Hey, aku tahu kau tidak akan pernah melihatku…

Aku pun sadar bahwa sebesar apapun usahaku untuk mendapatkan perhatianmu, semuanya akan berakhir dengan percuma…

Aku tahu bahwa posisinya di hatimu tak mungkin tergantikan, terlebih olehku…

Aku tahu, sangat tahu…

Hanya saja…

Aku tidak tahu kenapa perasaanku tetap saja besar padamu…

Aku juga tidak tahu kenapa cinta ini tetap saja untukmu…

Hey, bisakah kau menolongku?

Aku tidak bisa melihatmu bersama lelaki lain, tapi kau pun tak mungkin berpaling padaku…

Jika memang aku harus menyerah…

Bisakah kau memberitahuku saat ini juga…

Bagaimana cara untuk menghapus perasaan ini?

.

.

.

Warning : GAJE, OOC, [miss]TYPO, AU, dll.

DLDR, Flame gak jelas tidak diterima n.n

Disclaimer :

Naruto © Masashi Kishimoto

High School DxD © Ichiei Ishibumi

Rated : T

Pairing : NaruRias. Slight : SasuRias

Genre : Romance & Hurt/Comfort & Friendship

Apology fic for NaruRias Lovers^^

.

.

.

I WILL ALWAYS LOVE YOU, RIAS

Author: Deva Gremory

Editor: Hikasya

.

.

.

Chapter 1. Kuroka, anak baru

.

.

.

"Sasuke-kun tunggu aku!"

"Berisik! Kau pulang sendiri sana!"

"Kau jahat sekali, Sasuke-kun!"

"Kau tidak mungkin mengantarku dan meninggalkan Naruto, kan? Naruto, ayo kita pulang!"

"Ehh?"

Entah sejak kapan Naruto melamun sehingga sama sekali tidak menyadari perseteruan kedua sahabatnya yang saat ini berada tepat di hadapannya, shappire indahnya baru menampakkan sebuah kesadaran saat salah satu dari sahabatnya tersebut menyapanya.

"A-ano, kalian pulang duluan saja. A-aku ada urusan, la-lagipula Rias-chan ingin mengajak jalan-jalan, kan?"

Meski melamun, rupanya Naruto tetap dapat menangkap bahan perseteruan kedua orang berbeda jenis kelamin itu.

"Tuh, kan! Naru-kun saja mengerti! Ayolah, Sasuke-kun."

Perempuan berambut crimson itu dengan bola mata bluegreen itu kembali melancarkan aksi rayunya, perempuan yang diketahui bernama Rias Gremory itu tampaknya begitu gigih sehingga pantang menyerah meski sudah ditolak.

"Hhh, kau beneran punya urusan, Naruto? Kami bisa menunggumu kok, lagipula aku tidak begitu ingin jalan-jalan jika tidak bertiga denganmu."

Lelaki berambut raven dengan mata onix tersebut tampaknya kurang yakin untuk meninggalkan sahabatnya itu, pandangan matanya seolah mengatakan bahwa Naruto harus ikut pulang bersamanya.

"Tiidak perlu. Ini akan memakan waktu yang sedikit lama, sebaiknya kalian pulang duluan saja."

Tolak Naruto lagi dengan cengiran palsunya, lelaki berambut pirang itu tidak mengerti mengapa ia membenci pandangan Sasuke yang seolah mengasihaninya.

"Aaa, kau dengar itu, Sasuke-kun? Sekarang tidak ada lagi alasan untuk menolak, hehehehe! Oh ya, Naru-kun, aku juga akan mengajakmu kok, tenang saja. Tapi lain kali ya!"

Rias menampakkan senyuman manisnya, tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu bahwa lelaki yang diajaknya bicara merasa sakit karena kata-katanya.

"I-iya, akan kutunggu," ujar Naruto seadanya, lelaki itu berusaha memperlihatkan senyum terbaiknya meski agak sulit mengingat hatinya begitu terasa nyeri.

Sasuke mendengus pendek, ia kini tidak punya alasan untuk menolak Rias. Sasuke tidak mood untuk melakukan aktivitas apapun selain pulang ke rumah dan tidur sore ini, tetapi rengekan Rias membuatnya jengah sehingga mau tidak mau ia menyetujuinya.

"Baiklah, jaga dirimu, Naruto. Telpon kami kalau kau sudah tiba di rumah," ujar Sasuke seraya melangkah pergi diikuti Rias di belakangnya yang hanya melambai singkat pada Naruto. Naruto hanya tersenyum simpul, membalas lambaian Rias dan kembali murung saat sosok keduanya menghilang dari pandangannya.

Sasuke dan Rias, Naruto merasa beruntung memiliki mereka sebagai sahabat yang sangat perhatian padanya. Di sisi lain, Naruto juga merasakan sakit karena keduanya. Menghela nafas, Naruto lantas merapikan barang-barangnya dan mulai beranjak keluar kelas yang sudah mulai sepi. Mungkin terlihat menyedihkan, tapi Naruto merasa sudah terbiasa pulang sendiri tanpa Sasuke dan Rias. Mungkin, dirinya malah merasa lebih baik jika tetap seperti ini dibanding harus pulang bersama mereka dan menyaksikan bagaimana Rias bertingkah demi mencari perhatian Sasuke.

.

.

.

'Aku sangat, sangat, sangat suka, Sasuke-kun~! Hehehehe…'

'Rias! Jangan ngomong yang tidak-tidak deh, aku mana mungkin suka padamu!'

'Lihat saja nanti, aku pasti akan membuat Sasuke-kun suka padaku!'

'Hhh, terserah kau sajalah. Ngomong-ngomong, kalau kau suka siapa, Dobe?'

'Eh?'

Naruto tersentak saat lagi-lagi memorinya membawanya kepada kenangan beberapa tahun silam, kenangan saat ia masih berusia sepuluh tahun dan masih duduk di bangku sekolah dasar. Sejak kecil, ia, Rias dan Sasuke telah bersahabat, Naruto lupa bagaimana mereka bisa bertemu pertama kali, yang ia tahu mereka sudah bersahabat begitu akrab sejak masih kanak-kanak.

Saat duduk di bangku kelas lima, Naruto sudah mulai berkenalan dengan kata suka dan perasaan suka, meski tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata, secara harfiah Naruto mengerti maksudnya. Naruto sadar kalau ia menyukai sahabatnya, Rias. Ia sadar karena hatinya selalu berdegub kencang saat berdekatan dengan Rias dibanding saat berdekatan dengan gadis lain.

Saat para teman kelasnya mulai heboh dengan acara pacar-pacaran juga tembak-tembakan, Naruto mendengar langsung dari mulut Rias bahwa gadis cilik itu menyukai Sasuke. Sakit memang, tetapi itu tidak lebih dari cinta monyet semata, setidaknya untuk saat itu.

Saat mereka duduk di bangku junior high school, Naruto sadar bahwa rasa sukanya pada Rias semakin besar, disaat bersamaan ia juga sadar bahwa rasa suka Rias pada Sasuke juga semakin besar. Hal menyakitkan karena Sakura, gadis yang disukai Sasuke pindah ke luar negeri, dan itu berarti Rias tidak punya saingan untuk sementara waktu.

Saat Naruto ditanya oleh teman-temannya tentang gadis yang disukainya, Naruto tidak pernah bisa menjawabnya, ia akan sebisa mungkin mengelak dari pertanyaan itu. Naruto sungguh ingin mengatakan bahwa ia menyukai Rias, ia sangat iri dengan teman-temannya yang bisa dengan bebasnya mengatakan siapa yang mereka sukai. Ia tidak bisa mengatakan bahwa ia menyukai Rias sedang di saat yang sama Rias terus mengoceh tentang rasa sukanya pada Sasuke dan janjinya untuk membuat pria berambut raven itu jatuh cinta padanya, rasanya sulit dan berat.

Sampai akhirnya waktu berlalu begitu cepat, kini ketiganya telah duduk di bangku kelas dua senior high school . Tidak banyak yang berubah, kecuali pembawaan masing-masing dari mereka yang terlihat semakin dewasa. Naruto tetap pada perasaan terpendamnya pada Rias, tidak, mungkin sudah bukan terpendam lagi, karena Naruto sudah pernah mengungkapkannya beberapa kali. Dan Rias, gadis itu masih dengan gigihnya berusaha mendapatkan perhatian dari Sasuke, meski Sasuke selalu terlihat enggan meladeninya.

.

.

.

"Sasuke-kun, bekalmu sepertinya enak. Boleh kucicipi?" Rias mendekat ke arah Sasuke yang tampak menikmati bekal makan siangnya.

"Aku hanya membawa sedikit, Rias. Lagipula bekalmu kan banyak," tolak Sasuke kesal. Ia telat bangun hari ini sehingga hanya dapat menyiapkan bekal seadanya. Sedangkan Rias? Dia adalah anak bungsu dari clan Gremory sangat tidak mungkin gadis itu membawa bekal sederhana atau dalam jumlah sedikit.

Seperti biasa, baik Naruto, Sasuke maupun Rias menghabiskan bekal makan siang mereka di taman belakang sekolah. Mereka merasa jauh lebih nyaman di tempat itu yang dipenuhi banyak pohon rindang dibanding dengan atap sekolah yang terasa begitu terik.

"Tapi aku ingin mencicipi bekalmu, Sasuke-kun. Sedikit saja boleh, kan? Aku sudah bosan dengan masakan Kaa-san, hehehe...," ujar Rias lagi kali ini menampakkan senyuman khas miliknya.

"Lebih baik kau minta punya Naruto saja, dia membawa bekal banyak, pasti tidak habis," sahut Sasuke seraya melihat Naruto yang sedang makan dengan tenangnya.

Naruto memang membawa bekal banyak hari ini karena dia tidak mau bahan yang ada di kulkas menjadi busuk.

"Cih, ya sudah. Naru-kun, boleh kucicipi bekalmu?" tanya Rias seraya berpaling ke arah Naruto, pria yang menjadi objek pun hanya tersenyum seraya menyodorkan kotak bekal miliknya.

"Ya, silahkan."

Meski pada akhirnya Rias mencicipi bekalnya – dan merasa ketagihan karenanya, Naruto tidak terlalu merasa senang. Alasan pertama karena melihat Rias yang sedikit mencari perhatian Sasuke tadi.

Alasan keduanya, Rias jelas mau mencicipi bekal miliknya setelah ditolak oleh Sasuke. Jika saja Sasuke mengizinkan gadis crimson itu mencicipi bekalnya, apakah Rias masih akan melihatnya? Tidak, tentu saja tidak. Rias hanya akan melihatnya jika Sasuke yang menyuruhnya. Naruto selalu menjadi bayang-bayang Sasuke di mata Rias, Naruto selalu menjadi yang kedua, Naruto selalu akan menjadi pihak yang terabaikan di antara ketiganya, dan hal itu sudah tidak dapat dirubah lagi.

Terkadang Naruto berpikir, betapa bodohnya dirinya yang terus terpikat pada sosok gadis yang bahkan tidak pernah melihatnya. Naruto ingin menyerah, tetapi hatinya tidak sanggup melakukannya. Naruto bahkan langsung menolak gadis-gadis yang pernah memintanya menjadi pacar mereka, hanya karena seorang gadis yang tidak pernah melihatnya.

Naruto ingat, saat pertama kali ia mengutarakan perasaannya adalah saat mereka duduk di bangku kelas satu junior. Saat itu Rias sama sekali tidak menanggapinya dan langsung menyapa teman lelakinya yang kebetulan melewati mereka. Naruto tidak curiga saat itu, pemuda itu berpikir bahwa Rias pasti tidak mendengar suaranya karena ia begitu gugup saat itu. Meski kecewa, Naruto tetap memantapkan hati untuk mengutarakan perasaannya pada kesempatan selanjutnya.

Sikap Rias yang semakin gencar mencari perhatian Sasuke lantas menjadi hambatan baginya, meski begitu Naruto tetap nekat mengatakan perasaannya saat mereka tidak sengaja berada di kelas, hanya berdua. Saat itu lagi-lagi Rias tidak menanggapinya, gadis itu dengan santainya melenggang keluar kelas dan mengajaknya pulang karena Sasuke telah menunggu mereka.

Naruto tentu berpikir bahwa lagi-lagi suaranya yang begitu kecil sehingga Rias tidak mendengar apa yang dikatakannya, tapi kesadarannya menolak hal itu. Naruto yakin ia cukup keras mengatakannya, di samping itu, suasana kelas yang sepi tentu mampu meningkatkan pendengaran Rias meski suara Naruto memang kecil, kecuali jika gadis itu sedikit bermasalah dengan indera pendengarannya – dan Naruto yakin hal itu seratus persen tidak mungkin.

Sejak saat itu, Naruto menjadi trauma sendiri untuk menyatakan perasaannya, bahkan hingga mereka menduduki bangku kelas dua senior. Naruto takut, tetapi ia ingin mencoba. Sayangnya ia tetap tidak bisa memanfaatkan berbagai kesempatan yang didapatkannya selama ini. Naruto tahu, ia akan lebih menderita lagi jika membiarkan semua ini berjalan begitu saja tanpa ada tindakan berarti darinya, maka dari itu ia menetapkan hati untuk menyatakan kembali perasaannya pada Rias pada kesempatan selanjutnya. Naruto tidak peduli apakah nantinya Rias akan menolaknya atau sebaliknya, yang terpenting baginya adalah agar gadis itu tahu bagaimana perasaannya selama ini.

Selain itu, Naruto juga telah menetapkan hati, jika memang Rias tidak bisa melihatnya, maka ia akan melupakan perasaannya pada gadis itu. Meski harus secara perlahan, Naruto pasti akan berusaha melupakannya, pasti.

.

.

.

"Dobe, kau pulang saja dengan Rias, aku ada urusan," ujar Sasuke tersenyum tipis.

"Eh? Memang kau ada urusan apa, Teme?" tanya Naruto, ia tidak menyangka kesempatan akan begitu cepat datang.

"Hehehe, seseorang mengajakku pergi kencan, kupikir sudah saatnya mencari pengganti Sakura," jawab Sasuke seraya mengeluarkan sebuah cengiran layaknya Naruto dulu. Iya, dulu sekali sebelum Naruto merasakan sakit ini.

"Aku antar."

DEG!

Naruto terkejut saat mendengar nada suara Rias, begitu datar dan dingin. Naruto sama sekali tidak pernah melihat gadis itu berbicara dengan nada yang begitu dingin sebelumnya, Naruto bahkan tidak bisa mendapati imej ceria yang selalu melekat di sosok gadis itu.

"Tidak usah, Rias. Lagipula aku akan pergi bersama Ino, kan tidak asyik kalau tidak bersama-sama," elak Sasuke, pemuda berambut raven itu lantas merapikan barang-barangnya dan segera mengambil langkah keluar kelas.

"Tidak boleh, aku akan mengantarmu!"

Naruto tersenyum miris melihat bagaimana gadis yang dicintainya bersikeras mengantar Sasuke.

"Aku tidak mau, Rias. Lagipula jika kau mengantarku, kau akan meninggalkan Naruto sendirian!"

Rias terdiam seolah mencerna ucapan Sasuke, sedang Naruto kini merasa tidak nyaman mendengar kalimat Sasuke tersebut karena seolah menyatakan bahwa dirinya merupakan dinding penghalang bagi mereka berdua.

"A-aku tidak apa-apa pulang sendiri, kok," ucap Naruto memecah kesunyian.

"Tidak boleh, aku akan pergi dengan Ino, jadi Rias tidak punya alasan untuk mengantarku. Akhir-akhir ini kau selalu pulang sendiri, aku sedikit khawatir padamu. Jadi untuk kali ini Rias harus pulang bersamamu," pinta Sasuke tegas, pemuda itu lantas segera berlari keluar kelas tanpa membiarkan Naruto maupun Rias berbicara sekali lagi.

"Ri-rias-chan?" Panggil Naruto pelan.

"…"

"Ri-"

"Hhh, kenapa dia tidak pernah mengerti perasaanku? Padahal semua orang tahu bahwa aku menyukainya," ungkap Rias tiba-tiba seraya tersenyum hambar, gadis itu lantas mendudukkan tubuhnya di atas sebuah meja.

"Teme hanya belum sadar bahwa kaulah yang terbaik untuknya," kata Naruto pelan, hatinya begitu sakit saat mengucapkan kalimat tadi meski ia bisa melihat senyum Rias setelahnya.

"Mungkin."

"Ba-bagaimana kalau kita pergi karaoke?" Usul Naruto tiba-tiba.

"Eh?"

"Ku-kupikir Rias-chan butuh hiburan sekarang, ba-bagaimana kalau kita pergi karaoke saja?"

"Benar juga. Baiklah, mari kita berangkat!"

Naruto tersenyum senang saat Rias menerima ajakannya, ini kesempatan langka baginya mengingat gadis itu selalu berada di sisi Sasuke. Mungkin terkesan mengambil kesempatan dalam kesempitan, tapi siapa yang bisa menjamin kesempatan akan datang dua kali? Dan Naruto sama sekali tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.

.

.

.

"Arigatou ne, Naru-kun. Rasanya aku sudah lebih baik dari tadi."

Rias tersenyum lebar menandakan bahwa ia benar-benar sudah sembuh dari patah hatinya karena Sasuke.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, baik Naruto maupun Rias kini telah berada di depan gerbang kediaman Gremory. Tidak lama, mereka hanya menghabiskan waktu sekitar sejam di tempat karaoke, dan setelahnya Naruto mengantar Rias pulang setelah sebelumnya mereka mampir untuk membeli es krim dan takoyaki di salah satu kedai yang terletak di pinggir jalan.

"Ti-tidak masalah, aku juga merasa senang jika kau sudah baikan," jawab Naruto tulus.

"Hhh, Sasuke-kun itu, selalu saja membuatku patah hati! Kapan dia akan mengerti perasaanku sih?" Ujar Rias mulai mengeluh.

"Errr…" Kali ini Naruto memilih untuk tidak merespon.

"Arigatou ne, Naru-kun. Hehehe," kata Rias sekali lagi.

"Ka-kau sudah mengucapkannya tadi."

"Tidak, ini berbeda dengan yang tadi."

"Eh?"

"Kali ini aku berterimakasih padamu yang selalu berada di sampingku saat aku sedang patah hati seperti ini. Kalau diingat-ingat, kau memang selalu ada menghiburku saat Sasuke-kun lagi-lagi membuatku patah hati. Arigatou ne, hehehehe."

Rias tersenyum lebar yang kemudian dilanjutkan dengan senyuman manisnya.

"I-itu karena aku menyukaimu Rias-chan."

"Eh?" Senyuman Rias terhenti tergantikan oleh raut wajah kebingungan. Bluegreen miliknya lantas memandang intens pada sosok pemuda berambut pirang yang kini tengah menunduk dalam menyembunyikan wajah tampannya.

"A-aku selalu menyukai Rias-chan meski kau menyukai Sasuke. A-aku akan selalu berada di sisimu kapanpun kau butuhkan, ka-karena itu, bisakah kau melihatku?"

Rias tertegun melihat shapire indah yang penuh kelembutan itu kini menatapnya penuh pengharapan, terlebih saat menyadari ekspresi Naruto yang penuh akan keyakinan akan kalimatnya barusan.

Naruto mengigit bibir bawahnya saat Rias tak kunjung mengeluarkan suaranya hingga beberapa menit berlalu, Naruto memang takut mendengar jawaban gadis itu – yang sudah ia perkirakan sebelumnya, tetapi bagaimanapun juga ia sudah menyiapkan mental untuk itu.

"Aaaa! Aku lupa! Besok hari selasa bukan?"

"Eh?"

Naruto tampak kebingungan dengan jawaban Rias yang tidak menyambung, bukan jawaban memang, tetapi sebuah pertanyaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan situasi mereka saat ini. Meski demikian, Naruto tetap mengangguk ringan sebagai jawaban.

"Tch! Aku lupa mengerjakan tugas fisika dari Anko-sensei dari dua minggu lalu! Aku harus mengerjakannya secepat mungkin, kalau tidak tugasku tidak akan selesai. Baiklah, aku pulang dulu, Naru-kun. Aku harus mencari seseorang untuk membantuku mengerjakan tugas fisika ini. Jaa na!"

Naruto ingat, Anko- sensei memang memberikan mereka tugas Fisika sekitar lima puluh nomor karena guru muda itu tidak bisa hadir untuk minggu depan, dan besok tugas itu harus dikumpulkan. Hal yang tidak Naruto mengerti adalah kenapa Rias harus menyinggung hal itu di saat ia baru saja mengutarakan perasaannya? Selain itu, bukankah mereka sekelas? Mengapa Rias tidak memintanya untuk membantunya saja?

Satu hal yang Naruto sadari, Rias menghindar dari pernyataan cintanya…

Naruto tanpa sadar menitikkan air mata. Sikap Rias bahkan lebih menyakitinya dibanding sebuah penolakan. Naruto akan lebih merasa lebih baik jika gadis itu secara langsung menolaknya, tidak menggantungnya seperti ini. Gadis itu bersikap seolah tidak terjadi apapun, seolah Naruto sama sekali tidak pernah mengatakan perasaannya. Sebegitu tidak berartikah dirinya? Bahkan hanya untuk merespon pernyatannya pun, Rias tidak mau.

Mungkin memang sudah saatnya Naruto melupakan perasaannya pada Rias, dan meski Rias akan tetap berbicara seperti biasa padanya besok, Naruto tidak yakin apakah ia masih bisa melakukan hal yang sama pada gadis itu.

.

.

.

Seperti dugaan Naruto sebelumnya, Rias memang tetap bersikap seperti biasa seolah kejadian kemarin sama sekali tidak pernah terjadi. Meski demikian, kecanggungan tetap dapat dirasakan oleh pemuda itu. Meski samar, Naruto tahu bahwa Rias kini menghindarinya, gadis itu hanya akan berbicara seadanya saja padanya, selain itu gadis itu juga baru berada di dekatnya jika ia sedang bersama Sasuke.

Sedih tentu saja, tapi Naruto sedikit bersyukur karena dengan sikap Rias yang demikian akan lebih mempermudah Naruto dalam melupakan perasaannya pada gadis itu. Ini akan lebih sulit jika hanya Naruto saja yang berusaha menjauhi Rias sedang gadis itu terus berada di sekitarnya dengan tampang yang seolah tidak mengetahui apapun.

Beberapa hari berlalu, dan sikap keduanya yang terbilang aneh tentu sudah terbaca oleh Sasuke. Pria berambut raven itu beberapa kali memaksa Naruto mengatakan yang sebenarnya, namun hanya dibalas dengan sebuah gelengan lemah dari pemuda itu. Naruto tidak ingin mengingat semuanya lagi, maka ia menyuruh pria bermata onix itu untuk menanyakannya pada Rias saja. Naruto tidak tahu apakah Rias bercerita pada Sasuke atau tidak, Naruto tidak tahu dan tidak mau tahu.

SREK!

Suara pintu yang bergeser, spontan membuat suasana kelas yang tadinya begitu ramai tiba-tiba saja sepi, para siswa segera berlarian menuju bangku masing-masing saat melihat guru yang akan mengajar mereka pagi ini telah memasuki kelas. Naruto menghela nafas saat lagi-lagi menyadari dia tidak memiliki teman sebangku selama dua bulan ini. Teman sebangkunya pindah ke luar kota dua bulan lalu, dan Naruto tidak bisa dengan bebas meminta seseorang untuk duduk di sebelahnya. Pandangan matanya lantas beralih pada sosok Sasuke, di belakangnya tampak Rias yang tengah menyalin tugas Akeno. Hhh, tampaknya cuma Naruto yang merasa kesepian karena tidak memiliki teman sebangku.

"Anak-anak, hari ini kalian akan kedatangan murid baru."

Suara Kakashi-sensei lantas mengalihkan perhatian para murid, terutama Hinata. Anak baru? Pemuda itu tentu senang, karena siapapun murid baru itu pasti akan duduk di sebelahnya mengingat bangku kosong hanya terdapat di sebelahnya.

"Baiklah, Toujou-san. Silahkan masuk dan perkenalkan dirimu."

DEG.

TAP! TAP! TAP!

Semua mata kini tertuju pada sosok gadis berambut hitam dengan wajah cantik yang tengah melangkah bosan memasuki ruang kelas. Para siswa di kelas itu pun lantas berbisik keras seraya cekikikan saat melihat bola mata kecoklatan milik gadis itu, bola mata yang memancarkan keramahan meski sedikit berbeda dengan yang ditunjukkan oleh wajah sang gadis.

"Onamae wa Toujou Kuroka desu, yoroshiku."

"Itu saja?" tanya Kakashi memastikan.

"Ya."

"Baiklah anak-anak, Toujou baru saja pindah dari luar negeri beberapa hari yang lalu, tetapi dia sering berkunjung ke Jepang sehingga bisa menggunakan bahasa Jepang dengan cukup baik. Baik-baiklah dengannya," ujar kakashi tegas.

"Toujou-san, silahkan duduk di sebelah Namikaze Naruto." Lanjut Kakashi lagi, guru pria itu merasa tidak perlu menyuruh Naruto mengangkat tangannya karena satu-satunya bangku kosong yang ada di ruangan itu adalah di samping Naruto.

BRAK!

Semua mata lantas menoleh ke arah Naruto yang tiba-tiba saja berdiri sehingga membuat bangkunya berdecit nyaring.

"Ada apa, Naruto?" tanya Kakashi- sensei yang cukup kebingungan dengan sikap Naruto, sejak awal pemuda itu sudah tampak sangat terkejut sewaktu siswi baru tersebut memasuki kelas.

"Aaa, sepertinya aku lupa mengatakannya, sensei."

Bola mata yang tadinya tertuju pada sosok Naruto kini beralih pada sosok murid baru yang kini tampak tersenyum ke arah Naruto.

"Aku pindah ke Jepang juga ke sekolah ini untuk menemui tunanganku. Suatu kebetulan aku bisa sekelas dengannya, bahkan duduk di sebelahnya."

TAP! TAP! TAP!

Siswa bernama Kuroka itu lantas berjalan mendekat ke arah Naruto yang masih tampak terkejut.

"Benar, kan, Naru?"

CUP!

"EHHHH?"

Seluruh penghuni kelas XI A tentu saja terkejut mendengar pengakuan siswa yang bernama Kuroka tersebut, lebih terkejut lagi karena gadis itu tiba-tiba saja mengecup bibir Naruto singkat tepat di hadapan mereka.

"Tadaima, Naru."

Hal yang lebih mengherankan adalah saat mereka semua melihat ekspresi Naruto. Pria yang disangka akan marah itu justru tersenyum hangat menyambut sikap Kuroka, dan meski sekilas, mereka semua yakin bahwa Naruto sempat membalas kecupan singkat tersebut.

"Okaeri, Kuroka-chan."

Sasuke tersenyum sekilas menyadari bahwa lagi-lagi kelas mereka dilanda kehebohan, dan kali ini disebabkan oleh sahabat dekatnya, Naruto. Sasuke cukup tahu mengenai Kuroka, pemuda bermata onix itu beberapa kali menjadi pendengar yang baik bagi Naruto saat pria itu tanpa sengaja membicarakan Kuroka.

Mata onix Sasuka lantas beralih pada sosok gadis crimson yang duduk tepat di belakangnya, bibir mungil miliknya mengukir senyum penuh arti saat melihat bagaimana sosok gadis crimson itu tengah menatap Naruto dengan intens sekarang. Sasuke yakin, sebentar lagi akan tiba saatnya dimana ia tidak harus direpotkan dengan sikap Rias yang selalu mencari perhatian dengannya.

.

.

.

To be Continue...

.

.

.

A/N FROM DEVA:

See you next chapter.

Sabtu, 24 Desember 2016

A/N FROM HIKASYA:

Fic ini adalah request dari Deva. Untuk chapter 1 ini, ditulis oleh Deva. Saya hanya mengedit di bagian yang kurang saja.

Menurut saya, penulisan kalimat Deva bagus banget ketimbang saya. Alur ceritanya juga bagus. Saya suka pas pertama kali membacanya. ^^

Untuk chapter selanjutnya, saya belum tahu apa saya yang menulis atau Deva yang menulis. Nggak tahu sih. Nanti akan saya bicarakan lagi sama Deva.

Sampai jumpa lagi di chapter 2.

Kamis, 29 Desember 2016