di kursi masing-masing meratapi nasib sang pria pirang.

Kedua tangan ramping itu terasa panas saat menyentuh pundaknya, "Sayang... aku percaya kau sangat mencintaiku, benar 'kan? buktinya setelah kau mendengar bahwa aku kesakitan, kau langsung datang kemari. Ah...aku benar-benar mencintaimu." Apalagi pelukan erat ini malah semakin membuatnya terbakar. Apa-apaan semua ini?

"Sayang...kau mendengarku?" Kepala berbalut surai pink panjang di kuncir itu mendongak, meninggalkan dada bidang sang suami dengan menatap wajah mengeras sang suami dengan terheran.

"N-naruto...ku harap kau bisa mengerti!" Ino mencoba memberi pengertian.

"Naruto...bersabarlah!" Giliran sang suami Ino memberi pergertian.

Pria pirang itu menghela nafas, sejurus ia melepaskan pelukkan tak erat sang istri. "Baiklah..." ia lalu melangkah mengambil duduk di samping kanan Sai dan kursi kosong di sebelah kanannya. "Adakah yang bisa menjelaskan padaku apa yang terjadi sebelumnya?" Ia mengulirkan matanya menatap satu persatu sahabatnya yang duduk melingkari meja. Ia menatap mereka penuh keseriusan dan... amarah yang tertahan.

Hening, tak ada satupun dari mereka yang menjawab. Mereka tak ada yang berani untuk cerita.

"Naruto-kun...apa kau marah?" Sakura mendudukkan dirinya di kursi kosong di samping kiri Naruto. Ia bertanya dengan sedikit perasaan takut melihat dari samping wajah sang suami yang mengeras.

"Ehm..." Naruto berdehem dengan keras, mencoba mengalihkan perhatian mereka padanya.

"Naruto-kun...sebenarnya...mereka mengejekku kalau cintamu padaku sudah tidak sebesar yang dulu, lalu aku sengaja menyuruh Ino untuk menghubungimu dan berbohong padamu. Maaf!" Sakura mengatupkan kedua tangan di depan wajah dengan ekspresi memelas, mencoba meminta pengampunan.

Sedangkan seluruh sahabat memilih diam memperhatikan drama rumah tangga sang ratu sekolah dulu.

Helaan nafas berat kembali terdengar, ia lalu menoleh menatap sang istri dengan wajah lelah. "Sudahlah...yang terpenting mereka sudah tau yang sebenarnya." Ia menepuk pelan kepala berlapis surai merah muda itu di susul dengan senyum simpul yang sedikit terpaksa. Amarahnya masih belum mereda.

Sakura tersenyum lebar, ia menerjang cepat sang suami dengan pelukkan erat. "Aku mencintaimu."

Naruto tersenyum kikuk mendapat tatapan jahil dari seluruh sahabatnya, ia membalas pelukkan erat sang istri dengan satu tangan.

"Sudah selesai?" Sasuke sedikit tersinggung dengan kejadian ini, sebenarnya siapa sang tuan pemilik acara di sini?.

Naruto dan Sakura segera melepaskan pelukkan, dan saling tertawa kikuk mendapat delikan tajam dari sang pemilik acara.

"Jadi...acara ini di adakan bukan hanya untuk reuni saja?" Naruto bertanya kepada Sasuke setelah melepaskan pelukkan.

Sasuke tersenyum miring, ia lalu menatap Hinata yang duduk di sampingnya dengan tangannya bergerak mengenggam tangan kanan Hinata yang berada di atas meja. "Hn... sebenarnya aku mengadakan acara ini juga untuk mengundang kalian secara khusus untuk menghadiri pernikahan kami yang akan di selenggarakan satu minggu lagi." Ia kembali menorehkan senyum tipisnya kepada Hinata, memperlihatkan kesungguhan cintanya kepadanya.

Hinata bersemu, ia lalu mengalihkan pandang dari Sasuke.

Naruto tersenyum mendengarnya. Ia tak menyangka gadis yang dulu ia cintai menikah dengan mantan tunangan istrinya. 'Takdir sungguh merepotkan.'

"Ah...aku jadi penasaran bagaimana kisah mantan tunangan Sakura dan gadis yang di cintai Naruto bisa bersatu?" Ujar Sai tanpa peduli dengan sekitar.

Naruto dan Sakura melototkan mata mendengar ujaran frontal Sai. Mereka menatap Sai dengan tajam.

Sasuke menghela nafas sejenak sebelum berujar, "a-..." mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu namun sang tunangan telah menghentikannya.

"Kami bisa bersatu karena di jodohkan." Ia balas menatap Sasuke dengan senyum lembut di sertai semu samar di kedua pipinya.

"Bukannya...setau kami kau berpacaran dengan Toneri?" Temari sang istri pria nanas yang duduk di sebelah kiri Hinata bertanya.

Hinata mengalih pandang ke seluruh sahabatnya, sejenak ia mempertahankan senyumnya. "Waktu kelulusanku dari Konoha Gakuen kami putus, dia yang memutuskanku. Dia beralasan telah di jodohkan dengan pilihan orang tuanya. Sejak awal hubungan kami orang tuanya tidak menyukai diriku. Entahlah, aku tidak tau apa yang membuat orang tuanya tidak menyukaiku."

"Lalu sejak kapan kalian di jodohkan?" Matsuri, sang pacar Gaara ikut menanyakan.

"Waktu kuliah, dan kami kuliah satu kampus." Jawab Sasuke dengan cepat mendahului Hinata.

Ia masih ingat waktu itu ia dan Hinata satu kampus di Tokyo University. Awalnya, hubungannya dengan Hinata hanya datar-datar saja. Dan perjodohan itu yang membuat mereka menjadi dekat. Benih-benih cinta akhirnya tumbuh di saat pertunangan setahun yang lalu. Dan akhirnya tanggal pernikahan telah di tentukan pada hari sabtu yang akan datang nanti.

"Jadi...selama ini kau sudah di jodohkan dengan Hinata?" Sakura tak percaya selama ini Sasuke hanya berpura-pura masih menjadi jodohnya. Ia ingat delapan tahun yang lalu atau sekarang sudah hampir sembilan tahun yang lalu saat pesta dansa di Konoha Gakuen, saat ia mengetahui kepergian Naruto ia sangat terpukul dan terluka. Dan saat itu ibunya memanfaatkan keadaan dengan mengumumkan perjodohannya dengan Sasuke, dan saat itu yang hanya bisa ia lakukan hanya pasrah. Lalu setelah kelulusan kami di resmikan bertunangan, dan pada akhirnya tujuh bulan yang lalu seharusnya kami menikah. Tapi malahan ia menikah dengan Naruto. "Apa ini semua juga rencana kalian?"

Sasuke menatap Sakura dengan penuh penyesalan, "maafkan aku Sakura! Ini semua rencana ibumu, ibumu melakukan semua ini demi kebaikanmu."

Tiba-tiba Sakura tersenyum, "sudahlah...itu semua sudah terjadi. Yang aku herankan, apa Hinata tidak cemburu denganku?"

Hinata bersemu, ia menolehkan wajahnya ke arah lain. Mencoba menyembunyikan wajah malunya, " ah...a-aku-..."

"Dia pernah cemburu." Sela Sasuke dengan cepat, ia tersenyum jahil ke arah Hinata.

"Kalau begitu selamat ya untuk kalian berdua." Naruto mengucapkan selamat dengan senyum lembut untuk Sasuke dan Hinata.

"Oh iya Sakura...sudah berapa bulan kehamilanmu?" Temari bertanya.

Temari dan Shikamaru, mereka telah menikah dua tahun yang lalu. Dan di karuniai seorang anak laki-laki, mungkin sekarang berumur satu tahun setengah. Kehidupan rumah tangga mereka tampak biasa-biasa saja, tapi cukup bahagia bila di perhatikan. Shikamaru berprofesi sebagai pemimpin perusahaan yang di wariskan oleh keluarganya, sebuah perusahaan pembuat alat-alat elektronik. Sedangkan Temari, hanyalah ibu rumah tangga biasa. Mereka saling mengenal sejak SMP, dan berpacaran mulai SMA sampai kuliah. Mereka berbeda sekolah saat SMA, dan kembali bertemu satu kampus saat kuliah.

"Ah...ini sudah hampir memasuki bulan kelima." Tak hanya berat badannya yang bertambah tapi juga nafsu makannya.

"Sai...bagaimana galerimu saat ini?"

Sai menoleh menatap Neji yang duduk di samping Tenten, "ah...cukup ramai setelah pembukaan senin kemarin."

Sai Shimura, akhirnya berhasil mencapai cita-cita. Setelah lulus dari Tokyo Academy, dia melanjutkan kuliah mengambil jurusan seni rupa. Dan akhirnya sekarang ia telah memiliki galerinya sendiri. Tak hanya cita-cita, namun sekarang ia adalah seorang suami dari wanita yang ia cintai. Sai dan Ino menikah lima bulan yang lalu, dan sekarang istrinya tengah mengandung benihnya yang selama tiga bulan ini.

Sedangkan Tenten dan Neji, akhirnya mereka juga bersatu. Setelah hampir tujuh tahun berpacaran, akhirnya mereka meresmikan hubungan mereka pada dua tahun yang lalu. Namun mereka belum juga di karuniai seorang anak.

Begitu pula dengan Gaara, akhirnya dia mendapatkan seorang pacar. Gaara dan Matsuri di pertemukan saat kuliah, dan akhirnya mereka sepasang tunangan sekarang.

Ya...akhirnya kehidupan mereka bahagia, tapi entahlah kedepannya. Semoga saja mereka juga bahagia.

Pukul 21.00

"Naruto-kun tunggu!"

Pria pirang itu berjalan cepat meninggalkannya memasuki rumah mewah mereka, Sakura pun bergegas mengejarnya setelah menuruni mobil.

"Naruto-kun... AWW.."

Naruto segera berbalik, ia membulatkan mata dan segera menghampiri sang istri yang terduduk di atas lantai halaman rumah. Ia berjongkok untuk melihat keadaan sang istri, "Sakura...kau tidak apa? Apa ada yang sakit?" Ia takut sekali terjadi sesuatu dengan istri dan anak dalam kandungannya.

Sakura tersenyum, "aku tidak apa-apa. Aku hanya duduk di atas lantai," ujarnya dengan cengiran lebar.

Bagus, ia di bodohi lagi. Naruto segera bangkit dan meninggalkan Sakura tanpa membantunya berdiri, ia lalu mengambil langkah cepat memasuki rumah. Ia masih terlalu marah dengan kejadian di restaurant tadi. Bagaimana bisa ia begitu mudahnya di bodohi.

"Naruto-kun...tunggu!" Ia berusaha bangkit untuk mengejar sang suami. Ia begitu kesulitan saat hendak bangkit, ini di karenakan perutnya yang sudah semakin membesar. Akhirnya bisa juga setelah menempuh sedikit kesulitan.

Cklek...

Pintu kamarnya terbuka setelah ia mendorongnya. Ternyata tak di kunci, ah...Naruto bukanlah orang yang tega mengunci istrinya di luar kamar hanya gara-gara marah.

"Naruto-kun..." sekali lagi ia mencoba menjelaskan. Ia lihat sang suami tengah mengancingkan piyama yang di kenakannya, ia pun melangkah perlahan mendekatinya. "Naruto-kun...maafkan aku, aku sudah menjelaskannya 'kan?" Ia mengambil tempat berdiri di depannya dengan kedua tangan mengatup di depan wajah yang memelas.

"Sudahlah...aku sangat lelah, sebaiknya kita tidur!" Ia melangkah melewati Sakura, dan merebahkan dirinya diatas kasur dengan memunggungi Sakura.

Sakura menghela nafas, jika sudah marah sulit sekali untuk membuatnya kembali tenang. "Hahh~…kenapa akhir-akhir ini dia sering marah sih? Aneh." Memang benar, sejak dua bulan yang lalu sang suami sering sekali marah-marah tidak jelas. Tak di kantor, di rumah dia selalu marah-marah. "Apa gara-gara hormon kehamilanku, tapi aku 'kan yang hamil. Aneh..."

Daripada pusing memikirkan sang suami, lebih baik ia menyusulnya untuk tidur. Hari ini begitu melelahkan baginya. Mengurus suami, rumah, pekerjaan kantor. Ya...ia berkerja di kantornya sendiri, sebagai direktur utama pastinya. Perusahaan yang bergerak di bidang industri. Namun semenjak kehamilannya, Naruto melarangnya untuk berkerja. Ia menurutinya, namun jika ia bosan terpaksa ia berbohong kalau sebenarnya ia berkerja.

Ya...aku dulunya hanyalah gadis manja yang minta ini itu langsung dapat. Ia tidak bisa mengerjakan sesuatu dengan sendirinya, ia selalu meminta bantuan. Mangkanya setelah menikah ia begitu kesulitan dalam mengurus rumah tangga, namun berkat dukungan sang suami akhirnya ia bisa melaluinya dengan baik.

Ia bahagia, akhirnya kehidupan normal nan bahagia ia dapatkan. 'Terima kasih...kami-sama.'

Minggu, pukul 09.00

"Satu...dua...tiga..."

Prok...prok...prok...

"Yeay...akhirnya New Namizuki Loundry resmi di buka..." seorang gadis bersurai merah yang sekitar berumur delapan belas tahun bersorak dengan tepuk tangan.

Begitupula dengan pasangan baya pria pirang dan wanita bersurai merah juga tampak bahagia.

Di depan mereka berdiri bangunan berlantai dua cukup mewah dengan terdapat tulisan besar New Namizuki Loundry.

"Ini semua berkat Haruno-san, usaha kita menjadi sebesar ini." Ujar Kushina penuh haru.

"Ah...itu berlebihan Kushina-san, lagipula kami hanya memberi bantuan kecil. Lagipula sekarang kita berbesan 'kan?" Mebuki menampilkan senyum lembutnya.

"Tapi bantuan kalian tidaklah kecil, kalian yang telah membuat putra kami bisa sesukses seperti sekarang ini. Bahkan kalian memberikan kami tempat tinggal layak saat Naruto pergi dulu. Kami tidak tau harus membalas kalian dengan apa?" Minato masih ingat saat sang putra harus belajar ke Jerman, keluarga Haruno memberi mereka sebuah apartemen yang cukup mewah bagi mereka untuk mereka tinggal. Kata keluarga Haruno, mereka tidak ingin calon besan mereka menderita. Sungguh itu bantuan cukup besar bagi mereka.

"Kalian tidak perlu membalasnya, karena kalian sudah memberikan kami menantu yang cukup baik. Terima kasih." Kizashi mengulurkan tangannya, meminta sebuah jabatan dari Minato.

Minato tersenyum haru, "ah...kau jangan berterima kasih, akulah yang harus berterima kasih. Terima kasih." Ia balas jabatan itu dengan erat.

"Ah...ternyata begini ya akhirnya?"

"Maksudmu?"

Sakura menoleh dengan cepat, menatap sang suami yang berdiri di sampingnya dengan dahi berkerut. "Dasar baka, tentu saja kehidupan kita." Ia sedikit memberi cubitan kecil pada tangan Naruto yang melingkar di pinggangnya.

Lengannya terlepas dari pinggangnya, "Bisakah kau tidak mencubitku?" Ujar sang suami dengan kesal.

Sakura menghela nafas, ia lupa kalau sang suami mudah sekali marah. "Ok..maafkan aku!" Ia menunjukkan cengiran paksanya. "Kita berdansa yuk!"

Naruto mengerutkan dahi, ia lalu menatap perut buncit sang istri. "Kau yakin?"

Sakura mengerti dengan keraguan sang suami, "tenang saja. Aku akan minta ayah memutarkan lagu pelan saja, ayo!" Ia menarik paksa sang suami ke lantai dansa.

Hari ini keluarga Namikaze tengah mengadakan pesta peresmian toko loundrynya. Ya...Namizuki yang dulu kecil sekarang telah berubah menjadi besar. Bahkan mereka telah membangun beberapa cabang di kota lain. Pesta ini hanya di hadiri oleh keluarga dan besan, mereka memang berniat mengadakan pesta kecil-kecilan saja.

"Naruto-kun..."

"Hn..?" Naruto bergumam di sela ia memeluk sang istri dari belakang. Kedua lengannya melingkar di sekitar perut buncit sang istri, dagu lancipnya ia letakkan di bahu polos sang istri. Hidungnya terus saja menyesap bau harum yang menguar dari tubuh sang istri.

"Aku mencintaimu.."

Naruto mengembangkan senyum, "aku lebih mencintaimu." Bisiknya dengan senyum sedikit lebar.

"Kau sudah memikirkan nama untuk anak laki-laki kita?"

Naruto mengangguk di sela pelukkannya, "hm...Shinachiku Namikaze."

"Bagus..aku suka." Sakura tersenyum lebar mendengarnya.

"Baguslah, karena kau suka."

Mereka berdansa dengan mesranya tanpa memperdulikan sekitar.

"Hahh~…mereka memang tidak tau tempat, bermesraan di dalam ruang sempit penuh dengan mesin cuci. Dasar." Minato mengelengkan kepala melihat tingkah putra dan menantunya. Berdansa di sekitar mesin cuci, padahal di toko ini masih terdapat ruang lebar untuk berdansa.

"hahh~…anak jaman sekarang sukanya mojok."

Epilog END

A/N : Surprise...spesial chapter buat reader-san. Semoga suka. *nyengir :D

Maaf kalau endnya kemarin jelek, sengaja endnya aku buat seperti itu. *karena ingin buat kejutan. Hehe..(ngk ada yang terkejut tau.)

Maaf juga bila epilognya juga jelek! Semoga suka aja.

Salam Dattebayou by NamiKura10