DEMONIC

Seorang psikopat muncul dari orang-orang yang terlalu mencinta, terlalu mendamba, terlalu mengharap, kemudian dikecewakan. Xi Luhan harus membayar mahal karena telah mengubah malaikat menjadi iblis yang kejam. HUNHAN. GS. M. Mature. Sehun. Luhan. Kris. Jongin. NC. Gender Switch. DLDR. BDSM.

.

.

This story 100% belong to lolipopsehun

Please don't copy

Repost with CR (ask first)

SPECIAL THANKS TO SUMMERLIGHT92 FOR THE GREAT COVER.

Thank you my beloved sister~

.

.

This is HunHan GS

Don't like don't read

BDSM (Not extreme but pretty sure it does)

Mature content for sure

NC

Mind to review?

ENJOY~

.

.

Aku sudah berbuat dosa besar. Tuhan telah menghukumku dengan cara yang tak bisa kusangkal. Semua terlalu menyakitkan. Tapi aku tak akan pernah mencoba lari dari jalan takdirku. Aku tau Tuhan mencintaiku. Aku yakin cara ini yang Tuhan pilih untuk membuatku sadar. Membuatku mengerti tentang sebuah karma yang harus kujalani selama sisa hidup karena menghancurkan kepercayaan seseorang mengenai cinta yang suci.

Aku berdosa, Tuhan. Kumohon, ampuni aku –Xi Luhan.

.

.

Luhan mengerang lagi saat sebuah pukulan benda keras kembali menyapu kulit punggungnya yang polos. Matanya sedikit terpejam merasakan nyeri mulai merambat dari punggung menuju seluruh tubuh –berani bertaruh, itu akan meninggalkan bekas lebam lagi. Kedua tangannya terikat tinggi-tinggi ke atas –nyaris membuatnya berjinjit agar tubuh lemahnya itu tidak menggantung diudara.

Tanganya serasa nyaris kebas sekarang, jika ikatan ditangannya itu longgar, mungkin Luhan sudah tersungkur diatas lantai marmer yang keras dan dingin.

"Bagaimana rasanya, Luhan?" sebuah suara berat mengerikan kembali menyapu pendengarannya.

Sebuah suara yang selalu membuat getaran mengerikan dalam harinya.

"Good," desahnya dengan suara nyaris habis, terdengar seperti memohon.

Tidak, Luhan sama sekali tidak baik, tapi hanya kata itulah yang bisa –boleh– ia ucapkan pada pria dihadapannya.

Sosok pria sempurna yang selalu menyiksanya setiap gelap datang –atau juga setiap kali menginginkan tubuh Luhan terkulai dan terkapar lemas tak berdaya.

Tak ada kata yang lebih cocok untuk menggambarkan pria dihadapannya itu selain kata sempurna. Postur tubuh luar biasa dengan bentuk badan tercetak menakjubkan. Wajahnya benar-benar tampak seperti pahatan patung Dewa Yunani. Mata kecokelatan yang seolah menghakimi, bibir yang terlihat penuh, dan juga bentuk hidung yang membentuk sudut kesempurnaan.

Suara beratnya terdengar luar biasa memabukkan, sedikit mengingatkan Luhan tentang nyanyian surga yang sering ia dengar setiap sabtu malam di gereja.

Singkat kata, pria ini lebih dari tampan dengan apa yang melekat padanya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Belum lagi, hal lain yang melekat pada hidupnya, latar belakang yang tak bisa dipandang sebelah mata. Pria dengan kekuasaan tinggi, harta melimpah ruah, dan otak gemilang, semakin membuat sosoknya terlihat sempurna dimata siapapun.

Ya, siapapun.

Namanya Oh Sehun, seorang pewaris tunggal sebuah perusahan raksasa dengan anak perusahaan yang sudah menggurita di seluruh dunia. Kematian ayahnya beberapa tahun yang lalu membuat namanya secara otomatis naik tahta –menjadi orang nomor satu dalam perusahaan yang sudah memiliki banyak penghargaan dan pengakuan di mata dunia.

Luar biasa.

Singkat kata, Sehun menjadi orang yang paling penting dalam dunia bisnis mengerikan ini. Sosoknya dikenal sangat hangat di dunia luar. Pria itu menjadi idola bagi semua orang yang bekerja di bawahnya. Sikapnya begitu tegas dan penyayang, sangat mengayomi, berhati mulia, nyaris dianggap orang paling sempurna di planet ini.

Tampan, sangat kaya, baik hati, siapa wanita yang tidak berharap menjadi pendampingnya?

Ya, semua.

Kecuali Xi Luhan.

Dibalik sosoknya yang luar biasa menakjubkan, Sehun punya sisi kelam –sangat gelap dan kejam. Sebuah bayangan gelap yang selalu merasuki hati pria itu ketika ia menutup pintu mansion-nya dari dalam. Dan orang-orang yang menganggapnya sempurna tak pernah tau apa yang terjadi di balik pintu megah itu.

Mereka tak akan pernah tau.

Karena dibalik mansion mewahnya itulah, semua sisi gelap Sehun akan muncul dan berkuasa.

Sosok gelap yang mengendalikan dan mengikis sedikit sisi malaikat dalam diri pria itu. Iblis kejam yang selalu membuatnya gelap mata, kehilangan kendali atas pikiran sehatnya sendiri.

Sehun tak segan memukul, menyiksa hingga mendapatkan kepuasan diri yang sama sekali tak bisa dipahami oleh orang lain. Sayangnya, ia hanya melakukan perbuatan bejat itu pada seorang gadis yang terjebak dalam rumah mewah berpagar kekuasaan itu.

Tidak kepada orang lain, hanya pada Luhan.

Rasanya tak ada hari baginya untuk merasa cukup memperlakukan Luhan seperti sampah –atau anjing peliharaan. Sama sekali tak ada bedanya, dan mungkin sampai kapanpun, Luhan tak akan pernah bisa menolak –atau hanya sekedar mengeluh.

Luhan tak bisa melakukan itu.

Tapi Luhan tak menyangkal bahwa sebenarnya dirinyalah yang menciptakan iblis kejam dalam diri Sehun seperti sekarang ini. Tanpa ia sadari, Luhan sendiri yang membuat pria itu selalu menatapnya dengan pandangan penuh benci, seolah benar-benar ingin melihat Luhan menderita lebih parah lagi.

Dan ya, mungkin Sehun memang akan melakukan itu.

Sampai ia mati mungkin, Sehun tak akan berhenti.

Kembali, pria itu memukul perut rata Luhan, membuatnya mengerang dengan suara yang rintihan yang terdengar memilukan. Tubuhnya sedikit melengkung untuk menghalau rasa sakit yang Sehun berikan. Jemari kokoh pria itu merengkuh dagunya, membuat Luhan terpaksa memandang mata kecokelatan pria yang sedang tampak terbalut kabut amarah tebal itu.

Tatapannya begitu menusuk, tajam, dan mengerikan.

"Mengakui kesalahanmu, jalang?" Sehun nyaris berteriak di depan wajahnya, sedangkan Luhan hanya mendesah ringan, mengangukkan kepala lemah. Menyetujui tanpa syarat, ia hanya ingin penyiksaannya malam ini segera berakhir.

Ia sangat lelah.

Sehun begitu angkuh, begitu menyeramkan, dan tanpa sadar sesuatu jauh di dalam lubuk hati Luhan berdesir ngeri saat menatap kobaran api amarah dalam matanya. Pria itu mudah tersulut emosi, mudah menyiksanya tanpa ampun jika sesuatu yang tidak benar mengusik pikirannya.

Dan Luhan berusaha tidak membuat tubuhnya sendiri hancur malam ini.

Yah, tidak lagi.

"Kau tampak begitu cantik, Luhan. Sayang sekali," bisiknya tepat di depan bibir Luhan. Suara berat pria itu membuat Luhan bergidik ngeri. Tanpa sadar, ia menundukkan kepala menghindari tatapan Sehun yang seolah mengulitinya.

Tubuhnya benar-benar lemas karena pria itu sudah menggantungnya lebih dari satu jam, ditambah lagi pukulan yang Luhan terima dari pria itu sama sekali tidak bisa dianggap remeh. Dan lagi-lagi Luhan nyaris menjerit saat Sehun menarik rambutnya –memaksanya kembali menatap mata mengerikan itu.

"Jangan menghindar saat aku bicara denganmu, Sayang. Itu tidak sopan," desis Sehun, jemarinya kembali menarik rambut Luhan kuat-kuat.

Ini yang kau sebut sopan, Oh Sehun?

Sedangkan Luhan tak punya kekuatan lebih bahkan untuk sekedar membuka mata. "Maaf," bisiknya dengan suara amat tipis, kepalanya mengadah tinggi-tinggi keatas karena Sehun masih mencengkeram rambutnya dengan kasar.

Matanya berat, sulit dikendalikan.

"Aku tidak membayar mahal hanya untuk melihatmu terlelap disini," geramnya. Tangan pria itu beralih untuk meremas pantat Luhan dengan kasar di bawah sana.

Dan Luhan mengerang, semakin merasakan energinya terkuras habis saat Sehun terus menerus bermain-main dengan tubuhnya. Menciptakan lebam kebiruan baru dan juga menyiksa dorongan seksualnya yang aneh. Luhan mulai menginginkan tubuh pria itu seiring dengan penyiksaannya.

Gairahnya terkungkung.

Dan tubuh Sehun yang nanti akan memenuhinya seolah menjadi oase.

Sungguh pemikiran yang bodoh.

"Waktuku tak banyak untuk tetap sadar, Sehun," Luhan meloloskan desahan ringan saat bibir Sehun mulai menghisap leher dan dadanya kuat-kuat.

Kekehan ringan pria itu terdengar dari balik perpotongan lehernya. "Kau ini pelacur yang lemah sekali," ucapnya dengan ejekan yang jelas.

Ah, terdengar indah sekali.

Dan Luhan terkekeh ringan, selalu senang saat Sehun mengeluarkan umpatan untuknya. Selalu senang saat bibir Sehun meloloskan kalimat-kalimat hinaan, Luhan bangga Sehun menganggapnya seperti itu.

Anggap saja ia gila, tapi siapa peduli?

"Kumohon, Sehun," desah Luhan dengan suara desahan yang mengerikan. "Aku bisa terjatuh kapan saja, dan kurasa kau tak ingin meniduri mayat," Luhan mengerang saat bibir Sehun menangkup puncak dadanya. Tubuhnya melengkung merasakan sensasi menggila yang menjalari puncak dadanya, perlahan membakar ke seluruh tubuh.

Luhan tak bisa mengangkat kepalanya karena ia benar-benar tak memiliki tenaga tersisa. Kepalanya terkulai ke bawah, matanya terpejam rapat, dan bibirnya terbuka untuk mengatur napas. Samar-samar, hanya desahan lembut keluar dari bibirnya, hanya sekedar menandakan gadis itu belum pingsan –atau belum mati.

Sehun melepaskan bibirnya dari dada Luhan, membuat gadis itu tanpa sadar mendesah lega. Dengan kasar, jemarinya menarik dagu Luhan ke atas, memaksa gadis itu membuka mata agar menatapnya. Dan Luhan susah payah melakukan apa yang Sehun mau.

"Kau sudah tau rasanya disakiti, Luhan. Apa itu cukup, menurutmu?"

Luhan mengerang kasar saat tangan kokoh Sehun mencengkeram wajahnya –nyeri. "Ya, Sehun," ia setengah memohon.

"Kau pernah memperlakukanku seperti sampah, ingat?" Sehun setengah menggeram di depan wajah gadis itu, dan Luhan mengangguk lemah. "Seperti ini rasanya diperlakukan seperti sampah, apa ini menyenangkan?"

"Tidak, Sehun," erangnya tipis.

Luhan membuka mulut saat bibir Sehun menciumnya dengan kasar, memaksanya untuk balas memberikan ciuman panas untuk pria itu. Luhan sama sekali tak bisa menolak ciuman yang selalu seolah membakarnya –atau apapun yang pria itu perintahkan, ia tak bisa menolak sama sekali.

Tapi membalas ciuman panas Sehun sungguh bukan pekerjaan mudah saat ini.

Sehun melepaskan ciumannya saat Luhan kesulitan bernapas, kepala gadis itu terkulai ke belakang, bibirnya terbuka untuk bernapas dan matanya terpejam rapat. Sementara jemari Sehun mulai menelusuri tubuhnya yang telanjang dan dihiasi banyak lebam kebiruan.

Seiring dengan sentuhan Sehun yang membuat gairahnya seolah memuncak, tenaganya terkuras habis, Luhan merasa kesadarannya perlahan mulai tipis.

Luhan masih berusaha agar tidak terombang-ambing dalam kesadaran yang mulai rentan.

Dunianya berputar-putar saat ia membuka mata dan itu pening yang menyakitkan.

Berusaha tetap sadar, ia tidak sadar bahwa Sehun sudah menarik kedua kakinya agar melingkari pinggang kokoh pria itu. Luhan tau, Sehun sudah sangat siap memenuhinya, dan ia tak bisa melakukan hal lain selain menerima tubuh pria itu.

Tidak menolak sama sekali.

Luhan kehabisan tenaga hanya untuk sekedar membuka mata atau menjerit.

Jadi gadis itu hanya mendesah lemah saat Sehun mulai mendorongnya dengan kasar, menyentaknya dengan satu gerakan kuat, membuat tubuhnya mengejang sempurna. Luhan bisa merasakan nyeri luar biasa menjalar dari pusat tubuh ke seluruh sistem sarafnya.

Rasa panas mulai menjalar, membuat sensasi panas membara dalam tubuhnya sendiri.

Kedua tangannya yang terikat di udara mulai merasa kehilangan rasa, dan Luhan benar-benar lepas kendali. Pikirannya kosong seiring dengan pelepasan gairahnya yang terkesan dipaksa.

Satu rintihan lemah keluar dari bibir Luhan. "Oh Sehun," desahannya terdengar seperti orang sekarat.

Semua terasa sakit, tapi ia tak bisa berbuat banyak.

Geraman buas Sehun bisa ia dengar dengan jelas, sedangkan gerakan pria itu di bawah sana benar-benar menggila –tak bisa dikendalikan. Secara bersamaan, Luhan merasakan sensasi nikmat luar biasa dan juga rasa sakit yang tak biasa.

Tanpa Luhan sadari, dengan tenaganya yang terkuras, nyaris habis tak tersisa, kakinya yang melingkari pinggang Sehun mulai mengendur. Tapi Sehun menahannya, membuat tubuh keras pria itu memenuhi pusat tubuhnya lebih dalam lagi. Sehun menghujamnya tanpa ampun, tanpa jeda, kuat dan statis seperti kuda.

Dan Luhan tak sanggup melakukan perlawanan apapun sekarang.

Tubuhnya melemas, bersamaan dengan gairah panas yang kembali menjalari perut, perlahan turun menyentuh pusat tubuhnya. Luhan bisa menyerah kapan saja karena Sehun terus mendorongnya hingga batas pengendaliannya yang teramat tipis –nyaris menggantung.

Dan satu dorongan keras dari Sehun –diiringi tarikan kuat dirambutnya– Luhan melepaskan semuanya. Meluncurkan gairah panas dan licinnya untuk membasahi tubuh Sehun dibawah sana. Bibirnya meleguh lemah, merasakan guncangan hebat yang baru saja melanda tubuhnya.

Tapi Sehun tidak berhenti bergerak –walaupun hanya satu detik, ia sama sekali tak berhenti. Pria itu tetap mendorongnya dengan kasar, menyentak hingga Luhan tak bisa merasakan tubuhnya sendiri. Semuanya terlalu menyakitkan, semua terlalu nikmat.

Inilah yang Luhan benci dari dirinya sendiri, bagaimanapun ia menyangkal menikmati sentuhan Sehun di tubuhnya, Luhan tak bisa membohongi diri sendiri. Sentuhan iblis itu benar-benar membuatnya gila, membuatnya menginginkan lagi dan lagi.

Terhipnotis oleh pesona memuakkan Oh Sehun, Luhan selalu terjebak didalamnya.

Erangan kasar Luhan terdengar sangat memilukan, ia menghiraukan rasa nyeri karena tarikan kuat dirambutnya, atau rasa sakit dipangkal pahanya yang menyiksa, Luhan tak peduli lagi. Tubuhnya benar-benar lelah, begitu lemas, lemah.

Dan saat matanya terasa amat berat, dengan badan masih terhentak-hentak, kedua tangan terikat diudara, Luhan merasakan tubuhnya semakin ringan. Rasanya seperti melayang saat ia juga merasakan kepalanya pening, bersamaan dengan pelepasan gairahnya lagi.

Kemudian, menghilang.

.

.

Sinar matahari pagi yang hangat menyusup dari balik tirai-tirai tebal berwarna keemasan dalam ruangan sangat luas itu. Cahaya menyilaukan matahari pagi ini cukup bisa membuat Luhan tersadar dari tidur panjangnya yang dipenuhi mimpi buruk. Ia mengerang saat sedikit bergerak dan merasakan rasa sakit disekujur tubuh.

Perlahan matanya terbuka, mendapati dirinya sendiri tidur di lantai beralaskan karpet tebal dengan keadaan telanjang. Bibirnya mengumpat tipis saat lagi-lagi rasa nyeri kembali menyapa pusat tubuhnya. Luhan mengangkat tangan untuk melihat tanda merah bekas jeratan yang menghiasi kedua pergelangan tangannya

Sial.

Ia ingat semalam Sehun menyetubuhinya seperti binatang, tanpa aturan, tanpa ampun. Dan lagi-lagi dibawah kendali pria angkuh itu, Luhan kehilangan kesadaran. Semalam bukan malam terparah dalam hidupnya, tapi sudah masuk daftar sepuluh besar malam terburuknya.

Sehun benar-benar menyiksanya hanya karena ia pergi keluar rumah untuk membeli kopi.

Parah sekali.

Kadang Luhan tak tau apa yang ada dalam pikiran pria gila itu. Bisa-bisanya, Sehun melarangnya untuk bertemu pria lain –meskipun itu hanya pria pengantar pizza. Luhan rasa obsesi pria itu terhadapnya sudah sedikit melewati batas, tapi Luhan sama sekali tak bisa menolak.

Luhan sadar, dialah yang membuat Sehun menjadi iblis mengerikan seperti saat ini.

Dan sekarang, Luhan harus membayar mahal untuk hal itu. Ia benar-benar harus membayar semua kesalahan yang sudah ia lakukan dikehidupan sebelumnya. Karma menghantamnya cukup kuat, bagaimanapun Luhan mencoba mengeraskan hati dan bertahan, ini benar-benar menyiksa.

Tanpa sadar, senyum miris menghiasi bibirnya. Luhan mencoba bangkit untuk berdiri di depan cermin besar di kamar itu –hampir dua kali tinggi tubuhnya. Perlahan, jemarinya menelusuri bekas lebam kebiruan di sekujur tubuh –dan meringis saat merasakan sedikit nyeri.

Sial.

Luhan benci menjadi lemah, tapi ia tak punya pilihan lain.

Dengan beberapa kali desahan berat, sambil dalam hati menguatkan diri sendiri, gadis itu beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dari kekacauan.

Ini bukan yang terparah, tapi ini buruk sekali.

.

.

Setelah memoleskan lipstick berwarna kecokelatan, Luhan beranjak dari depan meja rias. Kembali ia melihat cermin untuk memastikan dress-nya masih terlihat rapi dan indah di tubuhnya. Kadang Luhan sedikit bangga pada dirinya sendiri karena tubuhnya terlihat tampak bagus dengan pakaian apapun.

Dan mungkin inilah juga yang membuat Sehun selalu ingin melihatnya telanjang.

Pria gila yang bodoh.

Luhan melangkahkan kaki keluar, perlahan menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Sungguh, untuk ditinggali berdua, rumah ini terlalu besar. Mungkin jika sepuluh atau lima belas orang lagi yang tinggal disini akan lebih cocok dan menyenangkan.

Sosok pria angkuh itu sudah menunggunya di meja makan yang cukup besar –mampu menampung puluhan orang untuk sekedar makan bersama. Sehun makan dengan tenang, tuxedo shirt berwarna putih cerah tercetak sempurna membentuk lekuk tubuhnya yang menakjubkan. Rambut hitam keabu-abuan gelapnya membentuk pompadour haircut yang terkesan rapi dan jantan.

Well, yah, meskipun sikapnya masih jauh dari kata jantan.

Sehun menatapnya dengan pandangan angkuh, tanpa senyum, bibirnya mengunyah potongan roti panggang dengan gerakan pelan. Perlahan, pria itu meletakkan garpu dan pisaunya, matanya masih seolah menguliti Luhan yang mulai berjalan mendekat dengan langkah ragu-ragu.

Luhan berdeham, sedikit menghilangkan rasa gugup saat pria itu tak berhenti menatapnya.

"Kau akan memasang wajah seperti itu sepanjang hari?" tanya Sehun dengan suara yang terdengar mengerikan. Luhan sedikit tersentak, perlahan ia menggelengkan kepala. "Tersenyumlah, aku tak ingin ibuku melihat wajah mengerikanmu itu,"

Ah, ya, Luhan lupa. Hari ini ia harus bertemu ibu Sehun karena ini akhir pekan dan pria itu terlalu menyayangi ibunya hingga semua harus tampak sempurna.

Iblis mama boy.

Tanpa sadar, Luhan menelan ludah kasar, ia mengangguk ringan dan perlahan memasang senyum palsu yang manis. Ia tak bisa memaksakan diri untuk terlihat senang, tapi pura-pura bahagia sudah benar-benar menjadi kebiasannya sekarang.

Sehun mendorong kursinya menjauh, tidak melanjutkan sarapan. Jemari pria itu mengambil dasi berwarna abu-abu gelap dari atas meja, kemudian memandangi Luhan dengan kepala miring. Seolah tau apa yang Sehun inginkan, Luhan menerima uluran dasi itu.

Belum sempat membuka gulungan dasi itu, Sehun menarik tubuh Luhan dengan kasar hingga terduduk diatas pangkuannya –membuat gadis itu sedikit terkesiap, membiarkan dress pendeknya sedikit terangkat karena harus duduk dengan kaki terbuka dipangkuan pria itu, memaksanya menatap mata Sehun yang mengerikan.

Sehun sedikit mengangkat kepala, membiarkan Luhan mulai mengalungkan dasi itu dilehernya –tepat di kerah bajunya yang rapi. Tanpa bisa dihindari, tangannya sedikit gemetar saat bersentuhan dengan kulit Sehun.

"Sadar apa yang sudah kau lakukan kemarin?" tanya Sehun, kedua tangannya mulai mencengkeram pinggang Luhan.

Dan gadis itu terkesiap, terlebih saat rasa nyeri kembali menyapa pinggangnya. "Ya, Sehun, maafkan aku," bisiknya dengan suara lembut, nyaris memohon.

Sehun mendengus malas, memutar bola matanya kesal, tapi detik berikutnya Luhan tersentak saat tangan kokoh pria itu mencekik lehernya kuat-kuat. Luhan meronta, bibirnya mengeluarkan cicitan tidak jelas karena napasnya mulai habis dan tercekat. Ia berusaha bergerak mundur tapi punggungnya sudah menempel pinggiran meja.

Tatapan mata pria itu berkilat, penuh amarah, sementara rahangnya mengeras. "Aku tidak ingin ada pria lain yang melihat tubuhmu itu, jalang. Bukankah sudah ribuan kali aku menegaskan itu padamu?" Luhan mengangguk lemah, masih meringis memegangi tangan Sehun yang mencengkeram lehernya.

"S-sehun," rintihnya.

"Aku membayar mahal untuk pelacur sepertimu, jangan harap aku akan memberikan tubuhmu untuk dilihat pria lain,"

Brengsek keparat! Kau gila, otakmu rusak, Oh Sehun.

"Y-ya, S-se-hun, please," Luhan masih berusaha mencari napas.

Sehun tertawa mengejek, melepaskan tangannya dari leher Luhan –membuat gadis itu dengan cepat mengambil napas kuat-kuat. Jemari Sehun dengan cepat menyusup ke belakang kepalanya, menariknya mendekat untuk mencium dengan kasar. Luhan sedikit meringis saat Sehun menggiggiti bibirnya dengan keras, menciumnya dengan tidak sopan.

Tidak ada perasaan, hanya ada gairah gila yang meledak-ledak dalam diri pria itu.

Mengumpulkan keberaniannya yang tipis, Luhan sedikit mendorong dada Sehun agak melepaskan bibrinya, ia butuh bernapas dan tak ingin wajahnya berantakan. Beruntung, Sehun melepaskan ciuman itu.

Pria itu menatap Luhan dengan senyum mengerikan, jemarinya mengusap wajah Luhan perlahan. "Kau begitu cantik, Xi Luhan," bisiknya. Luhan tercekat saat merasakan jemari Sehun seolah hendak menembus kulitnya, ia mengangguk. "Jangan pernah berharap melarikan diri dariku,"

Aku ingin, tapi tak bisa, brengsek.

"Ya, Sehun. Aku mengerti, maafkan aku sudah keluar tanpa ijin," Luhan setengah mendesah ringan, berusaha terlihat menyesal dan sepertinya wajah pura-pura itu berhasil.

Sehun melepaskan tali yang mengikat rambut Luhan, membuat rambut kemerahan itu tergerai indah hingga menutupi punggung. Dengan jemarinya, Sehun merapikan sedikit anak rambut Luhan, kemudian tersenyum lagi.

"Aku tak ingin ada orang lain yang melihat lehermu ini," jemarinya membelai leher Luhan perlahan, membuat gadis itu menahan napas, berusaha menahan desahan yang nyaris lolos dari ujung lidah.

Bajingan gila, sebenarnya kau tidak berhak sama sekali.

"Ya, Sehun, aku tau," cicit Luhan, dengan ragu-ragu kembali menyentuh dasi Sehun untuk membuat simpul pada leher pria itu.

Kalau bisa Luhan ingin mengikatkan dasi itu kuat-kuat pada hingga pria itu tecekik, kehabisan napas, kemudian mati kaku. Tapi Luhan urung melakukan itu. Jadi ia memasangkan dasi itu dengan perlahan dan lembut, dengan senyum manis tersungging di bibir, seolah ini adalah pekerjaan paling menyenangkan di dunia.

Persetan.

Tanpa sadar, tangan Sehun masih membelai punggungnya. "Ibuku mungkin akan membual tentang pernikahan, jangan pernah buatnya kecewa," Sehun seharusnya mengatakan itu sebagai permohonan, tapi nada bicaranya lebih tepat seperti memerintah dengan angkuh.

Luhan tersenyum, sedikit merapikan kerah tuxedo shirt Sehun dengan gerakan lembut. "Apa pengobatannya akan segera dimulai?" tanyanya dengan suara tipis, hendak berdiri, tapi Sehun menahannya.

Sehun menggeleng ringan, terlihat putus asa. Pria itu sangat menyayangi ibunya, dan satu-satunya yang bisa membuat Sehun tampak lemah adalah ibunya. Terlebih orang tua paruh baya yang sangat baik hati itu sedang mengidap penyakit kronis turunan yang mulai parah

"Sepertinya dia jatuh cinta padamu, aku tak bisa membujuknya untuk mendapatkan perawatan. Tak bisakah kau sedikit memaksanya?" lagi, suara Sehun terdengar seperti ancaman.

Oke, harusnya kau memohon untuk ini. Bukan seperti ini caranya meminta bantuan, brengsek!

Luhan sedikit mengangkat jemarinya untuk mengusap pipi Sehun dengan sayang. Sebenarnya hny ingin membuat pria itu sedikit lebih baik karena jujur saja, Luhan malas menghadapi mood Sehun yang sering mendadak berubah menjadi buruk.

Dan beruntung, pria gila itu tidak menolak sentuhannya.

"Aku akan berusaha melakukan itu, Sehun," bisik Luhan dengan nada suara yang terdengar sedih. Jujur saja, Luhan memang sedih saat melihat kondisi ibu Sehun yang mulai tampak lemah karena penyakit yang mulai menyerang tubuh bagian dalamnya.

Kebaikan ibunya bagaikan malaikat sedangkan kelakuan anaknya seperti titisan iblis.

Sebenarnya Sehun ini anak siapa?

"Mungkin aku akan sedikit menambah uang untuk membayarmu jika kau berhasil membujuknya," tambah Sehun dengan satu dengusan malas.

Ide bagus.

Tanpa sadar ia mengangguk, dan Sehun mencibirnya tanpa suara –seolah mengejek Luhan, tapi gadis itu terlalu malas untuk peduli. Sehun mengangkat tubuh Luhan untuk berdiri, kemudian menyambar jasnya dan juga kunci mobil, membuat Luhan mengikuti langkah pria itu keluar rumah.

Bicara soal uang yang Sehun berikan padanya, Luhan tak pernah menikmati itu untuk senang-senang. Ia sudah kehabisan gairah untuk sekedar melakukan pesta semalam suntuk seperti masa lalunya yang menyenangkan –dan kelam, tentu saja. Bahkan secara teknis, Luhan tak pernah menerima uang itu dari Sehun.

Singkat cerita, kisah menyedihkan Luhan dimulai satu tahun lalu. Luhan harus dipecat secara tidak hormat dari perusahaan karena lalai menjalankan tugas. Ia dituduh melakukan pelanggaran hak cipta pada suatu karya, membuatnya harus membayar mahal untuk bebas dari jeratan hukum yang hendak mengekangnya dalam jeruji besi dingin.

Dulunya, Luhan adalah sebuah produser acara televisi yang cukup sukses. Ia dipercaya memimpin sebuah acara terbaik yang cukup berhasil dipasaran. Pundi-pundi uang yang ia kumpulkan cukup untuk membiayai hidupnya sendiri di kota besar, cukup untuk membuatnya melakukan pesta setiap akhir pekan, tinggal di apartemen yang cukup mewah, dan mengendarai mobil bagus.

Hidupnya sangat bahagia meskipun ia tak punya siapa-siapa lagi.

Kedua orang tuanya sudah bercerai sejak Luhan menginjak usia hampir remaja. Kedua orang beda kepentingan itu memilih untuk hidup bersama keluarga baru masing-masing –melupakan Luhan yang mulai sudah beranjak dewasa dan kehilangan jati diri.

Mereka berpikir seolah Luhan adalah gadis yang cukup kuat untuk bertahan hidup di kota besar, jadi begitu saja, Luhan lepas dari pengawasan orang tua saat menginjak bangku kuliah. Dan inilah yang membuat Luhan sedikit terjerumus dalam dunia suram pada masa mudanya dulu.

Luhan sempat menyentuh barang haram seperti narkoba, menyicip nikmatnya seks bebas, atau merasakan asyiknya dunia malam yang memabukkan. Semua terasa menyenangkan baginya untuk sekedar membebaskan diri dari jeratan masalah keluarga yang pelik.

Tapi kemudian Luhan sadar, seharusnya ia hidup seperti manusia normal, dan beruntung, ia bisa lepas dari dunia gila itu. Lulus kuliah, gadis itu mencoba peruntungan dalam dunia balik layar, dan tahun keduanya bekerja, Luhan sudah berhasil menjadi orang yang cukup sukses.

Mungkin dosa dimasalalu masih membayangi, hingga membuat Luhan harus kehilangan seluruh kehidupannya –dunianya. Semua harta habis dan bahkan ia memiliki hutang yang cukup banyak. Luhan tak mengira biaya untuk hidup dan menyewa pengacara dalam menyelesaikan kasusnya membuat seluruh hartanya menguap entah kemana.

Luhan bersumpah tak akan merengek pada kedua orang tua yang sudah membuangnya, jadi ia tak punya pilihan lain selain menawarkan diri menjadi pelacur Sehun.

Sekitar tiga bulan yang lalu, saat ia ditendang keluar dari apartemennya sendiri, berita tentang seorang pengusaha sukses bernama Oh Sehun sampai di telinganya. Tak sulit untuk menemukan Sehun karena selain cukup terkenal, pria itu juga merupakan teman masa kuliahnya.

Dan tentu saja, Sehun sangat menggilai Luhan saat kuliah dulu. Berpikir seperti orang jahat, Luhan berniat untuk menguras harta pria itu. Masa bodoh dengan harga diri, Luhan tak lagi peduli. Toh, dia ingat Sehun pernah jatuh cinta padanya seperti orang gila.

Tapi apa yang Luhan pikir dan rencanakan benar-benar meleset jauh.

Pria yang dulu menggilainya, mengejarnya seperti seolah tak ada hari esok, menyatakan cinta ribuan kali, rela Luhan injak-injak seperti sampah, sudah berubah seratus persen. Sosok yang Luhan temui tiga bulan yang lalu, bukan sosok Sehun yang ia kenal saat kuliah. Semua sudah berubah hingga Luhan nyaris tak menyadari pria itu adalah orang yang sama yang pernah sangat memujanya.

Sehun dulu adalah sosok yang selalu menatapnya dengan pandangan berbinar menakjubkan, selalu menganggapnya sebagai wanita paling menakjubkan sedunia –istimewa, mengelu-elukan Luhan dengan ribuan pujian, melakukan apapun yang ia perintahkan.

Meskipun Luhan tak pernah menganggap Sehun ada. Pria itu sama sekali tidak menyerah untuk mendapatkan cintanya.

Tapi sekarang, tatapan penuh cinta dari mata Oh Sehun sudah tak bisa Luhan lihat lagi. Senyum bahagia untuk Luhan seolah lenyap dari wajahnya. Luhan tak bisa melihat lagi mata berbinar-binar milik Sehun karena mata itu kini terlihat menusuk, mengerikan, dan seolah menghakimi.

Tak ada lagi perlakuan selembut malaikat untuknya.

Yang hanya ada sikap sekeras dan sekejam iblis.

.

.

TBC

.

.

Terima kasih sudah mampir dan membaca.

Kenapa HunHan? Soalnya Author udah pernah bikin KaiSoo sama ChanBaek yang psikopat gitulah, baru HunHan aja yang belum. Biar adil, ini dibikin versi HunHan /begitu/

Semoga tidak mengecewakan~ Ini masih prolog aja udah sepanjang ini~ tapi gapapa. FF baru ini dalam rangka ulang tahun Author sendiri /apasih/ jadi per 7 Februari 2017, Author resmi 20 tahun loooh /yeeeaayyy, apasih (2)/ kan jarang ada orang ulang tahun kasih kado buat orang lain. Nah, ini kado buat semua readers /anggep aja bersyukur gitu, apasih (3)/

Harapannya semoga tahun ini bisa menyandang gelar . dan semoga update FF tidak molor terlalu lama. Aamin.

Balik lagi ke FF, ide awal FF ini dapet dari cerita tentang cerita-cerita psikopat-psikopat gitu deh. Yah, meskipun nggak parah harus pake darah-darah psikopatnya (karena Authornya nggak tegaan dan geli dengan begituan) semoga ini masih nge-feel-lah bagian penyiksaannya. Dan semoga aja kedepannya kuat bikin adegan yang agak beda gitulah~

Intinya, Sehun bukan psikopat seperti yang difilm-film bunuh-bunuh orang, dia hanya orang yang sangat sakit hati karena sudah dikecewakan /tsaaaah~~/ PS. ini bukan curhat meskipun nyrempet galaunya.

Oke, untuk chapter awal ini, kira-kira apa ada yang ingin membaca kelanjutan ceritanya? Ada yang minat baca?

Rencananya, dichapter depan mau diceritain kilas balik kenapa kok Sehun jadi kaya begitu, jadi bahas masalalu OSH dan XLH. Tapi nanti lah, nunggu gimana respon readers dulu aja.

Jadi apa ada yang ingin ditanyakan? Saran? Komentar? Silahkan sampaikan di kolom review~

Sekian dulu untuk chapter ini, lebih kurangnya mohon maaf.

Terima kasih sudah mampir dan membaca, jangan lupa review ya~

SPECIAL THANKS TO SUMMERLIGHT92 FOR THE GREAT COVER. THANK YOU SO MUCH~

With love,

lolipopsehun