The Wall

.

.

.

.

.

Chapter IX

.

.

.

.

.

Jika berbicara soal takdir, Baekhyun sendiri kesulitan memilih kata untuk takdirnya. Apa dia beruntung? Atau sangat merugi? Atau justru takdirnya tidaklah begitu spesial jika dibandingkan takdir orang lain di dunia. Baekhyun melirik arlojinya. Sudah dua hari berlalu sejak pesta pertunangannya. Euforia masyarakat masih terasa. Fanclub miliknya bahkan semakin terkenal dengan puluhan ribu orang yang tergabung di dalamnya. Baekhyun membiarkan saja. Toh, dia senang jika orang lain bahagia karenanya.

"Wah, wah, lihat calon pengantin ini. Aigoo, wajah-wajah bahagia memang berbeda, ya. Tersenyum sepanjang hari."

Itu suara Sehun. Derap langkah pria pucat itu terdengar, disusul derap langkah Minhyuk dan Kyungsoo yang berada di belakangnya. Baekhyun mendengus sesaat, tapi tersenyum setelahnya.

"Kau selalu bicara hal-hal aneh."

Sehun berdecak. "Hah. Aneh kepalamu. Katakan itu pada orang yang terus tersenyum sepanjang pagi di kelas."

"Eoh? Memang aku seperti itu?" Baekhyun mendelik.

"Berkacalah kapan-kapan, Baek." Kyungsoo menimpali. "Omong-omong maafkan aku yang tidak bisa datang. Jongin demam pagi itu. Maagnya kambuh lagi."

"Dia dirawat? Atau?"

"Ya. Karena itu setelah selesai kelas ini, aku langsung ke rumah sakit. Kalian mau ikut? Kudengar Daehyun sudah di Seoul dan dirawat di sana."

Sehun dan Minhyuk berdehem berbarengan. Di malam itu, di malam pertunangan Baekhyun dan Chanyeol, Daehyun ditemukan sekarat di sisi jalan setelah sebuah mobil menabrak tubuhnya. Krystal yang seharusnya menyusul ke pesta pun akhirnya absen, memilih mengurus sepupunya ke rumah sakit. Pemuda tampan itu kabarnya berangsur membaik dan sudah dipindahkan ke rumah sakit Seoul tadi malam.

"Boleh juga."

Sehun mendelik ke arah Baekhyun. "Apanya yang boleh juga?"

"Menjenguk Daehyun tentu saja." Baekhyun menyandarkan punggungnya dan nengernyit heran. "Kalian ini kenapa? Minhyuk, dia sepupu pacarmu, kan? Kau harus menjenguknya."

Minhyuk menelan ludah dan melirik Sehun. "Well, ya. Kita bisa berangkat setelah kelas."

"Bagus!" Kyungsoo bertepuk tangan kecil. "Kita berangkat bersama saja, ya? Aku akan minta supirku tidak menjemput."

.

.

Tzuyu menaruh secangkir kopi americano di sisi meja Chanyeol. Pria itu meliriknya sebentar, tersenyum dan lanjut memeriksa pekerjaannya kembali. Kacamata berbingkai hitam bertengger di hidung Chanyeol. Sudah dua hari ini, Chanyeol seakan terlalu memforsir dirinya. Tzuyu menghela nafas. Tidak, dia sudah tidak berharap pada atasannya itu. Tentu saja dia sadar, dia bukanlah apa-apa dibandingkan dengan Baekhyun.

"Tzuyu?" Chanyeol melirik gadis semampai di sisinya. "Ada lagi yang kau ingin sampaikan?"

Gadis sekretaris itu terlonjak sedikit dan buru-buru membuka tablet perseginya. "Hm, ya, aku hanya ingin menyampaikan kalau Tuan Shim Changmin meminta waktu untuk bertemu esok hari."

"Changmin?" Mata Chanyeol melebar. "Dia sudah pulang dari Amerika?"

"Sepertinya begitu, sajangnim."

Chanyeol mengangguk dengan hati membuncah kebahagiaan. "Kalau begitu atur waktuku untuknya pada makan siang besok. Ada lagi?"

"Ya," Tzuyu menggerakkan jarinya perlahan diatas tablet penunjang pekerjaannya. "Nona Yuan Shanshan dari Seoul's Secret meminta waktu wawancara, juga pada esok hari."

Kali ini, Chanyeol menghentikan konsentrasi pada setumpuk pekerjaannya. Memorinya mencoba menemukan secuil ingatan. Figur Kris dan Tao melintas di kepalanya. Ah, dia ingat. Seoul's Secret adalah majalah yang hampir membuat usaha Tao hancur dengan mengangkat isu yang entah darimana mereka dapat.

"Tolak."

Tzuyu menahan nafasnya, tapi diam-diam tersenyum. Dia pun berpikiran kalau Seoul's Secret hanyalah sampah. "Baik, Sajangnim."

"Jika kau sudah selesai, siapkan meeting untuk tim marketing. Aku butuh penjelasan mereka soal diagram profit bulan ini."

Tzuyu mengangguk. "Baik, Sajangnim."

Gadis itu kemudian berlalu setelah membungkuk hormat pada Chanyeol. Debum pintu membuat pria itu menghela nafas, baru bebas mengekspresikan lelahnya. Dua hari yang menyiksa. Pekerjaannya semakin menumpuk sejak Yoora benar-benar cuti. Rasa-rasanya Chanyeol ingin kembali ke masa bebasnya. Berkeliling dunia dengam kamera, memanjakan mata dengan pemandangan. Tapi, lalu dia sadar, disinilah takdirnya berada. Lagipula pendapatnya akan meningkat. Ia akan segera menikahi Baekhyun. Adalah hal memalukan jika Baekhyun merasa kekurangan di masa depan.

Omong-omong, Chanyeol hampir lupa. Ia belum menghubungi tunangannya itu. Sebersit senyum langsung hadir di wajahnya, merasa tergelitik sendiri menyebut Baekhyun sebagai tunangannya. Gelenyar bahagia memenuhi perut Chanyeol. Tangannya bergerak menutup map di hadapannya. Ia baru saja akan mengambil handphone saat benda persegi panjang itu menyala dengan dering panggilan. Chanyeol mengangkatnya dengan cepat.

"Ya, strawberry-ku?"

"Hentikan." Chanyeol yakin sekali Baekhyun tengah tersenyum di seberang telepon. "Aku meneleponmu bukan untuk menerima rayuan."

Chanyeol melepas kacamatanya sambil terkekeh. "Galak sekali. Baiklah, baiklah. Jadi, apa yang diinginkan oleh Baekhyunku?"

"Kelasku selesai pukul empat dan kami berencana menjenguk Daehyun. Bisakah kau menjemputku?"

"Pukul empat?" Chanyeol melirik arlojinya. Sekarang sudah pukul satu lewat empat puluh menit. "Bisa. Aku akan segera kesana setelah meeting. Omong-omong, Daehyun sudah dibawa ke Seoul?"

Jung Daehyun. Chanyeol tentu mengenal pria itu. Hubungannya dengan para anak Jung tidaklah buruk. Sekalipun mungkin Daehyun tidak mengenalnya secara pribadi, tapi eksistensi anak itu kerap hadir di setiap obrolannya dengan Jessica atau Krystal. Sayang sekali, hanya sebatas itu yang ia ketahui. Sehun, Minhyuk dan juga Yoora menutup rapat siapa Daehyun dan apa rencana awal pemuda itu datang ke pesta pertunangan Chanyeol dan Baekhyun. Bagi mereka, biarlah semua menjadi rahasia.

"Ya. Aku juga sekalian menjenguk Jongin. Kyungsoo bilang dia juga di Rumah Sakit yang sama."

Chanyeol mengangguk. "Baiklah, sayang. Tunggu aku disana ya? Aku akan segera meluncur begitu selesai."

"Senang mendengarnya. Sampai bertemu nanti."

Bunyi klik pertanda berakhirnya panggilan membuat senyum Chanyeol terpatri kian lebar. Wajah lelahnya berganti kemerahan, menjadi segar hanya karena suara Baekhyun. Lucu sekali bagaimana mereka bisa seperti ini mengingat apa yang terjadi di masa lalu. Masa lalu yang sampai sekarang di sesali Chanyeol. Dirinya merasa jahat. Baekhyun pasti terluka sekali.

"Tapi, Jika Changmin pulang, itu berarti dia membawa kabar bagus soal keluarga Baekhyun di Peru." Chanyeol meremas kedua tangannya khawatir. "Apa mereka tahu sesuatu?"

.

.

Yuan Shanshan tidak pernah merasa sebegini diremehkannya. Lahir sebagai putri tunggal konglomerat kaya membuat wanita berusia tiga puluh tahun itu tidak pernah tahu apa itu penolakan, atau tidak mendapat sesuatu yang diinginkannya. Keluarga Yuan selalu menjamin putri mereka memiliki segalanya. Obsesi dan keserakahan tumbuh sejak kecil. Saat ini, obsesinya adalah Park Chanyeol.

Angin kemenangan hampir menerpanya. Ya, ia mungkin bisa memiliki Chanyeol tadi malam kalau rencana penculikan Baekhyun benar-benar terjadi. Seharusnya ia bisa menjebak pria itu untuk dirinya sendiri, kalau saja Daehyun tidak membatalkan rencana itu tiba-tiba. Pemuda yang menurutnya tidak tahu diuntung itu harus diberi pelajaran. Tentu saja, tabrak lari yang dialami Daehyun adalah bagian dari rencana mendadaknya. Yuan sedikit menyesal saat pemuda itu masih hidup. Tapi, minimal, ia sudah membuat perhitungan. Tidak ada yang boleh selamat selepas membuatnya marah.

"Nona Yuan."

Wanita berambut pendek itu mendongak, menatap sekretarisnya dalam diam. Gadis lain yang lebih muda melangkah masuk sambil membawa beberapa map. Tangannya bergerak menaruh map itu dan berdiri di sisi atasannya.

"Bagaimana soal tawaran kita ke Park Entreprises?"

Sekretaris itu menunduk penuh takzim. "Maafkan saya, Nona. Tapi, Tuan Park Chanyeol menolak pertemuan dengan anda."

"Apa?"

"Begitulah yang disampaikan pihak sana, Nona."

Yuan menggeram. "Sial. Apa Chanyeol sudah tahu soal Daehyun."

Pikirannya mendadak penuh. Beragam kemungkinan, dari yang mulai masuk akal hingga tanpa dasar sekalipun seakan memaksa masuk ke dalam kepalanya. Yuan mengepalkan tangan penuh emosi. Buku jarinya memutih namun wajahnya semakin merah.

"Tidak ada lagi yang bisa aku percayai. Aku harus bergerak sendiri. Cari tahu dimana Daehyun dirawat!"

"Baik, Nona."

.

.

Mobil hitam milik Chanyeol telah terparkir di muka Universitas. Tubuh menjulang pemiliknya pun sudah berdiri di sisi kendaraan, dengan coat panjang berwarna coklat dan rambut rapi yang memamerkan pesona keningnya. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi melirik, berbisik sambil tersenyum tapi akan berlalu begitu saja. Penampakan figur Chanyeol mulai menjadi hal yang tidak aneh tapi tetap memancing untuk dilihat. Si tampan yang setia menunggu si cantik. Siapapun berdebar memikirkannya.

"Oi, Park Sajangnim— aw!"

Chanyeol menoleh ke sisi kanan. Suara Sehun memanggilnya begitu keras, bahkan sampai seorang petugas gerbang tertawa mendengar rintihan pemuda pucat itu setelahnya. Baekhyun rupanya bergerak lebih cepat. Tangan lentik tunangan Chanyeol itu dengan sigap menjitak kepala Sehun. Menjaga mulut tidak sopannya kembali mengeluarkan godaan untuk dirinya dan Chanyeol.

"Kalian sudah selesai?" sambar Chanyeol begitu Baekhyun dan ketiga sahabatnya sampai di depannya. "Jadi, mau langsung ke Rumah Sakit atau makan dulu?"

"Hanya Baekhyun yang belum makan." Minhyuk membalas sambil terkekeh jahil. "Kalau aku pribadi lebih baik ke Rumah Sakit dulu. Kita bisa kehabisan jam besuk."

Chanyeol mengangguk dan memeluk pinggul Baekhyun. "Baekhyun bersamaku. Kita bertemu di lobby Rumah Sakit, oke?"

Kyungsoo mengangguk. "Tentu saja!"

Setelahnya, Baekhyun hanya mengikuti Chanyeol yang masih memeluknya. Teman-temannya sudah berbelok ke arah parkiran. Mereka bertiga akan berangkat dengan mobil Minhyuk. Krystal belum bisa masuk hari ini. Ia benar-benar menjaga Daehyun selama dua hari penuh. Baekhyun cukup mengerti. Daehyun adalah yatim-piatu dan hanya Krystal yang bisa diharapkan.

"Mereka bilang kau belum makan?"

Baekhyun, yang sudah duduk di kursi penumpang menatap Chanyeol yang duduk di sisinya. Pria itu menarik seatbelt dan mengaitkannya dengan pelan. "Aku sempat makan beberapa biskuit."

"Bukan makan yang seperti itu." Chanyeol berdecak seraya menyalakan mesin mobilnya. Dilihatnya diujung mata, mobil Minhyuk mulai keluar dari pelataran parkir. Dengan pelan, Chanyeol menjalankan kendarannya, mengikuti. "Kita makan setelah menjenguk mereka. Ada yang ingin kau makan?"

Bibir Baekhyun mengerucut sedikit selagi otaknya berfikir. Dia akan selalu sulit jika diminta memilih makanan. Karena, terkadang, pada akhirnya pilihan hanya jatuh pada masakan eropa. Baekhyun mulai bosan. Masakan itu terlalu tinggi lemak dan membuat perutnya menggembung.

"Bagaimana kalau kita makan ramen pinggir jalan. Udara sedang bagus dan sejuk. Itupun jika kau mau."

Chanyeol tersenyum. "Tidak masalah. Aku juga sudah lama tidak menghirup kuah ramen."

"Kau pernah memakan ramen pinggir jalan?" Baekhyun menatap takjub.

"Dulu sekali." Chanyeol tersenyum dan meliriknya. "Saat aku masih bebas."

Bibir Baekhyun mengerucut lagi. "Jadi sekarang kau merasa tidak bebas, begitu?"

"Ya, aku sekarang diikat." Kekehan lembut terdengar dari yang lebih tinggi. "Terikat dengan si mungil Byun. Tidak masalah, aku menikmatinya."

Sial. Pipi Baekhyun memerah lagi. "Hentikan. Ck, kapan kau berhenti merayuku?"

Tawa Chanyeol akhirnya meledak. Baekhyun sudah siap memukulnya dengan tempat tissue, walau akhirnya kekehan lembutnya ikut menjuntai. Dua mobil kini telah berbelok menuju jalan utama. Sedangkan, satu lainnya menyusul. Yuan Shanshan rupanya menuju direksi yang sama. Wanita itu menggeram. Fakta pasangan calon pengantin yang semakin romantis itu membuat amarah kembali menguasai kepalanya.

"Kurang ajar!"

.

.

"Aku tidak tahu harus mengucapkan apa. Tapi, terima kasih telah datang." Jongin tersenyum. Air wajahnya bahagia begitu melihat tunangan dan teman-temannya datang.

"Tentu saja." Sehun membalas. "Cukup bayar dengan undangan pernikahan untukku. Kau tidak berniat menggantung Kyungsoo kami bukan?"

Minhyuk berdehem keras. "Tidak bisa! Undangan saja tidak cukup. Jongin, bukankah perusahaanmu berjanji membantu iklan produk kami?"

"Bisakah tidak soal bisnis?!"

Chanyeol dan Baekhyun tertawa. Suasana di dalam ruangan tempat Jongin dirawat menjadi sedikit lebih hangat. Sehun dan Minhyuk membuat aura bagus. Selain itu, kondisi Jongin yang membaik juga membuat dirinya bisa ikut menanggapi candaan yang lain.

"Oh, ya." Kyungsoo melebarkan matanya. "Bukankah kita harus menjenguk Daehyun juga?"

Jongin mengernyit bingung. "Daehyun?"

"Salah satu teman kami di Universitas." Baekhyun menjawab. "Kyungsoo, kau disini saja. Temani kekasihmu. Biar kami yang menjenguk Daehyun."

"Serius? Kalian tidak masalah?"

"Memangnya kami anak kecil sepertimu— aw!"

Itu suara Sehun lagi, dibarengi dengan jitakan yang kali ini berasal dari Kyungsoo. Chanyeol hanya terkekeh dan menggeleng tidak percaya. Rasanya, ia melihat dirinya dalam diri Sehun. Dulu, bahan bercandaan favoritnya adalah Yoora. Membuat Yoora kesal dan menangis adalah prestasi.

Keempat dari mereka kini berlalu dari ruangan Jongin. Koridor yang tidak terlalu ramai membuat langkah mereka bergema. Ruangan ini khusus didesain bagi para pasien VIP. Beberapa suster yang ada hanya berkumpul di muka ruangan, berbicara dengan suara pelan.

"Dimana ruangannya?" Chanyeol menoleh pada koridor terusan di sisi lain lantai.

"Ruang 405." Minhyuk menunjuk sebuah sisi. "Krystal bilang dia sedang makan di kantin dan meminta kita langsung masuk saja. Daehyun sudah sadar."

Chanyeol mengangguk dan menggandeng tangan Baekhyun, menggenggamnya erat sambil sesekali meraba halus jemarinya. Sebuah pintu mahoni coklat menyapa penglihatan mereka setelah sejenak melangkah. Minhyuk membukanya. Satu persatu dari mereka masuk.

"Oh, kalian disini?" Daehyun terkejut. "B-Baekhyun juga?"

Daehyun sudah semestinya sangat terkejut. Sebelum turun makan tadi, Krystal memberitahu kalau beberapa temannya akan datang menjenguk. Definisi teman-teman dalam pikirannya adalah kolega di Universitas atau mungkin beberapa teman satu hobinya. Tidak ada sebersit pun bahwa yang datang adalah Minhyuk dan Sehun. Terlebih, Chanyeol dan Baekhyun di belakang mereka.

"Apa kami terlalu mengagetkanmu?"

Gema suara Chanyeol membuat Daehyun meneguk ludah gugup. "T-Tidak. Tentu saja tidak. Justru aku sangat berterimakasih."

Minhyuk dan Sehun saling berpandangan. Rasanya aneh mengingat baru dua hari yang lalu pria ini mempunyai rencana jahat yang dapat menghancurkan Baekhyun, juga Chanyeol. Tapi sekarang Daehyun menjelma pemuda kecil yang butuh pertolongan. Kepalanya masih dilingkari perban dan kakinya dibebat gips. Krystal bilang, kondisi Daehyun yang membaik dengan cepat adalah mukjizat. Pria itu lebih kuat dari kelihatannya.

"Soal kecelakaan ini," Sehun berdehem. "Kau sudah mengurusnya ke pihak berwajib?"

Daehyun melirik Sehun sebentar, lalu bergulir ke Minhyuk dan Baekhyun. Matanya berhenti di Chanyeol sesaat sebelum helaan nafas tipis terdengar. Sehun pasti memancingnya. Krystal sudah menceritakan bagaimana Sehun dan Minhyuk bekerja sama untuk menggagalkan rencana dirinya dan juga Yuan. Daehyun tidak marah. Saat ini, ia justru bersyukur.

"Krystal bilang ia akan membantuku melakukannya setelah aku pulih. Aku pun tidak menyangka akan mendapatkan musibah ini." Jawab Daehyun. Matanya kembali menatap Baekhyun. "Maafkan aku yang tidak bisa hadir dalam pestamu. Semoga kalian langgeng."

Baekhyun mengangguk dengan senyum tipis yang terpatri. "Aku mengerti. Kau hanya perlu memikirkan kesehatanmu saat ini."

"Sadar atau tidak tapi ini pertama kalinya kau berbicara lembut padaku. Apa aku harus sakit dulu?" Daehyun tertawa.

Senyum yang kian lebar menghiasi wajah indah Baekhyun. Mata sabit itu melengkung, menambah pesona visual yang membuat siapapun meleleh. Chanyeol bergeming. Ini tidak biasa. Alarm di sudut logikanya mulai berbunyi. Daehyun mungkin bukan 'sekedar teman', dan sepertinya Baekhyun lupa menceritakan kepadanya secara detail.

"Baekhyun-ah." Chanyeol mengeratkan genggamannya pada tangan Baekhyun, mencoba membuat yang lebih mungil menatapnya. "Kau belum makan."

"Ah, benar juga." Minhyuk menyambar. "Daehyun-ah. Kami tidak bisa lama-lama. Cepatlah sembuh. Sangat aneh melihat dirimu hanya duduk kaku seperti ini."

Daehyun mengangguk. "Terimakasih."

"Kami harus pergi. Aku juga mengharap kesembuhan untukmu." Kali ini Baekhyun berujar. Ia lalu menatap Chanyeol. "Ayo, kita keluar. Selamat sore Daehyun."

Chanyeol menganggukkan kepalanya singkat dan tersenyum lebar, sebelum menggandeng Baekhyun keluar dari ruangan. Dua figur dengan tinggi berbeda itu kini berjalan menyusuri koridor, meninggalkan gema sepatu mereka. Di dalam ruangan, Sehun dan Minhyuk menatap Daehyun.

"Dengar, Daehyun." Sehun memulai. "Kau tahu persis apa yang kami tahu."

Daehyun tersenyum. Tangannya mengambil sebuah handphone di nakas samping tempat tidurnya. "Aku tahu. Tapi, akan terlalu lelah jika aku berbicara panjang lebar. Ambillah. Pasti masih ada rekaman pembicaraan dan semua chat-ku dengan Yuan."

Sehun melirik handphone yang telah pecah bagian layarnya dengan skeptis. Ia perlahan mengambil benda itu dan menyerahkannya ke Minhyuk. "Baik. Ini kuanggap bukti."

Minhyuk mengangguk. "Setelah ini, hentikan segalanya. Kau hanya menyakiti dirimu dan Baekhyun. Dia sudah bahagia dengan pilihannya."

"Aku tahu." Daehyun tersenyum. Kali ini begitu tulus. "Pria itu mampu membuat Baekhyun tersenyum manis. Itu cukup untukku. Aku hanya ingin dia bahagia."

.

.

Bukan sebuah restauran mewah atau makanan eropa yang menggugah selera. Tempat mereka duduk senja itu adalah sebuah warung sederhana, dengan meja-meja kecil di sekitarnya. Beberapa orang ada di sekitar mereka, mengobrol dengan soju di tangan dan sisa ramen di sisi lainnya. Mobil Chanyeol terparkir agak jauh, karena banyak motor juga mobil lain yang memenuhi sisi jalan warung.

"Sepertinya disini lumayan terkenal." Ujar Chanyeol.

Baekhyun mengangguk. "Kyuhyun pernah membelikanku ramen disini. Rasanya enak. Aku hampir mengira ia membelinya di resto mahal di Gangnam."

"Benarkah? Kalau begitu mari kita coba." Chanyeol mengangkat tangannya. "Pelayan?"

Seorang wanita di akhir usia tiga puluh terlihat tergopoh-gopoh menghampiri. Di tangannya terdapat sebuah papan menu sederhana. Wajah ramah disertai senyumnya menular pada Chanyeol dan Baekhyun. "Silahkan Tuan. Ini menunya."

Chanyeol menerimanya dengan senang. Ia menaruh papan menu itu diantara dirinya dan Baekhyun. Jarinya bergerak, meraba dari atas ke bawah, memilih nama-nama ramen yang sepertinya semuanya enak. Chanyeol menatap Baekhyun.

"Kau pilih yang mana?"

Baekhyun berpikir sebentar. "Ramen pedas dan dumpling boleh juga."

"Pedas? Perutmu?" Chanyeol bereaksi dan mengembalikan papan menu ke pelayan yang masih berdiri di sisi mereka. "Dua ramen pedas dan empat dumpling. Berikan kami matcha hangat."

Pelayan itu tersenyum. "Mohon tunggu sebentar, Tuan."

Derap langkah pelayan tersebut meninggalkan tempat Chanyeol dan Baekhyun duduk. Yang lebih tinggi kini beralih menatap si mungil. Tersenyum lebar bagai idiot selagi tunangannya menikmati sepoi angin pinggir jalan.

"Jangan memejamkan matamu." Chanyeol berucap. "Kau jadi terlalu cantik. Aku tidak mau milikku dinikmati pria lain."

Baekhyun berdecak. "Apa kau suka sekali merayuku?"

Chanyeol terkekeh. Sepoi angin menyapu lembut rambut keduanya. Sepuluh menit menunggu, ramen yang mereka pesan datang. Asap makanan itu begitu harum, mengundang untuk segera disantap. Chanyeol menyiapkan sumpit untuk dirinya dan Baekhyun.

"Daehyun teman satu fakultasmu?" Chanyeol memulai pertanyaan.

"Ya." Baekhyun menjawab sambil mengunyah dumpling. "Tapi, kami berbeda jurusan."

Chanyeol mengangguk-ngangguk. Ia menyeruput kuah ramen dan memakan segulung mie dalam sekali waktu. "Dia terlihat senang melihatmu disana."

Baekhyun melirik Chanyeol sesaat, dan tersenyum. Bibirnya asik menyeruput mie dan mengunyahnya sesaat. "Dia menyukaiku. Sudah dua tahun ke belakang."

Selanjutnya, Chanyeol membuat suara deheman rendah dan geraman lucu anak anjing. Dahinya mengerut dengan alis yang tertekuk. Sama sekali tidak cocok dengan matanya yang bulat. Baekhyun hanya tersenyum. Pemuda mungil itu memilih menikmati kembali ramennya.

"Kau tidak bilanyg padaku. Jika aku tahu, aku akan melarangmu menjenguknya disana."

"Apa urusannya?" Baekhyun terkekeh dengan satu alis yang naik keatas. "Dia hanya menyukaiku tapi kau tunanganku."

"Well, make a sense." Putus Chanyeol, kembali tersenyum lebar.

Senja yang tadi menemani mereka berubah perlahan menjadi kelam. Matahari telah sepenuhnya tenggelam. Jelaga malam kini mulai menyambut, diiringi dengan lampu jalan yang otomatis menyala. Angin masih membalut tubuh mereka bahkan semakin dingin. Chanyeol sadar jika hanya dirinya dan Baekhyun yang tersisa. Entah sejak kapan pengunjung lain menyelesaikan makanan mereka.

"Aku selesai."

Chanyeol menatap Baekhyun yang kini menyeruput matcha hangatnya. Ramen dan minuman Chanyeol sudah habis sepuluh menit yang lalu. Perutnya telah kenyang dan mood -nya membaik. Ia berdiri dan menghampiri konter tempat pembayaran.

"Bisa tolong hitung bill untukku?"

Pelayan itu mengangguk. "Ya, tuan. Semuanya lima puluh ribu won."

Chanyeol hanya mengangguk dan mengeluarkan dompetnya. Angin yang tadi bersepoi kini menjadi semakin besar. Rintik hujan menyapa telinga dan kepala Chanyeol. Dilihatnya bahkan pelayan lain bergegas merapikan meja-meja diluar tenda agar tidak basah terkena air hujan. Seperti tersengat, Chanyeol ikut kembali ke sisi Baekhyun, yang telah berdiri sambil menutupi kepalanya.

"Pakai ini." Chanyeol membuka jas kantornya dan menyelimuti kepala dan pundak Baekhyun. "Kita berlari ke mobil. Ayo."

Dalam hitungan detik hujan berubah besar bak air bah yang tumpah dari langit. Chanyeol mempercepat larinya sambil tetap memeluk pundak Baekhyun. Kemeja putihnya kini sudah basah. Ia bergegas membantu Baekhyun masuk ke mobil sebelum ikut memasukkan dirinya dalam kendaraan tersebut.

"Hah. Astaga. Seingatku ramalan cuaca berkata hari ini berawan." Chanyeol sibuk bersungut-sungut dan mulai menyalakan mobilnya.

"Kau basah." Baekhyun menatapnya bersalah. "Apa kita perlu mampir untuk membeli kemeja baru? Kau bisa sakit."

Chanyeol terkekeh, walau dirinya mulai kedinginan. "Tidak perlu. Kau ingat kalau apartemenku dekat dari ini. Kita mampir dan membersihkan diri disana. Setelahnya baru aku akan mengantarmu pulang."

.

.

Ini kedua kalinya Baekhyun menginjakkan kakinya di apartemen Chanyeol. Saat itu, makan malam pertama mereka disini. Namun, baru kali ini Baekhyun melihat keseluruhan apartemen itu. Teknisnya, ini bukanlah apartemen mewah layaknya sebuah kondominium atau penthouse. Baekhyun mengingat beberapa proyek perusahaannya. Jika mau, seharusnya Chanyeol bisa menyewa apartemen super mewah di Gangnam.

Apartemen itu hanya memiliki satu kamar, satu ruang ramu, satu kamar mandi mencakup toilet, satu dapur dan balkon indah di sisi belakang. Chanyeol menyusun barang-barangnya dengan baik. Sebuah sofa hitam dan meja kaca menghiasi ruang tamu. Dapur Chanyeol terlihat bersih. Alat masaknya lengkap dan bahan makanan dari mulai telur hingga bakso ikan tersimpan awet dikulkasnya.

"Kau terlihat menikmati apa yang kau lihat."

Baekhyun menoleh, dan langsung meneguk ludah gugup. Chanyeol sudah selesai membersihkan dirinya. Rambutnya basah dan ia hanya memakai handuk untuk menutupi bagian bawahnya. Tubuh bagian atas Chanyeol sangat kokoh. Pundak lebar, biseps yang terbentuk, serta perut kotak-kotak yang menyegarkan mata. Baekhyun membuang pandangannya. Wajahnya kini memerah.

"Aku baru sekarang memperhatikan apartemenmu." Baekhyun mendudukkan dirinya di sofa. "Lumayan untuk seorang laki-laki."

Kekehan Chanyeol terdengar. "Aku pecinta kerapihan. Oh—tunggu disini. Aku akan mengambilkan baju dan celana untukmu. Kau akan kedinginan. Rambutmu sedikit basah."

Saat Chanyeol berjalan menuju kamarnya, Baekhyun menyentuh rambutnya sendiri. Dan benar saja. Helaian itu agak basah di beberapa sisi. Kemeja birunya pun mencetak beberapa bekas titik air. Tapi, hal lain mengganggu pikirannya. Astaga, apa maksudnya dia harus mandi disini? Di apartemen Chanyeol saat pria itu juga disini dengan tubuh bagian atas yang masih telanjang?

"Ini kaus dan celana terkecil di lemariku." Chanyeol datang dan menghancurkan lamunan Baekhyun. "Segeralah mandi. Hujan semakin besar. Aku mau menutup Balkon terlebih dahulu."

Baekhyun mengangguk kaku dan berjalan cepat menuju kamar mandi. Chanyeol sendiri tengah merapikan pintu kaca di balkon, menutupnya dan melapisinya dengan gordyn coklat. Di dalam kamar mandi, Baekhyun mencoba menetralkan detak jantungnya. Ia melihat sebuah bathub yang telah terisi air. Chanyeol pasti menyiapkannya. Air itu cukup hangat untuk mandi.

"Hah. Aku bisa gila."

Baekhyun akhirnya membuka seluruh kemeja dan celananya. Hangat air yang pas benar-benar membuat pikirannya rileks. Ia mengusap tubuhnya dengan sabun, membuat tangan dan kakinya tersapu busa dengan wangi mint, khas Chanyeol.

"Baekhyun, jangan terlalu lama okay? Udaranya semakin dingin."

Ketukan dan ucapan pelan Chanyeol dari luar membuat Baekhyun bergegas. Pemuda mungil itu cepat-cepat membersihkan busa dari tubuhnya dan mengeringkan air di bathub. Ia menyambar sebuah handuk kecil dan mengeringkan kepala juga tubuhnya. Baekhyun memakai kaus dan celana dalam, sebelum menemui masalah di celana pendeknya.

"Baekhyun?"

Chanyeol masih memanggilnya dari luar. Pria itu pastilah khawatir. Baekhyun menggigit bibirnya bingung. Ia mondar mandir di dalam dengan celana coklat yang belum sama sekali ia pakai.

"Baekhyun? Sesuatu terjadi?"

Baekhyun menghela nafasnya. Ia akhirnya hanya menaruh celana ini di atas gantungan dan membuka pintu. Wajah terkejut Chanyeol menjadi hal pertama yang ia lihat. "Celananya masih terlalu besar untukku."

Sementara itu, Chanyeol masih menahan nafasnya. Hembusan pelan perlahan terdengar dari bibirnya. Tapi, degup jantungnya semakin menggila. Baekhyun yang segar, dengan rambut basah, kaus putih yang kebesaran dan paha telanjang yang seputih susu, memenuhi penglihatannya. Chanyeol menatap Baekhyun pelan. Perlahan mengumpulkan kekuatan untuk bertanya.

"A-apa aku harus mencari...baju lain?"

Baekhyun memerah. Kenapa suara Chanyeol jadi menggoda sekali, ya?

"Tidak perlu, kurasa?"

Chanyeol masih menatapnya. Dan Baekhyun masih berdiri di sana, di depan pintu kamar mandi yang terbuka lebar. Jantung keduanya sama-sama bertalu indah. Bak gendang di alunan musik India. Memabukkan dan mereka menikmatinya. Dengan wajah yang mulai serius, Chanyeol mengikis jarak mereka. Tangannya bergerak memeluk pinggul Baekhyun dan mengangkat dagu indah pemuda itu.

"Kurasa juga tidak perlu."

Pelukan di pinggul Baekhyun mengerat. Tangan langsing Baekhyun tanpa sadar merespon. Jantungnya sudah hampir meledak dan wajahnya pun sudah memerah. Sejak tadi, Ia pikir dirinya lah yang mabuk. Jemari Baekhyun bergerilya di leher Chanyeol, menjambak pelan rambut sang tunangan. Chanyeol yang seratus persen paham, mulai menunduk, mendekatkan wajahnya dan meraih bibir tipis Baekhyun. Mengulumnya dengam sempurna dalam lipatan bibir tebalnya.

"Mmhh.."

.

.

Minhyuk baru masuk ke kamarnya di akhir senja. Tadi, dirinya baru sempat mengganti baju dan pergi menyantap makanannya di ruang bawah, selepas pulang dari rumah sakit. Pemuda itu duduk di sisi ranjang. Tangannya merogoh ransel dan mengeluarkan sebuah handphone, benda yang di klaim Daehyun merupakan bukti terkuat untuk menuntut Yuan Shanshan. Minhyuk jadi penasaran. Segila apa Yuan dalam bertindak?

Drrrt Drrt.

Sesaat, Minhyuk mengira kalau handphone Daehyun yang bergetar. Nyatanya, layar handphone miliknya yang menyala. Minhyuk meraih benda persegi panjang itu. Jemarinya menggeser kursor hijau begitu melihat nama kontak Krystal terpampang.

"Yes, Honey?"

"Min-Minhyuk-ah..."

Minhyuk terkesiap. "Kryst? Kau baik-baik saja?"

"Kemarilah.. kumohon. Daehyun.. Daehyun.. hiks."

Kepala Minhyuk tiba-tiba merasa pusing dan panik di saat bersamaan. Apakah jawaban atas pertanyaan kurang ajarnya kini terbukti?

.

.

.

.

.

To Be Continue

.

.

Pojoq coerhat:

Cie kentang. Kena tanggung. WKWKWKWKWK.

Biasa darling, aku update bareng:

- Azova ft parkayoung

- Peachybloom

- dobbyuuudobby

- Gloomy Rosemary

- valbifleur

Monggo di cek lapak mereka. Belai dengan manjah. Btw, ini telat beberapa menit. Mendadak file jadi read only.