Chapter 1

Blood Sweat and Tears

Author: RyeoEunRim

Cast: Member Exo, etc.

Rated: T

Pairing: HopeV, JinV, etc.

Genre: Romance, fantasy, drama, friendship, etc.

Disclaimer: Intinya aku pinjem char mereka dan cerita ini sepenuhnya hasil imajinasi dan inspirasi dari The Mortal Instrument: City of Bones.

Summary: Semua kisah itu nyata! HopeMin! JinV! / "Kau berada di dinasti Joseon" / "Anbogoshipeoyo? Na jinjja jinjja bogoshipeosseo… hikss"

NO FLAME! NO BASH! NO PLAGIAT!

HAPPY READING ^_^

.

.

.

.

.

Seorang pria manis dengan perut buncit nampak berlari cukup kencang, membawa sebuah tas yang sangat ia genggam erat. Sesekali ia menoleh ke belakang, memperhatikan apakah ada yang mengejarnya. Dirasa cukup jauh, ia bersandar pada sebuah pohon mengelus perutnya, tersenyum kecil merasakan tendangan kecil dari bayinya. Ia hamil dan ia seorang pria, aneh tapi itu yang terjadi.

Konon makhluk yang bernama setan itu ada. Pemburu setan atau mereka lebih sering disebut pemburu bayang ada. Tapi, semenjak seorang pemburu setan kehilangan jalannya mereka menyembunyikan diri dan tidak pernah terlihat lagi. Apa benar?

Seoul, Korea Selatan, 2016.

"Eomma, kenapa tidak membangunkanku?!"

Rumah yang lumayan besar itu mulai gaduh dengan teriakan melengking dari seorang pria bersurai cokelat. Laki-laki itu berlari mengelilingi rumahnya mencari kaus kaki dan dibantu ibunya yang ikut berkeliling juga berusaha menyuapi laki-laki itu.

"Aish, jinjja. Kaus kaki dan name tage, eodiga? Aku akan habis hari ini jika terlambat!"

"Bangunlah saat aku membangunkanmu, ayo makan ini, Teahyung-ah!"

Ibunya masih terus mengejar dan memungut sebuah kaus kaki di selipan pintu kamar mandi, memberikannya pada pria itu dan berhasil menyuapkan roti panggang tersebut. Pria dewasa tapi masih kekanakan itu-Taehyung menyambar tas dan kembali berlari keluar dari rumah mengejar bus pagi atau ia harus menunggu setengah jam lagi, tapi ia masih menyempatkan untuk mengecup pipi ibunya dan menyapa seorang pria yang baru saja datang.

"Malam ini aku akan pulang terlambat, nanti aku hubungi lagi!"

Sang ibu-Jungkook tersenyum kecil. Menatap sahabat karibnya yang datang sambil membawa beberapa kardus.

"Apa dia terlambat lagi?" tanyanya-Oh Sehun. Jungkook mengangguk, mengajak Sehun masuk ke dalam rumah barunya dan begitu terkejut melihat sebuah kertas berwarna putih tergeletak di lantai. Bukan itu yang membuatnya terkejut tapi gambar yang ada di dalamnya itu. Sebuah lambang yang cukup menakutkan baginya. Sehun yang melihat itu menepuk pundak Jungkook lalu memeluknya cukup erat.

"Apa kau tidak ingin memberitahunya?"

"Aku masih menunggu waktu yang tepat"

Ia bernafas lega, sampai tepat waktu bahkan ia masih bisa mengambil nafas akibat marathon super telatnya. Ia melirik sahabatnya yang masih sempatnya memakai headset di kedua telinganya. Sesekali tangannya bergerak mengikuti irama lagu yang didengarkannya. Ia menangkup kedua wajahnya memperhatikan Hoseok begitu serius mendengarkan lagu itu. Mereka berdua dokter residen pertama tapi entah kenapa Hoseok lebih cocok menjadi dancer.

"YA!"

Hoseok berdecih, melepas headset nya dan segera membalas teriakan itu dengan teriakan yang tidak jauh dari kata melengking. Taehyung menutup kedua telinganya, menatap sengit pada Hoseok yang malah tertawa puas.

"Berhenti bersikap jahil padaku, karena kau tidak akan bisa membalasnya" ejek Hoseok kembali mendengarkan lagunya. Taehyung berdecih, ia memang selalu kalah dalam hal jahil dengan Hoseok. Ia berusaha tidak peduli dengan itu, membuka sebuah buku tebal dari tasnya dan membulai membacanya. Sebuah buku tentang saraf, waktu liburnya yang sangat singkat ini ia gunakan untuk belajar lagi dan alhasilnya ia hanya tidur 3 jam. Saat netranya kembali membaca buku itu, ia mengernyit melihat sebuah gambar aneh.

"Gambar yang bagus, tumben sekali"

Taehyung hanya mengangguk saja. Menutup buku itu dan mengcek semua buku yang ada di tasnya, tidak semua ada gambar itu tapi apa maksud gambar ini? Ia kembali menoleh ke Hoseok tapi pria itu malah asik kembali dengan musiknya. Ia menatapi gambar itu lagi, sepertinya ia pernah melihat tanda ini, di kamar Jungkook. Ini bukan urusannya tapi ia penasaran apa arti symbol ini, padahal ia tipekal orang yang cuek tapi saat melihat ini ada rasa penasaran menggelitiknya. Apa makna tanda ini?

"Ya, kau bisa malam ini?" tanya Hoseok melepas headsetnya. Taehyung mengangguk membuka buku lain dan menggambar asal apa yang ia pikirkan. Hoseok yang memperhatikan gerakan tangan Taehyung tersenyum kecil, kemudian mengernyit heran.

"Kau membuat gambar yang sama" celetuk Hoseok menunjuk gambar yang ada di kertas lain. Taehyung yang sadar segera melempar pensilnya sembarang, menutup buku itu dan semakin menambah kerutan di kening Hoseok. Taehyung tersenyum kecil, ia mulai aneh.

"Waeyo?"

"Apa rencana kita bisa dijalankan?" tanya Taehyung mengalihkan topik. Hoseok merangkul pundak Taehyung, mengajaknya menatap langit Seoul dan macam-macam gedung pencakar langit. Tersenyum penuh arti.

"Tentu, setelah menyelesaikan jam magang ini. Kita akan pergi ke surga dunia"

"Eoh, aku menunggunya"

Taehyung tersenyum lebar lalu tertawa. Tawanya tidak bertahan lama karena chief super killer residen tahun ke empat masuk, berteriak memaki pada Hoseok karena tidak menjalankan tugasnya. Pekerjaan magang menyebalkan sudah dimulai dan ia harus segera berlari ke UGD, menghiraukan lambang yang ada di buku kedokterannya. Tanpa Taenghyung sadari entah kebetulan atau tidak awan pagi ini berbentuk sama seperti tanda ini.

Jungkook kembali menatapi ponselnya, matanya juga melirik jam dinding rumahnya sekarang sudah pukul tujuh dan anaknya belum pulang. Ia tidak kolot atau apapun tapi ia sedikit khawatir mengingat ia menemukan sesuatu di kamar Taehyung yang jumlahnya begitu banyak. Ia kembali menatapi buku di tangannya dan juga sebuah almari kecil di dekat jendela tempat ia duduk sekarang.

Sehun yang masih ada di rumah Jungkook untuk membantunya melukis mengerutkan keningnya tapi ia tetap menghampiri Jungkook dan memberinya sebuah kaleng kopi. Jungkook tersenyum, menerima kaleng kopi itu dan meminumnya.

"Waeyo?"

"Aku menemukan ini dan jumlahnya cukup banyak di kamar Taehyung"

Sehun paham gambar dan arti tanda itu keluar. Ia mengamati gambar tersebut, kembali menatap Jungkook yang semakin khawatir karena Sehun sama sekali tidak memberi respon. "Aku tidak ingin dia tahu"

"Tapi kau harus beritahu dia"

"Dia belum siap"

"Kau atau dia yang belum siap?" pertanyaan Sehun benar-benar membuat Jungkook tidak bisa bicara. Sehun menggenggam tangan Jungkook mengelus lengan itu, mengakibatkan bedak yang sengaja ia bubuhkan memudar. Ia tahu apa yang berusaha ditunjukan Sehun.

"Stop, please" pinta Jungkook. Sehun menurut, kembali meluruskan lengan baju Jungkook. Ia tahu apa yang dirasakan Jungkook tapi memendam semua ini bukan solusi terbaik, meskipun awalnya agak sulit diterima pasti Taehyung akan mengerti semuanya.

"Kau tidak bisa bersembunyi selamanya"

"I know, tapi hanya ini yang bisa aku lakukan dan kau harus segera membawanya ke sana"

Sehun juga mengerti. Ia tahu pasti Jungkook khawatir akan seseorang dan pengikut-pengikutnya, ia juga merasa khawatir tapi tidak mungkin Jungkook akan membawa Taehyung ke sana setiap bulan bahkan nanti setiap hari. Pasti didalam benak Taehyung akan muncul sebuah pertanyaan, tempat apa ini dan kenapa aku harus dibawa kemari?

"Di sini saja"

Taehyung menunjuk sebuah bar yang bertuliskan Demon Bar dan sebuah tanda seperti dibukunya tapi terdapat tanda silang merah. Apa maksudnya itu? Hoseok menoleh, menatap orang-orang yang sedang mengantri masuk berpakaian aneh, seperti anak punk selain itu mereka menjurus ke setan. Ia bergidik ngeri, menarik Taehyung untuk menjauh. Ia masih menyayangi nyawanya jadi ia putuskan untuk menarik Taehyung menjauh.

"Waeyo?"

"Aku mengajakmu ke bar untuk bersenang-senang dan memilih bar di sini, bukan ke tempat aneh seperti itu"

Taehyung memutar matanya malas, ia malas berdebat malam-malam seperti ini ditambah di gang sempit seperti ini. Tapi, ia penasaran dengan bar itu kenapa menggunakan tanda itu untuk symbol barnya. Ia balik menarik Hoseok kembali ke bar itu, menatap security bar yang menatap dirinya dan Hoseok curiga. Ia berdehem, menunjuk tulisan bar itu.

"Chogiyo, apa kau tahu arti symbol itu?" tanya Taehyung. Security itu menatap ke atas, menggeleng sebagai jawaban tidak.

"Symbol apa? Aku tidak melihat apa-apa" tanya Hoseok. Taehyung mengernyit, menunjuk nama bar itu, tidak ada apa-apa selain nama bar tersebut. Apa symbol itu bisa hilang kapan saja? Ia kembali menatap sekumpulan orang-orang yang sedang mengantri untuk masuk. Saat ia sedang menjelajahkan matanya, pandangannya terjatuh pada sepasang mata yang berdiri tidak jauh darinya. Pria asing itu menatap Hoseok cukup lama lalu Taehyung.

"Biarkan mereka masuk"

Security itu mengangguk, membuka rantai pintu masuk, mempersilahkan orang itu dan tentu saja Taehyung Hoseok. Taehyung tersenyum senang pada Hoseok, wajah manisnya cukup berguna. Hoseok mengangguk setuju dan saat masuk ada banyak sekali orang-orang berwajah aneh itu. Dari luar memang terlihat seperti bar biasa, music menghentak, minuman alcohol dan wanita sexy, tapi di sini ada yang berbeda. Aura aneh begitu kental di bar ini.

"Menarilah"

Taehyung mengangguk, mulai menggerakan tubuhnya berputar berbarengan dengan Hoseok. Ia tidak terlalu memperhatikan mereka lagi tapi entah kenapa ia merasa diperhatikan terlalu intens oleh mereka. Apa ia terlihat seperti anak SMA? Usianya sudah dua puluh delapan tahun, jangan tertawa tapi ini memang benar ini pertama kalinya ia mengunjungi sebuah bar.

"Kau tunggu di sini, aku akan ambil minum"

"Eoh!"

Ia kembali mengikuti irama music tapi orang-orang itu semakin menatapnya bahkan ada yang mendekat. Ia merapihkan sedikit rambutnya, mengelus tengkuk merasa ada yang aneh. Ini memang pengalaman pertamanya masuk bar tapi ia tidak tahu jika orang-orang yang mengunjungi bar memiliki sikap seperti itu.

Ia terpaksa meminggirkan tubuhnya, bersender pada sebuah jaring yang sengaja ditaru sebagai pembatas antara tempat minum dan menari. Ia melihat ke belakang, lebih tepatnya pada Hoseok yang sedang menunggu pesanan minumannya. Tanpa sengaja ia melihat pria berhodie itu, berjalan menghampiri seorang wanita berpakaian hanbeok lengkap dengan tusuk rambutnya. Apa ia tersesat ingin ke kuil atau apa?

Ia semakin tertarik saat pria itu mulai menarik tusuk rambut wanita itu dan tangan sebelahnya melepas kain yang mengikat pinggang ramping wanita itu, tanpa sengaja ia memperhatikan gelang yang melingkari wanita itu. Gelang itu bergerak seperti ular bersamaan dengan pria itu yang mulai menjauh dengan wajah terkejut. Wajah wanita itu yang semula manis berubah menakutkan, dan sesuai perintah gelang berbentuk ular itu mencengkram leher pria tersebut. Tidak lama datang seorang pria lagi, mengenakan baju seperti di jaman Joseon. Membawa sebuah pedang panjang dan menancapkannya di dada pria tadi yang sudah terkulai lemas.

"KYAAA!"

Musik yang awalnya menghentak tiba-tiba mati, semua pengunjung menatap semakin aneh pada Taehyung. Hoseok yang baru datang menjatuhkan gelas birnya, menghampiri Taehyung yang berwajah pucat.

"Waegurae?"

"Ayo kita pergi!"

Taehyung menarik Hoseok keluar dari bar itu, tidak mengindahkan tatapan pengunjung yang semakin aneh begitu juga dengan security tadi. Apa yang ia lihat tadi nyata? Pembunuhan ada di hadapannya dan ia hanya diam saja. Hoseok menghentikan tangan Taehyung yang begitu kuat meremas tangannya.

"Waegurae?"

"Apa kau tidak lihat? Pria yang tadi mengijinkan kita masuk dibunuh"

Hoseok mengernyit heran. "Pria itu? Aku tidak melihat apa-apa, kau ini kenapa?" tanya Hoseok mulai khawatir. Taehyung menarik nafas sebanyak-banyaknya, kembali menoleh ke belakang dan pemandangan yang ia lihat adalah pria berpakaian zaman Joseon itu. Ia menggenggam tangan Hoseok kelewat erat, menolehkan kepala Hoseok secara paksa ke belakang.

"Mwo?"

"Kau lihat namja itu?"

Hoseok menajamkan pandangannya, memperhatikan orang-orang yang masih mengantri masuk, ia melihat banyak pria dan wajah mereka semua hampir sama.

"Lihat namja yang mana?"

"Namja berpakaian Joseon, dia yang membunuh namja yang membantu kita! Apa kau tidak lihat?" tanya Taehyung penuh amarah dan kesal. Hoseok menggeleng dengan polosnya, mereka semua berpakaian seperti setan bukan seperti Joseon.

"Mungkin kau berhalusinasi, aku dengar setiap bar memberikan gas tersendiri yang suka membuat orang berhalusinasi"

Taehyung tersenyum kecil, menatap tidak percaya pada Hoseok yang masih sempat-sempatnya berpikir ilmiah tapi tidak logis, "Aku melihatnya dan kau tidak melihatnya, apa itu menjelaskan bahwa kita menghirup udara yang berbeda?"

Taehyung berdecak, menyetop taxi dan segera masuk ke dalam. Melipat tangannya di dada, kepalanya pusing mengingat pembunuhan tadi. Ia baru pertama kali melihat aksi pembunuhan tepat di matanya. Juga, tanda itu terlihat di leher wanita tadi. Apa mungkin mereka tahu arti symbol itu?

"Aku akan mengantarmu ke rumahmu dulu"

"Terserah…"

Taehyung memejamkan matanya. Memijat lembut perpotongan hidung dan matanya, ia benar-benar tidak bisa berpikir jernih karena semua ini. Bahkan ia tadi memerahi Hoseok dan… pikirannya kacau karena pria itu dan tanda sialan terkutuk itu. Ini semua membuat matanya berat dan ia ingin memejamkan matanya, menganggap semua ini mimpi dan ia akan terbangun dengan senyum hangat ibunya.

Ini bukan mimpi.

Takdirmu sebentar lagi akan berubah.

Takdir yang benar-benar akan membuatmu menyadari satu kalimat, semua kisah itu nyata.

Matanya seketika membuka. Menatap sekeliling langit kamarnya, ada yang aneh kenapa tertutupi dengan sebuah-bukan banyak kertas bergambar tanda itu lagi. Ia segera bangun, dan keadaan kamarnya benar-benar kacau. Kertas bergambar tanda itu berhamburan dimana-mana, ia memungut beberapa kertas itu dan tanpa sengaja melihat jari-jari lentiknya tergores cukup banyak luka.

"Ige mwoya? Kenapa aku ini?" tanya Taehyung pada dirinya sendiri. Suara itu, mengatakan bahwa yang terjadi semalam bukan mimpi itu artinya ia benar-benar menjadi saksi kasus pembunuhan itu? Ia sudah cukup terlibat banyak masalah dan sekarang ia menjadi saksi untuk sebuah kasus pembunuhan di bar? Apa kira-kira komentar ibunya?

"Taehyung-ah, ireona~"

Matanya membulat dan dalam sekejap ia segera membereskan kertas-kertas itu dan membuangnya tapi terlambat. Ibunya masuk membawa sebuah nampan berisi sarapan pagi. Wajah ibunya benar-benar terkejut, takut dan tidak percaya. Ia perlahan mendekati ibunya, menggenggam tangan sang ibu yang sedikit gemetar.

"Eomma, aku bisa jelaskan"

"Ttarawa!"

Jungkook menaruh nampan itu. Menarik Taehyung keluar dari kamar, pikirannya campur aduk mengingat tanda itu. Ia tidak bisa memberitahu Taehyung sekarang.

"Darimana kau semalam? Pulang larut dalam keadaan tidur seperti itu, untung saja Hoseok yang membawamu"

"Eomma, aku pergi ke sebuah bar. Ini permintaanku sebagai kado dari Hoseok, ulangtahunku memang sudah lewat dan karena dia lupa akhirnya ia akan mengabulkan semua permintaanku… dan aku meminta diajak ke bar"

Tangan Jungkook hampir terangkat untuk menampar putra satu-satunya ini. "Eomma tidak membutuhkan jawaban itu, kemana kau semalam? Apa alasanmu ke bar? Dan apa yang kau lihat?"

Taehyung mengernyit. Ekspresi ibunya sungguh sangat terlihat jelas bahawa ibunya menutupi sesuatu. Tangan Jungkook yang semula terangkat menurun, menatap Taehyung yang begitu terkejut dengan tindakan ibunya yang ingin menamparnya. Ibunya tidak akan semarah ini jika ia hanya pulang malam dan ke bar. Ibunya sangat marah bukan karena hal itu tapi tanda yang ia gambar semalam.

"Eomma menyembunyikan sesuatu?"

"Jawab pertanyaan Eomma"

"Eomma…"

"Jangan keras kepala dan jawab pertanyaanku!" perintah Jungkook kali ini dengan nada lebih tinggi. Ia semakin terkejut, sepertinya benar ibunya menyembunyikan sesuatu yang tidak ia ketahui dan itu berhubungan dengan gambar sialan itu.

"Eomma marah bukan karena aku ke bar, tapi eomma marah karena aku menggambar tanda sialan itu!"

"Jaga bicaramu Kim Taehyung!"

Ia semakin terkejut mendengar bentakan Jungkook, bukan soal bentakan itu tapi marga yang disebutkan ibunya. Kenapa Kim bukan Oh? Selama ini ia menggunakan marga sahabat ibunya itu untuk hidup dan bersekolah, sekarang ibunya memanggil dirinya dengan marga Kim. Itu berarti, Jungkook tahu siapa ayahnya.

"Apa yang eomma tahu sementara aku tidak tahu?" tanya Taehyung memberanikan diri. Entah kenapa ia seperti ini, yang jelas rasa penasaran itu benar-benar membuatnya hilang kendali bahkan membantah satu-satunya orangtua yang ia miliki.

"Apa yang aku tidak ketahui tentang tanda sialan itu?!" Jungkook mencengkram pundak Taehyung, menatapnya tajam seolah-olah Taehyung membuat kesalahan fatal.

"Jangan sebut tanda itu sebagai sialan! Kau tidak tahu betapa berharganya tanda itu"

"Nde! Aku tidak tahu karena kau tidak memberitahuku, kenapa kau tidak memberitahuku"

"Memberitahumu itu sama saja membunuh dirimu!"

Taehyung semakin terbelak. Ia sama sekali tidak mengerti apa maksud ibunya dengan mengatakan bahwa ia akan terbunuh. Jungkook meremas lengan anaknya, lalu memeluknya cukup erat.

"Jangan bahas ini lagi, arra? Eomma tidak ingin mengingatnya lagi, Taehyung jebal…"

Taehyung masih diam di tempat. Menatap kamarnya yang masih terpenuhi oleh gambar-gambar itu. Ia tidak membalas pelukan atau bergerak sedikitpun dari tempatnya. Ia masih sulit mencerna kejadian ini yang begitu tiba-tiba dan sangat cepat. Garis takdirnya akan berubah, apa itu benar?

"Eomma, aku harus pergi. Aku ada jadwal sebentar lagi"

Ia melepas pelukan Jungkook, mengambil jaket tebalnya dan juga tasnya, meninggalkan Jungkook yang benar-benar terdiam di tempat tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya memiliki dua pilihan, memberitahu semuanya atau Taehyung akan mati. Ia kembali melirik kamar itu tepat setelah Taehyung menutup pintu rumah mereka.

"Apa yang terjadi semalam?"

"Geuraeso?"

"Kau pintar dalam pelajaran, katakan apa maksud gambar ini dan kenapa aku bisa menggambar dalam semalam, tanpa sadar. Itu benar-benar tidak masuk akal"

Café itu masih tetap ramai. Tidak memedulikan keributan dua anak manusia berjas dokter yang terlihat berdebat cukup serius. Hoseok mengambil salah satu kertas itu, berusaha mengingat tanda apa ini sepertinya pernah ia lihat tapi dimana? Taehyung berdecih kesal, kenapa sifat bodoh Hoseok keluar di saat seperti ini.

"Ndo"

Taehyung membulatkan matanya melihat seseorang yang ia lihat semalam. Pria yang melakukan pembunuhan itu, masih mengenakan pakaian yang sama, memakai topeng dan membawa pedang di punggungnya, menunjuk dirinya dan berkata Ndo. Ia mencengkram lengan Hoseok berusaha mencari perlindungan lewat punggung lebar Hoseok. Kenapa pria itu menatapi dirinya? Apa ia sedang mengancam karena ia menjadi satu-satunya saksi dalam kasus itu?

"Aku ingat, tanda itu pernah kau gambar dalam bukumu dan tanda ini pernah di bahas oleh Lee sonsaeng dulu. Dia mengatakan kalau ini tanda untuk mengusir setan pada zaman Joseon. Tapi itu belum bisa dibuktikan"

Taehyung kembali melirik ke dinding kaca café, bernafas lega karena orang itu sudah pergi. Ia mendengarkan semuanya, jadi itu tanda untuk mengusir setan. Kenapa ia bisa menggambar banyak tanda itu padahal ia selalu tertidur saat pelajaran Lee sonsaeng. Ia meremas rambutnya frustasi, kenapa juga ibunya terlihat marah saat ia mengumpati tanda itu.

"Tapi, kenapa kau bertanya soal tanda ini?"

Taehyung menggeleng, melirik ke arah belakang, ia merasa diperhatikan dan orang itu ada di dalam café. Para pengunjung café nampak tidak peduli dengan penampilan orang itu dan senjata tajam yang dibawa. Ia mencengkram kerah kemeja Hosoek, menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat orang itu tapi nyatanya Hosoek nampak biasa.

"Mwo? Kau menyuruhku melihat orang berciuman?"

Taehyung mengernyit dan kembali melihat ke arah tadi. Orang itu sudah tidak ada dan sekarang sedang berjalan keluar café lewat pintu belakang. Dia mengenal wanita dengan tanda yang sama itu berarti dia mungkin tahu arti tanda ini.

"Kau tunggu di sini, aku segera kembali"

Di pintu belakang, pria itu menunggu dengan tangan ditaruh di belakang, khas seorang prajurit yang menunggu atasannya. Apa dia benar-benar pecinta drama korea sampai kemana-mana mengenakan pakaian itu dan bertingkah kolot?

"Kau tahu tanda ini?" tanya Taehyung sedikit berteriak. Pria itu merebut kertas tersebut, tersenyum miring dan lalu menyimpannya di saku. Menarik tangan Taehyung tanpa permisi dan karena itu ia bisa melihat tanda yang sama ada di tangan pria itu.

"Chakaman, kau mau bawa aku kemana? Dan tanda apa itu? YA!"

"Namaku bukan Ya atau chakaman. Seokjin"

"Aku tidak peduli siapa namamu! Yang aku pedulikan tanda apa itu?! Kenapa aku bisa menggambar itu dalam keadaan tidak sadar? Dan kau mengenal Jungkook?!" nafas Taehyung terengah-engah menanyakan semua hal itu. Orang-orang yang tidak jauh darinya menatapnya aneh, apa pria bernama Seokjin ini tidak terlihat?

"Apa kau tidak terlihat? Sebenarnya siapa kau? Apa maumu?"

"Kau bukan Jo dan kau menyebut nama Jungkook. Apa hubunganmu dengan dia?"

Taehyung berkacak pinggang. Berani sekali orang ini menanyakan hal itu padahal dia saja belum menjawab pertanyaan Taehyung soal tanda itu. Ia mendekati Seokjin, berniat memukulnya tapi dia bergerak cepat dan mengunci segala pergerakan Taehyung.

"Jawab!"

"Uri eomma!" Seokjin seketika melepas tangannya. Memberi hormat sedalam-dalamnya pada Taehyung dan itu semakin membuat Taehyung bingung dan takut. Heol, siapa yang tidak bingung tiba-tiba saja orang yang berniat menghajarmu sekarang tunduk. Siapa dia? Dan apa dia mengenal Jungkook.

Ia harus lelah agar meluapakan kejadian tadi pagi. Ia benar-benar kehilangan control dan hampir saja menyakiti Taehyung. Ia harus mencari anak itu dan memberitahunya sekarang, jangan sampai Taehyung menceritakan masalah ini pada orang lain dan berakhir ia dan Taehyung kembali di incar. Ia melapas sarung tangan cuci piringnya, menatap piring-piring kotornya masih menumpuk dan ia harus membersihkan kamar Taehyung.

TING TONG

Apa itu Taehyung. Jungkook menarik nafas dalam, menghapus air matanya yang memang sedari tadi mengalir memikirkan dan mengkhayalkan hal-hal terburuk. Ia harus tersenyum dan menceritakan secara pelan-pelan pada Taehyung.

"Nde, chakkaman!"

Jungkook berlari kecil, tapi seketika ia berhenti melangkah merasakan aura itu kembali muncul. Dengan ragu-ragu ia mendekati pintu tersebut, mengintip dari lubang pintunya. Tidak ada apapun, Taehyung tidak ada.

BRAK!

"Akh!"

Pintu itu terbuka secara paksa, Jungkook yang belum siap ikut terlempar hingga ke almari dapurnya. Sang pelaku, tersenyum meremehkan melihat Jungkook lebih tepatnya keadaan Jungkook sekarang laki-laki. Semantara pelaku lainnya melepas seekor anjing-serigala lebih tepatnya. Pelaku pertama menarik Jungkook untuk bangun, menghimpitnya pada alamari yang hampir rubuh itu.

"Katakan dimana cawan itu?"

Jungkook diam, berusaha melapas cekikan pria ini. ia kesulitan bernafas, pandangannya mulai buram karena cekikan ini begitu kuat bahkan ia merasakan kakinya sudah tidak berpijak lagi pada lantai. Pria berbadan besar dan berpakaian Joseon, tersenyum menatapi wajah Jungkook yang masih sama saja.

"Meskipun kau terlempar ke zaman ini dan berganti jenis kelamin, kau masih tetap manis"

"Darimana kau tahu aku di sini?" tanya Jungkook susaha payah sambil berusaha mengambil sebuah Teflon yang ada di dekatnya. Pria itu kembali tertawa dan semakin kaut mencekik leher Jungkook.

"Ugh!"

"Terimakasih pada anakmu itu"

"Waegurae? Orang-orang nanti akan mengira aku membullymu, irreona!"

Taehyung kembali menarik Seokjin untuk berdiri dan tepat saat itu Seokjin memeluk pinggangnya, mendekatkan wajah mereka. Pandangan mata yang seakan marah dan tidak percaya dengan ucapannya, itu yang ia tangkap dari Seokjin. Perlahan ia melepas pelukan Seokjin, mengeluarkan ponselnya menunjukan wallpaper ponselnya. Foto dirinya dan Jungkook, lebih tepatnya saat ia masih kecil.

"Kau menuduhku berbohong, aku tidak berbohong. Dia memang ibuku, kau belum menjawab pertanyaanku tadi"

"Kau bukan Jo dan Jungkook sekarang menjadi laki-laki"

Taehyung semakin tidak mengerti kenapa orang ini bicara formal sekali. Ia hampir saja melemparkan orang ini kalau saja ia tidak mengingat tujuan awalnya. Ia kembali merebut kertas bergambar itu, "Kau belum menjawab pertanyaanku, Agasshi!"

"Itu tanda malaikat yang diajarkan dari para prajurit tentara perang Salib yang melarikan diri ke tanah Asia. Mereka menceritakan bahwa mereka ditemui seorang malaikat tapi kami menyebutnya dewa. Mereka membantu kami, para Manchu untuk melakukan pemberontakan tap-"

"Heol!"

"AKH!"

Jungkook berhasil mengambil Teflon itu dan menghantamkannya ke kepala pria yang tadi mencekiknya. Sepertinya ia harus mengeluarkan segala sifat keibuannya jika ia dan Taehyung ingin selamat.

"Kau ingin mati!"

Ia berdecih mengambil sebuah pisau dan berniat menusuk pria itu tapi usahanya gagal. Pria itu mencengkram tangan dan mengunci seluruh gerakannya, menekan kepalanya begitu kuat diatas kompor sampai-sampai ia merasa kalau kepalanya akan pecah. Pelaku kedua dan serigala itu menggeledah setiap kamar dan ruangan yang ada di rumah ini tapi benda yang sedang mereka cari tidak ada sama sekali.

"KATAKAN!"

Jungkook kembali mengambil pisau itu dan berhasil melukai sisi wajah sebelah kanan pria tersebut, ia kembali mengambil Teflon dan memukuli pria tersebut. Ia menjauhi pria itu masuk ke dalam kamar mandi, satu-satunya ruangan yang belum di geledah tapi ia kembali di halangi hingga ia terjatuh dan kepalanya membentur kulkas.

"Katakan dimana cawan itu dan kau bisa kembali bersama NamJoon!" pria itu kembali menarik kakinya, melemparnya ke rak piringnya hingga hancur.

"Akh!" ia segera bangun melihat pria itu mengincar kamar mandi rumahnya. Ia membuka satu-satunya rak yang ada masih utuh, mengeluarkan sebuah pedang. Menancapkan pedang itu ke salah satu kaki pria tersebut sampai terjatuh. Setelah itu, ia menarik tubuh itu menjauh, menjepitnya kepala tanpa isi itu di kulkas, menutup dan membukanya secara cepat dan kuat. Nafasnya tersengal-sengal, ia melirik kamarnya yang masih digeledah, kesempatan itu ia gunakan untuk masuk ke kamar mandi. Mengunci pintu dan menghalanginya dengan sebuah lemari dan meja rias.

Jungkook mengeluarkan ponselnya duduk di depan meja rias yang ia gunakan untuk menghalangi pintu, berusaha menghubungi Taehyung tapi tidak tersambung.

"Jebalyo!"

"Suara apa itu?"

"Ya! Kau selalu bertanya dan aku menjawab, kapan kau akan menjawab pertanyaanku?" tanya Taehyung kesal. Seokjin menatap semakin intens saku belakang Taehyung, berusaha mengambil benda itu.

"Ya! Aku bisa sendiri!"

Taehyung berdecak melihat nama ibunya tertera, "Yeoboseyo, aku segera pulang eomma"

"Jangan pulang ke rumah pergi sejauh mungkin!"

Ia mengernyit mendengar suara gaduh dan nafas tersengal ibunya. Apa yang terjadi? Apa ada pencuri? Wajahnya semakin khawatir mendengar ibunya berteriak dan seperti ada benda pecah.

"Eomma, gweanchana?"

"Jangan pulang ke rumah dan jika kau bertemu dengan pria bernama Seokjin, kau harus percaya padanya. I Love you, my son"

Sambungan telfon itu terputus. Taehyung berecih, menatap pria ini sejenak lalu Hosoek yang juga datang. Ia lebih percaya pada Hoseok dibandingkan pria aneh dan asing ini. "Kajjo!" Hoseok tersenyum pada Seokjin sekilas, mengikuti langkah Taehyung yang entah mengapa begitu cepat.

Ia membongkar satu almari kecil di pojok ruangan, mengetikan kata sandi yang sudah ia hafal sejak lama. Sekali lagi ia menelan ludahnya kasar, mungkin ini yang bisa ia berikan untuk mereka. Ini kado terakhir dan permintaan maaf dari Jungkook. Ia menggengam erat kotak berukiran akar pohon dan sebuah huruf hanja, ia mengelus huruf itu, membuka kotak itu dan yang ia cari ada di hadapannya.

BRAK!

Pintu itu jebol dengan kekuatan sebuah tangan. Jungkook menghampiri dua pria berwajah menyeramkan itu, memperlihatkan botol itu lalu tersenyum.

"Hajima!"

"Sampaikan salamku pada NamJoon" perintah Jungkook meminum air dalam botol kecil itu. Seketika itu dua pria itu berteriak frustasi melihat Jungkook jatuh tertidur, tubuhnya melemas seperti mayat. Tubuh yang awalnya seperti laki-laki normal mulai berangsur menghilang dan itu semakin menguatkan teriakan dua pria frusatsi tersebut.

"JUNGKOOK!"

Nomor yang anda hubungi berada di luar jangkauan cob-

"Eomma, waeyo?" tanya Taehyung selama berada di taxi. Menatapi ponselnya, lebih tepatnya pada wallpaper yang tidak pernah ia ganti selama kurang lebih 4 tahun. Foto ini benar-benar menjadi kenangan terindah dan… kenapa tiba-tiba ia mengingat semua ini? apa yang terjadi dengan Jungkook? Kenapa ia merasa khawatir? Jungkook bukan tipe orang pendendam, ia tidak akan selama itu marah pada Taehyung apalagi sampai mengusir, tapi kenapa Jungkook menyuruhnya untuk tidak pulang?

"Hoseok-ah, boleh aku minta satu permintaan?" tanya Taehyung. Hoseok yang sejak tadi juga khawatir mendengar cerita Taehyung, menolehkan kepalanya tersenyum lebar seperti orang idiot dan mengangguk. Taehyung memasukan ponselnya ke ransel, menggengam tangan Hoseok begitu erat.

"Jangan pernah tinggalkan aku dan kau akan selalu mengikutiku, kau orang yang aku percayai setelah eomma dan Oh ahjussi. Apa kau bisa menjanjikan hal itu"

"Aigoo, mwosunsuriya? Kau tidak perlu meminta seperti itu, aku pasti akan melakukannya"

Taehyung tersenyum semakin lebar, menyatukan jari kelingkingnya dan memeluk Hoseok cukup erat. Pelukan ini sangat hangat dan semakin mengingatkannya pada Jungkook. Begitu sampai, ia dan Hoseok bergegas menuju lift. Begitu terkejut ketika ia sampai di depan pintu apartmentnya. Rumahnya begitu acak-acakkan, barang-barang rumahnya berhamburan da nada bercak darah.

"Eomma! Eomma!"

Ia memungut ponsel ibunya yang berada di kamar mandi, menatapi ponsel itu yang tidak bisa dinyalakan lagi sepertinya diinjak oleh sesuatu yang besar dan berat. Tapi, apa itu? ia menatap Hoseok, wajahnya memberitahu Taehyung bahwa ada kabar buruk dan itu berkaitan dengan Jungkook. "Eomma…" lirih Taehyung, berjongkok menangis sejadi-jadinya. Firasatnya benar, ibunya menghilang entah kemana setelah bertengkar.

"Eomma…"

"Jangan khawatir, aku tahu dimana Jungkook"

Taehyung dan Hoseok kompak menoleh. Menemukan Seokjin sudah masuk ke dalam rumah, menghamburkan sebuah pasir, pasir itu bergerak menyusuri setiap sudut rumah Taehyung dan kembali masuk ke dalam botol SeokJin. Pria itu menghela nafas, menatapi Taehyung dan Hoseok.

"Dimana cawan itu?"

Taehyung mengernyit mendengar pertanyaan aneh itu. ia menghampiri pemuda itu, mencengkram kerah kemaja itu begitu kuat, ia ingin mencekik leher pemuda ini karena bisa-bisanya menanyakan hal seperti itu disaat ia sedang bersedih seperti ini.

"Kenapa kau menanyakan hal yang aku tidak mengerti? Apa kau tahu apa yang terjadi sekarang di sini, eomma menghilang dan ada bercak darah. Apa kau pikir aku tidak sedih? Apa kau tidak berpikir seperti itu?!"

"Itu bukan darah Jungkook, tapi darah setan. Pasirku begitu tertarik menempel pada darah itu, dan aku tahu dimana Jungkook. Satu hal lagi, sepertinya dia menitipkanmu padaku aku harus menjagamu karena ini perintah" balas SeokJin, menatap Hoseok yang masih bingung dengan semua ini. Taehyung melepas cengkramannya, mendorong SeokJin untuk keluar dari rumahnya yang berantakan.

"Kha!"

"Shireoyo, kau dan Jungkook sekarang menjadi tanggungan, ditambah pria itu"

"Joyo?" tanya Hoseok menunjuk dirinya sendiri. Taehyung menatap bingung Hoseok dan SeokJin bergantian, tertawa kecil cukup lama berangsur menjadi kuat. Hoseok menarik Taehyung sedikit menjauh, menatap sekali lagi pria berpakaian aneh dan bertopeng itu.

"Kau mengenalnya?"

"Mollaseo, tapi dia mengenal eomma dan menyuruhku untuk percaya padanya. Apa pendapatmu?" tanya Taehyung pelan. Hoseok diam, kembali melirik orang itu yang sedang menoleh ke belakang dan berjalan keluar dari rumah, menatapi kanan kirinya dengan panic.

"Sepertinya kau harus mencoba dan ini perintah eommamu, berarti dia mengenal pria itu dan dia pria baik" Taehyung hanya diam. Menatapi Hoseok yang begitu yakin dengan spekulasinya, itu masuk akal tapi bagaimana bisa Jungkook mengenal orang seperti itu.

"Kita harus pergi sekarang, serigala itu mengejar. Palliyo!"

SeokJin menarik tangan Taehyung dan Hoseok berlari keluar dari rumahnya. Beberapa meter mereka berlari seekor serigala menghadang langkah mereka, SeokJin menghela nafas mengeluarkan sebuah pedang dan menusukkan pada serigala itu dan kembali mengajak Taehyung dan Hoseok berlari.

Ia tidak pernah mendaki gunung selama dan sejauh ini dan ia berakhir pada sebuah pohon besar dan di sana terdapat danau. Taehyung berdecih, menatap Hoseok dan SeokJin jengkel, ia tidak tahu apa maksud ia dibawa kemari dan diperlihatkan hal seperti ini. SeokJin kembali bertingkah hati-hati, menatap setiap sudut pohon dan menaburkan pasir-pasir yang selalu bergerak sendiri itu. Ia mendakit Taehyung dan Hoseok.

"Apa di zaman ini kalian masih mengenal setan atau pemburu bayangan atau yang lebih jelas pemburu setan?" tanya SeokJin. Taehyung bernafas legas, akhirnya orang ini bertanya meskipun sedikit tidak jelas.

"Aku pernah mendengarnya tapi itu mitos" jawab Hoseok.

"Itu bukan cerita karangan belaka. Makhluk bernama setan atau iblis itu ada sejak dinasti Joseon. Jika kalian mempelajari sejarah dinasti Joseon kalian pasti pernah mendengar Manchu, pemberontakan mereka memang sudah berakhir tapi keturunan mereka masih ada. Bukan untuk memberontak tapi memburu iblis-iblis yang berniat menguasai dunia, kejadian ini memang tidak pernah tercatat tapi kisah itu benar ada"

Taehyung cemberut karena dua orang ini berbicara dengan otak yang sama, pintar. "Geuraesseo?" tanya Taehyung. SeokJin mengeluarkan kertas tadi dan menunjuk sebuah tattoo yang terukir jelas di pergelangan tangan kanannya. "Igo mwondaeyo?"

"Daebak, jadi, kalian itu benar-benar ada. Para Manchu ternyata pemburu bayangan?" tanya Hoseok terlihat terkejut dengan semua kejadian yang begitu mendadak. SeokJin mengangguk, menatapi danau itu lalu Taehyung dan Hoseok.

"Aku juga pernah mendengar hal itu, tapi kenapa Hoseok bisa melihatmu?" tanya Taehyung. SeokJin menghela nafas mendengar nada tidak percaya masih keluar dari mulut Taehyung, ia mengeluarkan sebuah tongkat dan buku. Itu tulisan hanja, ia bisa membaca aksara itu tapi tidak mengerti sama sekali arti tulisan itu.

"Buku apa ini?" tanya Hoseok.

"Benar dugaanku" ucap SeokJin kali ini tersenyum dan memberi hormat sedalam-dalamnya pada Hoseok dan Taehyung. Setelah itu ia kembali menarik Hoseok dan Taehyung untuk ikut dan masuk ke dalam danau.

"Micheosseo?" tanya Hoseok dan Taehyung bebarengan. SeokJin menggeleng, menarik mereka sekuat tenaga agar segera masuk dan menenggelamkan diri sedalam-dalamnya sebelum para iblis yang menyamar tidak bisa menemukan mereka ataupun masuk ke dalam pintu suci ini. Taehyung menggenggam begitu erat tangan Hoseok dan SeokJin.

Ini bukan pintu menuju kematian. Ini pintu menuju takdir yang akan merubahmu, membuka ingatanmu dan menyadari siapa dirimu. Terutama tujuan utamamu mengikuti pria asing itu, menemukan Jungkook. Selain itu kau akan membantu dunia untuk sedikit bebas dari para iblis.

Jinjjayo? Aku tidak akan mati? Boghosipeosseo eomma.

Kau bisa percaya padanya. Jangan pernah meragukannya dan… jangan pernah tinggalkan dia.

… … …

… … …

Joseon, 1627 (Setelah perjanjian yang memaksa Joseon untuk menerima hubungan persaudaran dengan Jurchen)

Air pemandian itu awalnya tenang, beberapa orang yang sedang mandi dan mencuci dengan riangnya setelah ekspedisi habis-habisan dan putri mereka di serahkan akhirnya bisa bebas sejenak. Kesenangan itu tidak berangsur lama, sebuah gelembung raksasa tiba-tiba muncul di tengah danau, bersamaan dengan tiga orang muncul secara tiba-tiba.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk! Aku hampir mati!"

"Uhuk! Ini pengalaman pertamaku menyelam selama itu!"

Taehyung perlahan membuka matanya, mengusap air yang masih mengalir di wajahnya, menatap sekeliling yang begitu asing. Hoseok pun sama bingung dan terkejut. Ia beralih menatap SeokJin yang sedang menyembunyikan senjatanya dari para penduduk yang begitu terkejut dan takut. Taehyung menatap penampilan Hoseok, mengenakan pakaian tradisional dan rambutnya panjang tertata rapi. Ia hampir saja tertawa jika saja Hoseok tidak menanyakan pertanyaan konyol.

"Sejak kapan kau memiliki payudara?"

Taehyung terdiam. Meraba dadanya sendiri yang sedikit maju dan barulah ia sadar jika ia mengenakan hanbok dan rambutnya panjang. Wajahnya melongo tidak percaya begitu juga Hoseok dan SeokJin. Pria aneh itu tersenyum menatapi perubahan drastis Taehyung. Ternyata bukan hanya Jungkook yang memiliki keanehan, dia melahirkan seorang putri bukan putra.

"Ah… ini lelucon. Aku pasti tadi mati dan sekarang sedang renkanasi menjadi seorang wanita, kan?" tanya Taehyung menghibur dirinya sendiri. Menatapi SeokJin yang dengan seenakan jidatnya mencubit lengannya.

"Igo khum anniya"

Taehyung tertawa kecil dan berubah cukup keras, Hoseok pun masih sama bingungnya. Temannya berubah menjadi seorang gadis hanya karena menenggelamkan diri di danau, tapi kenapa tidak dengan dirinya. Taehyung menghentikan tawanya, tersenyum lebar pada Hoseok dan SeokJin.

"Kau juga tidak renkanasi, di zaman ini kau seorang putri. Tadi kita tidak tenggelam, melainkan masuk ke dimensi lain dan dimensi itu adalah zaman dinasti Joseon"

Hoseok terdiam, bergantian menatap Taehyung dari bawah sampai atas lalu sekitar dan tertawa seperti Taehyung tadi. Menganggap semua ini lelucon, perjalanan waktu itu benar-benar ada dan bisa di lakukan. Taehyung diam, menatapi tubuhnya lagi dan kali ini ia berani memegang bagian selatan tubuhnya, tidak ada!

"KYA!"

To Be Continue

(Blood Sweat and Tears-BTS)