Preview: Jungkook menemui Taehyung di rumahnya, intensinya untuk mengetahui apa yang terjadi pada dirinya malah berakhir terbalik. Tapi ada hal yang semakin membuatnya penasaran.

[Chapter VIII updated!] WARNING!! Chapter ini mengandung unsur-unsur yang bagi sebagian orang mungkin mengganggu, jadi kalian bisa skip chapter ini jika kalian ingin.

~(_ _)~ @-- ~(O,O!)~

CHAPTER VIII

~(_ _)~ @-- ~(O,O!)~

AKU SUDAH MEMPERINGATKAN KALIAN!!!

Jadi jangan bilang jika author tidak memberikan peringatan untuk unsur-unsur di dalam chapter ini.

11 tahun yang lalu.

Kim Taehyung, beserta kedua saudaranya dan juga sang ayah pergi ke kota Q untuk melakukan upacara pemakaman sang ibu. Sang ibu yang berasal dari kota Q meminta untuk dimakamkan di kota kelahirannya. Ketika upacara dilangsungkan, Taehyung hanya berdiri di depan altar sang ibu sembari memandangi fotonya. Air mata tak setitik pun mengalir dari pelupuk matanya, tapi terlihat jelas jika Taehyung yang saat itu berusia 4 tahun sangat berduka atas kehilangan ibunya. Tapi sebagai anak yang paling kecil, ia berusaha untuk tidak menangis dan terlihat lemah. Terutama disaat kedua kakaknya bahkan tak menangis.

Tiba-tiba sebuah tangan mungil mengulurkan sapu tangan berwarna biru langit pada Taehyung, anak laki-laki yang terlihat sebaya dengannya itu mengatakan pada Taehyung dengan penuh kepolosan, "Jika ingin menangis, menangis saja." Seolah mengerti bagaimana perasaan Taehyung saat itu, sang anak berhasil membuat Taehyung menitikkan air mata hanya dengan ucapan singkatnya dan sapu tangan kecilnya.

Taehyung yang terus berusaha menekan perasaannya agar tidak terluapkan kali ini tak bisa ia tahan lagi, dari titikan kecil air mata yang mengalir di pipinya, berubah menjadi erangan. "Eomma!" Tangisnya, tangisan Taehyung menarik perhatian hampir seluruh pelayat yang datang. Dibandingkan dengan kedua hyung-nya, Taehyung memang lebih dekat dengan ibunya. Selama sang ibu sakit, Taehyung tak pernah meninggalkan sisi sang ibu sampai akhirnya sang ibu meninggal dunia pun Taehyung ada di sisinya.

Anak itu mengusap air mata Taehyung dengan sapu tangannya dan memeluk Taehyung layaknya seorang ibu memeluk anaknya.

Hari itu pertama kalinya bagi Kim Taehyung, ia dimengerti oleh seseorang, ia menumpahkan perasaannya, ia menunjukkan pada dunia sisi lemahnya. Mungkin menangis baginya adalah hal rendah yang merusak citranya sebagai anak yang berasal dari keluarga dominan alpha, karena itu ia tidak pernah menangis walaupun dadanya terasa sangat sesak dan perih. Tapi di hadapan anak yang bahkan ia tidak kenal, ia menangis sekencang yang ia bisa, meluapkan semua perasaan yang ia tahan selama ini.

Sejak bertemu dengan anak itu, Taehyung tak pernah lupa bibir mungil yang mengatakan padanya untuk "menangis saja" itu. Wajah anak itu mungkin terlihat samar di ingatannya, tapi bibir itu tidak. Serta tangan mungil dan sapu tangan kecil berwarna biru langit, dan lagi aromanya. Ia tidak akan pernah lupa, karena ucapan yang keluar dari anak itu membuat Taehyung menjadi lebih bisa mengungkapkan perasaannya daripada sebelumnya. Namun setelah ia dan keluarganya harus kembali ke kota N, tempatnya tinggal, Taehyung menjadi lebih kasar dan temperamental. Taehyung membenci dirinya yang tidak bisa tinggal dekat dengan anak itu, karena yang ia inginkan hanyalah hidup berdekatan dengan anak itu.

Setahun kemudian, tepat di hari upacara peringatan kematian ibunya, Kim Taehyun dan dua kakaknya pergi ke kota Q. Mereka pergi tanpa sang ayah karena ayah mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Taehyung sendiri sudah menduga sejak awal jika ayahnya tidak akan pernah bisa pergi bersama dengannya dan kedua kakaknya untuk melakukan upacara peringatan kematian sang ibu.

Di makam sang ibu, Taehyung dan kedua kakaknya begitu serius mendoakan sang ibu yang sudah tiada itu. Mereka juga meminta restu sang ibu agar menjadi anak yang berguna kelaknya. Saat sedang serius berdoa, Taehyung tiba-tiba saja mencium aroma yang sangat khas. Taehyung yang kenal betul dengan aroma ini langsung berlari ke arah aroma itu berasal. Tak jauh dari pemakaman itu, terdapat sebuah taman yang sunyi dan tidak dipakai lagi. Terdapat beberapa mainan yang berkarat di taman itu, dari ayunan, jungkat-jungkit, hingga kubus besi yang biasanya dinaiki anak-anak. Di atas kubus besi itu seorang anak duduk membelakangi cahaya matahari senja.

"Aku tahu ini tidak lucu, tapi aku ke tempat ini karena seolah ada yang berbisik padaku untuk kemari," ucap anak itu.

Taehyung tersenyum, ia bisa melihat senyum dari anak itu. Senyum yang selalu ia rindukan, senyum yang tak pernah hilang dari dalam pikirannya sejak setahun lalu ia kembali ke kota N. "Baumu membawaku kemari."

Anak itu tertawa kecil, "Aku bisa mencium baumu dari sini. Kau pasti dari pemakaman itu kan?"

Taehyung mengangguk. "Hey, kenapa kau tidak ikut denganku saja? Tinggal bersamaku."

Senyum dari anak itu menghilang, "Ibuku sedang sakit. Aku tidak bisa meninggalkannya."

Taehyung mengerti bagaimana perasaannya ketika ibu satu-satunya yang kita milkiki sedang jatuh sakit. Kekhawatiran kita, ketakutan akan hari dimana kita tak bisa berbincang lagi dengannya tiba-tiba saja datang. Karena itu, Taehyung tak bisa memaksa anak itu untuk pergi bersamanya walaupun ia sangat ingin.

"Kim Taehyung!" Salah satu kakak Taehyung memanggilnya. "Kenapa kau tiba-tiba berlari? Membuat orang lain khawatir saja."

"Aku mencium baunya," Taehyung menunjuk anak itu dengan polosnya.

Kakak Taehyung yang sudah diketahui sebagai alpha mengrenyit bingung, ia bahkan tak mencium bau apapun dari anak itu, lalu bagaimana bisa Taehyung yang masih kecil bahkan bisa mencium bau anak itu?

"Aku akan kemari lagi suatu hari nanti dan akan membawamu tinggal bersamaku," Taehyung kecil berucap demikian yang membuat sang kakak kaget bukan kepalang.

"Taehyung, apa yang kau katakana?"

"Sampai saat itu tiba, jangan lari dariku. Jangan pergi bersama orang lain."

Itu adalah terakhir kalinya Taehyung bertemu dengan anak dengan senyum yang manis itu. Karena setelahnya Taehyung dan keluarganya pindah ke kota A yang letaknya sangat jauh sekali dari kota Q. Butuh waktu 2 hari jarak tempuh dengan transportasi umum dan 3 hari dengan transportasi pribadi. Tidak dengan kota N yang sebelumnya hanya butuh waktu setengah hari untuk mencapai kota Q. Tapi Kim Taehyung tak pernah melupakan anak itu bahkan sampai ia tumbuh menjadi anak remaja. Tak ada orang lain yang ia inginkan di dunia ini selain anak itu. Kini Taehyung sudah menjadi remaja 12 tahun dan sudah menjalani tes darah, jelas ia adalah seorang alpha.

Liburan musim panas, teman Taehyung yang seorang alpha mengajaknya untuk berlibur ke kota Q. Menurut temannya, ia ingin menjelajah kota Q untuk mencari omega yang ditakdirkan bersamanya, atau yang orang-orang sering katakana pasangan fated. Sepanjang perjalanan menuju kota Q, Taehyung selalu bertanya dengan temannya itu tentang fated itu bagaimana. Menurut temannya, pasangan fated itu seperti legenda, karena hanya sedikit pasangan alpha dan omega yang bisa bertemu dengan pasangan fated-nya. Terkadang mereka bisa terpisah oleh jarak yang jauh, dan bahkan ada beberapa kasus yang terpisah umur yang jauh. Tapi mereka akan dipertemukan, dan akan dengan mudah mengenal satu sama lain hanya dari aromanya.

Sesampainya di kota Q, Taehyung berkunjung ke makam sang ibu. Ia meminta maaf pada sang ibu karena baru saat ini ia bisa menemui ibunya itu. Ia terlalu takut pergi ke kota dimana anak itu tinggal. Ia takut jika ia kemari, ia melihat anak itu bersama orang lain. Entah apa yang terjadi jika mereka tiba-tiba dipertemukan, akankah mereka saling mengenal satu sama lain nantinya? Taehyung takut. Karena setelah bertahun-tahun, ia tak bisa menepati janjinya untuk menjemput anak itu tinggal bersamanya.

Beberapa hari ia dan temannya berkeliling kota Q. Seperti mencari sesuatu yang tak pasti, mencari sesuatu yang entah apa. Hari itu Taehyung memutuskan untuk memakai masker, karena ia tidak ingin mencium aroma yang sangat tidak ingin ia cium. Aroma anak itu. Karena perasaan takutnya masih sangat kentara.

"Aku tidak menyangka musim panas di kota Q bisa sangat sepanas ini."

"Dulu tidak sepanas ini. Mungkin pengarung global warming?" Sahut Taehyung dengan malas. "Ada mini market di situ, aku beli minuman dulu. Sepertinya aku mulai dehidrasi," Taehyung berlari kecil ke arah mini market meninggalkan temannya yang sadar atau tidak sadar ditinggalkan itu. Di dalam mini market ia mengambil 2 botol air mineral dan 2 kaleng cola. Saat ia sedikit lagi mencapai kasir, seorang pemuda dengan kacamata hitam mendahuluinya. Melihat belanjaan pemuda itu lebih banyak dari belanjaannya, ia pun berkata, "Maaf, aku duluan. Belanjaanku hanya sedikit."

Pemuda itu terlihat agak kesal ketika antrannya dipotong, tapi ia sepertinya mengerti setelah melihat jumlah belanjaan Taehyung tak seberapa. Pemuda itu bergeser sedikit, memberi ruang bagi Taehyung untuk berdiri di sisinya.

Di saat penjaga kasir menghitung belanjaan Taehyung, Taehyung melirik ke arah pemuda di sisinya itu. Terlihat samar, tapi ia yakin saat ini pemuda itu tengah menatapnya juga. Mata Taehyung kemudian teralihkan pada bibir pemuda itu. Bibir itu begitu tipis, seperti diukir dengan sangat hati-hati pada wajah sang pemuda. Taehyung terdiam beberapa detik, mengingat-ingat bibir itu. Bibir itu adalah bibir yang sama dengan bibir anak yang memintanya untuk "menangis saja" 8 tahun lalu.

"3,300 won."

Taehyung tersentak kembali ke kenyataan saat penjaga kasir telah selesai menghitung belanjaannya, ia memberikan uangnya dan kemudian berlari kecil keluar mini market itu. Tapi sebelum ia benar-benar pergi, ia ingin meyakinkan kembali bahwa pemuda itu benar anak itu. Taehyung membuka maskernya, jantungnya berdegub tak karuan, kakinya seperti ingin berlari kembali pada pemuda itu. Tapi sebelum semua itu terjadi, Taehyung kembali memakai maskernya dan berlari menjauh dari mini market itu. Ia menyeret temannya ke tempat yang jauh dari mini market itu. Ia tidak menyangka, ia bisa melihat bibir itu lagi, terlebih lagi ia dapat mencium aroma itu lagi.

"Fated. Dia adalah pasangan omegamu Kim Taehyung!" Teman Taehyung berseru dengan penuh semangat setelah mendengar cerita Taehyung.

Taehyung tersenyum tipis.

"Lalu bagaimana dengan pemuda itu? Apa dia menyadari kalau kau itu adalah kau?"

Taehyung menggeleng tidak yakin, "Entahlah. Tapi kami bertatapan cukup lama. Aku tidak begitu mengerti, tapi jantungku terus berdegub hingga saat ini." Sejak awal Taehyung tidak pernah ingat paras anak itu, yang ia ingat hanyalah bibir dan juga aromanya. Tapi bagaimana dengan anak itu? Apakah ia mengingat Taehyung? Apakah debaran ini hanya Taehyung sendiri yang merasakannya?

Keesokkan harinya Taehyung dan temannya harus segera kembali ke kota A karena ia mendapat kabar bahwa salah satu kakaknya tiba-tiba jatuh sakit. Tak bisa dipungkiri, Taehyung adalah orang yang paling perduli jika salah satu keluarganya sakit. Karena ia pernah menghadapi langsung kematian. Dan ia tidak ingin kehilangan siapapun lagi setelah kehilangan ibunya. Bagi Taehyung, lebih baik ia yang mati lebih dulu daripada ia harus melihat orang terdekatnya yang mati.

Kehidupan Taehyung berjalan seperti biasanya, namun tidak pikirannya. Ia tidak bisa melupakan pemuda di mini market itu dan perkataan temannya tentang fated. Taehyung kemudian memutuskan, jika suatu saat nanti takdir mempertemukan mereka kembali, ia berjanji akan mengatakan pada pemuda itu yang sebenarnya.

Takdir mempertemukan keduanya kembali, namun dengan cara yang tak pernah dibayangkan oleh Taehyung. Ia pikir semuanya hanya akan seperti di komik, alur yang begitu mudah ditebak, akhir yang bahagia. Tapi kenapa tidak untuk kisah Taehyung? Kenapa semuanya harus berupa drama?

Mata Taehyung tak bisa lepas menatap pemuda yang berdiri jauh di barisan depan saat upacara penerimaan murid baru. Taehyung hanya bisa memandangnya dari belakang, menyesapi aroma yang hilang dari inderanya selama bertahun-tahun tapi menetap di dalam paru-parunya selama bertahun-tahun pula. Takdirkah? Tapi kenapa begitu cepat? Taehyung mengumpulkan keberaniannya untuk menyapa pemuda itu, ia harus mengatakan pada pemuda itu tentang takdir mereka.

Saat upacara berakhir, Taehyung kehilangan sosok pemuda itu karena anak-anak bergerumbung kesana-kemari seperti domba. Tapi Taehyung tahu satu cara untuk menemukan pemuda itu. Aromanya. Taehyung mengikuti aroma pemuda itu hingga akhirnya ia menemukannya. Saat Taehyung akan memanggilnya, pemuda itu tiba-tiba memeluk seseorang yang merupakan kakak kelas mereka. Sesak, tiba-tiba saja Taehyung merasa dadanya begitu sesak melihat kedekatan keduanya. Hingga emosi yang ada di dalam hatinya tak bisa ia tahan lagi, Taehyung akhirnya berjalan ke arah keduanya dan menubruk mereka berdua dengan sengaja. "Haha, makanya kalau sedang bermesraan jangan di depan umum. Menyakitkan mata," Ucap Taehyung dengan sarkastik. Taehyung kemudian melihat ke arah pemuda itu. Ia bisa sedekat ini dengannya, ingin sekali Taehyung menggenggam tangannya dan memeluk tubuh itu. "Tch. Omega," Bukan kalimat sarkastik yang ingin ia ungkapkan pada pemuda itu. Taehyung berlalu pergi, melewati pemuda-nya. Ia meremas dadanya, rasanya begitu sesak.

"Menangis saja."

Taehyung berlari kecil ke toilet. Ia menatap pantulan wajahnya dari cermin. Haruskah ia menjadi Kim Taehyung yang dulu? Taehyung yang selalu menyembunyikan perasaannya? Memendam segalanya untuk dirinya sendiri? Kepalanya jadi pening memikirkan bagaimana takdir membawanya nanti. Tak lama 3 orang alpha memasuki toilet.

"Taehyung? Kau baik-baik saja?" Ketiga alpha itu adalah anak dari rekan kerja ayah Taehyung. Mereka begitu tunduk pada Taehyung karena ayah mereka yang memintanya.

Taehyung membuka matanya, menatap ketiganya dengan dingin. Tanpa berkata-kata lagi Taehyung berjalan keluar toilet menuju kelasnya. Ketika ia dan ketiga alpha lainnya memasuki kelas, seluruh pasang mata tertuju pada mereka. Taehyung agak terkejut ketika melihat ia sekelas dengan pemuda itu. Penderitaanku akan semakin panjang, pikir Taehyung.

"Kenapa aku harus duduk di belakang omega?" Ucap Taehyung sambil menggoyang-goyangkan kursinya. "Aku ingin pindah duduk." Tanpa tahu betapa sakitnya perasaan Taehyung kala mengatakan kalimat itu, ia ingin membuat pemuda itu membencinya. Ia ingin membuat Jeon Jungkook membencinya agar ia bisa melarikan diri dari takdir yang tak pernah ia inginkan ini.

Tak ada sahutan dari Jungkook atas ucapan Taehyung, tapi ia bisa mendengarkan detak jantungnya yang seirama dengan detak jantung Jungkook. Dosa apa yang orangtua Taehyung buat sampai ia harus terjebak takdir seperti ini? "Kenapa kau itu berisik sekali? Jika kau tidak suka duduk di belakangku, kau bisa katakan itu pada guru kita nanti. Lagipula bukan aku yang mengatur tempat duduk kita. Jangan bicara seolah-olah kau menyalahkanku!" Jungkook berdiri dari kursinya dan mencecar Taehyung dengan kalimat kebencian.

Taehyung tak bisa berkata-kata lagi selain hanya menatap Jungkook. Anak kecil yang tak pernah hilang dari ingatannya, pemuda beraroma sama yang membayangi pikirannya kini berdiri di hadapannya. Memandangnya. Apalagi yang ia minta? Satu. Hentikan waktu saat ini juga agar Taehyung bisa menatap Jungkook lebih lama, agar ia bisa terus menyesapi aroma ini lebih lama, agar ia bisa melupakan—bahwa ada orang lain yang memenuhi tempatnya di hati Jeon Jungkook.

"Uhk!" Jungkook tiba-tiba pergi berlari meninggalkan kelas.

Taehyung mengambil maskernya yang ada di dalam tas dan memakainya, "Bodoh." Tak bisa. Taehyung tak akan tahan jika ia mencium aroma pheromone Jungkook. Menyakitkan. Seperti layaknya bunga kosmos cokelat, bunga itu begitu indah dan aromanya seperti vanili yang harum, tapi jangan salah, karena bunga itu beracun. Bukankah seperti Jeon Jungkook? "Manis."

Sejak hari pertamanya di sekolah, Taehyung jadi lebih sering membolos. Ia tidak bisa berada di sekitar Jungkook. Ia tidak bisa mengendalikan detak jantungnya saat berada di sekitar Jungkook. Dan dia juga tidak ingin membahayakan Jungkook. Karena jika mereka semakin dekat, Jungkook bisa tiba-tiba mengalami heat dan akan menjadi kekacauan jika itu terjadi. Taehyung banyak menghabiskan waktunya di atap sekolah saat cuaca cerah dan di perpustakaan saat cuaca tidak bersahabat.

"Aku tahu kau itu anak Tuan Kim, tapi setidaknya kembalilah ke kelasmu. Jangan membuat orang lain berpikiran kau itu diperlakukan berbeda," Ucap penjaga perpustakaan yang sudah cukup berumur.

Taehyung menutup buku yang dibacanya. "Aku bisa mendapatkan ilmu di tempat ini. Jadi apa bedanya? Lagipula, bukankah mereka memang memperlakukanku berbeda? Jadi kenapa tidak kuambil saja kesempatan itu?" Sahut Taehyung. Ia tidak pernah meminta pengaruh dari sang ayah mencampuri kehidupannya, tapi kadang pengaruh sang ayah bisa sangat berguna disaat seperti ini.

Di akhir pekan, Taehyung diajak oleh temannya yang dulu pergi bersamanya ke kota Q untuk bertemu. Mereka bertemu dan temannya memperkenalkan seorang omega padanya, temannya itu mengatakan bahwa omega itu adalah pasangan fated-nya. Awalnya Taehyung tak percaya, tapi melihat keduanya begitu memiliki kemistri, Taehyung percaya. Walau omega-nya itu lebih tua 5 tahun daripada temannya itu. Taehyung terdiam, ia berpikir, apakah ia dan Jungkook akan terlihat seperti mereka berdua? Kemistri?

"Jika ingin pamer. Jangan sekarang. Aku sedang tidak ingin mendengar istilah fated saat ini," Taehyung kemudian pergi meninggalkan temannya itu. Teman Taehyung yang tidak tahu masalah Taehyung hanya memandangnya dengan khawatir. Teman Taehyung yang ini bukanlah teman yang berada di sisinya karena pengaruh sang ayah. Teman Taehyung yang ini berteman dengannya karena seorang Kim Taehyung yang sendirian. Itu yang temannya katakana pada Taehyung saat pertama kali mereka bertemu. Temannya memandang Taehyung sebagai anak yang kesepian dan seperti seekor domba yang tersesat. Walau saat itu Taehyung menjadi kesal karena disamakan dengan domba, dan ia memilih untuk disebut sebagai serigala yang kesepian daripada domba. Menurut Taehyung domba itu bodoh dan levelnya berada di paling bawah rantai makanan, ia tidak menyukai kenyataan itu.

Taehyung yang sedang dalam perjalanan pulang tiba-tiba melihat seorang alpha yang menggoda seorang omega. Omega itu terlihat tidak nyaman dengan keberadaan si alpha. Taehyung tak bisa diam saja melihat itu. "Menjauh darinya. Alpha rendahan." Hanya dengan kalimat sarkastik dari mulut Taehyung keduanya pun berkelahi.

"Hentikan kalian beruda!! Jangan berkelahi!!"

Tapi Kim Taehyung berhasil menunjukkan tempatnya sebagai seorang alpha, dan sebagai seorang Kim Taehyung yang selalu berada di puncak rantai makanan.

"Kau—"

Taehyung mengalihkan pandangannya ke arah suara itu, ia tahu benar aroma ini. Apakah takdir benar-benar sedang menyiksa Taehyung? "Taehyung. Aku punya nama, bodoh. Dasar omega," Ucap Taehyung. Benci aku Jungkook, benci aku, itulah yang ada di pikiran Taehyung.

"Aku tahu!" Sahut Jungkook. Tiba-tiba saja Jungkook menarik lengan Taehyung dan menyeretnya menjauh dari tempat kejadian perkara. Jungkook mendudukkan Taehyung di bangku taman.

"Jangan menyentuhku," Taehyung menarik lengannya. Ia tak ingin Jungkook terlalu dekat dengannya dan ia mendengar detak jantungnya yang berdegub kencang saat ini.

"Jangan angkuh begitu. Aku hanya ingin membantumu. Kemarilah, biar kubersihkan lukamu dan kuobati juga," Jungkook membersihkan dan mengobati luka Taehyung.

Taehyung tak banyak bereaksi, ia membiarkan Jungkook menyentuhnya. Hanya kali ini. Hanya kali ini biarkan ia bisa lebih dekat dengan Jungkook. Mata dingin Taehyung tak lepas memandangi bibir Jungkook, ia tak pernah lupa bagaimana kalimat "menangis saja" keluar dari bibir itu dan meruntuhkan tanggul yang dibangunnya sejak lama. Bibir tipis itu yang melengkungkan senyum indah tak terlupakan bagi Taehyung. Serta aroma ini, aroma yang menyesakkan dadanya.

"Sini, wajahmu. Biar kubersihkan dulu darah di bibirmu itu," Jungkook menangkup wajah Taehyung dan membersihkan bibirnya.

Taehyung hanya diam. Ia tidak merasakan perih atau sakit pada fisiknya. Tapi jauh di dalamnya, ia begitu tersiksa berada sedekat ini dengan Jungkook. Rasanya ingin ia mengecup bibir itu. Rasanya ingin ia menyesapi setiap inchi tubuh itu.

Tiba-tiba Jungkook menutupi hidung dan bibir Taehyung dengan telapak tangannya.

Taehyung jadi bingung, "Woi, apa yang kau lakukan? Sudah selesai kah—?"

"Aku ingat! Kau pemuda 3,300 won!!"

"Apa? Pemuda 3,300 won apaan??"

"Mata itu! Aku yakin kau pemuda itu!"

Taehyung langsung bangkit berdiri dan pergi meninggalkan Jungkook. Tidak. Jungkook mengingat Taehyung. Jantung Taehyung berdegub semakin cepat dan kencang.

"Woi! Kim Taehyung!"

Hentikan. Mengapa takdir begitu keji mempermainkannya?

Beberapa hari setelah kejadian di taman itu Taehyung tidak pernah masuk sekolah lagi, ia banyak menghabiskan waktunya di dalam ruangan khusus di kamarnya yang merupakan tempat altar sang ibu. Taehyung bahkan tidur di lantai di depan altar itu. Ia di sana, menceritakan segalanya, tapi tak setitik air mata mengalir. "Ibu. Aku ingin menyusul ibu saja." Keputusasaan begitu kentara dalam setiap ucapannya, ia berpikir lebih baik ia tidak mengetahui takdirnya daripada ia tahu, tapi hanya dirinya yang menderita seperti ini.

Beberapa hari kemudian Taehyung masuk sekolah, ia tidak melihat Jungkook dimana pun, tapi ia bisa mencium aroma samar Jeon Jungkook. Arom Jungkook menempel pada tubuh seorang pemuda bernama Park Jimin yang merupakan kakak kelasnya. Hanya dari mengetahui asal aroma itu, ia mengetahui sebuah kenyataan—Jeon Jungkook bersama dengan Park Jimin selama masa heat-nya. Apalagi yang mereka lakukan? Seorang alpha dan omega yang berada dalam masa heat-nya, jelas mereka tidak hanya duduk menatap satu sama lain. Kenyataan ini benar-benar menendang Taehyung hingga ke ulu hatinya. Hari itu, dengan tidak berperasaannya Jeon Jungkook membunuh perasaan Taehyung dan membuatnya hidup menjadi zombie.

Beberapa hari berikutnya, ketika Taehyung baru melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah, ia bisa mencium aroma Jungkook. Aroma yang membuat dadanya sesak. Walau tubuhnya bereaksi dengan aroma itu, tapi tidak dengan perasaannya, ia merasa begitu hampa. Dari luar kelas ia dapat mendengar percakapan anak-anak di kelasnya yang sedang menggoda Jungkook.

"Jungkook baru dapat kekasih ya?"

"Hyung yang alpha itu kan?"

"Cieee, Jungkook."

"Kalian berdua sepertinya memang sudah kenal lama ya?"

Taehyung ingin rasanya berlari dan lenyap dari dunia ini. Biarkan hanya dirinya yang tahu kenyataan pahit ini sendiri dan membawanya pergi ke alam baka. Dengan berat hati Taehyung membuka pintu kelasnya, dan betapa dengan mudahnya ia menemukan Jungkook. Kenapa? Harus wajah itu.

"Ugh—"

"Jungkook? Kau kenapa? Kau sakit?"

Tiba-tiba aroma yang sangat kuat keluar dari tubuh Jungkook, aroma ini jauh lebih kuat dari aromanya yang biasanya membuat Taehyung tak dapat menahan instingnya. Dengan gerakan yang sangat cepat ia berdiri di depan Jungkook dan mencekikinya. Apa yang kau lakukan Taehyung?

"Taehyung! Apa yang kau lakukan?! Hey!"

Wajah Taehyung mendekati leher Jungkook. Hingga sesuatu seperti baru saja menamparnya ke kenyataan. Taehyung langsung mengalihkan gigitannya ke lengannya sendiri, meninggalkan darah segar mengucur dari lengannya. Taehyung mendorong Jungkook menjauh darinya, menyerahkannya pada seorang beta. "Bawa dia pergi ke ruang kesehatan."

"Apa? Jangan-jangan kau sedang—"

Taehyung begitu kesal dengan anak ini, pikirannya lamban sekali. Ia semakin tersiksa mencium aroma Jungkook. "Cepat!! Aku benci—bau ini," Taehyung memegangi lehernya sendiri dengan nafas terengah-engah. Berhentilah masuk ke dalam paru-paruku, pikir Taehyung.

Setelah Jungkook dibawa ke ruang kesehatan. Taehyung masih dapat mencium aroma itu, aroma Jungkook seolah tertanam dalam indera penciumannya. Taehyung memutuskan untuk pergi ke toilet, beberapa beta yang melihat keadaan Taehyung jadi khawatir karena luka gigitan di lengannya mengucurkan banyak darah. Di toilet Taehyung membasuh wajahnya, ia bahkan menyirami tubuhnya dengan air agar aroma Jungkook menghilang dari tubuhnya. Taehyung yang merasa tak bisa menahan dirinya akhirnya memutuskan untuk pulang. Tapi ia menyempatkan dirinya untuk pergi ke ruang kesehatan lebih dulu. Namun langkah Taehyung terhenti di koridor ketika ia mendengar sebuah teriakan.

"Siapapun yang ingin masuk harus melewatiku! Aku tidak segan menghajar kalian!!" Park Jimin menjaga pintu ruangan kesehatan dari para alpha yang berusaha masuk ke dalam.

Taehyung mendecih. Bukankah seharusnya dirinyalah yang berdiri di depan sana untuk menjaga Jungkook? Walaupun saat ini Taehyung pergi ke sana dan menghadapi Jimin, jelas ia yang menang karena ia memiliki tempat yang lebih tinggi dibandingkan Jimin. Tapi di hadapan Jungkook? Siapalah Kim Taehyung? Lagipula dirinya lah yang membuat Jungkook mengalami kejadian seperti ini. Hanya dengan kehadirannya di depan Jungkook, itu sudah menjadi kesalahan besar. Taehyung kemudian pergi meninggalkan gedung sekolah. Saat di depan gedung sekolah, instingnya menyuruhnya untuk menoleh ke arah jendela ruang kesehatan. Dan benar saja, Jeon Jungkook ada di sana dan menoleh ke arahnya. Sebuah lengkungan senyum tipis menghiasi bibir Taehyung, ia benar-benar ingin lenyap saja dari dunia ini.

Setibanya di rumahnya, Taehyung melakukan permainan solo. Setelah ia berhasil melepaskan hasrat dalam dirinya, ia menjadi semakin jijik dengan dirinya sendiri. Kenapa ia begitu hina seperti ini? Bahkan dirinya jauh lebih hinda daripada seekor domba. Ia lalu tak pernah ingin kembali lagi ke sekolah.

"Jadi apa yang kau inginkan Kim Taehyung?"

Taehyung hanya diam ketika sang ayah mengetahui dirinya sudah membolos sekolah selama berhari-hari. Ia diinterogasi sang ayah ketika dirinya dan kedua kakaknya sedang makan malam bersama.

"Kau tidak bisa hidup terus dengan sifatmu yang seperti ini."

"Kalau begitu bunuh saja aku. Aku juga tidak ingin hidup," Kim Taehyung menjawab ucapan sang ayah dengan nada sarkastik.

Ayah Taehyung menamparnya hingga membuat Taehyung terjerembab di lantai. "Untuk apa aku membesarkanmu selama ini?! Jika kau hanya akan menjadi anak yang tak berguna!? Jadilah lebih berguna!!"

"Jadi kau merasa sudah membesarkanku? Kau bahkan tidak pernah tahu apa yang sudah kulalui. Kau tidak pernah ada saat aku tumbuh dan butuh nasihat-nasihat seorang ayah untuk anaknya. Dimana kau? Kau hanya menggali tambang emasmu yang kau pikir dapat membuat kami semua bahagia."

"Kim Taehyung!!"

"—aku tidak meminta pengaruhmu sebagai seorang komisaris dalam kehidupanku. Yang kubutuhkan hanya sosok seorang ayah. Aku tidak butuh Komisaris Kim. Aku tidak butuh," Taehyung meninggalkan ruang makan dan pergi ke kamarnya.

Tak terasa sudah seminggu Taehyung bolos sekolah, tapi ia masih mengerjakan tugas-tugas yang diberikan gurunya melalui email. Rasanya lebih baik ia sekolah dengan cara seperti ini daripada ia harus pergi ke sekolah dan membahayakan Jungkook dan juga perasaannya lebih dalam lagi. Setelah mengirimkan tugasnya pada sang guru, Taehyung kemudian turun ke lantai bawah untuk mengambil minum, ia melihat kedua kakaknya tengah berbincang di ruang tengah membahas mengenai pekerjaan. Yang Taehyung dengar, kedua kakaknya itu akan pergi ke luar kota untuk mengurus cabang perusahaan keluarga mereka.

"Taehyung? Kemarilah, hyung ingin bicara denganmu."

Taehyung hanya berlalu melewati kakaknya itu, ia tidak tertarik dengan pembicaraan mengenai bisnis ataupun apa saja yang berkaitan dengan ayahnya. Dan Taehyung tahu betul sang kakak ingin membicarakan salah satu dari dua topik yang ia benci itu.

"Kim Taehyung!" Terdengar kakak tertua Taehyung berseru memanggilnya dengan nada kesal.

Taehyung mengambil segelas air putih sambil memandangi keluar jendela ia meminum airnya. Ia benar-benar merasa lelah, dimana pun ia berada selalu saja ada masalah di sekitarnya. Apakah ia yang membawa masalah? Apakah ia yang terus lari dari masalah? Ia hanya belum cukup dewasa untuk menghadapi semua masalahnya. Hingga sebuah suara bel mengejutkan Taehyung yang sedang melamun itu, ia menghampiri speaker bel rumahnya itu dan menyahut, "Siapa?"

Terdengar suara jawaban dari speaker itu, "Taehyung? Ini aku, Jungkook."

Taehyung terdiam beberapa detik, ia langsung meletakkan gelasnya di atas meja dan berlari keluar. "Bodoh, apa yang dia lakukan di sini?" Geram Taehyung.

"Taehyung?" Terdengar suara Jungkook dari balik pintu gerbang.

Taehyung membuka pintu itu dan ia mendapati wajah polos Jungkook tengah menatapnya. Bagaimana bisa anak ini datang ke rumahnya dengan wajah polos begitu? "Apa yang kau lakukan di sini?? Apa kau sudah gila datang ke sarang alpha seperti ini??" Taehyung berucap dengan kesalnya.

Jungkook terdiam sembari menatap Taehyung, tubuhnya terlihat agak gemetar, "Kenapa—ugh! Ada apa denganku? Apa yang kau lakukan padaku Kim Taehyung!?"

Taehyung menggenggam tangan Jungkook dan menyeretnya ke dalam rumahnya setelah menyadari apa yang terjadi pada Jungkook. Ketika mereka masuk ke dalam rumah mereka berpapasan dengan kedua kakak Taehyung di ruang tengah, "Jangan ada yang naik ke atas sampai aku menyelesaikan semuanya. Jika ada yang ke atas. Aku tidak segan-segan menghabisi kalian. Walau kalian adalah saudaraku sendiri," ia memperingatkan kedua kakaknya itu dengan tatapan seorang alpha.

Taehyung mendudukkan Jungkook di tempat tidurnya. Menurutnya saat ini hanya kamarnya lah tempat teraman bagi Jungkook. Taehyung bisa mencium aroma Jungkook, paru-parunya sampai dadanya terasa sesak, "Sudah kubilang aku benci dengan aromamu ini."

Jungkook menunduk dan tak banyak berucap setelahnya, merapatkan kedua kakinya ia terlihat tak nyaman dengan keadaannya sekarang.

"Apa kau membawa pil mu? Cepat minum sebelum baumu itu kemana-mana."

Jungkook menggeleng, "Aku sudah meminumnya di sekolah tadi."

Rahang Taehyung mengeras, ia menahan instingnya agar tidak menyerang Jungkook. "Aku akan panggil dokter—" ucapnya sampai tangan Jungkook menahan lengannya.

"Aku mohon. Katakan padaku, apa yang terjadi padaku. Kenapa aku begini setiap melihatmu?" Pertanyaan Jungkook membuat dada Taehyung semakin sesak. Bagaimana ia bisa katakana pada Jungkook bahwa mereka berdua merupakan pasangan fated? Sedangkan di sisi lain Jungkook sendiri tidak memiliki perasaan apapun padanya.

Taehyung menghampiri Jungkook dan membelai wajah Jungkook dengan lembut. Butuh berapa lama hingga ia bisa menyentuh wajah ini? Butuh berapa kali ia terjatuh untuk dapat sedekat ini dengan Jungkook?

Jungkook terlihat menikmati belaian lembut itu hingga ia memejamkan matanya. Jungkook perlahan membuka matanya hingga matanya bertemu dengan mata Taehyung yang tak lepas memandangnya, "Tae—"

Taehyung mendorong tubuh Jungkook pelan, membuatnya terbaring di atas ranjangnya. Taehyung menyentuh tubuh Jungkook dengan sangat lembut, melepaskan pakaian pemuda itu satu per satu. Jungkook yang selama ini hanya ada di dalam khayalannyam, kini bahkan terbaring di ranjangnya dengan tak berdayanya. Bagaimana Taehyung bisa menahan dirinya lagi? "Ha. Aku mulai gila. Jeon Jungkook sekarang berada di atas ranjangku. Tanpa pakaian."

Jungkook terlihat malu dan menutupi tubuh dan wajahnya. "—berhenti menggodaku."

Melihat ekspresi yang demikian dari Jungkook, bagaimana Taehyung bisa menahan dirinya? Ia lalu mengecup bibir Jungkook, bibir yang selama ini tak pernah ia lupakan. Bibir yang selama ini hanya bisa ia bayangkan bersentuhan dengan bibirnya, kini sungguhan bersentuhan. Taehyung menyesapi bibir itu dengan bibirnya, merasakan betapa lembutnya bibir Jungkook. Bibir tipis dan kemerahan itu, siapa yang tidak tertarik? "Kau tahu betapa lama aku menunggu saat ini?"

Jungkook tak banyak bicara, ia terpejam dan kemudian menggelengkan kepalanya. Apakah Jungkook memang seperti ini? Apakah ia juga seperti ini ketika bersama Park Jimin?

"Sejak pertemuan kita terakhir di taman itu." Taehyung teringat terakhir kali mereka bertemu 10 tahun yang lalu di taman itu, saat perayaan satu tahun meninggalnya sang ibu. Wajah Jungkook terlihat samar kala itu karena ia membelakangi matahari senja, tapi ia tak lupa dengan bibir dan aroma Jungkook. Betapa bodohnya Taehyung dulu, ia bahkan tak tahu nama Jungkook saat itu.

Tiba-tiba saja Jungkook mengalungkan lengannya pada leher Taehyung. "Taehyung—"

Taehyung terlihat bingung, apa ini pengaruh dari heat Jungkook membuatnya seperti ini. Tapi kali ini Taehyung ingin sekali memberitahu Jungkook, sudah berapa lama ia menunggu saat ini terjadi dalam hidupnya. "10 tahun. 10 tahun kau menyiksaku seperti ini Jeon Jungkook."

"—10 tahun?"

Taehyung membuka celananya dan memasukkan penisnya ke dalam lubang Jungkook, "—kh!"

"Aaahhh!!" Jungkook melengkungkan punggungnya. "—sakit." Ekspresi wajah Jungkook kala itu tak akan pernah Taehyung lupakan, ini pertama kali bagi Taehyung melakukannya, tapi ia seolah sudah tahu betul bagaimana caranya membuat Jungkook merasa nyaman.

Taehyung dengan liar menghentakkan pinggulnya dengan ritme cepat, "—aku membencimu Jeon Jungkook. Aku membencimu! Karena aku bukanlah orang yang pertama bagimu! Karena kau bahkan tak menyadari siapa aku!!" Ya, Kim Taehyung membenci Jeon Jungkook yang tidak menyadari siapa dirinya. Ia membenci Jungkook karena mencintai orang lain selain dirinya. Ia membenci Jungkook karena ia bukan yang pertama baginya walaupun Jungkook adalah yang pertama baginya. Takdir apa yang mempermainkannya ini?

"Ahh! Ahhh!!" Jungkook hanya terus mendesah, tak tahu ia bisa mendengarkan apa yang dikatakan Taehyung padanya atau tidak, tapi saat ini prioritas Taehyung adalah membuat Jungkook merasa nyaman.

Taehyung memeluk erat tubuh lemah Jungkook sembari terus menggerakkan pinggulnya. Tubuh Jungkook ini terlihat begitu lemah, bahkan seperti akan retak kapanpun ketika kau menghentaknya terlalu keras. "Setelah ini aku bersumpah kau tak akan melihatku lagi," Ia berbisik di sisi telinga Jungkook. Ya, jika ia berada di sisi Jungkook terus-menerus hanya akan membuatnya semakin tersiksa. Hanya akan membuatnya ketagihan melakukan ini. Terlebih lagi aroma Jungkook ini seperti candu bagi Taehyung.

Entah darimana asalnya, tiba-tiba saja Jungkook berucap, "—jangan menangis."

Taehyung yang mendengar kata-kata itu membuatnya seolah terlempar ke masa lalu. Bagaimana bisa ia mendengar kata-kata yang membantunya tetap hidup dulu di saat ia seperti ini? Nafas Taehyung menjadi berat karena menahan luapan emosi di dalam dirinya, ia kemudian bermain semakin kasar. Bagaimana bisa Jeon Jungkook begitu kejinya mempermainkan perasaannya? Kenyataan ini membuat Taehyung semakin membenci Jungkook, dan juga membenci dirinya sendiri yang tidak memiliki sedikit pun kekuatan untuk merebut Jungkook dari Jimin.

"Akh! Tae—aahhkk!!"

Hanya satu hal yang bisa membuat Taehyung memiliki Jungkook seutuhnya. Yaitu dengan menjadikan Jungkook sebagai mate-nya. Menggigit leher Jungkook adalah tujuannya saat ini. Taehyung terus berusaha menggigit Jungkook, tapi ikat leher itu hanya membuatnya semakin kesal. Ikat leher itu membuatnya tak bisa menandai Jungkook. Hingga akhirnya ia malah menggigit pundak Jungkook, meninggalkan jejak kemerahan pada pundak mulus Jungkook.

"Taehyung—hh! Aku mohon—di luar. Aku—tidak ingin hamil," erang Jungkook.

~ To be Continued ~

A/N:

Aaahhhh!!!! cerita apaini???? bakar saja ini bang!! maafkan aku :""((

Terima kasih yang masih setia mengikuti cerita ini. Kritik dan saran akan ditampung dan jika ada waktu sela akan kuselipkan jawabannya di bagian author's note di next chapter. so~ stay tune pemirsa!!

Banjarmasin, 29 Juli 2017.

Author.