Warning! 18+ untuk Soonhoon di chapter ini. Saya pikir-pikir dari awal episode tidak ada pengambaran secara rinci mereka berdua berhubungan, jadi ini hadiah kalian karna tetap antisipasi dan mendukung cerita saya.
.
.
.
Hide Your Heat
.
.
.
"Jadi, kalian mendaftarkannya?"
Rambut hitam pekat Lee Jihoon jatuh, seiring dengan kepalanya yang menunduk.
"Wah, daebak! Dia berani ambil keputusan itu. Lalu, kapan mulai tinggal di asrama?"
Lee Jihoon mengangkat kepalanya dan menggeleng lemah. Ia meneguk minuman bersoda yang ada di depannya. "Aku menunggu antrian. Seteleh barang- barangku berhasil diangkut, saat itu pun aku pindah."
Lee Chan, tampak berpikir. Sesekali menyelipkan tatapannya pada sang kakak. Lalu mengetuk-ngetuk jarinya pada meja. "Lalu, masih bolak-balik apartemen? Mau tinggal denganku?"
Helaan napas terdengar dari laki-laki yang bertubuh lebih mungil darinya. Jihoon menatap adiknya serius, raut cemas begitu ketara disana. "Itu tak masalah, aku dapat antrian besok. Yang jadi masalah.. Ayah sudah tahu semua ini. Pihak sekolah sudah memberitahu keluarga kita perihal aku yang mempunyai mate. Ibu.. Semalam meneleponku. Menangis begitu tahu apa yang terjadi. Lagipula dipikir-pikir, sangat aneh jika seorang Beta mempunyai mate, mereka juga pasti telah berpikir bahwa musibah perubahan status yang akhir-akhir ini terjadi, dialami juga olehku."
"Serius?" mata Chan melebar. Ia menggigit bibirnya. "Aku, akan bantu jelaskan. Te -tenang saja hyung."
Walaupun tubuhnya gagah dan besar, Jihoon tahu saat ini Chan pasti sedang gelisah. Bagaimana pun ia turut menyembunyikan identitas Jihoon di belakang orangtuanya. Mau tidak mau Chan pasti akan terkena ayah mereka. Namun Jihoon bersyukur, walau sedikit egois, ia butuh Chan Sebagai tamengnya.
"Habiskan makananmu, hyung. Daritadi kau hanya menyentuh cola itu. Perutmu akan sakit." Chan meraup nasi terakhir yang tersisa di nampannya bersama dengan potongan kimchi yang segar. Ia meneguk susu banana nya dan merapikan bekas makannya.
"Aku tidak lapar. Ah,, chan.. Aku.." Jihoon menjeda ucapannya. Ia memandang Lee Chan dengan ragu.
"Apa hyung?"
"Aku, mengaku hamil pada Kwon Soonyoung."
"APAA!" teriakan Lee Chan membuat sebagian besar pasang mata yang ada di kantin menoleh pada mereka. "Eey, hyung, jangan bercanda. Kau hamil?" kali ini ia berbisik.
"Hah, bukan seperti itu. Aku sudah berjanji untuk menceritakan segalanya padamu. Jadi, sekarang dengarkan baik-baik dan usahakan tidak berteriak." helaan napas Jihoon kembali terdengar, ia kemudian menceritakan segala detail kejadiannya, kecuali hal-hal mesum yang dilakukan Soonyoung. Kalau ia butuh Lee Chan sebagai tamengnya, orang itu juga harus tahu apa yang ia alami, bukan?
Saat ini mereka sedang berada di kantin area beta. Tak cukup luas dibanding kantin utama, daftar makanannya pun lebih sedikit. Namun ini lebih baik, Kwon Soonyoung dan anteknya tidak pernah makan disini. Bagaimanapun, saat ini sampai barang-barangnya selesai dipindahkan ke kamar Soonyoung, Jihoon ingin menghindarinya.
"Wah, aku tak tahu harus bicara apa. Hyung, a-aku tidak tahu ternyata kau mengalami semua itu. Tanpa aku tahu, tanpa aku tidak bisa melakukan apa-apa. Hiks, hyung. Malang sekali nasibmu. Aku, ingin memelukmu. Boleh?" Lee Chan tiba-tiba menangis. Hatinya terasa sangat sakit begitu mendengar cerita Jihoon. Tangannya mengepal kuat, bibirnya digigit sampai terluka. Jihoon iba, ia segera bangkit dari kursinya dan memeluk Lee Chan. Menenangkan adik manjanya itu yang sudah sesegukan sekarang.
"Sudah-sudah."
"A-aku, hiks, aku merasa tidak berguna, hyung. Padahal aku alpha. Aku seharusnya bisa melindungimu."
"Tidak, Chan. Kau hebat. Ini salahku tidak memberitahu mu dari awal. Sekarang jangan menangis, ya. Kau tidak malu kalau nanti dilihat teman-temanmu, hmm?"
Jihoon mengusap kepala Lee Chan, menenangkan anak itu.
Chan menggeleng. Saat ini ia hanya ingin menangis. Mewakili kakaknya yang keras kepala. "Aku tidak, peduli dengan teman-temanku. Aku, ingin makan tteoppoki." entah mengapa Chan malah ingin memakan makanan pedas itu saat ini juga.
Lee Jihoon tertawa kecil. Ia melepaskan pelukannya dan kembali ke tempat duduknya. Menyendok nasi yang baru habis sedikit, menaruh kimchi dan sosis juga sayuran diatasnya dan merapikan nampannya. Ia mengunyah makanan sambil menahan tawa. Melihat adiknya yang terheran-heran.
"Bagaimana ya, aku juga ingin tteoppoki saat ini." Jihoon menyaut.
Raut wajah Chan berubah cerah. Ia ikut tertawa. "Wah, ini pertama kalinya aku melihat hyung tertawa seperti itu. Hyung jadi cantik sekali."
"Yak! Aku laki-laki mana mungkin cantik."
"Serius. Kau kenapa jadi cantik ya?"
"Lee Chan, omonganmu dijaga ya."
"Jihoon!" Jihoon menoleh. Ah, ada Seungkwan dan Hansol disana. "Oh, Seungkwan! Ah, hallo Hansol."
"Kau sudah lama disini? Kupikir kau pergi ke kantin utama. Menu favorit mu kan ada disana."
Jihoon menggeleng, "Aku hanya ingin makan disini sekarang."
Seungkwan mengambil duduk di samping Jihoon dan Hansol duduk di samping Lee Chan. "Kau sudah selesai makan? Makananmu masih banyak?"
"Aku sudah kenyang."
"Eyy, Ji, tubuhmu sangat kurus. Kau harus melapisi tulangmu dengan daging, jangan hanya kulit saja." Seungkwan melirik ke arah Chan. Dari seragamnya, dia seorang Alpha. "Dan siapa alpha ini?"
"Adikku." Chan baru saja akan menyahut.
Seungkwan nampak terkejut, namun berusaha tidak berteriak seperti biasanya. Ia meneliti setiap celah pada wajah Chan, mencari kesamaan orang itu dengan Jihoon. "Aku berusaha tidak terkejut, tapi hoon, kau mau cerita padaku mengenai ini?" Seungkwan selalu hati-hati jika bicara dengan temannya itu. Ia tak mau hubungan baik yang mereka jalani akhir-akhir ini hancur gara-gara rasa penasaran bodohnya. Lagian, mereka kan juga baru sekelas tahun ini. Seungkwan juga belum pernah bertanya tentang keluarga Jihoon. Seungkwan tidak se-Kepo itu. "Atau tidak?" sambung laki-laki itu.
"Aku akan cerita lain kali, he-he." jawaban Jihoon tak terlalu membuat Seungkwan puas, tapi ya sudahlah, mau bagaimana lagi.
"Uuh, aku ingin makan sesuatu yang pedas." kata Seungkwan.
"Kau mau tteoppoki? Hanya makanan itu yang terlintas dipikiranku." tanya hansol.
Alis Jihoon terangkat. "Aku juga sedang ingin tteoppoki."
"Aku juga." Chan menimpali.
Seungkwan tersenyum lebar, ia punya ide bagus sekarang. "Ayo kita pesan!"
"Caranya?"
"Ayo kita bolos, lagipula sekarang tidak ada kegiatan belajar sampai program kepala sekolah selesai. Aku bosan kesana kemari tak jelas."
"Ide bagus, boleh aku ajak dua orang?" tanya Jihoon mengundang tautan alis beberapa orang disana.
.
.
.
"Apa katanya?" Jeonghan berbisik pada Jeon Wonwoo yang ada disampingnya.
"Jihoon mengajak kita makan tteoppoki di luar." sahut Wonwoo
"Sial, aku kebetulan ingin makanan itu dari minggu yang lalu."
"Aku bahkan ingin muntah saat mendengar namanya, tapi aku rindu Jihoon." Wonwoo sedang mual-mualnya saat ini. Makanan kantin mahal dihadapannya tak membuat ia cukup lapar.
Jeonghan mengangguk kecil. "Aku ingin menghirup udara luar. Sudah lama aku tidak melewati dinding raksasa itu. Tapi pertanyaannya, bagaimana cara bilang pada mereka?"
Wonwoo menelan ludah. Secara otomatis kepalanya beralih pada 6 orang selain mereka berdua. Para alpha yang sedang makan dengan tenang. Sangat tenang bahkan salah satu diantara mereka ketenangannya membuat Wonwoo merinding.
Kantin utama terlalu luas untuk kedua matanya jangkau. Tapi ia yakin masih belum ada tanda-tanda Jihoon disana. Wonwoo tau, Soonyoung saat ini sedang menunggu Jihoon. Matanya beberapa kali menilik pintu masuk di sisi kirinya. Tapi rupanya laki-laki yang dicari malah sudah makan di tempat lain, dan berencana bersenang senang dengan orang lain.
Wonwoo tahu saat ini Jihoon sedang menghindari Soonyoung. Oleh sebab itu, ia belum bertemu lagi dengannya semenjak rapat darurat di aula utama.
Tangan Mingyu tiba-tiba terasa mengusap perutnya. Morning sickness yang ia alami juga dirasakan oleh ayah sang jabang bayi. Tiap kali Mingyu merasa mual oleh apapun yang ditelannya, usapan kecil pada perut sang omega akan meredakannya. Wonwoo mendecih sebal, sepertinya anaknya itu ingin ayah dan ibunya selalu bersama.
"Jeon." Jeonghan kembali berbisik.
Ah, wonwoo tahu, Jeonghan juga sedang isi. Namun dia tidak tampak mual seperti yang ia rasakan. Apakah kehamilan seorang berbeda beda ya. "Ya?"
"Aku ingin makan tteoppoki sekarang." kata omega yang menjadi mate Seungcheol.
Memang 'ngidam' menjadi hal lumrah bagi seseorang yang sedang hamil. Wonwoo juga pernah merasakan ingin mendapatkan atau memakan sesuatu yang aneh atau diwaktu yang tidak tepat. Ia beberapa kali merepotkan Mingyu karena harus membeli makanan ditengah malam.
Laki-laki itu memberitahu Mingyu mengenai kehamilannya pada saat Ruth Mingyu yang hebat itu tak kunjung selesai. Ia tak mau terjadi apa-apa pada anak yang entah sejak kapan mulai ia sayangi sepenuh hati. Walau sempat tak percaya, Mingyu yang pada dasarnya tak suka diperintah pernah sekali melemparkan amarahnya pada Wonwoo, namun anak dalam perutnya menyelamatkan Wonwoo dengan membuat Mingyu mual. Setelah-setelahnya Mingyu selalu menuruti keinginan Wonwoo. Apapun itu. Asalkan Mingyu ada didekatnya.
Tapi kalau sekarang ia bilang ingin keluar makan tteoppoki bersama Jihoon dan temannya apakah Mingyu mengijinkan? Yang paling membuatnya khawatir adalah ketika Soonyoung tahu, apa yang akan terjadi?
"Jeon, anakku sudah tak bisa diam. Ia ingin makan kue beras yang sangat pedas. Tapi aku tidak mau Seungcheol ikut. Aku ingin bersenang-senang."
"Aku sedang memikirkan caranya. Tapi kalau terang-terangan minta izin. Aku agak takut dengan Soonyoung. Sepertinya ia menunggu Jihoon."
Jeonghan menilik Soonyoung sekilas. "Iya, kata Seungcheol Soonyoung belum bertemu lagi dengan Jihoon sejak terakhir kali di aula. Aku merasa kasihan. Tapi aku juga kasihan pada Jihoon."
Soonyoung mengeratkan kepalannya pada sumpit yang sedang ia pegang. Ia sudah bersabar dan menahan diri untuk tidak mencari Jihoon. Laki-laki itu sangat pintar bersembunyi, hampir dua minggu ini ia tak bisa menemukannya dimana pun. Walau bisa saja dia melepaskan pheromonnya untuk membuat mate-nya mendekat, namun Soonyoung tak ingin cara rendahan itu. Ia ingin Jihoon yang membutuhkannya, bukan ia yang membutuhkan Jihoon.
"Brengsek!" umpatannya di dengar oleh Jisoo yang duduk disamping kanan Soonyoung. Posisi makan mereka saat ini melingkar di dekat dinding dekat dengan pintu masuk.
"Kalau kau rindu laki-laki itu, kenapa tidak mencarinya?" Jisoo dengan santai berbicara ditengah keheningan, membawa fokus yang lain kearahnya.
"Siapa yang mencari siapa?" tanya Jun
Jisoo memberi isyarat oleh matanya. Jin langsung tau tatapan itu mengarah kemana. Ia berdehem sekali lalu berbicara. "Ini yang membuatku tak ingin punya mate. Bonding itu mengerikan. Kau akan terikat dan sekarat bila tak dekat dengannya." kata-kata berlebihan Jun membuat yang lain berdecih.
"Kau tidak akan bisa berkata seperti itu jika kau sudah bertemu dengan orang yang kau cintai." kata Seokmin. Ia menatap lekat-lekat wajah Jisoo. "Yang ada kau malah ingin cepat-cepat mengikatnya agar ia tak lari." katanya kemudian.
Jisoo jadi salah tingkah. Ia mengunyah makanannya cepat-cepat.
"Seperti kau sudah jatuh cinta saja, sialan. Kau tidak ingat janji kita untuk menjadi player sejati? Heh?" Jun meninju dada Seokmin ringan. Yang ditinju pura-pura kesakitan, walau ia merasakan kesakitan yang lain disana.
"Tapi iya, Han, kau tak tahu dimana Jihoon berada?" tanya Seungcheol lembut.
Jeonghan menggeleng. "Tidak, tapi yang pasti ia masih ada di dalam sekolah ini."
Orang-orang disana sudah mengetahui apa yang terjadi pada Soonyoung dan Jihoon. Jadi mereka agak heran kenapa Jihoon jadi menghilang. "Bukannya orang hamil harus terus bersama pasangannya ya?" perkataan Seungcheol selanjutnya membuat Jeonghan dan Wonwoo sama -sama menyemburkan makanan yang sedang mereka kunyah.
Mingyu berteriak, ia jadi ikutan mual. Dengan segera, ia mengusap perut pasangannya, menenangkan sesuatu didalam sana. "Yak, hati-hati!" katanya sambil membersihkan bekas semburan makanan di seragam Wonwoo.
"Si sialan ini membuatku susah, aku tak bisa mengontrolnya. Kau sangat melindungi ibumu hah?" Mingyu berkata paada anaknya yang belum lahir. Ia sangat kesal. Sudah sangat sering ia dibuat kerepotan oleh anak yang belum jelas juga statusnya. Tapi yang Mingyu tahu, ia akan jadi dominant.
"Apa katamu? Jihoon hamil?" tanya Wonwoo
"Kau tak tahu?" seungcheol balik bertanya.
Wonwoo menggeleng, "Dia belum cerita."
'Jihoon. Ada apa ini?'
"Ya, dan aku akan jadi paman dari 3 orang keponakan sekaligus. Oh dewa, hal buruk apa yang aku lakukan di kehidupan sebelumnya." Jun menggeram kesal.
Brakk!
Gebrakan meja yang dibuat Soonyoung menciptakan keheningan. Para omega dan beta yang sedang bisik-bisik mengagumi Soonyoung pun terdiam ketakutan. Mereka merasakan Pheromon laki-laki itu.
Ruth!
Soonyoung ruth!
Teman-temannya tak bisa berbuat banyak saat laki-laki itu bergegas berjalan keluar kantin. Wonwoo yang berdiri untuk mencari Jihoon dihalau oleh Mingyu. "Mau kemana kau?"
Wonwoo menggigit bibirnya. "Aku harus mencari Jihoon. Ia harus bersembunyi dari Soonyoung."
Mingyu mengerutkan alisnya kesal. "Apa yang salah? Lagipula mereka sudah bonding."
"Tapi ia belum tahu, seberapa menyeramkannya ruth seorang alpha."
.
.
.
Jihoon menilik ponselnya berulang kali. Ia masih betah di kantin bersama 3 orang lainnya disana. Jawaban Wonwoo ataupun Jeonghan tak kunjung diterimanya. Tak juga mendapati batang hidung mereka di kantin beta. Mereka ada dimana?
Oh?
Kenapa ia tiba-tiba menjadi bodoh? Tentu saja mereka bersama dengan pasangannya masing-masing.
"Sepertinya kita bisa jalan sekarang." kata Jihoon.
"lalu dua temanmu tak jadi ikut?" tanya Seungkwan.
"Sepertinya begitu. Ah, tunggu sebentar, dia telepon." Jihoon melihat nama Jeonghan pada layar ponselnya.
"Ya Han? Aku masih di kantin beta. Kenapa lama sekali?" kata Jihoon kesal.
'Kau harus pergi dari sana, bersembunyi sampai tak ada seorangpun yang bisa menemukanmu.'
"Apa maksudmu?"
'Soonyoung...'
'Soonyoung?' Jihoon nampak sedikit khawatir karena selanjutnya perkataan Jeonghan dijeda seseorang. "Soonyoung kenapa?"
"Hyung!" Lee Chan berbisik, sambil menyikut lengan kakaknya.
Dan yang sedang dibicarakan ada disana. Kwon Soonyoung berdiri di ambang pintu, matanya berubah keemasan.
"S-Soonyoung." bisik Jihoon.
"Kau mau main-main denganku rupanya. Kemari Lee Ji-hoon." Soonyoung berkata dengan nada mengancam. Membuat tubuh Jihoon merinding dibuatnya.
"Tidak, a-aku akan datang besok. Tidak sekarang, biarkan hari ini aku bersama teman-temanku."
Soonyoung tertawa. Mengejek namun sekaligus terasa menyedihkan. "Mau bermain tarik ulur heh?"
Kemudian dirasakan oleh semua yang berada di ruangan itu pheromon sang alpha. Untung sudah tak banyak orang dan kebanyakan dari mereka adalah beta. Namun bahkan seorang beta pun merasakan pheromon kuat itu.
"Apa ini?" Seungkwan mengusap belakang lehernya yang merinding. Ia belum pernah merasakan aura seperti ini.
"Pheromon alpha." jawab Hansol.
"Tapi aku belum pernah merasakan yang seperti ini. Dia seperti marah?" tanya seungkwan lagi.
Lee Chan menatap khawatir hyungnya. Ia tahu bahwa alpha itu sedang ruth disana. "Hyung.." bahkan lebih khawatir ketika laki-laki omega itu berdiri kaku disana. Berkeringat dan bereaksi dengan pheromon yang dikeluarkan Soonyoung.
Jihoon merasakan seluruh tubuhnya lemas. Tenaganya seakan hilang tiba-tiba. Matanya tak bisa lepas dari sepasang lensa keemasan disana. Ia tak bisa menahan tubuhnya untuk berdiri lagi dan seketika ambruk. Ada apa ini? Kenapa birahinya tiba-tiba meninggi? Ini bukan masa Heat nya.
"Kau sepertinya masih belum mengerti, Lee JiHoon..." Soonyoung mendekat sembari tetap mengeluarkan pheromonnya.
Jihoon merinding, namun dalam waktu bersamaan ia tak bisa membendung hasratnya untuk.. Bercinta?
Soonyoung semakin mendekat. Ia merendahkan tubuhnya, menyetarakan tinggi badan mereka. "Bahwa aku tak suka dibantah.." lanjutnya. Ia menaruh telunjuknya pada garis pipi yang memerah milik Jihoon. Membuat si empunya meloloskan desahan kecilnya. "...apalagi untuk saat ini."
Jihoon ingin menangis. Tapi ia juga ingin Soonyoung menyentuhnya lebih. Tapi ini tempat umum. "S-soon..."
Soonyoung tersenyum mengejek. Ia mengerti, mereka menjadi tontonan banyak orang. Soonyoung pun tak nyama dengan itu. "Mari, ke tempat kita." dengan sekali tangkap, ia membawa tubuh ringkih itu dalam pangkuannya, berjalan menjauhi ruangan yang sesak itu.
"Hyung!" Lee Chan ingin mengejar mereka. Ia ingin melindungi kakanya, namun tangan Hansol mencegahnya.
"Tidak, Chan. Kau tidak bisa melakukan apa-apa."
.
.
.
Ruth bagi seorang alpha sama halnya dengan heat seorang omega. Memakan waktu kira-kira seminggu sampai semuanya berakhir. Begitu menyiksa dan harus meditasi di ruangan tertutup. Berbeda dengan yang sudah memiliki mate. Ruth mereka takkan berakhir jika tidak disalurkan pada mate masing-masing. Sekaligus jembatan penguat bonding pasangan alpha-omega.
Sampai disana. Sampai diatas ranjang. Sampai pakaiannya sudah tak menutupi tubuhnya pun Jihoon masih tak bisa bergerak. Membiarkan Soonyoung dengan suka hati berbuat semaunya diatas sana. Tubuhnya seakan tak memiliki tenaga.
"Ouh." Jihoon melenguh saat hisapan Soonyoung terlalu kuat pada putingnya.
"Tak, ahn, t-tak akan ada yang keluar dari sanah s-soon." bodoh. Soonyoung pasti juga sudah tahu itu.
Namun hisapan itu tak melemah dan semakin bertambah kuat seiring mengerasnya desahan Jihoon. Jihoon bisa melihat kepala Soonyoung bergerak liar dibawah sana. Ia juga baru tahu kalau dadanya bisa menimbulkan rasa nikmat luar biasa seperti sekarang.
"akh." kali ini gigitan kesekian kalinya Soonyoung berikan pada Jihoon. Gesekan gigi tajam itu membuat kulit putih Jihoon mengeluatkan darah segar.
"S-soonyounh, sakit. Jangan, gigit." mohon Jihoon. Tapi yang ia terima malah gigitan-gigitan di tempat lain.
Jihoon tak dapat mengatur napasnya. Ia mendesas berulang kali seperti jalang yang pernah ia tonton di film dewasa. Ini menjijikan. Namun jihoon tak bisa apa-apa. Setiap Soonyoung menyentuh titik sensitifnya, ia tak bisa tidak mendesah.
"Jangan disana!" jihoon kembali mencegah Soonyoung dengan kata-katanya.
Soonyoung menghisap kuat penis Jihoon sembari memilin putingnya. Jari-jarinya yang lain menyodong lubang anal Jihoon dengan cepat.
Kepala Jihoon menengak, mulutnya terbuka membiarkan air liurnya keluar begitu saja, tak kuat menerima rasa nikmat ini saat Soonyoung menekan titik sensitif nya di dalam sana. Ia mendesah kuat berbarengan dengan sesuatu yang keluar dari penis Jihoon yang berada didalam mulut Soonyoung.
Soonyoung menelan cairan Jihoon. Setengahnya ia bawa kedalam ciuman liar bersama omeganya. Membiarkan Jihoon merasakannya juga. Soonyoung melumat bibir bawah Jihoon yang lebih tebal. Menariknya sampai berkedut kemerahan. Lidahnya menjelajah ruangan hangat di mulut jihoon mengabsen tiap sudut disana. Tak ada yang terlewat.
Jihoon kembali melenguh. Matanya membesar saat merasakan benda tumpul yang panas menyentuh dinding analnya. Jihoon menyempatkan mrlihat dibawah sana. Kejantanan Soonyoung memerah dan besar. Jihoon melotot, tak pernah lihat yang sebesar itu.
"S-soon. Itu tidak akan muat."
Soonyoung mulai mendorong miliknya masuk. Perlahan sambil merasakan sensasi nikmat disana. Namun walaupun ia sudah melonggarkan lubang dengan empat jarinya. Penisnya masih belum bisa masuk ke dalam sana. Pintunya tertutup rapat.
Soonyoung mengerang, ia menyambar kembali bibir mungil Jihoon. Mencoba membuatnya rileks.
Tangan kirinya memilin puting Jihoon, sedang yang kanan mengocok penis Jihoon.
"Arhnm."
Soonyoung mengulum bibir merah itu, menikmati rasa manis yang entah bagaimana bisa ada disana. Mungkin Jihoon makan sesuatu yang manis? Persetan. Yang penting bibir itu terasa nikmat. Ia lanjutkan pada telinga Jihoon. Mengulumnya disana. "Lee Jihoon.. Kau milikku.." katanya sambil mendesah.
Suara berat Soonyoung membuat Jihoon kembali datang diiringi hujaman penis Soonyoung di analnya. Jihoon mendesah keras. Tubuhnya bergetar hebat, lubangnya mengetat. Soonyoung menggeram keenakan.
Dilebarkannya kedua paha Jihoon. Menempatkan posisi menghujam yang paling bagus. Lalu mulai mendorong perlahan batang kerasnya sampai bergerak tak beraturan.
"aaahn,, hhmmm, rrggh, sooon, pelan,, herrgh. Ahh." Jihoon meracau. Rasa ini benar-benar nikmat. Lebih nikmat ketika mereka melakukan pertama kali pada masa heat nya.
Tangan Jihoon mulai bisa digerakan. Memegang erat pada seprei putih milik Jihoon, berusaha agar tubuhnya tidak terantuk terlalu keras. Ia membawa ujung sprei untuk ia gigit agar tidak berteriak dengan sangat keras.
Jihoon melihat Soonyoung. Laki-laki diatasnya juga melihatnya. Soonyoung kelihatan seksi. Dada bidangnya, pundak lebarnya, keringat yang jatuh dari ujung rambutnya yang sedikit memanjang. Serta bibirnya yang mendesah berat. Jihoon, ingin menggigit bibir itu.
Pegangan tangannya pada sprei ia lepaskan. Meraih punggung leher itu dan mendekatkan wajah ke arahnya. Jihoon meraih bibirnya. Menghisap dan melumat lembut permukaan tebal itu. Menyalurkan rasa yang tak dapat dimengerti oleh keduanya. Seiring dengan lumatan itu, gerakan Soonyoung lebih teratur. Perlahan namun tajam. Membuat Jihoon mendesah diantara ciuman mereka.
"Soonyoung.. Kwon soonyoung, aku akan kelu-ahh-ar."
Jihoon keluar untuk kesekian kalinya. Namun milik Soonyoung masih menegang dengan bangga disana. "Soon, aku lelah."
Soonyoung tersenyum miring. "Maaf, tapi kita tak bisa berhenti untuk sekarang. Aku ingin anak kembar."
Kemudian Soonyoung kembali menghujam lubangnya, memberi gigitan disana sini. Ia akan melakukannya sampai ia puas, sampai ruthnya berakhir.
.
.
.
"Sedang telepon siapa?" Mingyu bertanya begitu keluar dari kamar mandi. Tubuh tinggi tegapnya hanya dibalut oleh jubah mandi yang bahkan tak bisa menutupi dada bidangnya. Menghampiri Wonwoo yang tampak masih berkutat dengan ponselnya sedari tadi.
"Jihoon. Teleponnya tidak diangkat."
Mingyu tersenyum mengejek. "Kau seperti tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan saja."
Alpha itu duduk disamping omeganya. "Jangan terlalu memikirkan Jihoon. Pikirkan juga Soonyoung yang menderita."
"Apa yang harus dikhawatirkan dari Soonyoung, ia tak akan terluka sama sekali."
"Kau tahu, sejak kau dan aku bonding dan kau pergi entah kemana, aku merasa begitu tersiksa. Aku tahu rasanya menjadi Soonyoung, sangat tidak mengenakan."
Wonwoo membuang wajahnya. Kalau bukan karena anak ini, ia pun tak sudi bertemu dengan Mingyu lagi. Ia hendak bangkit. Namun lengan Mingyu menahan tubuhnya. "Mau kemana?"
"Mandi."
"Nanti saja, lagipula kau akan kotor lagi setelah ini."
"Apa yang kau lakukan?"
"Kau akan tahu." Mingyu merendahkan tubuh Wonwoo. Dan merangkak keatas tubuhnya. Ia hendak mencium laki-laki itu sampai rasa mual menyerangnya.
"Hoek!" laki-laki besar itu segera bangkit dan berlari menuju kamar mandi. Dari dalam wonwoo mendenfar laki-laki itu berteriak.
"Anak sialan. Lihat saja ketika kau lahir, aku akan membalasmu!"
.
.
.
Hoshiyowoo berlutut meminta maaf untuk update yang sangat telat ini. Semoga menikmati. Dan untuk adegan soonhoonnya dapet . Ehehe.. Maaf juga apabila feel nya kurang dapat. Akhir-akhir ini saya banyak pikiran.
Terima kasih untuk yang masih menunggu cerita saya.
Untuk request foto alur tempatnya, saya akan selesaikan sore ini, semoga saja ya haha.
Akhir kata, saya sangat membutuhkan komentar kalian untuk membangun semangat saya. Jangan segan-segan untuk mencurahkan apa yang ada dalam pikiran kalian. Hoshiyowoo loves you.
P.S maaf jika banyak typo