The Begining of The Truth

Mereka pulang sangat larut malam itu. Bahkan Baekhuyn harus melompat dari beranda kamar Jongdae untuk bisa masuk ke kamarnya.

Gila, itu yang Baekhyun pikirkan atas apa yang terjadi padanya malam ini. Dia hampir saja bercinta dengan namja paling tampan yang pernah ia temui seumur hidupnya. Dan ia membuang kesempatan itu. Dia merasa sangat bodoh jika mengingatnya, tapi jauh dalam lubuk hatinya ia tahu apa yang dilakukannya adalah hal yang benar.

Baekhyun menutup seluruh tubuhnya dengan selimut karena kantuknya tak juga datang. Ia terus terjaga karena hatinya yang merasakan sensasi aneh. Baekhyun rasa ia jatuh cinta. Jatuh cinta pada seorang DJ yang sangat tampan.

Hal yang lebih mengganggu Baekhyun sebenarnya adalah pertanyaan, Apakah mereka akan bertemu lagi?

Jika iya, maka ia bersumpah demi seluruh pria tampan di Dunia, ia tidak akan menolak jika di ajak bercinta.

Park Chanyeol.

Baekhyun tidak akan pernah melupakannya.

.

.

.

Siang itu sangat panas. Tapi guru olah raga Jongin lebih memilih mengadakan pelajaran di lapangan daripada di gedung olahraga. Ia sedang berada di tengah lapangan menunggu bola di oper kepadanya. Jongin menghela nafas lega ketika peluit di bunyikan. Bukan lega karena tim nya menang, tapi lega karena akhirnya berakhir juga. Mereka kalah telak, 4-0. Dan Jongin menyumbang satu gol untuk lawannya. Ia melakukan blunder.

"Kau harus dihukum Kim Jongin."

"Mwo? Wae? Bahkan kita akan tetap kalah meskipun aku tidak melakukan blunder."

Jongin tidak terima menjadi kambing hitam. Meskipun memang benar ia membuat kesalahan, toh yang lainya juga demikian.

Jongin memang lebih suka bermain basket daripada bermain sepak bola. Tapi bukan berarti ia tidak bisa. Permainannya bisa di bilang di atas rata-rata. Jika saja ia semalam tidak kelayapan dengan genk rese-nya itu, mungkin performanya akan lebih baik.

Jongin kurang tidur. Bahkan bisa di bilang sama sekali tidak tidur. Matanya memang terpejam, tapi otaknya tidak menginginkan demikian. Memori tentang ciumannya bersama si penari bertopeng terus berputar di kepalanya. Lagi, dan lagi seakan tidak bisa berhenti. Bahkan sampai saat ini.

"Hya! Kalau tidak mau main, sebaiknya minggir saja dari awal seperti Sehun."

"Aish, jinjja. Jangan samakan aku dengan bocah pucat yang takut berkeringat itu."

Jongin menatap pojok lapangan setelah berucap demikian. Melirik Oh Sehun yang menjadi bahan bully-an karena sifatnya yang aneh.

Sehun itu pendiam. Sangat pendiam hingga dia hanya akan bicara ketika ada yang bertanya padanya. Itu pun hanya akan membuatnya berkatra 'Ya' atau ' Tidak'.

Kulitnya sangat pucat, dan ia selalu kelihatan sangat lelah setiap hari. Bahkan ia sering tertidur di ruang kelas. Tapi yang paling aneh adalah ia selalu menduduki peringkat tiga besar di Sekolah. Karena itulah wali kelas menunjuk Sehun sebagai ketua kelas. Dia adalah anak emas para guru.

Ia tidak pernah mengikuti pelajaran olah raga karena alasan tubuhnya yang lemah. Dan alasan itu diterima dengan sangat mudah oleh guru olah raga. Ini tidak adil. Jongin saja mendapat nilai minus hanya karena bolos sekali. Dan Sehun bisa lolos dengan mudah.

"Kau bantu Sehun membereskan alat olahraga sana," Kata Taemin.

"Kenapa aku? Itu kan tugas mu, kau wakil ketua kelas."

"Karena kau melakukan blunder."

Teman-teman Jongin tertawa puas lalu pergi meninggalkan Jongin yang bimbang. Antara kabur saja atau menolong Oh Sehun. Jongin menatap Sehun di belakangnya yang sedang merapikan alat-alat olahraga. Sudah tugas ketua kelas memang, tapi tetap saja semakin dipikirkan ini terlihat sedikit kejam menurut Jongin. Mungkin seharusnya mereka membuat jadwal untuk hal semacam ini. Jongin memang tidak suka dengan Sehun, tapi ia masih punya hati nurani.

Ia berjalan ke arah Sehun kemudian mulai memunguti peralatan olah raga, memasukannya ke dalam kotak tanpa mengeluarkan suara. Toh jika ia berusaha bicara akan sama saja.

Mereka mengangkat kotak itu bersama.

BRAKKKKKKK!

"Hya! Mwoya?"

Jongin mengeluh karena Sehun yang tiba-tiba menjatuhkan pegangannya. Membuat semuanya kembali berserakan.

Jongin menatap namja itu kesal. Hendak mencacinya dengan kata-kata kasar. Tapi Sehun memutar badanya dan berjalan dengan cepat meninggalkan Jongin. Ia tidak mau harus mengangkat kotak olahraga sendirian. Ini sangat berat.

Jongin berdiri. Menarik tangan Sehun agar laki-laki itu berhenti. Tapi tenaganya terlalu kuat hingga membuat Sehun Justru tertarik kedalam pelukannya.

Dan waktu seperti berhenti untuk sesaat. Mata mereka saling menatap dalam keheningan. Jongin seperti sedang merasakan dejavu.

Ia menatap mata hazel di balik kaca mata Sehun. Ia rasa mata itu tidak asing. Ia pernah melihatnya tetapi ia lupa itu dimana. Kemudian tatapan Jongin turun ke bibir Sehun. Dan kejadian semalam langsung terlintas kembali di kepalanya.

Jongin melepaskan cengkraman tangannya secara reflek. Lalu Sehun benar-benar menjauh. Dan Meninggalkan Jongin dengan pikiran kusutnya. Sedetik kemudian Jongin merutuk dalam hati. Kenapa ia melepaskan tangan Sehun? Dia jadi harus membereskan kekacauan ini sendirian.

.

.

.

Sehun itu butuh uang. Butuh sangat banyak karena satu dan lain hal kedua orang tuanya memilih pergi dan menikah lagi. Keduanya hidup bahagia dengan keluarga baru mereka. Lalu Sehun? tidak ada yang mau merawatnya karena kelahirannya adalah sebuah kesalahan. Begitulah yang sering ia dengar ketika kedua orang tuanya bertengkar dulu.

Ia suka menari, lalu ia mendapat pekerjaan yang ia sukai. Hanya saja ini sedikit kotor. Ia menari untuk menghibur di klub. Klub yang isinya adalah lelaki semua. Klub gay.

Bayaranya lumayan, terlebih lagi jam kerjanya sesuai dengan jam sekolah Sehun. Terkadang ia juga mendapatkan bonus yang lumayan banyak dari penggemarnya. Dan ia punya banyak sekali penggemar. Dari kakek-kakek tua hingga aktor muda yang sangat tampan.

Sehun tidak berhubungan seks dengan mereka. Ia tidak mau. Ia hanya akan melakukan streap dance atau oral sex, tapi yang terakhir itu hanya untuk penggemarnya yang ia anggap tampan.

Chiri khas Sehun adalah topeng. Ia memakai topeng untuk menutupi identitasnya yang seorang pelajar tapi justru dianggap sebagai ciri khas Sehun. Namun, akhir-akhir ini tersebar rumor tentang dirinya di kalangan anak SMA. Dan ia jadi sering jadi bahan taruhan. Itu sangat meneyebalkan. Kemarin malam itu yang paling menyebalkna karena ia suka. Sangat suka dengan anak SMA yang mencari tahu identitasnya. Benar-benar tipenya.

Meskipun malam itu pencahayaannya sangat minim, tapi ia yakin laki-laki tadi adalah namja yang semalam ia cium.

Mereka sekelas?

Untuk pertama kalinya Sehun menyesal karena tidak mengingat semua teman sekelasnya dengan baik.

"Hya,.. Oh Sehun!

Sehun menoleh kebelakang dan ia mempercepat langkah kakinya ketika ia melihat Jongin sedang mengejarnya.

"Kau tadi sengaja ya?"

Jongin tidak mau melepaskan Sehun begitu saja. Ia berlari dan dalam waktu singkat ia bisa menyamai langkah Sehun.

Ia meraih tangan Sehun.

"Neo!"

Sehun memalingkan wajah. Antara takut ketahuan dan menghindari bertatapan langsung dengan Jongin.

"Kenapa kau kabur tadi, kau sengaja ya? Kau tidak suka denganku?"

Sehun menggeleng.

"Kenapa kau memalingkan muka? Kau mengacuhkanku?"

Sehun tetap bertahan dengan posisinya hingga akhirnya Jongin meraih kedua pipi Sehun dan memaksa namja itu untuk menatap matanya. Wajah Sehun memerah.

Lagi , rasa familiar itu muncul lagi.

"Apa kita pernah bertemu akhir-akhir ini?" Jongin penasaran.

"Ten,,.. tentu saja tidak, kita tidak pernah bertemu " Sehun tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya.

"Lepaskan bodoh! Sakit tahu!"

"Kau harus membayar untuk kelakuanmu tadi, belikan aku makan siang."

Sehun membelalakan matanya. Ia saja sangat jarang makan siang, mana mungkin ia mau membelikan makanan untuk orang lain. Tidak. Tidak akan.

"Shireo!"

"Aku memaksa." Jongin menyeret Sehun ke kantin tanpa peduli jika orang yang ia bawa menolak setengah mati.

.

.

.

"Sejak kapan kalian seakrab ini?" Jongdae duduk di samping Sehun sambil membuka kotak bekal-nya.

"Sejak hari ini." Jawab Jongin sambil melahap roti di tangannya. Ia benar-benar memaksa Sehun membelikannya makan siang.

Sehun hanya diam sambil merutuk dalam hari, 'Kenapa ia bisa bersama makhluk-makhluk Hyper ini?'

Lalu tak lama kemudin Baekhyun datang sambil memperlihatkan wajah lesu. Ia duduk lalu mengambil minuman Jongin tanpa permisi.

"Hya! Kau! Kebiasaan mu itu menjijikan tau," Jongin hampir saja mendorong tubuh Baekhyun.

Baekhyun hanya membalas dengan tatapan 'Bodo amat'. Lalu ia melihat ada satu lagi orang yang bergabung dengannya. Oh Sehun, mereka memang tidak sekelas. Tapi ia tahu gosip tentang Oh Sehun. Baekhyun mengamati Sehun dengan seksama. Baru kali ini ia melihat Sehun dari jarak yang sangat dekat. Lalu sebuah senyuman muncul di bibirnya. Tidak salah lagi.

"Aku semalam melihatmu," Baekhyun berbisik di telinga Sehun, membuat laki-laki berkulit pucat itu membelalakan matanya lebar.

"Aku tidak tahu apa maksudmu." Sehun tidak mau menyerah begitu saja.

"Apa aku perlu bertanya pada teman-temanku untuk memastikannya?"

Sehun membeku, ia benar-benar berada di ujung tanduk. Yang bisa ia lakukan hanyalah menatap kosong ke arah Bakhyun yang tersenyum penuh kemenangan.

"Apa yang kalian bicarakan? Apa kalian seakrab itu?" Jongin menginterupsi.

"Hya, Kalin, Semalam itu kalian melihamppppphhhh..."

Sehun membungkam mulut Bakhyun.

"Apa yang kau inginkan?" Sehun mencoba membuat penawaran.