Suasana mencekam menyapanya. Ia tidak bisa berkata-kata lagi menyusuri setiap jalan yang ia tapaki dengan kaki mungilnya, ia meremas begitu kuat tasnya sebagai pelampiasan rasa takut dan asing ini. Ia menarik nafas panjang melangkahkan kakinya masuk ke sebuah pintu berukiran rumit yang ia yakini sebagai tempat berkuasanya NamJoon di sini. Saat pintu dibuka ia bisa melihat dengan jelas wajah NamJoon dan Joohyun begitu senang melihatnya berada di sini.

Joohyun melangkah lebih dulu, menghampiri Taehyung yang berjalan begitu lambat menghampiri mereka berdua-itu menurut Joohyun.

"Dimana cawan itu?" tanya Joohyun dengan pandangan penuh nafsu saat melihat tangan Taehyung meraba tasnya mengeluarkan sebuah lukisan berukuran sedang, ia menaruhnya di atas meja menatap NamJoon yang masih tetap di tempatnya duduk meminum arak. Ia menghela nafas antara takut dan sedih melihat ayahnya sendiri memperlakukannya layaknya seekor binatang.

Ia menaruhnya tasnya lebih dulu, mengarahkannya tangannya menyentuh lukisan itu dan perlahan masuk. Mata Joohyun semakin berbinar melihat tangan Taehyung tenggelam di dalam sana, perlahan tapi pasti tangan itu keluar dari lukisan tersebut. NamJoon masih tetap diam di posisinya meskipun cawan yang selama ini ia cari ada di hadapannya, digenggam begitu erat oleh Taehyung. Pandangan Joohyun berbinar bahagia, ia merebut cawan itu dari tangan Taehyung membawanya ke hadapan NamJoon.

"Aku tahu kau akan datang" NamJoon menerimanya dengan senyum bahagia, ia genggam cawan itu lalu menghampiri Taehyung yang tetap memasang wajah datar tidak berselera sama sekali. "Meskipun banyak yang mengatakan bahwa kau tidak akan membawakan cawan ini tapi aku yakin kau akan membawakan cawan ini. Masalah utamanya adalah persoalan waktu."

Taehyung masih tetap diam, menundukan kepalanya seakan tidak mau beradu pandang dengan NamJoon meskipun itu hanya sebuah lirikan. NamJoon menyeringai, mengeluarkan sebuah belati menusuk tepat di telapak tangannya, mengalirkan beberapa tetes darah ke cawan tersebut membentuk tanda pemburu bayangan seperti yang ia gambar dulu.

NamJoon tersenyum puas, beralih menatap Taehyung yang menunduk ketakutan dengan bahu sedikit gemetar entah takut atau menahan tangis.

"Lepaskan eomma, kau sudah dapatkan apa yang kau mau"

"Aku harus membuktikan terlebih dulu apa ini asli atau tidak" ucap NamJoon berbisik di telinga kanannya seperti ular. Taehyung mendongak, menatapi cawan itu yang diarahkan padanya lebih tepatnya pada bibir mungilnya.

"Dengan ini kita bisa memurnikan keturunan kita"

"Apa kau tidak sadar dengan segala percobaanmu itu? Saat seseorang ingin memurnikan keturunannya mereka tidak pernah berhasil karena itu eomma ingin menghentikanmu. Eomma sangat mencintaimu karena dia tidak ingin kau pergi darinya"

NamJoon berdecih, mengelus sisi kepala Taehyung dan semakin mendekatkan mulut cawan itu pada bibirnya. Taehyung memalingkan wajahnya menolak perintah NamJoon untuk meminum darah itu. NamJoon menggeram marah.

"Dia pergi dariku bukan untuk menyembunyikan cawan ini melainkan menyembunyikanmu. Dia mencoba menyembunyikan bakat terpendamu yang berasal dariku. Kau adalah putriku, darahku mengalir dalam tubuhmu"

Taehyung menggeleng, menyangkal fakta itu bahwa ia adalah putri kandung dari NamJoon. Ia menunduk takut, berusaha sebisa mungkin menjauhkan cawan itu dari mulutnya tapi NamJoon tetap memaksakan kepalanya mendekati cawan itu. NamJoon semakin menggeram marah.

"MINUM!"

Taehyung tersentak, perlahan tangannya bergerak mengambil alih cawan itu, digenggamnya begitu erat dan secara tiba-tiba melempar kembali cawan itu ke dalam lukisan tadi. NamJoon berteriak marah, bahkan beberap Gucci di ruangan ini pecah. Taehyung membulatkan matanya terkejut dan takut, ia melangkah mundur secara perlahan tapi NamJoon lebih cepat mencengkram kepala bagian belakangnya.

"Kenapa kau memasukannya? KELUARKAN! KELUARKAN!"

Taehyung ikut berteriak kesakitan, cengkraman itu seperti sebuah batu menghantam kepalanya begitu kuat. Belum puas menyiksa putrinya sendiri, ia menghantamkan kepala itu ke meja lalu melemparnya hingga terpental ke dinding. Matanya berkilat tajam memperhatikan tubuh itu tegolek lemas tidak sadarkan diri.

NamJoon menarik nafas sepanjang yang ia bisa. Matanya semakin berkilat tajam melihat Joohyun nampak marah melihat sikap NamJoon. Wanita itu menghampiri NamJoon, menyentak lengan kokoh itu agar tubuh mereka berhadapan. Mata mereka sama-sama berkilat tajam dan nyalang, layaknya seekor binatang yang saling berebut mangsa.

"Kenapa kau membiarkannya begitu saja? Bagaimana denganku jika cawan itu tidak ada?"

"Bagaiamana denganmu?" NamJoon balik bertanya dengan nada mengejek, menghina. Ia berjalan pergi begitu saja, menatap atau melirik Joohyun saja tidak. Ia lebih memilih mencabut beberapa tongkat dan pedang di sekitarnya lalu menancapkannya di lantai berbentuk lingkaran. Joohyun yang tidak terima menghampiri NamJoon, mengeraskan rahangnya menahan segala emosinya karena sudah terperangkap dalam tipu muslihat seorang Kim NamJoon.

"Aku berikan cawan itu dan kau akan membuatku menjadi penguasa. Jika cawan itu hilang lagi bukan salahku, kau yang memberikan cawan itu padanya" ucap Joohyun menunjuk tubuh Taehyung yang masih tidak bergerak dalam posisi tengkurap. NamJoon meliriknya, menancapkan dua pedang sekaligus seperti memberi perintah bagi Joohyun untuk diam.

"Sebenarnya menjadi penguasa ada di dalam sini" NamJoon menunjuk kepala Joohyun dan seketika tuan putri dari Raja Hyongjong ini tersadar bahwa sampai kapanpun ia tidak akan pernah menjadi apapun dan selama ini NamJoon hanya mempermainkannya serta membuatnya berkhayal jauh. "Kau yang membuat keselahan karena sudah percaya dan menyerahkan dirimu padaku, pada seseorang yang diburu semua orang" NamJoon kembali mengambil tongkat lagi lalu menancapkannya.

"Joseon, Manchu dan para pemburu bayangan semua mengincarku. Aku sama sepertimu terjebak dalam khayalan tapi perbedaannya aku akan mewujudkannya saat ini" NamJoon kembali mengambil satu tongkat yang cukup panjang, menancapkan pedang pada sisi paling atas tongkat tersebut lalu menancapkannya ke lubang yang tersisa.

Joohyun berdecih, berniat pergi tapi NamJoon tiba-tiba saja ada di hadapannya dan dengan cepat mengcekiknya sekuat tenaga bahkan ia sampai sulit bernafas.

"Kau tidak bisa pergi dari sini karena kau sudah terjebak. Lakukan tugasmu dan jangan membuatku membunuhmu"

"Kau tidak bisa memanggil setan kemari, kau pernah mengatakannya dulu"

"Mungkin sekarang waktunya"

NamJoon melepas cekikannya, tubuh Joohyun terjatuh dengan wajah dan tubuh sedikit memucat karena cekikan NamJoon hampir membuatnya tewas atau tulang lehernya patah. NamJoon berdecih, menghampiri Taehyung yang masih belum sadar akibat lemparannya tadi. Ia membuka pintu ruangan tempat Jungkook di sekap.

"Kau lihat?"

Ia menghampiri Jungkook yang terikat di atas kursi ingin bergerak menghampiri Taehyung tapi tubuhnya tidak bergerak sama sekali, ia ingin berteriak memanggil nama Taehyung tapi bibirnya kelu tidak bisa digerakan sama sekali.

"Dia sama persis sepertimu" NamJoon melepas ikatan yang melilit tubuh Jungkook, menjambak rambut hitam itu sangat kuat hingga kepala Jungkook terdorong ke belakang. "Keras kepala, banyak bicara, apa kau tidak mendidiknya seperti yang aku perintahkan?" Setelah puas melihat wajah itu kesakitan ia melempar tubuh itu tepat ke lukisan cawan tersebut, menjambaknya lalu membenturkan beberapa kali kepala itu ke meja.

"Cepat ambil cawan itu untukku!"

"Tidak akan pernah…" Jungkook menjawab dengan susah payah, menahan setiap rasa sakit di kepala dan juga hatinya melihat putrinya, harta satu-satunya yang ia miliki hampir meregang nyawa di hadapannya. NamJoon semakin menggeram marah, menghempaskan kepala itu begitu saja lalu melangkah menghampiri Joohyun yang masih terdiam di tempat.

"Lakukan tugasmu atau kau akan mati tanpa gelar apapun"

Joohyun melakukan seperti yang diperintahkan, ia berjalan keluar menuju atap bangunan ini. Bukannya ia takut atau hal lainnya, ia menurut karena masih ada secercah harapan bahwa NamJoon bisa membuat dirinya menjadi penguasa meskipun itu hanya setitik jarum.

Sesampainya ia di atas, ia langsung membuka seluruh tirai dan jendela untuk mempermudah api neraka keluar bebas membantu NamJoon menguasai seluruh dunia bahkan ia dengan berani menarik tuas yang menghubungkan ke langit-langit ruangan untuk semakin mempermudah api itu keluar. Usahanya berhasil, api-api menjalar keluar hingga menebus langit lalu turun kembali dalam bentu burung gagak yang menyatu menyerupai manusia. Matanya membelak menyadari bahawa burung-burung itu adalah kumpulan iblis.

"Mereka sudah memulainya"

Ia tidak sepenuhnya menjadi monster. Ia tidak sepenuhnya mengirim Taehyung menjadi tawanan, ia mengirim Taehyung sebagai siasat untuk menjebak NamJoon. Ia menghentak kudanya agar berlari semakin cepat bahkan sampai tidak terlihat. Di belakangnya sudah ada Yoongi dan Hoseok yang baru saja kembali dari tugasnya mematai-matai markas NamJoon. Di tengah perjalanan, mereka dengan jelas melihat awan menggelap dan bergumal seperti awan hujan.

Ia bisa mendengar Yoongi berteriak kesal. "Para iblisku lolos karena si brengsek itu. Kau harus benar-benar membinasakannya karena dia dengan berani membuka pintu neraka" ia tahu maksud ucapan Yoongi. Yoongi tidak ingin bebannya bertambah hanya karena seorang NamJoon, mengumpulkan iblis kembali itu sangat sulit.

"Jalan kita diblokir!"

SeokJin otomatis menghentikan kudanya, matanya membulat terkejut melihat sekumpulan burung itu berubah menjadi makhluk bernama iblis. Geramannya yang mirip seperti serigala keluar, ia sudah mengeluarkan pedangnya melajukan kudanya menghampiri sekumpulan iblis itu dengan kibasan pedangnya.

Pedang yang begitu tajam itu melayang, menari dengan indah namun juga sadis di saat bersamaan. Pedang itu tanpa ampun ia ayunkan ke setiap tubuh iblis tanpa ada satupun yang tersisa, ia tidak turun sama sekali dari kudanya berbeda dengan Hoseok dan Yoongi yang sudah terjatuh dari kuda.

"Pergi dan selamatkan Taehyung baru aku bisa memaafkanmu"

Ia sempat terdiam beberapa menit tapi melihat wajah itu sangat serius, ia langsung mengangguk melajukan kudanya menuju tempat persembunyian NamJoon yang sudah tidak jauh lagi. Dan selama perjalanan itu ia selalu melayangkan pedangnya ke setiap titik tubuh iblis tersebut tanpa ampun. Matanya berkilat tajam penuh nafsu dan hasrat membunuh yang sudah ia tekan sejak bertahun-tahun lalu.

Ia kembali menghampiri Jungkook, mengelus sisi wajah Jungkook yang semakin mengurus meskipun ia sudah memaksa wanita ini makan secara teratur. Mata indah itu tidak terbuka untuk menatap kedua matanya seperti dulu, mata itu sudah tidak berbinar seperti awal mereka bertemu.

"Aku membawamu pulang karena aku tidak bisa melupakanmu"

Tubuh itu bergetar ketakutan, menolak sentuhan NamJoon pada dirinya sekalipun ia dulu pernah menyukai sentuhan NamJoon tapi sekarang ia benar-benar membenci sentuhan NamJoon.

"Kau selalu terbayang di pikiranku. Aku tidak bisa membuat diriku melupakanmu" NamJoon kembali berucap kali ini mengelus kepala Jungkook tapi elusan itu berubah menjadi sebuah jambakan hingga kepalanya terangkat. Perlahan ia membuka matanya, mengangkat tangannya guna menjauhukan tangan NamJoon tapi pemberontakannya sama sekali tidak berarti.

"Jangan bergerak atau aku bisa membuat putrimu mati sekarang"

"Kau… kau tidak akan pernah berani melakukan itu. Kau membutuhkan dia"

"Kau sudah tahu?"

NamJoon semakin menguatkan jambakannya tapi berangsur-angsur ia lepaskan karena ia merasa ada sesuatu yang dingin menyentuh lehernya. Ia melirik ke belakang menemukan Taehyung sudah sadar bahkan sudah berani mengacungkan senjata ke lehernya.

"Menjauh dari eomma!" ancam Taehyung bahkan ia berani memiting leher NamJoon, memaksnya menjauh dari Jungkook masih dengan tangan memegang belati mengarah tepat di leher NamJoon. Setelah dirasa posisi mereka jauh, Taehyung berusaha mengambil lukisan Jungkook tapi ia sedikit lengah dan kesempatan itu digunakan NamJoon dengan baik.

Tangan NamJoon bergerak cepat menarik tangan Taehyung menjauh lalu membanting tubuh itu ke lantai, dengan cepat menarik kepala itu dengan kasar hingga tubuhnya kembali terangkat. Ia kesakitan, ia ingin berteriak tapi pita suaranya seperti tidak bekerja lagi, ditambah NamJoon mengacungkan belati tadi ke lehernya.

"Kau harus banyak belajar ilmu bela diri lagi"

Nafasnya seketika berhenti saat belati itu semakin menggesek permukaan kulit lehernya yang memerah karena beberapa saat lalu NamJoon cekik. Matanya melirik ke arah Jungkook yang berusaha menundudukan dirinya meskipun terlihat sangat mustahil tapi Jungkook membuatnya menjadi nyata. Jungkook terduduk, berniat berdiri melawan NamJoon tapi dua iblis datang dan menawan Jungkook di bawah cakaran mereka yang mematikan.

"Eomma!"

SeokJin menghentikan kudanya, samar-samari ia bisa mendengar suara melengking Taehyung meneriakan nama ibunya. Ia semakin menggeram, menendang pintu kayu yang terkunci rapat itu dengan sekali tendangan. Para iblis semakin mengerubunginya, semakin bengis juga SeokJin mengayunkan pedangnya ke setiap tubuh para iblis itu.

Teriakan para iblis itu bersahut-sahutan dengan bunyi pedangnya, perlahan namun pasti iblis-iblis itu menghilang. Ia menarik nafas sebanyak yang ia bisa sebelum kembali melajukan kudanya menembus lorong gelap, menendang setiap pintu yang ia lihat mencari keberadaan Taehyung. Dan hanya pintu ini yang tersisa, pintu di dalam lubang besar itu. Ia turun dari kudanya, melompat ke dalam dengan posisi berjaga-jaga kalau-kalau ada iblis tiba-tiba datang.

Ia sampai di pintu terakhir, perlahan ia membuka pintu itu. Ruangan itu memang kosong tapi ia yakin Taehyung dan NamJoon ada di ruangan ini. Ia masuk ke dalam, memastikan perkiraannya benar. Hal yang pertama ia lihat adalah beberapa pedang dan tongkat tersusun membentuk sebuah lambang yang sangat ia kenal. Setelahnya yang ia lihat adalah NamJoon.

"Jangan pernah menyentuh tongkat-tongkat itu!"

SeokJin membalas seringai ketakutan NamJoon dengan gerakan tangannya yang berniat mencabut pedang itu.

"Atau…"

"Jangan cabut tongkat itu!"

Mata SeokJin membulat, ia menoleh, menemukan NamJoon tidak sendiri melainkan bersama Taehyung. Posisi Taehyung nampak seperti di piting oleh NamJoon dengan sebuah belati tajam, selain itu ia juga melihat Jungkook terduduk dengan dua iblis di samping kanan dan kirinya.

"KAU!"

Ia berlari menghampiri NamJoon dan Taehyung sambil mengacungkan senjatanya, tapi langkahnya terhenti melihat Taehyung meringis kesakitan saat belati itu bergesekan dengan lehernya. Jarak mereka hanya tersisa beberapa langkah saja, ia bisa melihat dengan jelas seringai mematikan NamJoon karena ia tidak bisa melawan lagi.

"Kau sangat berguna sekali" puji NamJoon dengan suara bisikan tepat di telinga Taehyung. Taehyung memalingkan wajahnya, seperti menolak bisikan ataupun sentuhan dari NamJoon meskipun pria brengsek ini adalah ayah kandungnya sendiri.

"Aku tidak akan menjadi kelemahanmu. Cabut tongkat-tongkat itu" pinta Taehyung tapi bibirnya kembali dibukam saat melihat dua iblis itu mengarahkan cakar mereka tepat ke leher Jungkook. Ia tidak bisa bicara lagi, ia hanya bisa menatap SeokJin penuh harap agar segera mencabut pedang itu tanpa memedulikan dirinya.

Mereka berdua berhasil masuk. Hoseok terutama Yoongi begitu terburu-buru menaiki puluhan anak tangga yang menghubungan mereka ke atap. Yoongi begitu terburu-buru karena ia harus segera menyelesaikan masalah ins ebelum atasannya mengamuk akibat iblis-iblis berbahaya mereka keluar begitu saja. Bahkan Yoongi sudah mengeluarkan sebuah cambuk yang terselimuti api untuk membuat iblis-iblis itu musnah.

"Kau tutup jendela, tirai dan atap itu setelah itu kau masuk saat aku memberimu perintah"

Yoongi masuk lebih dulu, mengayunkan cambuknya ke atas, ke bawah lalu ke kanan dan kirinya. Api itu meluas membakar setiap burung-burung hitam itu hingga menjadi sebuah asap yang terbang bebas lalu kembali lagi menjadi burung. NamJoon benar-benar membuka pintu neraka hingga seluruh iblis entah yang terkuat, kuat atau yang lemah datang ke tempat ini.

"Kau tahu orang-orang yang mengalami patah hati akan menjadi pengikuti yang setia"

Perlahan SeokJin menurunkan pedangnya, menjatuhkannya ke lantai menatap Taehyung dan NamJoon dengan pandangan tunduk pada tuannya. NamJoon menyeringai bahagia, menyingkirkan belati di tangannya beralih mencengkram kepala bagian belakang Taehyung lalu mengarahkannya pada lukisan cawan itu.

"Keluarkan cawan itu" perintah NamJoon masih dengan nada bicara halus. Taehyung tetap tidak bergeming, ia masih diam di posisi tanpa mau bergerak satu inchi pun untuk mengeluarkan cawan itu. NamJoon yang kesal mengarahkan kepala Taehyung ke lukisan itu dengan kasar.

"KELUARKAN! KELUARKAN CAWAN ITU! AKU MAU CAWAN ITU!"

"Kau tidak akan meyakitinya!"

NamJoon menoleh mendengar SeokJin kembali bersuara dengan nada lantang, seringainya semakin lebar menyadari bahwa SeokJin akan menjebaknya setelah Taehyung mengeluarkan cawan itu. Ia kembali hantamkan kepala tidak bersalah itu ke atas meja lalu melemparkan tubuh itu hingga dinding yang membentur tubuhnya sedikit retak.

"KAU!"

SeokJin memungut pedangnya, mengayunkannya pada tubuh NamJoon. NamJoon bertindak cepat menangkis pedang itu dengan tangannya lalu menendang perut SeokJin hingga terhempas ke tempat lambang setan yang ia buat tadi. SeokJin mencabut salah satu tongkat itu dan membuat dua iblis yang menyekap Jungkook hilang. SeokJin menyeringai senang.

"Sudah cukup main-mainnya"

Yoongi menyeringai senang melihat api neraka itu hilang. Hoseok yang melihatnya langsung masuk menutup seluruh jendela dan tirai. Lalu, yang terakhir adalah atap balkon ini tapi ia sama sekali tidak bisa menggerakan tuas untuk menutup atap itu.

"Ada bagian yang hilang! Aku tidak bisa menggerakan tuas itu"

Di sisi lain Joohyun menyeringai senang melihat mereka tidak bisa melakukan apapun untuk menghentikan para iblis itu. Ia berniat pergi dari sisi atap yang gelap itu tapi seseorang tiba-tiba saja muncul menghalanginya. Ia terkejut menyadari bahwa orang yang ada di hadapannya adalah Chanyeol. Pria berstatus pangeran itu mencengkram lengannya seolah-olah memaksanya memperlihatkan sesuatu di bawah sana.

"Hentikan semua ini!"

NamJoon mengeluarkan pedangnya. Mereka sama-sama berhadapan dengan aduan pedang yang tidak mau mengalah sama sekali. SeokJin terus menyerang, menusuk dan mengibaskan pedangnya yang sudah berlumuran darah akibat membunuh para iblis di luar sana. SeokJin memungut tongkat yang digunakan NamJoon sebagai alat membuang lambang setan tadi, menggantikan pedangnya sebagai senjata untuk menyerang NamJoon.

Ia menghunuskan tongkat dengan mata yang tajam itu tepat ke dadanya, NamJoon menangkisnya dan balik mengarahkan tongkat itu ke wajah SeokJin yang tertutupi topeng.

"Kau mau aku buatkan satu luka lagi?"

SeokJin menggeram marah, menangkis pedang itu menjauh. Berlari mundur menghindari dari kejaran NamJoon yang mengarah pada tongkatnya. Mereka terus menangkis dan menyerang tanpa ada yang mengetahui bahwa Taehyung mulai sadar bahkan ia sudah mengambil posisi berdiri mendekati Jungkook.

"Eomma…"

Jungkook meyentuh sisi wajah Taehyung seolah berkata apa kau baik-baik saja. Bibirnya keluar ingin mengatakan hal itu tapi Taehyung mengangguk paham, ia memapah Jungkook untuk bersembunyi dibalik bangku panjang yang biasa di duduki Joohyun. Ia kembali melirik SeokJin yang masih bertarung habis-habisan dengan NamJoon.

Pertarungan mereka berpindah dari lantai ke meja tempat lukisan itu berada. Mereka sibuk menyerang dan menahan serangan dari lawan tanpa ada menyadari bahwa lukisan itu terlempar hingga ke tempatnya berada sekarang. Ia mengambil lukisan itu, lalu beralih menatap sang ibu.

"Aku akan menjaga rahasiamu"

SeokJin kembali mengarahkan tongkatnya menembus dada NamJoon tapi NamJoon berhasil menghindar malah NamJoon menyelipkan pedangnya dibalik tongkat itu lalu membalas serangan SeokJin dengan sebuah tendangan. Tubuh berbalut pakaian serba hitam itu terhempas hingga membuka sebuah pintu yang ternyata sebuah jalan menuju zaman lain. Ini alasannya anak buah NamJoon bisa ke masa depan tanpa harus melewati portal di danau itu.

NamJoon berhasil meraih tongkat itu dan kembali membuat lambang setan yang sempurna. Ia beralih menatap meja yang tadi sempat menjadi tempat bertarungnya, matanya begerak mencari keberadaan lukisan itu tapi sebuah sabetan pedang di punggungnya membuatnya menoleh menemukan si pelaku adalah SeokJin. Ia mengangkat pedangnya mengayunkannya pada tubuh itu tapi dengan cepat SeokJin menangkisnya bahkan membuat pedang itu terhempas.

"Aku tidak bisa menahannya lagi!" teriak Yoongi mulai kewalahan karena sekarang iblis-iblis terkuat mulai menyerangnya. Dua cambuk yang ia keluarkan tidak ada guanya lagi. Hoseok menggeram kesal, menarik tuas itu ke bawah sekuat yang biasa. Tapi tiba-tiba saja seseorang datang dan mendorongnya menjauh.

"Chanyeol wangjang? Joohyun?"

Chanyeol tidak memedulikan lagi keberadaan Hoseok, ia mendorong Joohyun untuk mengambil salah satu bagian tuas itu yang hilang. Joohyun masih tidak bergeming dari tempatnya, ia sama sekali tidak mau menurut.

"Hentikan semua itu dan mati bersamaku" ucap Chanyeol beralih menggenggam tangan Joohyun. Ia kemudian melirik ke arah Hoseok dan Yoongi yang mulai kewalahan karena tidak bisa lagi menahan para iblis itu.

"Kita memang tidak bisa hidup bersama, paling tidak mati bersamaku"

NamJoon menendang pedang di tangan SeokJin lalu beralih mengarahkan tinjuannya pada wajah bertopeng itu hingga topengnya pecah. NamJoon menyeringai, mencengkram kepala SeokJin memaksanya berdiri tegap lalu ia pukuli wajah itu habis-habisan. SeokJin kembali melawan dengan menendang dada NamJoon hingga tubuh itu terhempas.

Ia kembali menghampiri lambang setan itu berniat mencabut salah satu tongkat tersebut tapi NamJoon kembali menghalanginya dengan sebuah tendangan di punggungnya. Ia tersungkur dengan mulut dan kepala yang mulai berdarah akibat terhantuk ke lantai dengan sangat kuat. Kepalanya mulai terasa pusing akibat darah terus mengalir dari kepalanya.

Mata Joohyun berair mendengar permintaan Chanyeol. Perlahan ia melepas genggaman tangan Chanyeol, berjalan ke tengah balkon tepatnya pada sebuah pohon mati di sana, mengambil salah satu bagian tuas tersebut, memasangkannya dan terakhir menurunkan tuas tersebut. Lalu, ia menghampiri Yoongi merebut dua cambuk itu dari tangannya.

"Keluarlah, kita akan bertemu lagi"

Yoongi tidak menjawab, ia menarik Hoseok untuk keluar meskipun pria berdimple smile itu sedikit berontak karena ada orang lain di dalam. Ia tetap memaksa menarik Hoseok untuk keluar. Ia bisa melihat Chanyeol dan Joohyun memegangi cambuk itu lalu mulai mengayunkannya meskipun sudah terlambat.

NamJoon menarik SeokJin untuk bangun. Menghantamkan kepala itu ke dinding berulang kali sebelum mengarahkan kepala bagian belakang SeokJin tepat di sebuah pedang yang di genggam oleh patung malaikat Raziel.

"Malaikat yang selalu kau puja akan menjadi penyebab kematianmu"

"JANGAN PERNAH LAKUKAN ITU!"

NamJoon dan SeokJin kompak menoleh ke sumber suara. Di sana ada Taehyung yang sedang memegang cawan dan mengarahkan cawan itu ke portal seakan ingin membuangnya. NamJoon menggeram, mendorong SeokJin menjauh lalu menghampiri Taehyung. Ia berjalan dengan sangat perlahan dan pelan.

"Berikan cawan itu, untuk pertama kalinya aku memohon. Jika kau tidak bisa melakukannya lakukan ini demi abeojie"

Mata Taehyung memicing tajam seolah tidak menyetujui kalimat bahwa NamJoon adalah ayahnya. Ia menenggelamkan cawan itu dalam portal, NamJoon segera menghampirinya dan ikut memasukan tangannya ke dalam portal merebut cawan itu tapi tidak ada.

"Kau bukan ayahku. Seorang ayah selalu tahu pikiran putrinya berada tapi kau…"

"Kau akan menyesal jika kau tidak memberikan cawan itu padaku"

NamJoon kembali mengeluarkan ancamannya, Taehyung kembali menatap cawan itu lalu mengeluarkannya dan memberikannya pada NamJoon. NamJoon menyeringai bahagia, tertawa lepas lalu menyentuh cawan itu dengan keningnya. Taehyung memindahkan posisinya menjadi berhadapan dengan NamJoon.

"Tanpa cawan ini kita akan hancur"

"Bukan kita. Hanya kau!" tolak Taehyung menarik nafas panjang sebelum membuat ancang-ancang. NamJoon mengernyitkan keningnya namun tersadar bahwa cawan ini palsu tapi terlambat Taehyung sudah menendang tubuhnya hingga masuk ke dalam portal. Nafasnya terengah-engah, ia ingin menangis saat ini juga karena ia membunuh ayahnya sendiri, ayah yang selama ini ia tidak ketahui, ayah yang baru ia temui, dan ia tetap menyayangi ayahnya.

Ia berbalik, menatap Jungkook yang mulai bangun dari posisinya berniat menghampirinya. Begitu juga dengan SeokJin yang sudah berjalan menghampirinya lebih dulu dengan wajah penuh luka dan darah. SeokJin berusaha tersenyum, menjulurkan tangannya pada Taehyung. Perlahan tapi pasti Taehyung menyambut tangan SeokJin, baru saja ia menyentuh ujung jari SeokJin tiba-tiba saja sebuah tangan muncul dari portal itu menariknya masuk.

"Taehyung!"

"SeokJin!"

Taehyung berteriak takut, menggenggam tangan SeokJin begitu kuat seakan meminta agar SeokJin tidak melepaskannya.

"Jangan lepaskan aku! Jebalyo! SeokJin-ah!"

"Ambil ini!"

Dengan susah payah Taehyung mengambil tongkat itu menancapkannya pada portal tapi NamJoon menyembunyikan benda lain di balik tangannya. Sebuah senapan dengan timah panas di dalamnya dan senapan itu di arahkan lalu ditembakan tepat di punggung Taehyung sebelum air di portal itu membeku.

"Kim Taehyung!"

Jungkook berteriak histeris melihat tubuh anaknya membeku di tempat akibat timah panas itu. SeokJin menahan tubuh itu agar tetap berdiri tapi sayangnya tubuh itu kelewat lemas hingga terjatuh ke lantai. Ia memangku kepala Taehyung, menyentuh luka di punggung Taehyung yang mengalirkan darah begitu deras.

"Taehyung-ah? Kau bisa mendengarku?" tanya SeokJin berusaha membuat Taehyung tetap sadar. Taehyung sudah tidak mendengar suara di sekitarnya dengan jelas, rasa sakit di punggungnya benar-benar terasa bahkan Taehyung menjerit kesakitan saat SeokJin menekan lukanya agar darah tidak mengalir terlalu deras.

"Mianhae… mianhae…"

"Anni… andwae… andwaeyo…"

Kata itu yang Taehyung dengar sebelum semuanya menjadi gelap dan tubuhnya terasa melayang di udara. Apa ini jawaban atas permintaan kematiannya sendiri? Ia akan mati setelah melindungi semua orang seperti Jimin?

Seharusnya para penduduk senang karena ancaman mereka sudah musnah dan Jungkook sudah kembali tapi mereka sama sekali tidak bahagia. Putri mereka-Taehyung dalam keadaan kritis karena timah panas itu sudah masuk terlalu dalam dan Hoseok tidak memiliki peralatan yang cukup untuk mengeluarkan timah itu.

"Apa maksudmu dia hanya memiliki waktu tiga jam?!"

SeokJin mencengkram kelewat kuat kerah baju Hoseok. Matanya berkilat tajam dengan bola mata memerah menahan tangis. Ia tidak mau kehilangan Taehyung, ia tidak mau kehilangan hidupnya, ia tidak mau kehilangan wanitanya.

"Aku sudah memeringatkanmu jangan sampai punggungnya terluka parah lagi karena itu sangat berbahaya. Ini diagnosaku, tapi aku tidak tahu jika ada keajaiban datang"

"Kau yang membuatnya! Buat Taehyung ku kembali hidup! Lakukan itu!" teriakan SeokJin tidak memiliki emosi sama sekali, nada bicaranya tinggi namun terdengar lebih mengarah pada rasa frustasi melihat wanitanya sekarat di hadapannya. Hoseok tidak bisa berbuat apa-apa karena memang alat-alat di sini benar-benar terbatas, perlahan ia melepas cengkraman SeokJin menyingkirkan tubuhnya agar SeokJin bisa melihat keadaan Taehyung masih tidak sadarkan diri.

"Eomma…"

Suara itu terdengar begitu lemah. Jungkook langsung mendekat, mengecup berkali-kali wajah Taehyung dan terakhir memeluk kepala anak tersayangnya. Taehyung tersenyum merasakan pelukan hangat Jungkook secara nyata, ia ingin membalas tapi tubuhnya sulit di gerakan. Ia melirik ke belakang menemukan SeokJin dengan wajah kusut frustasi.

"Aku tidak suka wajah kusutmu itu"

Taehyung berusaha duduk meskipun sangat sakit luar biasa ia tetap memaksa duduk, menatap SeokJin dengan senyuman tulusnya meskipun senyum itu tidak memancarkan kecerian tapi SeokJin tetap bergerak menghampiri Taehyung karena alasan yang sama senyum Taehyung.

"Eomma, dia tidak tampan jika wajahnya seperti itu" Taehyung berusaha mengeluarkan leluconnya meskipun tidak terdengar lucu malah lebih terdengar miris. Jungkook memalingkan wajahnya, menahan tangis melihat putrinya berusaha menghibur dirinya sendiri.

SeokJin duduk di hadapannya, mengarahkan tangan besarnya untuk merapihkan rambut berkeringat Taehyung yang berantakan. "Kali ini aku tidak sengaja memberantakan rambutku" ucap Taehyung menyentuh tangan besar SeokJin yang berbalut kain. Mengelus kain itu lalu mengecupnya seakan lewat kecupan itu luka SeokJin akan sembuh.

Mereka kembali beradu pandang, Taehyung sama sekali tidak terlihat ingin menangis malah ia tersenyum bahagia melihat SeokJin baik-baik saja.

"Eomma, aku ingin keluar bersama SeokJin, dwae?" tanya Taehyung dengan nada sedikit takut. Jungkook tersenyum, kembali mengecup penuh sayang wajah Taehyung sebelum mengangguk memberi persetujuan. Taehyung tersenyum, memeluk Jungkook sambil melirik SeokJin dengan sebuah senyuman.

Dua jam sudah berlalu. Taehyung masih keras kepala ingin bertahan di tepi danau tempat ia pertama kali datang ke mari. Ia semakin menyenderkan tubuhnya ke tubuh SeokJin yang sedang memangkungnya. Mereka tidak ada yang bicara, sibuk merekam setiap detik moment berharga ini. Perlahan angin semakin kencang, SeokJin yang tidak ingin memperparah keadaan Taehyung memeluknya begitu erat dari belakang namun tetap menjaga luka itu agar tidak tertekan oleh pelukannya.

"Aku benar-benar menyukai bintang di sini tapi kau waktu itu mengejekku dengan mengatakan apa disana kau tidak bisa melihat bintang?" Taehyung berucap dengan nada lemah, melirik SeokJin yang masih setia memeluknya begitu erat. Perlahan ia melepas pelukan SeokJin, mencoba berdiri bahkan berjalan dengan langkah begitu pelan menyusuri tepi danau. SeokJin tidak menghentikannya, ia tetap berdiri di belakang Taehyung berjaga-jaga jika Taehyung kehilangan keseimbangannya dan terjatuh.

"Aku sudah lebih baik dari sebelumnya bahkan aku sudah bisa berjalan mendahuluimu" Taehyung kembali berceloteh ria, melirik ke belakang tapi pergerakan itu sudah mampu membuat rasa sakit di punggungnya semakin terasa sakit. Ia menghentikan langkahnya sejenak, meremas hanbok putihnya dengan sangat erat, begitu juga dengan matanya yang terpejam menahan segala rasa sakit di punggungnya. SeokJin segera menghampiri, memeluk Taehyung dengan sangat begitu erat dari belakang. Ia tidak ingin Taehyung pergi dengan melihat wajahnya yang murung.

Apa ia harus segera menenggelamkan Taehyung atau dalam kata lain mengembalikan Taehyung ke zamannya dengan begitu Taehyung akan selamat seperti yang diucapkan Jimin? Ia semakin memeluk erat tubuh Taehyung, seakan berbicara ia tidak akan meninggalkan Taehyung.

Perlahan dan dengan sedikit paksaan Taehyung melepas pelukan SeokJin. Menelusuri lebih jauh lekuk wajah SeokJin dimulai dari topeng dan juga tattoo yang dimilikinya. Perlahan ia menyentuh kedua sisi wajah SeokJin dengan senyum menyedihkan. Senyuman yang benar-benar membuat SeokJin menangis sejadi-jadinya, ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri, membohongi Taehyung bahwa ia tidak ingin Taehyung pergi.

"Menangislah, menangislah sekarang. Saat aku meninggalkanmu nanti kau harus hidup dengan bahagia, damai dan jangan memandangi orang seperti ingin menodongkan pedang" ucap Taehyung menahan tangisnya agar tidak keluar dengan deras seperti SeokJin.

"Kau harus lebih sering tertawa, jangan bersedih terus karena aku sudah memberikan seluruh cintaku untukmu. Aku mencintaimu… SeokJin, priaku"

SeokJin menarik Taehyung ke dalam pelukannya, menangis sekeras-kerasnya dengan tangan memeluk punggung Taehyung begitu erat. Taehyung sendiri menahan air matanya agar tidak turun lagi namun matanya mengalirkan air itu begitu deras. Dengan tangan yang sudah memucat dan sedikit bergetar ia menepuk-nepuk punggung SeokJin.

"Temui aku dan temukan Taehyungmu ini. Aku akan menunggumu, aku akan menunggu priaku menjemputku. Aku ingin mencintaimu dengan cara yang aku inginkan, aku ingin selalu mengingatmu. Mengingat setiap detik bahwa aku sangat mencintaimu, aku sangat mencintaimu" SeokJin diam, ia tetap diam di tempat dengan linangan air mata tidak pernah surut. Taehyung tersenyum kecil, melepas pelukan SeokJin. Menyentuh topeng dan sisi wajah SeokJin yang basah karena air mata, mengusapnya dengan begitu lembut.

"Aku ingin mengenang wajahmu yang tampan bukan wajah sedihmu"

"Aku mencintaimu… Taehyung-ah"

SeokJin kembali berucap, Taehyung kembali menitihkan air mata dan semakin deras seiring rasa sakit itu semakin terasa bahkan menjalar ke dada hingga ia mulai sulit bernafas. Tangan kekarnya ia gunakan untuk menopang tubuh Taehyung, menyatukan kening mereka sebagai salam perpisahan bagi Taehyung tapi bagi SeokJin ini adalah langkah awal sebelum ia menghapus ingatan Taehyung.

"Aku mencintaimu… SeokJin. Aku akan selalu mengenangmu" itu kalimat Taehyung yang terakhir sebelum semuanya menggelep seiring dengan nafasnya yang semakin memendek bebarengan dengan SeokJin yang membawanya ke tengah danau.

"Hatimu akan selalu mengingatkanmu padaku… hatimu mengingat kau pernah mencintai pria bertopeng ini. Kau mencintai pria bertopeng ini…"

… … …

… … …

"Na jigeum eodisseo?"

"Dinasti Joseon pada masa pemerintahan Raja Hyeonjong"

"Kenapa kau memakai topeng?"

"Aku akan mengajukan 100 pertanyaan tentang pemburu bayangan kau harus menjawabnya dengan jujur"

"Aku tidak menyukai kebohongan dan permintaan"

"Bintang di sini sangat indah, aku belum pernah melihat bintang sebanyak ini"

"Apa pemburu bayangan pandai berciuman"

"Kau adalah wanitaku…"

Matanya terbuka. Menatap sekeliling adalah putih dan baunya khas rumah sakit, ia sedikit mengerang tidak enak merasakan seseorang memeluki tangannya. Ia melirik ke bawah, menemukan Jungkook tertidur dengan posisi setengah terduduk dan menggunakan tangannya sebagai bantalan. Tangannya perlahan melepas oksigen yang membalut mulutnya, menarik nafas sebanyak-banyaknya karena jujur ia tidak suka bernafas dibantu dengan alat bantu oksigen.

"Kenapa dengan mataku?"

Ia beralih menyentuh pelupuk matanya yang berair. Sepertinya ia menangis tapi kenapa ia menangis? Tanpa sengaja ia membuat pergerakan kecil yang membangunkan Jungkook.

"Taehyung-ah? Kau sudah sadar?"

Taehyung menatap Jungkook yang nampak senang melihat keadaannya, ia hanya mengangguk menyandarkan kepalanya ke bantal sambil menatapi sang ibu yang sedang memanggil dokter. Sepertinya ada yang aneh, ia melupakan sesuatu yang sangat penting tapi apa?

Tidak lama setelah Jungkook keluar, beberapa dokter seniornya masuk dan langsung memeriksa kondisi vitalnya ia bisa melihat di luar Jungkook dan Hoseok menungguinya.

"Sunbaenim, apa yang terjadi padaku?" Taehyung memutuskan bertanya daripada terus bergelayut dalam pikirannya sendiri. Seniornya mengernyit heran lalu kembali mengcek kondisi vitalnya, dia nampak bingung dengan pertanyaan Taehyung.

"Kau tidak ingat kecelakaanmu tapi kau mengingat kami semua?" Taehyung semakin bingung, untuk menutupinya ia tertawa garing sambil menggaruk kepalanya. "Kau mengalami koma selama setahun penuh karena kecelakaan itu, keajaiban kau bisa sadar dengan kondisi vital baik-baik saja" lanjut senironya sambil tersenyum dan mengelus kepala Taehyung sayang. Si penerima perlakukan hanya tersenyum, tapi sepertinya masih ada yang kurang tapi ia tidak tahu apa itu.

"Jadi, kau tidak mengingat kecelakaan tragis itu?"

Hoseok kembali bertanya dengan nada tidak percaya padahal ia masih mengingat jelas bagaimana taxi yang mereka kendarai masuk ke dalam danau lalu, mereka mengalami keadaan kritis dan koma. Tapi Hoseok lebih beruntung karena ia tidak mengalami koma sepanjang Taehyung.

"Jinjjayo, tapi aku masih mengingat dengan jelas masa kecilku tapi aku tidak ingat kecelakaan itu" ucap Taehyung membuka mulutnya meminta disuapi apel yang di kupas Jungkook. "Aku tidak mungkin amnesia, apa yang sebenarnya terjadi? Aku juga merasakan ada yang aneh di sini" lanjut Taehyung menunjuk dadanya sendiri, lalu menerawang keluar jendela kamar rawatnya sambil menghela nafas dan berpikir keras apa itu.

Jungkook yang melihat itu, mengelus puncak kepala Taehyung. "Jangan pikirkan apapun. Fokuslah pada penyembuhanmu, arrachi?" Taehyung mengangguk kembali menatapi keluar jendela lalu menatapi Hoseok yang tetap asik dengan music hip hop nya. Lalu, ia beralih menatap Jungkook yang masih sama menampilkan senyum keibuannya. Sepertinya ada yang ia lupakan, tapi apa itu.

"Eomma! Eomma lihat bukuku?"

Kericuhan itu kembali terjadi. Setelah kondisinya dinyatakan pulih ia kembali memulai aktivitasnya seperti biasa, salah satunya kembali menjalani masa magangnya bersama Hoseok. Kali ini bukan kaus kaki atau name tage nya yang hilang melainkan buku tentang saraf miliknya entah ada dimana. Kamarnya benar-benar berantakan padahal baru saja Jungkook membereskannya.

"Jangan terburu-buru seperti itu! Ini bukumu!"

Taehyung bernafas lega, merebut buku itu dari tangan Jungkook lalu segera memasukannya ke dalam tas. Ia berbalik memeluk ibunya cukup lama sebelum berlari keluar mengejar bus yang akan langsung mengantarkannya ke rumah sakit tempat ia magang.

"Aku berangkat!"

Langkahnya terasa ringan namun ia menoleh ke samping rumahnya lebih tepatnya pada mobil box yang sedang menurunkan beberapa barang, sepertinya mereka akan dapat tetangga baru. Dan ia juga melihat tetangga barunya, seorang pria berkulit putih dan seorang wanita dengan perut buncitnya. Ia membungkuk pada mereka berdua sebelum berlari keluar dari komplek rumahnya.

"Kyungie, jangan mengangkat barang berat"

"Hunnie, kardus ini tidak seberat itu"

Langkah riangnya terhenti seakan-akan ia pernah mengenal suara itu. Ia berbalik, memandangi sepasang suami istri itu lalu mengangkat bahu tidak peduli. Mungkin nama mereka sama dengan pasien yang pernah ia tolongi dulu.

"Pasien kecelakaan motor datang, tulang lehernya retak dan kemungkinan paru-parunya terendam cairan"

"Tulang rusuknya patah dan dia tidak bernafas"

Taehyung menghentikan kakinya yang bergerak mengikuti para dokter seniornya yang sedang mendorong banker pasien kecelakaan motor tersebut. Ia menatap sekeliling seolah mencari seseorang karena ia mendengar sebuah suara. Tapi sejauh matanya memandang tidak ada yang bicara, ia menggeleng mungkin itu hanya halusinasi. Ia kembali berlari mengejar para dokter seniornya serta Hoseok yang sudah masuk lebih dulu ke UGD.

"Rusuknya patah dan menekan paru-paru kemungkinan besar diafragmanya terendam cairan juga" ucap Hoseok melihat hasil USG pasien di hadapannya. "Ada darah di dalam paru-parunya"

"Siapkan French tube chest 28!"

"Kita harus melakukan chest tube tapi di sini tidak ada rumah sakit"

Tubuhnya kembali membeku mendengar suara itu lagi. Ia tidak bergerak, matanya memandang lurus ke depan tidak mendengar intruksi dari dokter seniornya.

"Kim Taehyung!"

"Nde?"

Taehyung tersadar ia segera memberikan alat tersebut, menarik nafas panjang berusaha fokus pada masa magangnya. Menatap si pasien menggelinjing kesakitan saat bagian merah keunguannya yang tepat berada di samping kanan bawah dadanya dibuka lalu dimasukan sebuah tube untuk mengeluarkan darah di paru-parunya.

Dari mulutnya keluar darah cukup banyak

Tubuhnya tiba-tiba saja melemas, bahkan ia harus berpegangan pada banker milik pasien. Perawat yang berada di sampingnya membantu Taehyung kembali berdiri dengan tegak, menanyai kondisinya meskipun ia tidak terlalu mendengarkan karena bayangan pria bertopeng memuntahkan darah terniang-niang di kepalanya.

"Kau sebaiknya istirahat, biar aku dan Hoseok saja yang menangani pria ini"

Taehyung mengangguk membungkuk berulang kali pada dokter seniornya sebelum keluar di bantu perawat tadi. Ia bersandar pada meja resepsionis yang ada di UGD. Beberapa temannya langsung mengerubunginya memberi air atau apapun tapi ia menolak semua itu. Ia lebih memilih duduk menenangkan pikirannya karena bayangan pria itu.

"Gweanchana? Apa kepalamu sakit tadi?"

"Appayo…" jawab Taehyung sambil menunjuk dadanya yang tiba-tiba saja nyeri saat ia berusaha mengingat pria itu. Ia menatap Hoseok yang juga bingung dengan kondisi sahabatnya ini tiba-tiba saja drop seperti itu padahal sebelum ada pasien itu Taehyung baik-baik saja.

"Aku bukannya melanggar peraturan rumah sakit ini. Aku membagikan brosur pameran lukisan tentang pemburu bayangan pada zaman Joseon"

Taehyung mengernyit melihat seorang pria berkacamata membagikan beberapa brosur pada perawat untuk mampir pada pameran lukisan yang diselenggarakan oleh pemilik mall di depan rumah sakit mereka. Awalnya ia tidak berniat namun saat perawat di sampingnya membuka brosur itu ia bisa melihat sebuah gambar lukisan pria bertopeng.

Ia segera merebut brosur itu, membacanya lebih tepatnya ia memerhatikan pria bertopeng dalam lukisan tersebut. Di katakan bahwa pria itu adalah pemimpin pemburu bayangan dan sekaligus pemimpin terakhir yang membawa kedamaian bagi semua umat manusia sampai sekarang.

"Jumlah mereka terlalu banyak dan seperti tidak akan pernah habis"

"Waeyo? Jungkook mengajari banyak hal pada kita, apa kita akan membuatnya malu? Percaya dirilah"

"Catatan saja, aku tidak pernah dilatih Jungkook Shungmo"

Tangannya bergerak mencari pegangan terdekat untuk membuatnya berdiri dengan benar. Ia menatap pria yang sedang membagikan brosur itu lalu pada brosur di tangannya. Dadanya kembali terasa sakit, tanpa ada alasan yang jelas.

"Aku harus pergi"

Hoseok berusaha mencegahnya tapi Taehyung terus berlari tidak mengindahkan panggilan teman-temannya termasuk Hoseok.

… … …

… … …

Yoongi muncul bersama Jungkook dan Hoseok yang bersiap masuk, kecuali Jungkook karena ia tidak dalam pengaruh kendali Yoongi. Ia sadar dengan keputusan yang diambil SeokJin dan takdir yang ditulis Yoongi untuk mereka semua.

"Setidaknya Dia tidak memberi takdir yang kejam untuk putrimu-sebentar lagi akan menjadi putra" ucap Yoongi selama ia melangkah masuk ke tengah danau dengan Jungkook di hadapannya. Wanita itu menoleh, menatap si dewa kematian dengan pandangan bingung tidak mengerti dengan ucapan Yoongi yang berbelit-belit.

"SeokJin akan menutup portal ini untuk selamanya yang berarti kau maupun Taehyung tidak bisa lagi kembali ke sini. Yang berarti juga kalian tidak bisa mengubah sejarah kembali karena itu akan membuat Dia marah"

"Arraseo, tapi tolong jaga SeokJin"

Yoongi mengangguk, menenggelamkan tubuhnya secara sempurna ke dalam danau dan saat mereka memunculkan diri mereka berada tepat di masa depan.

SeokJin meletakan tubuh Taehyung yang masih sempat bernafas meskipun terdengar lemah tapi Taehyung masih menunjukkan tanda-tanda bahwa dia hidup. Perlahan ia kembali menyatukan kening mereka bersamaan dengan tangannya yang lain menyentuh kening Hoseok.

"Kalian tidak mengingat apapun yang berada di zaman Joseon. Hoseok kau akan mengingat bahwa kau dan Taehyung mengalami kecelakaan di danau. Taehyung, kau tidak akan mengingat apapun termasuk kecelakaan ini semua ingatanmu akan terkumpul di dalam hatimu. Kalian berdua lupakan pernah bertemu Sehoon, Kyungsoo, Baekhyun, NamJoon, Joohyun, Chanyeol, Jimin dan Yoongi, terutama SeokJin"

Setelah selesai ia menjauhkan tubuhnya berusaha untuk tidak menangis, perlahan ia kembali masuk ke dalam danau setelah itu Yoongi. Meninggalkan Jungkook yang berusaha menahan tangis melihat SeokJin berkorban sejauh itu demi nyawa Taehyung.

Ia langsung bersandar pada pohon terdekat, menangis sekeras yang ia bisa. Memberitahukan pada dunia bahwa ia bersedih, ia bersedih meninggalkan wanitanya demi menyalamatkan dunia dan nyawa wanita itu. Yoongi mengambil nafas, merasa iba namun ini takdir yang sudah mereka pilih. Tadkir matahari yaitu, Taehyung mati demi menyelamatkan SeokJin sementara takdir bulan yang dipilih Jungkook adalah NamJoon mati.

"Kenapa makan menggunakan sendok?"

"Bukan urusanmu"

"Ya! Kau selalu menasihatiku untuk sopan tapi kau sendiri seperti itu. Aku akan mengajarimu menggunakan sumpit dengan tangan kiri, perhatikan"

Ia tahu perasaan Hoseok. Ia merasakannya saat ini. Bagaimana caranya ia hidup nanti? Bagaimana caranya ia hidup tanpa Taehyung. Apa ia akan mati kesepian? Apa ini takdir yang sudah di pilih oleh-Nya? Ia melirik ke tempat Yoongi berdiri dewa kematian itu sudah pergi entah kemana dan itu semakin membuat keadaannya miris. Ia sendiri, di dalam istana yang selalu menjadi rebutan setiap orang. Ia akan mengakhiri kaumnya sendiri, kaum pemburu bayangan yang itu berarti membunuh dirinya sendiri.

"Aku akan menemui dan menemukanmu. Na Taehyung"

… … …

… … …

Nafasnya terengah-engah saat ia sampai di pameran lukisan tersebut. Lukisan di sini semua menceritakan sebuah peristiwa yang membuat otaknya berputar mundur secara paksa.

SeokJin mengibaskan pedangnya ke atas, menghunus tepat di dada mereka

Kembali mengibasikan pedangnya

Mengibaskan pedangnya pada makhluk yang berjalan menghampiri Taehyung dari belakang dan membunuhnya.

"Dia tidak segan-segan membunuh sekalipun itu orang, wajahnya terlihat biasa saja hampir tidak memiliki ekspresi. Senang atau sedih, tidak ada"

Halusinasinya selama ini nyata bahwa ia bertemu seorang pria bertopeng yang menuntunnya menyelamatkan Jungkook. Terutama sebuah lukisan yang menggambarkan suasana istana para pemburu bayangan. Di sana berdiri seorang pria sendiri, wajahnya memang tidak di lukis secara sempurna tapi ia seperti mengenali tempat ini. Taehyung menatapi lukisan-lukisan lainnya, seorang laki-laki menarik seorang wanita dan menciumnya.

"Apa kau akan meninggalkanku?"

"Apa kau sudah melupakanku? Apa kau selama ini tidak merindukan aku? Apa kau masih membenciku? Apa kau tidak mencintaiku lagi?"

"Aku benar-benar memercayaimu. Aku ingin kita seperti dulu, aku ingin kita dekat kembali. Aku benar-benar percaya pada cintamu untukku, aku memercayaimu SeokJin. Aku masih mencintaimu, begitu mencintaimu"

Ia pernah melihat ini di mimpi dan itu dirinya sebagai seorang wanita. Ia menatap lukisan lainnya dan terkejut melihat sebuah lukisan pria bertopeng dengan tangan memegang sebuah pedang. Ia tahu pria ini, SeokJin. Pemburu bayangan sekaligus pemimpin kaum Manchu.

"Kau tidak boleh pergi tanpa seizinku"

"Serahkan aku pada abeojie"

"Aku akan selalu menghalangi langkahmu menuju tempat terkutuk itu. Jika kau berusaha kabur sepuluh kali aku akan menghalangi langkahmu dua puluh kali"

"Kau juga tidak boleh mati"

"Taehyung-ah! Kau mendengarku?"

"Kau tidak boleh tidak mengingatku"

"Aku mencintaimu"

"Aku juga mencintaimu"

Seketika mata Taehyung memerah, menahan tangisnya mengingat semua mimpi dan siapa dirinya sebenarnya. Ia seorang pemburu bayangan sekaligus wanita yang selalu di cintai oleh SeokJin sampai-sampai dia tidak menikah karena wanita yang ia cintai itu. Ia wanita yang di cintai SeokJin, wanita yang membantunya membunuh para iblis dan menyelamatkan Jungkook. Ia juga wanita yang sudah membuat SeokJin sendirian di sana, tanpa orang yang selalu mengunjunginya. Ia adalah orang itu, ia orangnya.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi dariku lagi. Wajah seramku untuk pertama kalinya dilihat oleh seorang wanita, semenjak saat itu kau menjadi milikku dan selamanya akan seperti itu"

"Mianhae…"

Akhirnya hanya kata itu yang bisa Taehyung ucapkan selain air matanya yang terus mengalir turun. Tangannya gemetar menyentuh lukisan wajah SeokJin, ia ingat semuanya. Ia adalah wanita SeokJin, milik SeokJin dan selamanya akan menjadi milik SeokJin. Tapi ia meninggalkan SeokJin sendiri, meninggalkan SeokJin di tempat menyeramkan itu sendirian tanpa ada satu orang pun yang mengunjungi. Ia yang sudah membuat SeokJin berkorban begitu besar, ia yang begitu mencintai SeokJin tapi ia juga menjadi alasan kesedihan SeokJin di sana.

"Mianhae… SeokJin-ah… mianhae… Mianhae… karena sudah meninggalkanmu sendiri. Mianhae…"

Tiga tahun kemudian…

Ia sudah sukses menjadi dokter bedah bahkan sesekali bersama Hoseok menghadiri acara talk show di TV untuk membahas berbagai penyakit otak dan saraf. Karena itu semua rumah sakit mereka semakin terkenal bahkan sekarang akan diadakan syuting sebuah drama romantic berbau medis. Taehyung tentu tidak bisa menjadi mentor yang akan mengajari para artis itu karena Hoseok lebih pandai dalam hal mengajari. Mungkin itu semua karena Jimin, bibinya.

Seperti pagi ini ia bisa melihat beberapa kru drama sedang mondar-mandir di ruang gawat darurat mereka. Taehyung tersenyum kecil berniat pergi tapi langkahnya terhenti melihat seseorang yang tidak asing baginya, bahkan suaranya masih sama. Ia menoleh, menelisik lebih jauh ke dalam krumunan kru dan cameraman.

"Ya!"

Di situ ada Hoseok dan… Jimin.

Tidak salah lagi itu Jimin. Meskipun dia berenkanasi menjadi pria dia tetap memiliki senyum yang ceria bahkan matanya ikut melengkung seperti senyumnya. Ia melihat Jimin dan Hoseok kembali dipertemukan, mereka kembali diberi kesempatan.

Hoseok tersenyum kecil melihat artis berwajah manis ini sedikit berteriak karena ia sedikit kasar mengajarkan cara menyuntik yang benar. Bukan karena ia menyuntik ke tangan artis ini melainkan ke tangannya sendiri. Artis itu-Jimin, Park Jimin memandang ngeri ke arah Hoseok.

"Kau sudah paham?"

Jimin mengangguk dengan gaya robot lalu cepat-cepat mengambil kasa membantu Hoseok menutup lubang di pergelangan tangan Hoseok. Ia menatap ngeri Hoseok berulang kali.

"Pertama kau menyangka aku artis yang memerankan karakter pasien. Kedua setelah kau tahu aku pemeran dokternya kau mengajariku menyuntik seperti itu? Kau ini siapa? Isajang?"

"Pertama aku bukan direktur. Kedua tampang seperti orang sakit karena itu aku mengira kau akan memerankan orang sakit"

Jimin mengibas-ibaskan tangannya di sekitar wajah, menahan segala emosinya agar tidak meledak karena baru pertama kali ada orang menghina cara bermake upnya. Ia melipat tangannya di dada lalu kembali ngomel panjang lebar dan itu membuat telinga Hoseok sakit.

"Aku sedang berperan sebagai dokter yang workaholic! Karena itu wajahku pucat, ini hanyalah make up dan… kau tidak akan mengerti" Jimin berucap lirih lalu menatap sebal Hoseok yang sedang senyum-senyum sendiri. Melihat senyum itu hampir membuat Jimin luluh dan kembali tidak marah, ingat hampir bukan terjadi beneran.

"Sutradara! Dia ini siapa? Kenapa dia begitu kasar padaku?!" tanya Jimin sedikit berteriak kesal karena sejak tadi dia belum mengetahui siapa pria ini yang tiba-tiba saja datang dan mengajarinya cara menyuntik yang benar. Sang sutradara menghampiri mereka lalu memberi hormat pada Hoseok.

"Dia adalah dokter yang terkenal, dia akan menjadi mentormu selama kau syuting"

Jimin mengatupkan bibirnya, menatap Hoseok sekarang tersenyum puas melihat Jimin sedikit tertunduk malu dan mulai percaya padanya. Ia menjulurkan tangannya berniat berjabat tangan dengan Jimin sebagai salam pertemuan. Jimin menatap tangan itu lalu Hoseok cukup lama, perlahan ia membalas jabatangan tangan Hoseok.

"Aku dokter di rumah sakit ini. Jung Hoseok imnida"

"Hm… nde, nde… senang bertemu denganmu," Jimin menggantungkan kalimatnya sambil menarik Hoseok mendekat ke arahnya lalu mengecup pipi Hoseok secepat kilat setelahnya berbisik, "Dokter tampan…" setelah mengatakan itu Jimin bergegas pergi. Meninggalkan Hoseok yang juga tersenyum melihat tingkah Jimin. Dia pemuda yang manis dan menarik.

Jika ia sedang tidak bertugas ia memilih berkunjung ke tempat situs sejarah. Menurut pendapatnya melihat dan mendengarkan sejarah salah satu cara untuk melepaskan rasa bersalah sekaligus rasa rindunya selama ini. Tentu saja dengan SeokJin, ia sangat merasa bersalah sekaligus merindukan SeokJin. Ia sangat merindukan SeokJin.

Terkadang ia terniang-niang puisi buatan SeokJin tentang merak jantan dan merak betina.

"Merak tidak tahu perasaan betinanya yang tidak memiliki bulu indah. Jika merak kehilangan bulu indahnya maka ia tahu perasaan betinanya dan…" gumaman Taehyung tentang puisi SeokJin buyar melihat seorang pria bermantel cokelat serta berdiri membelakanginya menunjuk ke istana utama tempat raja Joseon dulu berkuasa.

"Merak betina berbagi bulunya pada merak jantan. Kurang lebih itulah puisi yang pernah ditulis oleh salah satu pemimpin pemburu bayangan, karena hal itu juga membuktikan bahwa pemburu bayangan adalah orang yang romantis"

Taehyung semakin tertarik dengan pria yang ia yakini berprofesi sebagai tour gate para wisatawan. Ia perlahan mendekati gerombolan wisatawan itu yang membubarkan diri mencari spot yang indah untuk berfoto. Pria itu melangkah menjauh lalu duduk di salah satu tangga dan menengadah menatap para wisatawannya.

Seketika ia terperangah melihat pria itu, pria dengan wajah yang sama persis dengan SeokJin. Meskipun pria itu tidak memakai topeng ia tetap yakin bahwa pria itu berwajah sama dengan SeokJin. Perlahan ia mendekati si pria, kali ini ia yang menghampirinya bukan dia yang mennghampiri Taehyung.

Si pria mendongak melihat sepasang sepatu ada di hadapannya, menatap si pemilik sepatu ternyata seorang pemuda manis begitu juga dengan senyumnya.

"Aku yang menemukanmu lebih dulu" tiba-tiba saja Taehyung mengucapkan hal itu, mengucapkan janji yang pernah diucapkan SeokJin dulu. Ternyata ia yang lebih dulu menemukan SeokJin, bukan sebaliknya. Namun si pria lebih fokus memerhatikan kedua mata Taehyung, berair dan memerah menahan tangis.

"Apa ada yang bisa aku bantu?" tanya si pria sopan. Taehyung menunduk menahan air mata harunya, setelah sekian lama ia bisa melihat SeokJin.

"Apa kau percaya dengan kata semua kisah itu nyata?" Taehyung bertanya tiba-tiba dan itu semakin membingungkan bagi si pria, namun ia tetap mengangguk karena ia meyakini hal tersebut. Taehyung semakin tersenyum, menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Baik, kita mulai dari awal. Kim Taehyung imnida, senang bertemu denganmu" si pria sedikit terkejut lalu bangkit dari duduknya membalas jabatan tangan Taehyung.

"Kita punya marga yang sama. Kim SeokJin imnida, senang juga bertemu denganmu"

THE REAL END

(For You-Chen, Baekhyun & Xiumin, Blood, Sweat & Tears-BTS, My Love-LeeHi, Halucination-Jang JaeIn ft NaShow, Can You Hear My Heart-Epik High ft Lee Hi, Forgetting You-Davichi, Wind-Jung SeungHwan & U R-Taeyeon)

Ryeo note:

Gimana endingnya? Semoga tidak mengecewakan, dan aku sengaja milih ending seperti ini biar kalian terserah mau berkreasi seperti apa soal endingnya. Kesimpulan dari ending ini aku serahin ke kalian semua. Terimakasih atas dukungannya, nantikan comeback kelima ffku ya!

PYE! PYE! PYE! JUMPE LAGi #lambai tangan bareng BTS#