Hi! ini ff pertama yang aku post di sini. Semoga cerita ini dapat menghibur kalian. Selamat membaca!

.

.

(Start!)

.

.

Adventurous Dream

1

Luhan Side

Hai namaku Luhan, tahun ini aku berumur 21 tahun. Aku seorang gadis keturunan Cina asli dan merupakan anak semata wayang dari pasangan aktor dan aktris terkenal Zhoumi Lu dan Victoria Lu. Bisa dikatakan aku cantik, tubuhku sempurna seperti ibuku dan wajahku juga menarik karena perpaduan antara ibuku yang cantik dan ayahku yang tampan. Hey! Aku bukan sombong atau terlalu percaya diri. Tapi itulah yang banyak aku baca di majalah-majalah atau situs-situs yang membicarakan kedua orangtuaku, bahwa mereka memiliki seorang anak perempuan cantik bak model, padahal bukan. Aku bahkan memiliki fans tersendiri, "Lufans" begitu mereka menyebut diri mereka. Ah ya aku hampir lupa, mereka memang bekerja di dunia Entertain, tapi aku tidak tertarik akan hal semacam itu. Jadi banyak orang-orang terutama fans kedua orangtuaku yang menyayangkan kalau aku tidak menjadi entertainer seperti mereka

Keahlianku? Hmm cukup bagus, aku merupakan lulusan terbaik dari Seoul National University. Seoul? Ya, aku memang pindah ke Seoul 2 tahun lalu karena mengikuti kedua orangtuaku yang ingin merambah dunia entertain Korea Selatan. Yahh, aku hanya mengikuti mereka saja. Aku sejak kecil sudah mengikuti privat di bidang musik dan tarik suara. Alat musik yang aku kuasai? Hmm piano, biola, gitar, dan harmonika, yah seperti itu. Suaraku? Berbicara soal suara, aku pernah memenangkan juara 2 mewakili Cina se-Asia, jadi bayangkan sendiri suaraku. Tapi tetap saja aku tak ingin masuk ke dunia entertain itu. Hiii Big NO!

Olahraga? Ya, aku suka olahraga. Renang paling kusukai. Aku akan berlama-lama saat berenang, renang benar-benar menyenangkan. Aku juga suka olahraga lain. Saat SMP dan SMA aku pernah menjadi ketua tim basket Putri. Aku memiliki hobi yang aku geluti hingga saat ini, dancing, yap aku suka bidang dance. Meliuk-liukan tubuh seirama dengan musik yang mengalun benar-benar keahlianku. Pasti kalian bingung, mengapa aku bisa se-perfect itu. Maafkan aku yang sangat percaya diri ini, tapi aku juga pernah membaca di sebuah situs "Perfect-nya anak dari pasangan Entertainer Zhoumi Lu dan Victoria Lu" padahal aku tak pernah memberitahu mereka apa keahlian dan kesukaanku, bagaimana mereka bisa tahu?. Benar-benar gila dan mengerikan dunia itu, pikirku.

Aku pikir aku memang perfect, kadang aku suka mencari-cari apa kelemahan yang aku punya tapi tetap saja aku tak menemukannya. Memang benar jika mencari kesalahan sendiri itu adalah yang paling sulit. Entah mengapa malam ini aku merasa sangat lelah, jadi aku langsung merebahkan tubuhku dan tidur.

.

.

Aku membuka mataku melihat ke langit-langit kamar. Aku tak merasakan kantuk yang biasa terjadi setelah bangun tidur, aku juga tak merasakan aku perlu meregangkan badan yang kaku. Kamarku gelap karena sebelum tidur aku mematikan lampunya. Aku duduk dari tidurku dan memandang sekeliling. Entah apa yang menyebabkan aku berpikir 'andai aku bisa terbang' aku juga heran, padahal ini sudah pagi. Pagi? Ya aku hanya menebak, jika aku terbangun dari tidur berarti sudah pagi.

Seketika badanku terangkat seperti tak ada gravitasi di bumi. Badanku terangkat mengapung di udara dan tak ada rasa apapun pada tubuhku. Aku bingung, bagaimana bisa aku terbang, apa ini mimpi? Alih-alih memikirkan bagaimana aku terbang, aku malah memikirkan hal lain, 'seharusnya ada papan yang bisa dijadikan papan seluncur agar lebih menyenangkan' woah! Bagaimana aku bisa berpikir seperti itu? Aku terkejut ketika pintu lemari pakaianku terlepas dari engselnya dan terbang menuju bawah kakiku yang menyebabkan kakiku berpijak pada pintu lemari seperti menaiki pramadani terbang. Aku membulatkan mataku, "tidak mungkin, ini pasti mimpi" ucapku masih tak percaya. Tapi ini menyenangkan juga, jarang-jarang aku bisa terbang seperti ini.

Aku turun dari pintu lemari terbang itu dan menuju tempat tidurku. Disana aku bisa melihat diriku yang terbaring tenang. Anehnya, aku tidak terkejut melihat diriku sendiri seperti itu. Bahkan ini sangat seram seperti di film Insidious, ckck aku benar-benar tidak percaya ini, melihat diriku sendiri tertidur. Bagai sudah terjadi berkali-kali, aku membaringkan diri di atas diriku dan berusaha tersadar jika ini mimpi.

"Agghh!" ini benar-benar menyakitkan, rasanya berat sekali. Aku merasa diriku tertindih batu yang sangat-sangat besar karena sulit sekali bergerak. Situasi apa ini? Aku mencoba sekuat tenaga agar terjaga.

.

.

"Huahh!" aku membuka mataku. Tubuhku berkeringat, panas dingin mulai menjalar di tubuhku. Napasku pun memburu, ini benar-benar menakutkan! Aku bernapas dengan teratur untuk menyetabilkan keadaan tubuhku yang tak karuan rasanya. Aku takut untuk kembali tidur. Tapi karena sudah kelelahan, akhirnya aku tertidur dan entah sejak kapan matahari sudah hampir berada di atas dan waktu menunjukkan pukul 10.00.

Aku bangun dan menangkup wajahku, takut aku terbangun di mimpi yang aneh. Ternyata aku sudah sadar dan kembali ke dunia nyata. Aku menghembuskan napas lega. Aku melihat lemariku yang tadi malam, tepatnya dalam mimpi lepas dari engselnya. Tapi pintu lemariku baik-baik saja. Dan aku semakin yakin bahwa itu hanya mimpi. Aku menyingkirkan selimut yang menutupi kakiku dan segera turun menuju kamar mandi.

Aku turun dari kamar di lantai duaku dan menuju dapur untuk sarapan. Seperti biasa, aku tak menemukan kedua orangtuaku di sana. Aku hanya melihat makanan yang sudah tersaji di meja, ada telur mata sapi kesukaanku dan roti dengan selai coklat serta susu pagiku yang sepertinya sudah dingin karena sekarang bukan lagi waktunya sarapan. Aku duduk di salah satu kursi dan mulai mengoleskan selai coklat pada rotiku dan melahapnya. Selesai sarapan aku berlari menuju kamarku dan mulai bersiap untuk bekerja.

Aku melajukan mobilku dengan kecepatan sedang. Oh ya, aku memiliki sebuah cake shop di kawasan Gangnam. Sudah setahun ini aku berbisnis, toko kueku lumayan besar dan ramai pengunjung, terima kasih kepada Mama dan Baba yang seorang artis terkenal. Hmm bukan aku memanfaatkan kedua orangtuaku yang terkenal, aku memang membuat kue yang sungguh lezat dan cantik. Ya benar aku bukan sombong, aku hanya mendengar pendapat dari para pelanggan hehehe. Aku memilih cake karena aku senang sekali membuat kue. Ups! Ini hobiku yang lain. Kedua orangtuaku tidak mempermasalahkan jika aku hanya membuka sebuah toko kue.

"Selamat pagi Nona Lu," sapa satpam yang berjaga di pos depan saat mobilku melaju memasuki wilayah tokoku. Aku tersenyum "selamat pagi paman, apa sudah ada pelanggan yang datang?" tanyaku.

"Ah sudah beberapa mengambil pesanan Nona,"

"Baiklah aku masuk dulu paman, sampai nanti" aku pamit lalu menginjak gas mobilku.

"Selamat datang Nona Lu," sapa seseorang yang sangat aku kenal ketika aku menginjakkan kaki ke gedung yang merupakan toko kueku ini. Ya, pria tampan yang bernama Minho ini merupakan seorang pelayan di tokoku. Ia yang bertanggung jawab untuk pelyanan pelanggan. Aku tak memililki banyak karyawan, aku hanya mempekerjakan 3 pelayan dan seorang kasir saja plus satpam yang ada di depan. Untuk koki, jelas aku yang menjabat di sana sekaligus menjadi pemilik cake shop ini.

"Terima kasih, aku akan langsung ke dapur," ucapku lalu memberikan tasku padanya agar di bawa ke ruanganku.

Aku memakai apron dan topiku agar bisa memulai membuat kue. Aku sangat menyukai dapur ini, sederhana tapi sangat akrab denganku. Aku suka menghabiskan waktu di dapur ini hanya untuk membuat eksperimen kue yang lain. Yah, memang sih aku tak memiliki teman akrab. Aku hanya berinteraksi dengan karyawanku dan oven-oven serta Loyang disini haha.

Kadang aku memikirkan bagaimana rasanya memiliki teman dekat. Mungkin aku bisa menceritakan apa yang aku rasakan dan aku bisa berbagi bersamanya. Sayang, aku tak sepandai itu dalam bergaul. Mereka pasti akan memujiku secara berlebihan dan aku tak suka itu. Atau aku lebih takut, ada maksud dibalik mereka berteman denganku. Berteman dengan orang yang sepertiku banyak membuat orang canggung karena aku menguasai semuanya. Benar-benar melelahkan jika mengikuti pola pikir manusia sekarang.

Aku berkonsentrasi penuh dengan adonan di depanku. Memasukkan bahan-bahan ini tak boleh sembarangan, takaran harus sesuai agar kuenya tidak mengecewakan hasilnya. Tak lama aku seperti mendengar keributan di depan, "ada apa ya? Seperti suara Minho," aku bergumam. Aku segera melepaskan sarung tanganku dan juga apronku lalu keluar dari dapur.

Author POV

Seorang wanita tua berjalan dengan tertatih di trotoar. Ia memakai pakaian yang compang-camping dan wajahnya terlihat sangat kesakitan, ia memegangi perutnya. Sang wanita tua itu pun terhenti langkahnya ketika mencium aroma yang sangat harum dan nikmat. Wanita tua itu tak bisa lagi menahan rasa sakit di perutnya dan berjalan memasukki wilayah toko kue itu.

Sang satpam yang entah mengapa tak ada di pos jaganya mempermudah sang wanita tua it uterus berjalan masuk. Dari dekat, ia bisa melihat kue-kue yang cantik dengan berbagai warna terpajang di etalase. Sepertinya kue itu enak, semoga pemiliknya adalah orang yang baik hati, pikirnya. Dengan langkah lambat, sang wanita tua itu memberanikan diri mengetuk pintu kaca yang tidak mampu ia dorong. Minho yang bertanggung jawab di bagian pelayanan mendengar ketukan lemah wanita tua itu dan berjalan menuju pintu lalu membukanya.

"Ada yang bisa saya bantu Nek?" tanya Minho ramah. Wanita tua itu masih diam dan hanya memandangi wajah Minho dengan takut.

"Apa Nenek ingin membeli kue?" tanya Minho lagi dengan senyumnya.

Wanita tua itu memberanikan dirinya berbicara pada Minho, "Ap.. apa saya boleh meminta satu potong kue saja Nak," ia bersuara sangat kecil dan lemah.

"Maaf Nek, kami disini menjual kue. Apa nenek tidak membawa uang?" Minho mencoba sabar.

Wanita tua itu menggeleng, "saya belum makan dari kemarin," ia memegangi perutnya "ini sangat sakit" ucapnya kelewat lemah.

"Maaf Nek, sebaiknya jika Anda tidak memiliki uang jangan ke sini," Minho berkata agak kasar tapi ia masih bisa mengontrol nadanya agar tak tinggi.

"Tolong saya Nak, saya benar-benar lapar," ucap wanita tua itu dan sekarang ia sudah terjatuh di lantai.

"Kenapa kau begitu keras kepala Nek! pergi dari sini atau saya panggil satpam. Dan juga, Ahjussi ini kemana sampai nenek ini bisa masuk," Minho sudah kehilangan kesabarannya karena wanita tua di depannya terus meminta sepotong roti.

"Ada apa ini?" Luhan yang baru saja keluar dari dapur karena mendengar keributan kecil di luar dapurnya segera menghampiri Minho di depan pintu masuk.

Minho membungkuk, "Ini Nona, nenek ini ingin sepotong kue tapi ia tak memiliki uang. Aku sudah berusaha membujuknya pergi, tapi ia bersikeras ingin meminta kue," jelasnya.

Sang nenek yang menjadi objek pembicaraan itu pun hanya bisa menundukkan kepalnya. Ia terlalu takut jika ia dibentak lagi.

"Apa Nenek ingin mencoba kue kami?" Luhan berkata pada wanita tua itu tanpa ada niat memarahinya, wanita tua itu memberanikan mendongak menatap wanita muda yang lebih tinggi darinya, ia menganggung takut.

"Baiklah silakan masuk Nek, aku akan membawakan sepotong kue untukmu" ucap Luhan tesenyum sambil menuntun wanita tua itu masuk.

"Tapi Nona–" Minho hendak protes, tapi Luhan memotongnya. "Tidak apa-apa," ucapnya tersenyum "kau layani saja mereka," tunjuk Luhan pada pasangan muda-mudi yang mobilnya baru saja memasuki pekarangan Toko.

"Ah baik Nona," ucap Minho patuh lalu bersiap di depan pintu menyambut pelanggan pertama mereka, ah pelanggan kedua maksudnya.

"Nenek ingin kue apa?" Luhan menawarkan pada wanita tua yang diajaknya masuk.

Wanita tua itu tersenyum, "terima kasih Nak, aku akan menerima apa saja yang kau berikan Nak. Aku hanya sangat lapar belum makan dari kemarin," ucapnya lemah.

Luhan terenyuh, ternyata masih banyak orang-orang di luar sana yang kekurangan. Sungguh kasihan wanita ini, jika umur segini seharusnya ia bisa menikmati masa tuanya. "baiklah, tunggu di sini Nek, aku akan bawakan kue untukmu" segera Luhan melangkahkan kakinya menuju dapur.

Tak butuh waktu lama, Luhan sudah kembali membawa piring berisi potongan 2 kue besar. Ia meletakkan piringnya di depan wanita tua, "Ini Nek, silakan dinikmati. Maaf aku hanya menyuguhkan ini," ucap Luhan lalu duduk di sebrangnya.

Wanita tua itu terlihat senang dengan kue di hadapannya, tapi ia mengambil satu potong kue dan diberikannya pada Luhan. "Aku hanya meminta sepotong roti Nak, ini terlalu banyak" ucap wanita tua itu.

"Tidak apa Nek, ini semua untukmu, itu milikmu. Aku senang jika ada orang yang memakan kue buatanku," Luhan meyakinkan.

Wanita tua itu menggeleng, "Kau memang wanita muda yang baik Nak, semoga apa yang kau inginkan tercapai" ucapnya sambil tersenyum. Luhan tersenyum mendengarnya, "terima kasih Nek,"

Wanita tua itu pun mengambil tisu yang ada di meja itu dan meletakkan sebuah kue di atasnya, "karena kue ini milikku, maka aku akan memberikan sepotong kue ini untukmu. Makanlah" ia menyodorkan kue yang ada di piring. Ucapan wanita tua itu benar-benar diluar perkiraan Luhan. Ia merasa tersentuh dengan kemurahan hati wanita tua di depannya. Luhan pun mengangguk dan menukar kue di piringnya dengan kue beralaskan tisu. "Nenek lebih baik makan menggunakan piring, ini akan memudahkanmu," ucap Luhan sambil tersenyum. Wanita tua itu tertawa diikuti Luhan yang juga tertawa.

Seseorang dari seberang jalan melihat wanita muda yang berada dalam toko tengah tertawa dengan seorang wanita tua. Ia tersenyum melihatnya, lalu menghilang dari sana.

.

.

to be continued-

.

.

Apa kalian suka ceritanya? Ada yang penasaran? Jika iya, mohon review agar HHS ini dapat dengan percaya diri mempost chapter selanjutnya hehehe ^^

Gamsahamnida *loveforHUNHAN yeayy!