Title: Our B―
Cast: Johnny Seo; Jaehyun Jung; Taeyong Lee
Pairing: JohnYong ; JaeYong
Rating: M
Warning:
MxM. Mature content. NC21. PWP. Threesome. Raped. Forced Sex. Humiliation. Curse. Drugs use. Alternative Universe. Out of character. Typo everywhere.
Standard declaimer applied
Jaehyun tidak pernah memiliki penyesalan dalam hidupnya yang bisa dikatakan sebagai jenis kehidupan yang diimpikan banyak orang di luar sana. Tampan, kaya raya, pintar. Visual, status sosial, keterampilan. Ia punya semuanya.
Sebagian besar ia peroleh karena keberuntungannya yang memang terlahir sebagai anak laki-laki tunggal dari pasangan keluarga terpandang. Sebagian lagi adalah buah atas dasar kehati-hatiannya dalam bertindak.
Jaehyun tidak pernah gegabah dalam melakukan sesuatu. Segala sesuatu ia pikirkan secara matang dan penuh pertimbangan, karena menurutnya untuk itulah kegunaan otaknya. Bukan hanya sekedar pajangan melainkan untuk dipakai. Melakukan sesuatu yang bodoh adalah hal yang paling ia hindari, orang yang melakukan hal bodoh adalah jenis orang yang ia benci.
Meski begitu, Jaehyun tidak pernah ragu mengambil resiko untuk melakukan apa yang ia inginkan. Meski segala sesuatu tak selalu berakhir seperti bayangannya, dan ada kalanya keputusannya itu membuat hasil yang melenceng jauh dari rencananya. Tak masalah, selama semuanya masih under control-nya. Mungkin, ini adalah salah satu gen dari sang ayah, yang merupakan seorang pengusaha besar, yang menurun padanya.
Jaehyun tidak mengira semua hal yang disebutkan tadi hanya akan berubah menjadi sebuah omong kosong hanya karena satu wanita yang muncul di kehidupannya.
Jung Chaeyeon.
Yeah, meski enggan mengakui secara lisan. Jaehyun tetap menyesal karena telah kehilangan Chaeyeon.
Waktu yang mereka habiskan bersama adalah saat-saat terbaik baginya. Dengannya, Jaehyun tidak peduli lagi mengenai hal-hal yang biasanya paling ia pedulikan―penampilan, status, kepopuleran, apa itu? Cukup dengan membuat wanitanya bahagia, dan dirinya diperlakukan sama, Jaehyun sudah puas. Ia sendiri tak menyangka akan menjadi tipe laki-laki yang terlalu lemah terhadap cinta, seperti itu. Fuck. Sebelumnya Jaehyun bahkan sangsi bisa merasakan cinta itu sendiri.
Mungkin jika aku bisa melakukan semuanya dengan lebih baik, aku takkan kehilangannya.
Mungkin jika perasaannya tidak sampai sedalam ini, Jaehyun tidak akan merasakan bagaimana rasanya sesuatu yang selalu ia ejek bodoh, yang sudah terlalu sering menjadi alasan dari perlakuan tak masuk akal dari orang-orang yang ia kenal, patah hati.
Setelah Chaeyeon memutuskannya, Jaehyun pulang ke apartemennya dengan linglung, merasa tidak berharga. Seakan hidup tanpa arti. Tapi Chaeyon justru melupakannya dengan begitu mudah, dan tidur dengan Taeyong, temannya. Fuck. Itu berkali lipat lebih buruk. Jaehyun merasa sangat marah hingga kehilangan kendali atas dirinya dan melakukan hal bodoh. Kenapa aku melakukan itu pada Taeyong? Pikirnya.
Taeyong…
Seseorang yang sudah ia kenal, sejak keduanya masih berusia lima tahun.
Ia ingat saat sosok kecil keduanya berada di dapur, membantu ibu Jaehyun membuat kue. Taeyong tersenyum ke arahnya dengan gigi depannya yang hilang karena baru dicabut dan kilatan senang di matanya. Mereka sedang menghias kue-kue yang baru matang dengan krim.
.
"Lihat, Jaehyunnie! Aku membuat wajahmu di kue ini!"
"ITU TIDAK MIRIP SAMA SEKALI!"
"Tapi mata sipit dan wajah bulatnya sama! Hahaha."
"TIDAK!"
"Sama~"
"TIDAK!"
"Sama~! Sama~! Sa-AAAAA!"
.
Jaehyun mendorong Taeyong dari kursi saat itu hingga temannya itu jatuh dan menangis keras. Kepalanya terbentur sudut lancip meja, berdarah. Ibu Jaehyun datang dengan cepat, mengutuk dirinya sendiri karena meninggalkan mereka berdua untuk pergi ke kamar sebentar. Ibu Taeyong datang dengan marah tak lama kemudian, membawa anaknya pergi setelah ibu Jaehyun meminta maaf atas kelakuan anaknya. Mereka tidak pernah bermain bersama lagi sejak itu. Karena keluarga Jaehyun juga harus pindah ke Amerika.
Tapi Jaehyun selalu mengingat ucapan ibu Taeyong.
"Benar-benar anak nakal! Kasar! Kau tidak boleh dekat-dekat dengannya, Taeyongie! Dia hanya akan berpengaruh buruk padamu. Kita ke rumah sakit sekarang."
Menyesal. Jaehyun sangat menyesal.
Sejak saat itulah Jaehyun berubah menjadi dirinya yang sekarang. Berusaha keras untuk mengesankan orang lain dengan semua kelakuaannya. Berusaha menjadi Jung Jaehyun yang sempurna.
Saat ia kembali ke Korea, ia kembali bertemu dengan Taeyong. Hubungan mereka memang tak kembali seperti dulu, tapi tetap berteman. Kedatangan Johnny diantara keduanya membuat semua semakin buruk.
Johnny…
Jaehyun akan menyalahkan Johnny atas segalanya. Mungkin benar, jika sebagian besar kesalahannya yang menyetujui begitu saja rencana gilanya. Tapi jika saja Johnny tak mengatakan itu, mengatakan bahwa Taeyong telah tidur dengan Chaeyeon, mungkin semuanya tidak akan seperti ini. Kemarahan sudah menutupi kewarasanya. Karena itu Chaeyeon. Chaeyeonnya.
Jaehyun tahu jauh dalam lubuk hatinya ia menyadari, jika Taeyong sama sekali tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu. Tapi ia belum bisa menerima sepenuhnya atas perbuatan yang telah ia lakukan.
Chaeyeon… bagaimana dengannya? Jaehyun bertanya-tanya.
Jaehyun mengambil ponsel, menekan nomor sang mantan kekasih dengan hati-hati.
"Kau harus berhenti menelponku, Jaehyun."
"Dan kau harus berhenti mengangkatnya," balasnya. Jaehyun sama sekali tak bisa mengenali suaranya sendiri. "...Kenapa?" tanyanya serak.
"Kenapa apa? Kenapa aku mengangkat teleponmu?"
"Kenapa kau... dengan Taeyong..."
Tak ada jawaban dari seberang selama semenit penuh. Ah, jadi perkataan Johnny memang benar. Jaehyun masih berharap jika akan ada penyangkalan, tapi yang ia dapat hanya rasa sakit. Shit.
"Darimana kau tahu?"
"Chaeyeon…"
"Itu bukan urusanmu lagi, Jaehyun."
Jaehyun tahu mantan kekasihnya itu berusaha keras meredam emosinya, berkata sedatar mungkin. Chaeyeon ahli melakukannya sejak dulu.
"Aku ingin kau jangan menemuinya lagi."
"Kau bukan siapa-siapaku lagi dan tak berhak mengaturku. Aku bisa menemui siapapun yang kumau." Hela nafas berat terdengar dari seberang. "Aku tidak tahu darimana kau mengetahuinya. Tapi lupakan saja. Kita sudah selesai. Jaga dirimu."
Telepon ditutup.
Bagaimana bisa Chaeyeon melakukan ini padanya? Apa dia tidak mengerti? Apa dia benar-benar menyukai Taeyong? Laki-laki brengsek yang sama sekali tak peduli padanya, yang hanya mempermainkannya? Memanfaatkannya dengan menggunakan tubuhnya hanya untuk show off?
Jaehyun merasa harus melindungi Chaeyeon, meskipun mantan kekasihnya itu takkan pernah peduli padanya lagi.
Shit. Lee Taeyong, kau memang layak mendapatkan ini. Itu keputusan finalnya.
Genggaman tangan Jaehyun pada ponsel menguat. Ia bisa mendengar kemarahan dalam suaranya sendiri yang berbisik geram, "Akan kupastikan sendiri dia takkan menemuimu, atau gadis manapun lagi."
Jaehyun hanya memandang datar pemandangan di depannya.
Lee Taeyong ada di sana, dibaringkan di atas meja makan dengan kaki terbuka lebar dengan Johnny yang menghujam lubangnya tanpa ampun. Ia tak berdaya karena kedua tangannya ditahan di atas kepala hanya dengan satu tangan besar Johnny, sementara tangannya yang lain memegang camrecorder, mengabadikan adegan erotis dan tiap ekspresi sakit bercampur nikmat dari Taeyong yang sedang ia setubuhi, juga bagaimana penisnya keluar masuk di lubang kemerahan milik Taeyong yang berkedut-kedut itu.
Waktu yang temannya itu berikan pada Taeyong untuk istirahat, sepertinya sudah habis.
"Young-ho… Ahh! Yo-youngho…"
"Fuck. Taeyongie baby, kau harus lihat dirimu sekarang, kau benar-benar seperti jalang. Fuck!" Hentakkan semakin kuat, menghujam tanpa ampun. Tubuh dan bahkan meja yang mereka gunakan berguncang-guncang hebat. Tak butuh waktu lama sampai Taeyong menjerit keras meneriakan nama 'Youngho' lalu menyemburkan cum di perut dan dadanya sendiri.
"Ouh, yess baby, ketatmu lubangmu terus seperti itu!" Youngho belum berhenti. Ia mempercepat gerakannya dan merasa akan sampai sebentar lagi. Ia menaruh camrecordernya di kursi samping, merasa sudah cukup merekam. Kemudian beralih sepenuhnya pada Taeyong demi mengejar pelepasannya. Tangannya mencengkram kuat pinggul Taeyong hingga mungkin bisa meninggalkan bekas. Kembali menghentak. "Hng! I'll fill your hole with my creamy cum, babe. You like it, right?" hentakan demi hentakan tajam menghujam lubang Taeyong, pemiliknya hanya bisa mengerang mengeluarkan 'ah! ah! ah!' pelan dari mulutnya dengan kepayahan.
Jaehyun memandangi itu dengan mata berkilat. Melihat bagaimana Johnny bergerak liar. Satu, dua, hentakan hingga akhirnya sampai. Bagaimana matanya terpejam erat, ekspresi nikmat memenuhi wajah, lalu menyemburkan cumnya jauh di lubang Taeyong sekali lagi.
"Fuuuuuck!"
Itu erotis. Sangat erotis di matanya.
Jaehyun yang saat itu hanya memakai celana jeans hitam, bisa merasakan penisnya mulai berkedut lagi.
Tubuh Taeyong langsung tergelatak lemah di atas meja makan saat Johnny melepaskan pegangannya, menjauhi tubuh itu untuk mendekati Jaehyun setelah memakai boxernya. "Darimana? Kau terlalu lama," ujarnya santai. Ia mengambil camrecordernya, guna melihat isinya. "Aku mendapat video bagus," seringainya, melirik pada tubuh Taeyong tak bisa beranjak dari tempatnya. "Setelah ini dia takkan berani mengadu atau menolak perintah kita lagi. Karena jika dia melakukannya, aku akan menyebarkan video ini dan membuatnya kehilangan muka sekaligus reputasinya," Johnny tertawa sinting.
Jaehyun membalas dengan seringai, ide mengenai membuat Taeyong hancur hingga seperti itu terdengar menjanjikan. Mungkin nanti ia bisa mengambil video itu diam-diam dan menyebarkannya tanpa sepengetahuan Johnny. Nanti. Setelah ia selesai menggunakannya.
"Aku harus pergi, ada urusan dengan Sehun. Kau di sini saja, pakai kamar tamu, atau mau dimana pun terserahmu lah, asal jangan pakai kamarku," beritahu Johnny sambil menepuk bahu Jaehyun.
Ia kembali pada Taeyong yang terkapar, menamparnya hingga sadar. Tangannya mencengkram dagu Taeyong kuat, memberi perintah dengan berbisik mengancam, "Dengar, tugasmu selain memuaskan Jaehyun adalah membereskan semua kekacauan ini. Kau mengerti, kan? Pastikan semuanya bersih saat aku pulang. Karena jika tidak aku akan membuatmu menyesal."
Kepala itu terangguk lemah.
Johnny menyeringai puas, menepuk-nepuk pipinya lalu menciumnya sekilas, "Good boy."
"Kapan kau kembali?" tanya Jaehyun.
"Mungkin nanti malam, atau besok pagi, tergantung," katanya. Ia berjalan ke kamar, hanya untuk memakai tshirt dan mengambil jaket, ponsel, dompet, dan kunci mobil. Sebelum pergi ia berkata, "Tenang saja, biar aku yang mengabari orang tua Taeyong jika dia akan menginap di sini malam ini. Kau pakai saja dia sampai puas," suara tawanya bergema di ruangan itu sebelum menghilang di balik pintu.
"Ahh…"
Jaehyun hanya mendengus. Memandang Taeyong yang kini bersusah payah mencoba turun dari atas meja namun malah jatuh begitu saja di lantai. Ia bahkan tak bisa menolak saat Jaehyun mengangkat tubuhnya masuk ke ruang tamu karena terlalu lemas.
"Merepotkan saja."
Bisa saja Jaehyun langsung melakukannya di sana, menyetubuhi tubuh itu sampai puas saat ini juga. Tapi melihat lubang bawah Taeyong yang sudah penuh dengan cairan cum dan darah, Jaehyun urung. Akan lebih baik jika jalangnya ini dibersihkan dulu, sebelum kembali dikotori, kan?
Menjijikkan! Menjijikkan! Menjijikkan!
Taeyong merasa seluruh tubuhnya kotor, kotor yang tak juga hilang meski seberapa keraspun ia coba membersihkannya. Permukaan kulit merah, akibat gosokan keras dari tangan-tangannya sendiri. Tubuh ringkih dibuat sekecil mungkin menyadar di dinding kamar mandi, menggigil tak henti. Tersungkur tepat di bawah guyuran shower yang membuat sekujur tubuh tersapu dingin. Kepalanya terkulai lemas di atas tumpuan kedua lutut tertekuk, pening. Lelah menangis.
"Aku menyuruhmu membersihkan diri."
Tersentak, tubuhnya terserang tremor hebat. Jaehyun berdiri sambil memandangnya tak senang, membuat nyalinya menciut seketika―mundur perlahan hingga menekan dinding. Tubuhnya remuk, sakit sekujurnya. Takut. Bibir membiru tergerak pelan, serak bicara, "A-aku sedang melakukannya―a-ah!"
Tarikan di rambut belakang kepala membuat Taeyong mendongak. Lalu terdengar decihan keras. Dua jari dari sebelah tangan lain Jaehyun dimasukkan kasar pada lubang bawah Taeyong, membuatnya meringis sakit, sebelum dikeluarkan kembali bersama segumul cairan lengket kemerahan yang langsung tersapu tetes air. "Kau bilang ini membersihkan diri? Lubangmu masih penuh cum dan darah, bitch!" ujarnya kesal. "Sekarang biar kutunjukkan bagaimana seharusnya kau membersihkan diri."
"AHH!"
Taeyong berteriak saat Jaehyun dengan begitu tiba-tiba membuka lebar kakinya lalu menekan perutnya keras, membuat sesuatu mengalir deras melalui lubangnya, yang masih terisi oleh dua buah jari―yang ikut membantu mengeluarkan cairan itu dari sana.
Membuat Taeyong bersih seperti apa yang ia inginkan.
Air mata mulai menuruni pipinya, tapi Jaehyun justru berseringai senang. Menciumi bahu dan leher Taeyong yang masih menutup matanya rapat-rapat. "Tenang saja," bisiknya dengan suara rendah, menikmati setiap ekspresi wajah temannya itu dari dekat. "Lubangmu akan terisi dengan cum ku tak lama lagi," tambahnya, masih memainkan dua jarinya di dalam sana―menusukkannya hingga menyentuh pusat kenikmatan Taeyong berulang-ulang. Sebelah tangannya sibuk menarik, mencubit dan memilih nipplenya.
"A-ah! Jae- Jaehyun-hhh!" Menjijikkan! Berhenti mendesah! Jangan bertingkah seperti kau tengah menikmati semua pelecehan darinya, Taeyong! "A-aku- aku akan- ahhhh!"
Jaehyun tertawa puas, melihat cairan cum putih kental dari penis Taeyong mengotori perut dan dadanya. "Keluar hanya dengan dua jariku di lubang laparmu? Ck, kau benar-benar sudah menjadi jalang rupanya," komentar Jaehyun sinis. Dengan kasar diangkatnya tubuh itu hingga berdiri, menariknya keluar dari kamar mandi dengan paksa, membantingnya hingga punggungnya membentur dinding. Matanya menjelajahi tubuh Taeyong dengan nafsu. Untuk menghancurkannya.
Pemandangan itu membuat mulut Taeyong terasa kering. Itu adalah senyum kekanakkan yang sama yang selalu Taeyong rindukan dari Jaehyun, teman kecilnya dulu. Yang selalu terlihat manis dan menggemaskan dengan dimple di kedua pipinya. Tak ada yang berbeda. Tapi kali ini, bukan perasaan yang sama seperti dulu yang ia rasakan saat melihat senyum itu, melainkan takut berlebihan.
"Aku sudah menunggu lama untuk ini. Aku tahu kau akan menikmatinya, Taeyongie," ucapnya manis.
Taeyong merasakan sesuatu tak nyaman di perutnya. Benarkah yang di depannya adalah Jaehyun yang sama yang ia kenali? Jung Chaeyeon… sebegitu berharganya kah gadis itu? Sebesar apa perasaan Jaehyun padanya? Apa Jaehyun sangat mencintai gadis sialan itu hingga begitu berniat menghancurkannya?
Jaehyun mendorong keras bahu Taeyong, memaksanya untuk berlutut.
"Kau tahu apa yang harus kaulakukan."
Jangan lagi!
Kumohon mimpi buruk apapun selain ini!
"Tunggu, Jaehyun. Kumohon! Aku tidak mau melakukan ini lagi," katanya mengiba, ia mendongak sambil memegangi kaki Jaehyun. Entah seberapa besar ia akan membenci dirinya jika ia harus merasakan penghinaan seperti itu lagi terulang. Taeyong tahu jika Johnny yang mempengaruhi Jaehyun, temannya itu sempat mau membantunya sebelum ini. Ia tak bisa menentang Johnny sebelum ia mendapat kembali video itu. Tapi Jaehyun, ia masih berharap belas kasihan dari temannya itu selama Johnny tidak ada. Ini kesempatannya! Jika Jaehyun mau membantunya, ia bisa mengambil camrecorder dan menghapus video itu, lalu pergi jauh, menghilang dan tak usah kembali lagi dalam permainan sinting Johnny Seo! "Te-tentang Chaeyeon, kita bisa bicarakan hal itu. Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Aku dan dia, kami hanya―"
Ucapannya tidak selesai karena Jaehyun langsung menampar keras wajahnya, sakit sekali. Rambut di belakang kepalanya kembali di tarik hingga Taeyong mendongak, "Mulutmu tidak diperuntukkan bicara, tapi untuk memuaskanku. Sekarang mulai bekerja dan jadilah jalangku yang baik malam ini. Kecuali jika kau ingin aku menyebarkan video itu sekarang juga."
Ini tidak berhasil.
Tak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu kesempatan untuk kabur dari tempat ini saat Jaehyun lengah.
Tapi apakah kesempatan itu akan benar-benar datang?
Dengan kaki berlutut dan tangan gemetar, Taeyong meraih pinggang Jaehyun. Melepaskan perlahan kaitan celana jeans hitam yang dikenakan Jaehyun, membuka resletingnya dan menarik kain-kain penutup itu ke bawah hingga tak tersisa. Penis setengah keras milik Jaehyun terbebas dan bersentuhan dengan dagunya, bermain di bawah tatapannya. Benda itu keras, memerah diujung, dengan urat-urat yang menonjol dan juga berdenyut. Jaehyun mendorongnya ke arah bibir Taeyong dan Taeyong membuka mulutnya patuh, mengulumnya tanpa protes. Benda itu terasa panas di dalam mulutnya.
"Fuck!"
"Mmhh. Mmmh. Hhh-ahh!"
Jaehyun memompa penisnya itu dalam mulut Taeyong dengan begitu brutal, hingga Taeyong bersusah payah agar tidak tersedak karena benda yang kini mengisi mulutnya dan terus menyodok masuk-keluar ke tenggorokkannya hingga ia kesulitan bernafas. Ujung matanya terasa pedih menahan air mata. Taeyong merasa dirinya tak lebih dari seonggok mainan tak berharga dengan perlakuan seperti ini!
"Ohh! Fuuuuuuuuck," lenguhnya saat memuncratkan cumnya ke sana, membuat Taeyong tak punya pilihan selain menelannya hingga tandas. Jaehyun terus memompa penisnya di mulut Taeyong sampai merasa benda itu mulai melemas kembali. "Fuck, mulutmu ini sangat berbakat, Yongie," pujinya sambil mengelus bibir bawah Taeyong. Ia menarik keluar penisnya dan Taeyong langsung menyeka sisa-sisa cairan di bibirnya dengan punggung tangan.
Aku mau muntah!Pikir Taeyong menahan mual.
Tanpa berkata apa-apa, Jaehyun membawa Taeyong ke arah tempat tidur, membanting tubuhnya dengan kasar ke atasnya.
"Kita baru saja mulai."
Jaehyun melepas celananya yang tadi baru terbuka hingga sebatas paha sampai benar-benar telanjang.
Taeyong menatapi tubuh itu dengan tatapan yang tidak seharusnya. Tubuh Jaehyun, setiap kontur tubuhnya berotot, kekar, dengan bahu lebar, dada bidang, perut berabs dan penis setengah teracung disinari cahaya lampu kamar yang seakan mengejek Taeyong. Tubuh dari seorang atlit yang selalu membuat Taeyong iri. Dengan wajah tampan, Jaehyun tak jauh berbeda dengan deskripsi dari dewa-dewa mitologi.
Bagian gelap dari diri Taeyong dengan senang hati memuja Jaehyun. Ia ingin berada sedekat mungkin dengan kehangatan memabukkan yang ditawarkan oleh tubuh itu, putih, mulus, sempurna―
Lalu tiba-tiba saja setiap ucapan Johnny kembali terngiang di pikiran Taeyong.
.
"Kau mendapatkan apa yang kau inginkan. Don't pretend as if you don't like it. Aku tahu penismu semakin keras saat kau dipaksa menservice penis Jaehyun tadi. Siapa bajingan gay sakit sekarang, hum?"
"Berterimakasihlah padaku yang telah membuatmu menyadari tempatmu yang seharusnya. Membuatmu menemukan jati dirimu yang sesungguhnya, babe."
"Kau menikmati ini, kan? Setiap perlakuan kasar yang kau terima, kau menikmatinya, kan?"
"Fuck, fuck, fuck! Take it, babe! Ahhh! Kau ingin terus aku mengisi lubangmu seperti ini, kan? Menggenjot penis besarku ini ke dalamnya. Hhh-ahh!"
"Kau tak lebih dari seorang cocksucker, Taeyongie baby. Jalang kesepian yang haus perhatian dan pengakuan dari orang-orang."
"Mulai sekarang dan seterusnya, kau adalah milik kami. Lee Taeyong, kau dengar? You're our bitch."
.
Tidak!
Tidak!
Tidak! Tidak! Tidak!
Lee Taeyong kau sudah gila! Apa yang sudah mereka lakukan padamu?!
Ia tak pernah sekalipun membayangkan ada di posisi seperti ini, dengan pemikiran seperti itu! Ini semua menjijikkan! Apa yang Johnny dan Jaehyun lakukan padanya adalah sebuah penghinaan terbesar dalam hidupnya sebagai laki-laki!
Lalu kenapa…?
Taeyong terlalu larut dalam pikirannya sendiri hingga tak sadar Jaehyun sedang menatapinya dengan seringai, dengan sebuah botol kecil bertuliskan obat perangsang tertempel di sana.
Siapa yang tahu jika Johnny akan memiliki benda seperti ini? Jaehyun hanya kebetulan menemukannya di laci meja nakas saat mencari pematik untuk menyalakan rokoknya. Selain berbungkus-bungkus kondom, banyak sekali botol-botol obat perangsang. Jangan bilang jika dia juga mengoleksi sex toy. Teman sialan itu rupanya freak juga, pikir Jaehyun. Tapi terimakasih, karena itu menjadi sangat berguna di saat seperti ini.
Jaehyun tak pernah membenarkan penggunaan obat-obatan untuk mengambil keuntungan dari seseorang sebelumnya. Menurutnya itu cara murahan yang tak ia perlukan. Karena setiap orang biasanya akan bertekuk lutut dengan pasrah di hadapannya cukup hanya dengan pesonanya. Tapi persetan, ia memutuskan untuk mengesampingkan prinsip hidup dan moralitasnya untuk sementara waktu demi memberi pelajaran pada si pemuda Lee.
Mendengarkannya menjerit kesakitan saat dimasuki sudah tidak menyenangkan lagi. Akan lebih menyenangkan jika melihat temannya itu menderita menyentuh dirinya sendiri dengan frustasi. Mendengarnya menjerit, meminta, memohon-mohon, mengemis agar lubangnya dimasuki oleh penis besarnya.
Seperti slut, karena memang itulah perannya untuk Jaehyun malam ini.
Dengan sebelah tangan ia mencengkam wajah Taeyong, membuatnya terpaksa membuka mulut. Sebelah tangan yang lain ia gunakan untuk membuka tutup botol kecil itu, lalu menuangkan seluruh isinya pada mulut Taeyong, yang langsung tersedak hebat karena tak siap menerima cairan. Melihat gelagatnya yang seperti akan memuntahkan apa yang seharusnya ia telan, Jaehyun menutup mulut itu dengan sebelah tangan. "Telan," paksanya.
Dengan susah payah Taeyong melakukan seperti apa yang diperintahkan, tersedak kecil sambil menepuk-nepuk dadanya kemudian. "Uhk―"
Jaehyun menyeringai puas sambil beranjak dari tempat tidur, mengambil sebatang rokok dan mulai menyulutnya. Sebenarnya ia bukan tipe remaja yang senang dengan benda bernikotin itu, tapi ia membutuhkannya sekarang, bersama beberapa botol minuman keras dari dapur Johnny. Persetan jika temannya itu marah, Jaehyun tak mau ambil pusing.
Akan butuh sedikit waktu sampai obatnya bekerja, mungkin sekitar sepuluh menit.
Dan benar saja, sepuluh menit kemudian tubuh Taeyong mulai gemetaran, bergerak dengan gelisah di atas tempat tidur. Obatnya mulai bekerja, ia mengerang dan terengah-terengah keras. Memeluk tubuhnya sendiri membentuk bola.
Jaehyun mematikan rokok, meminum hingga tandas isi dari gelasnya, baru kemudian berjalan mendekatinya. "Taeyong?" panggilnya berulang, ia tak mendapat jawaban apapun. Tangan Jaehyun menyentuh bahunya dan sekujur tubuh itu langsung meremang. Jaehyun mengelus bongkahan pantat Taeyong, meremasnya perlahan. Dan yang ia dapat sungguh luar biasa, lenguhan terdengar semakin keras, tubuhnya menggeliat tak beraturan.
"Ahhh! hh-ahh! Jae-Jaehyun-hhh, panas! Tu-buhku… panas sekali-hhh. Ahh!"
Jaehyun mengganggap ini sebagai pertanda baik, karena inilah efek yang ia inginkan. Dengan cepat ia mengubah posisi hingga mengangkangi perut Taeyong, menjambak beberapa rambutnya memaksa untuk mendongak. Taeyong membuka matanya perlahan untuk melihat Jaehyun, matanya sayu, berkaca-kaca, tidak fokus. Seluruh wajahnya memerah oleh gairah yang mendera tubuhnya. Shit! He's hot. Ekspresi wajahnya sungguh menggairahkan hingga penis Jaehyun di bawah sana langsung tersentak bangun.
"Jae -Jaehyun-hhh tolong-hhh aku."
"Baiklah," katanya. Mengusap beberapa peluh dari dahi Taeyong. "Be a good boy dan tunggu aku di sini." Taeyong tak mengatakan apa-apa. Jaehyun meninggalkannya di atas tempat tidur untuk keluar dari kamar, demi membawa camrecorder yang ditinggalkan Johnny di atas meja ruang tengah. Setelah dipikir, ia tak perlu mencuri video milik Johnny untuk mengancam atau menghancurkan si pemuda Lee, ia bisa membuatnya sendiri.
"A-ahh! Hhh―"
Begitu kembali, Jaehyun dibuat cukup terhibur dengan pandangan yang tersaji di depannya. Lee Taeyong masih berbaring di sana, sekujur tubuhnya berkeringat, dengan tangan memainkan penisnya, keras-keras, sekaligus menusukkan jari-jarinya ke dalam lubang pantatnya yang terangkat tinggi dari belakang, desahannya menggila memenuhi ruangan.
"Kau sudah mulai? Tanpa meminta izin dariku?"
"Mmh! Jaehyun, tubuhku-hhh tubuhku panas sekali," keluhnya sambil terus menyentuh dirinya sendiri.
Belum cukup! Rasanya belum dan takkan pernah cukup! Taeyong ingin Jaehyun yang menyentuhnya!
Jaehyun berjalan ke sudut lain ruangan, menaruh camrecorder yang sudah ia nyalakan di meja dengan posisi yang tepat untuk merekam apa yang terjadi di tempat tidur nanti, lalu bergerak menuju Taeyong. Penisnya yang tak ditutupi apapun berdenyut-denyut, semakin keras tiap detiknya. Shit, aku pasti akan menikmati ini, pikirnya.
Tatapan Taeyong meliar menuju penisnya. Kedua tangannya terangkat di udara ke arah Jaehyun, layaknya anak kecil meminta digendong, setelah frustasi karena sentuhannya sendiri tak bisa membantu banyak. "Ahh- please. Aku membutuhkanmu dalam diriku, Jaehyun!"
Jaehyun menyeringai puas. Taeyong sudah terdengar seperti slut sungguhan sekarang. Tapi ia ingin mendengar lebih banyak lagi sebelum memberinya apa yang dia inginkan.
"Kau ingin ini, slut?" tanya Jaehyun sambil mengurut penisnya sendiri hingga tegak sempurna di hadapan Taeyong. "Katakan padaku seberapa besar kau menginginkannya."
"Ouh, Jaehyun-hhh," matanya menatap sayu, tak pernah lepas dari Jaehyun. "Please, oh my god, Jaehyun," mulainya, kewarasannya sudah hilang. Persetan dengan harga diri! "I want your fucking cock. Please, I want your big cock so bad. Please fuck me! Fuck me hard like a—fuck me like a slut, ohh, yes, like your slut—" Kepalanya tergerak-gerak di atas bantal, kedua tangannya sibuk bermain dengan lubang bawahnya, memamerkannya pada Jaehyun, membukakannya dengan senang hati, meminta dimasuki saat itu juga. "I'll be your bitch, Jaehyun , your little whore. Just use me as you please and ohh! Fuck! Just please, please rub that big cock in me, never stop fucking me―Nyaaaahhh!"
Jaehyun langsung menerjang tubuh itu, melesakkan kepala penisnya begitu saja dalam lubang berkedut itu sambil mengumpat-ngumpat. "Fuck, Taeyong! Fuck!" Dirty talk yang Taeyong ucapkan terdengar jauh lebih kotor dari bayangannya, membuatnya tak bisa tahan lebih lama untuk teasing. Jaehyun menusukkan kepala penisnya beberapa kali, membuat Taeyong memekik. Pemuda itu benar-benar kehilangan dirinya, hanya bisa meremas helai sprei di bawahnya sambil menjerit-jerit layaknya jalang.
"Ouh! Yesss, Jaehyun! It's feel so good! Masukkan lagi! Lebih dalam, hhh-ahh!"
Jaehyun bertanya-tanya bagaimana Taeyong akan bereaksi di saat seperti ini jika tidak diberi obat perangsang. Pasti pemuda itu akan memberontak dan menjerit meminta dilepaskan. Tapi bukannya tidak mungkin ia justru akan memilih membunuh dirinya sendiri setelah melihat video rekamannya yang dengan tanpa malu-malu minta disetubuhi pada Jaehyun seperti tadi. Memikirkannya saja membuat Jaehyun kegirangan.
"Fuck." Jaehyun mulai menyodokkan sepanjang penis kerasnya dengan paksa pada lubang Taeyong, terkagum dengan seberapa panas lubang itu terasa mengapit penisnya. Ini adalah pengalaman pertamanya melakukan anal seks, dan fuck ini membuatnya ketagihan.
Tadinya Jaehyun hanya ingin memberikan Taeyong pelajaran, membuatnya mabuk dalam kenikmatan tak terlupakan hingga kembali untuk meminta kenikmatan seperti ini lain kali. Turn him into gay agar ia tak akan menemui Chayeon, atau bahkan gadis manapun lagi. Tapi siapa sangka jika Jaehyun juga akan begitu menikmati ini?
Ia memposisikan kaki Taeyong di pundaknya. Lubang itu terasa menghisapnya kuat saat ia menyodokkannya masuk. Menatap lurus pada mata Taeyong yang sayu, Jaehyun menenggelamkan seluruh penisnya dalam lubang itu, memasukinya dengan paksa hingga bola kembarnya bersentuhan dengan pantat Taeyong. "Shit, you're so tight." Meski Johnny sudah memasukinya dua kali, lubangnya tetap terasa ketat dan panas di sekitar penis Jaehyun.
Jaehyun tidak sekalipun memutuskan kontak mata dengan Taeyong saat mulai menggerakkan pinggul. Menarik penisnya sejauh mungkin sebelum melesakkannya lagi sedalam-dalamnya.
Taeyong tampak bingung, kesakitan, dan penuh kenikmatan pada waktu yang sama. Ekspresi itu benar-benar membuatnya turn-on. Membuatnya tak bisa menunggu lebih lama untuk mem-fucknya hingga ia menjerit layaknya jalang. Ditariknya penisnya keluar, lalu dilesakkan dalam-dalam bersama seluruh beban tubuhnya yang jatuh menimpa Taeyong dari atas.
Sebuah senyum sedih tercipta di bibir Taeyong bersamaan dengan tubuhnya yang terguncang-guncang hebat akibat menerima hantaman penis Jaehyun yang bergerak semakin cepat, brutal, dan berulang-ulang menyentuh prostatnya. Bibirnya mengalunkan erangan-erangan kotor. "Ahhhhh! Ah! Ahhh! Hh-aah- Ohh!"
"God, kau benar-benar terdengar seperti pelacur sekarang, Taeyong," katanya denga nafas terengah. Suara yang keluar darinya terdengar jauh lebih merdu dan menggairahkan dibanding seluruh gadis yang pernah Jaehyun tiduri. Bahkan Chaeyeon, yang selalu ia puji sebagai partner ranjangnya yang paling luar biasa. Tangannya menampar paha Taeyong sambil terus bergerak.
Jaehyun merasa begitu maskulin, dominan, in control, melihat bagaimana Taeyong meminta belas kasihan darinya, menikmati penisnya seperti pelacur yang tak tahu malu.
Meskipun ada di sana, sebuah pertanyaan di pikiran Jaehyun, yang bertanya-tanya: bagaimana ini bisa terjadi begitu saja? Ini terlalu mudah. Perasaan apa yang ia rasakan saat ini? Saat ia sudah berhasil menyetubuhi Taeyong, mengukungnya di bawahnya dan membuatnya mendesah tanpa henti. Dia sudah memiliki Taeyong. Kepuasan semacam ini, apakah ini normal? Apakah ini memang hal seharusnya yang dirasakan olehnya?
Jaehyun melarikan matanya pada Taeyong, mencoba menemukan jawaban pertanyaan itu. Tapi tak ada di sana. Yang terlihat hanya sepasang mata cokelat indah yang tak fokus, terkabut oleh kenikmatan dan rasa sakit.
Jaehyun kembali melesakkan penisnya sekeras dan sedalam yang ia bisa, memunculkan suara jeritan nyaring yang tak pernah ia dengar dari Taeyong saat pemuda itu menyemburkan cum di perutnya sendiri.
"A-AAHH! JAEHYUUUUUN-!"
"Take my cum, slut! NGH!" Jaehyun kehilangan dirinya. Merasa remasan dan kedutan hebat dari lubang yang mengapitnya bisa membuatnya gila. "Fuuuuuuuuuuuuck!" Bergabung dan ikut mengerang begitu satu, dua hentakan terakhir dan ia mengeluarkan seluruh cum kentalnya di dalam lubang Taeyong, mengisinya hingga tak bersisa. Jaehyun berfikir: Ini adalah apa yang layak Taeyong dapatkan, tapi kemudian, ketika ia melihat raut kenikmatan di wajah itu, mungkin ini bukanlah hukuman paling sempurna untuknya.
Pandangan mata Jaehyun mengabur bersama orgasmenya. Tubuhnya runtuh menimpa Taeyong, dan hal pertama yang menyadarkannya adalah camrecorder di atas meja yang masih merekam mereka. Jadi, setelah Jaehyun mencabut penis dari lubang panas itu, ia bangkit untuk mematikan camrecorder, tersenyum puas melihat hasilnya.
Ia kembali menuju Taeyong yang kini sudah tertidur kelelahan di atas tempat tidur. Mengamatinya lekat-lekat. Rambut acak-acakan dan tubuh mulus penuh peluh, beberapa bekas tamparan merah di paha, bibir tipis kemerahan yang sedikit terbuka, cairan putih kental di sekitar area perut dan dada. Shit, he's so pretty.
"Lee Taeyong kau benar-benar sialan," gumam Jaehyun pada teman masa kecilnya itu. Ia mengambil selimut, menyelimutinya perlahan. Itu anehnya, terasa sangat intim. Ada keinginan kecil dalam dirinya untuk mengecup dahi, pelipis, dan bahkan bibir itu sekilas, tapi Jaehyun tak melakukannya.
Sadar telah memandangi terlalu lama, Jaehyun berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, mengenakan beberapa pakaian yang ia dapat dari lemari, kemudian pergi dari sana setelah memberi tahu Johnny lewat pesan singkat. Tak lupa membawa camrecorder itu.
.
"Jaehyunnie, ayo main bersama!"
.
Yang terngiang di kepalanya sepanjang malam adalah sesosok anak kecil dengan gigi depan hilang yang tersenyum lebar ke arahnya.
Seminggu berlalu dan Jaehyun tidak pernah mendengar kabar apapun dari Taeyong ataupun Johnny. Kehidupannya berjalan normal kecuali jika kini dua teman terbaiknya itu tak termasuk ke dalamnya. Kesibukannya seakan menelannya. Waktu kelulusan sebentar lagi dan Jaehyun menghabiskan waktu ekstra untuk mempersiapkan diri mengikuti tes universitas. Kedua orang tuanya menaruh harapan besar padanya sebagai pewaris satu-satunya keluarga. Tak ada yang istimewa, tapi ia tetap bersyukur kesibukannya itu bisa mengalihkan pikirannya dari hal yang tidak perlu.
Minggu berikutnya, begitu Jaehyun pulang, ia membuka pintu apartemennya perlahan. Menemukan sepasang sepatu familiar di sana.
Jaehyun langsung menuju ruang tengah. Itu adalah hal terakhir yang ia harapkan. Melihat satu sosok sedang berdiri memunggunginya di hadapan jendela. Ia tak siap untuk ini. Tak siap melihat sosok itu berbalik
"Jaehyun," panggilnya lembut.
"C-chaeyeon," suara Jaehyun pecah.
Tiga di sore hari, sinar matahari masuk melalui jendela memberi nuansa jingga lembut. Seberkas cahaya menyinarinya, membuatnya terlihat lebih indah dari yang terakhir kali ia lihat. Jari-jari kurus dan lentik menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. Cantik.
Jaehyun kembali diingatkan akan semua alasan kenapa gadis di depannya itu selalu terlihat sempurna di matanya. Dia mungkin bukan gadis paling cantik dan seksi yang pernah Jaehyun kencani, tapi dia adalah yang paling pintar, lucu, menggemaskan, segalanya. Sebuah teka-teki terbesar dalam hidup Jaehyun, yang untuk mengartikannya mungkin membutuhkan seluruh hidupnya, tapi sama sekali tak memberatkan Jaehyun.
"Aku tahu aku tak seharusnya datang ke sini setelah berlaku begitu egois, Jaehyun." Ia menjeda untuk waktu yang lama. "Aku memang bodoh."
Aku menaruh tas di meja, bergabung dengannya untuk berdiri di dekat jendela. Seberkas cahaya menyinari wajah Jaehyun. "Kau tidak bodoh," katanya.
"Aku bodoh, Jaehyun. Dan aku datang ke sini untuk memberimu penjelasan sebelum benar-benar pergi. Mungkin aku tidak seharusnya melakuakan ini... tapi aku harus. Kau pantas mendapatkannya."
Jaehyun merasa kosong. "Pergi?"
"Ya. Aku akan pindah ke LA."
Jaehyun cukup bodoh untuk berfikir, jika hanya untuk sepersekian detik tadi, ia yakin mereka akan berakhir bersama lagi. Begitulah efek wanita ini pada Jaehyun. Membuatnya berharap, cemas, dan takut. Dammit!Jaehyun benar-benar ia tak usah datang ke sini jika hanya untuk kembali mematahkan hatinya. Hatinya sudah hancur bak kepingan. Persetan dengan penjelasan, Jaehyun tak membutuhkannya!
Chaeyeon tertawa sedih, terpaksa. "Aku memutuskanmu karena aku tidak akan pernah membuatmu bahagia, Jaehyun."
"Omong kosong!" hardik Jaehyun, ia sudah tidak menyukai pembukaan dari bahasan mereka. "Omong kosong, Chaeyeon! Kau hanya takut, akui saja! Kau munkin berfikir jika hubungan kita takkan bisa bertahan lama karena sifatku. Aku memang tak bisa mempertahankan hubunganku dalam lama sebelum bersamamu, tapi aku mencintaimu, sialan! Lebih dari apapun!" Jaehyun berdecih, mengatur emosinya yang meledak-ledak. "Aku mengerti. Mungkin seharusnya aku tak membuatnya terlalu jelas. Hingga kau bisa mempermainku seperti ini! Fuck!"
"Terlalu jelas? Terlalu jelas katamu?" Chaeyeon ikut terbawa emosi. "Tak ada kejelasan mengenai perasaanmu! Satu-satunya alasanmu menganggapku istimewa adalah karena aku berbeda dengan wanita-wanitamu sebelumnya! Aku melihatmu sebagai dirimu, aku tak menginginkan uangmu, atau popularitas. Karena aku sudah punya keduanya! Kau terlalu mendramatisasi hubungan kita. Perlakuanmu selama ini memang manis, tapi yang terjadi sesungguhnya adalah kau tidak pernah benar-benar peduli padaku. Sama sekali… tiap kali aku mencoba terbuka padamu, aku bisa merasakan kau mencoba menarik diri. Apa kau ingin tahu apa yang lebih kau cintai di banding aku? Basket, pengakuan, seks, dan teman baikmu―Taeyong."
"Apa? Kau gila, Chaeyeon." Jaehyun benar-benar bingung sekarang. Bagaimana dia bisa berpikir jika Jaehyun tak peduli padanya? Jelas-jelas Jaehyun masih bisa merasakan rasa sakit akan perpisahan mereka saat ini, menginginkan mereka kembali bersama, seperti dulu. Dan omong kosong apa yang ia bicarakan mengenai Taeyong? "Aku peduli padamu. Aku mengenalmu dengan baik, Jung Chaeyeon. Jangan bercanda!"
Tanggal lahir? Warna, film, makanan kesukaan? Nama ayah, ibu, adik? Tanggal anniversary dan tempat kencan pertama mereka? Jaehyun mungkin memang tidak bisa menjawab semua pertanyaan itu dengan benar-benar tepat. Tapi siapa yang peduli tentang hal kecil seperti itu? Mencintai seseorang... bukan hanya tentang mengetahui setiap detail kecil tentang mereka.
"Kau tidak tahu apa-apa tentangku," katanya sambil tersenyum sedih. "Tapi kau tahu segalanya tentang Taeyong."
"Apa maksudnya itu? Tentu saja aku tahu karena dia temanku sejak kecil. Taeyong, dia―"
"BERHENTI BERBICARA TENTANGNYA!"
Jaehyun tersentak mendengar Chaeyeon membentaknya. Ia bisa melihat air mata di pipi mantan kekasihnya itu, hendak mengusapnya namun tangannya di tepis.
"Kau selalu berbicara tentangnya. Tidak ada satu hari, atau satu jam berlalu saat kita bersama kau tidak membicarakannya. Taeyong begini, Taeyong begitu. Aku hanya merasa cemburu! Aku berusaha yakin kau benar-benar mencintaiku! Tapi Jaehyun, kau sendiri yang membuatku tak bisa meyakininya! Bukan aku orang yang kau cintai. Dan kini aku baik-baik saja dengan itu…" suaranya memelan.
Jaehyun terdiam dalam jeda sunyi yang lama.
"Apa- maksudmu?"
"Kau akan mengerti saat kau bisa mengakuinya pada dirimu sendiri." Chaeyeon meletakkan tangannya dengan milik Jaehyun, menggenggamnya untuk yang terakhir kali, mencium ringan pipi mantan kekasihnya itu yang masih terlihat tak percaya, bingung. "Aku hanya ingin kau bahagia, Jaehyun. Itu sebabnya aku datang ke sini."
"Chayeon―"
"Ssshhh." Sebuah jari di bibirnya membuat Jaehyun berhenti. "Aku belum selesai bicara." Chayeon menghela nafasnya sebelum memulai bicara. "Apa yang terjadi antara diriku dengan Taeyong, itu sama sekali tak seperti yang kau pikirkan."
Jaehyun memandanginya dalam diam, menunggu penjelasan lain darinya.
Sebuah suara lain kembali mengisi kepalanya. Kalimat lalu Taeyong yang tak pernah selesai ia dengar.
.
"Te-tentang Chaeyeon, kita bisa bicarakan hal itu. Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Aku dan dia, kami hanya―"
.
"Yang sesungguhnya terjadi adalah aku menemuinya. Aku begitu sakit, begitu frustasi saat berpisah darimu. Aku datang padanya, pada Taeyong. Aku menyalahkannya atas rusaknya hubungan kita. Aku tahu itu sangat kekanakkan, karena ia bahkan tak tahu apa-apa. Tapi aku tetap menyalahkannya! Aku mengatakan semua alasan yang selama ini menggangguku, dan dia memandangi seperti aku ini gadis gila. Dia berkata jika aku hanya terlalu banyak berhalusinasi, tidak mungkin jika kau menyukainya seperti itu. Lalu kau menelpon, Jaehyun. Kebetulan yang luar biasa."
Ia menghela nafasnya panjang sebelum melanjutkan. "Taeyong berkata 'mari kita buktikan', awalnya aku tidak mengerti tapi begitu ia tiba-tiba menyuruhku mendesah saat ia mengangkat teleponnya, aku tahu rencananya. Ia ingin membantuku membuatmu cemburu, Jaehyun! Dia berkata jika kau marah padanya, karena kau berfikir ia telah menyentuh kekasihnya, maka sudah jelas jika kau mencintaiku. Tapi coba tebak apa yang terjadi?" Chaeyeon tertawa pahit. "Kau menutup teleponmu, Jaehyun! Begitu saja! Hahahaha. Kau bahkan tak mengenali suaraku! Dan sejak itulah aku menyerah padamu."
Jaehyun menahan nafasnya, merasa tertampar begitu keras dengan kenyataan itu. Jadi Taeyong sama sekali tak meniduri Chaeyeon. "Lalu kenapa… ia mengaku pada Johnny telah tidur denganmu?"
"Dia bilang begitu?"
Jaehyun mengangguk. Ia tak mungkin melupakan hal itu karena itulah alasan dari awal mula perlakuan bejat yang ia lakukan pada Taeyong, karena itulah ia marah dan memperlakukan Taeyong sama rendahnya dengan pelacur jalang.
"Jadi dia serius melakukannya," gumam Chaeyeon sambil tersenyum kecil. "Dia benar-benar baik."
"Ap-apa maksudmu?"
"Saat aku menangis di hadapannya, dia yang menenangkanku, berkata jika mungkin kau sedang sibuk dan suaraku terdengar berbeda di telepon makanya kau tak bisa mengenalinya. Ia meyakinkanku jika semua baik-baik saja, bahwa kau memang mencintaiku. Dia memang berkata akan melakukan itu, berkata pada Johnny bahwa dia telah tidur denganku hanya untuk melihat reaksimu, tapi tak kusangka dia akan benar-benar melakukannya. Padahal jelas-jelas aku berkata padanya untuk tak melakukan hal tak berguna seperti itu, karena aku sudah menyerah padamu."
Jaehyun berdiam kaku.
Jadi…
"Aku jadi mengerti kenapa kau bisa menyukainya. Dia baik, Lee Taeyong itu, dia pemuda yang baik. Meski reputasinya terdengar sangat jelek di telinga orang-orang, sebenarnya ia tak seperti itu. Aku mendengar langsung pengakuan itu dari beberapa orang yang mengenalnya, gadis-gadis yang dia kencani, salah satunya adalah teman baikku, Somi." Chaeyeon tertawa, merasa lucu sendiri mengingat pengakuan sahabat baiknya mengenai Lee Taeyong, crushnya yang akhirnya bisa ia pacari meski hanya untuk satu bulan. "Aku bertanya padanya bagaimana seorang Lee Taeyong saat di ranjang dan dia malah berkata jika Taeyong sama sekali tak pernah menyentuhnya seperti itu. Dia itu pemuda pemalu, kelewat polos, dan canggung. Memilih mengahabiskan waktu untuk menonton film bersama di kamarnya sambil mengobrol daripada bergumul di kasur. Bahkan untuk sekedar ciuman kecil harus dia yang memulai, diakhiri dengan Taeyong yang berlari ke kamar mandi sambil berkata maaf berulang-ulang dengan wajah memerah. Dia pemuda yang baik, makanya setiap mantan kekasihnya tak pernah menyebarkan hal ini―karena Taeyong sendiri yang meminta mereka."
Itu benar-benar sulit dipercaya…
Jika benar apa yang dikatakan Chaeyeon padanya, maka Jaehyun sudah melakukan kesalahan fatal yang benar-benar tak termaafkan. Beban berat mengisi rongga dada Jaehyun mengingat apa saja perlakuan yang telah ia lakukan pada temannya itu hanya karena kemarahan yang membutakannya.
Jaehyun masih termenung di sana saat Chaeyeon mengambil tasnya untuk segera pergi dari sana. "Aku minta maaf untuk segalanya, Jaehyun. Atas kebodohanku. Kuharap kita masih bisa berteman. Jaga dirimu baik-baik, Jaehyun."
Dan, Chaeyeon pergi. Mungkin itu akan menjadi terakhir kalinya mereka bertemu untuk waktu yang lama.
Jaehyun terdiam di sana tanpa kata, memandangi udara kosong yang terasa berat oleh rasa bersalah layaknya jangkar yang membelit kaki, perlahan menariknya tenggelam di lautan bebas. Sesuatu masih tertingga, tidak benar. Sesuatu yang ia butuhkan, jawaban akan pertanyaan yang sudah ia lupakan sudah didapat. Potongan puzzle yang hilang, kini tersodorkan padanya, menunggu di tempatkan di tempat seharusnya.
Chaeyeon benar.
Jaehyun tahu kini apa yang ia rasakan, yakin dengan yang satu ini dan takkan salah lagi.
Dan karena itulah, ia langsung mengambil kunci mobil dan berlalu dari sana.
"Jangan sentuh dia lagi. Dia milikku." Menyatakan pernyataan sarat akan keposesifan. Menarik Taeyong dalam pelukannya dan enggan melepas. Berbisik pelan di telinganya sambil mengelus surai hitam lembut itu dengan sayang, "Mulai sekarang dan seterusnya, Lee Taeyong, You're my baby."
To be Continued?
Respon yang luar biasa untuk yang sebelumnya, terimakasih banyak. Dan karena banyak yang minta lanjut, so ini lanjutannya. Its turn to be fluffy things lmao. Adakah yang mengira sebelumnya? Semoga tidak mengecewakan. Johnyong for the next chapter, maybe? Lets see. Itupun jika ada yang minat