Sebelum baca chapter ini, ada baiknya baca do'a dulu.. Jangan lupa baca Author Note dari saya, yang nggak baca nyesel!
Siapin mental...
Siapin apapun itu...
Last...
Semoga sesuai harapan;)
Ini chapter paling panjang, semoga nggak pegel...
.
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
Love Is Feeling © RiuDarkBlue
Warning: AU, OOC (cool Naruto), typo sana-sini, asem, garing, maaf jika ide pasaran, alur kecepetan, yang nggak suka harap tekan back. Saya tekankan kembali! Bahwa ini adalah inspirasi saya! Nggak ngejiplak siapapun kecuali karakternya!
"Percakapan."
'Bicara dalam hati.'
Naruto Namikaze x Hinata Hyuuga
DLDR
.
.
.
Dug... Dug... Dug...
"Yo! Naruto over pada ku."
Naruto diam, ia malah terus maju sambil mendribel bola tanpa menghiraukan Kiba.
Duk!
Ia menyenggol bahu Sai. Sehingga membuatnya mendesis.
"Berikan, Dobe." Sasuke menyeringai. Ia berniat mengambil bola di tangan Naruto, namun_
Brugh!
Dengan mudahnya Naruto menggulingkan Sasuke.
"Sial!"
Kiba mendekat ke arah Shikamaru. "Dia bermain kasar. Baru pertama kali aku melihatnya."
Shikamaru menatap Naruto yang berhasil memasukkan bola ke dalam ring. "Mungkin ia sedang melampiaskan emosinya."
"Bahkan dia tidak mau mengover bola pada ku yang anggota timnya."
.
.
.
"Kiba. Minta."
Sai mendelik. "Ini aku Sai, Naruto. Bukan Kiba."
Naruto berkedip, ia menatap Sai. "Ah.. Iya. Minta minum Sai."
Sai melempar minuman kalengnya.
Mereka memang sedang ada di basecamp sekarang, menikmati waktu luang.
"Mana ponsel ku, Teme?"
"Aku tidak meminjamnya, kau yang tadi memasukkannya ke saku celana mu."
Mulut Naruto membulat, ia merogoh saku celananya mengambil ponsel silver kesayanganmya
Naruto menggeser look screen ponselnya. Ia melihat foto Hinata yang memakan es krim waktu di Ueno Park.
"Aku merindukan mu..."
Tangannya mencari aplikasi chat-nya. Ia mengkliknya.
Naruto: Sedang apa? Sudah tidur?
Hinata: Aku sedang tidur...
Naruto: Oh, aku mengganggu mu, ya? :(
Hinata: Umm... Tidak.
Naruto: Baguslah, Hinata?
Hinata: Iya, ada apa?
Naruto: Aku... Mencintai mu.
Naruto tersenyum, ia membayangkan wajah merona Hinata. Bahkan balasan dari gadis itupun lama. Pastinya Hinata sedang salah tingkah.
Hinata: Aku juga, tidak mencintai Naruto-kun.
Naruto: Apa?!
Hinata: Tapi... Aku sangat sangat sangat mencintai Naruto-kun.
Klik.
Naruto mematikan ponselnya.
Pikirannya menerawang apa Hinata masih mencintainya? Seperti dulu?
"Sai, ambilkan snack itu?"
Sai mendelik, ia melempar snack pada Naruto.
"Sasuke, aku mau kacang itu."
"Ck! Ambil sendiri!" Meski begitu, Sasuke tetap saja melemparkan bungkusannya.
"Shika, awas aku mau tidur!"
Shikamaru menguap. "Tidur sana di kamar mu."
"Aku mau disini." Naruto menendang-nendang kaki Shikamaru dengan lututnya.
Shikamaru mengubah posisi tubuhnya menjadi membelakangi Naruto. "Tidak. Pergi sana!"
"Aku mau disini!"
"Pergi!"
"Tidak!"
"Pergi!"
"Tidak!"
"Pergi!
"Baik aku pergi!"
Blam!
Hening.
Kiba menghela nafas. Ia kesal dengan Naruto yang bersikap seenaknya dan seperti orang linglung. "Aish! Kenapa Naruto seperti wanita dalam masa periodenya saja?! Dari tadi kerjaannya marah-marah!"
"Entahlah, dia makin menyebalkan saja." Sai memakan snack yang tadi dilemparkan pada Naruto.
Shikamaru berbalik, ia berbaring menatap langit-langit basecamp. Pikirannya menerawang pada perkataan Sasuke tadi siang.
"Bagaimana kalau Naruto dan Hinata-san, kita bantu bersatu."
Bantu Naruto bersatu.
Gila!
Jika Naruto tahu, ia yakin si pirang akan marah karena mereka ikut campur urusannya. Shikamaru ingat, Naruto ingin menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan mereka. Sekali saja Shikamaru, Sasuke, Sai, ataupun Kiba ikut campur urusannya ia akan marah.
Jujur saja, Shikamaru bingung. Jika hubungan keduanya dibiarkan seperti ini, kapan titik temu permasalahannya akan terlihat.
Sikap egois memang sangat mematikan, dimana salah satu pihak diliputi keegosisan, maka sulitlah menyelesaikan permasalahan. Nah! Ini yang egois keduanya, jadi bagaimana?!
"Sasuke?"
"Hn...?"
"Ayo pakai rencana mu?"
.
.
Bruk!
Tubuhnya dibantingkan pada ranjang sehingga membuat goyangan yang tak bisa di bilang pelan. Naruto menghela nafas. Ia lelah, hubungannya dengan Hinata malah tambah rumit saja.
Naruto rindu Hinata.
Ia rindu tawanya.
Ia rindu senyumnya.
Ia rindu pelukkan Hinata.
Tapi? Apa yang bisa dilakukannya? Hatinya memang rindu, tapi Naruto juga kecewa pada Hinata. Jika saja ia bisa lebih awal menjelaskan pada Hinata bahwa Shion adalah mantannya dan Naruto mencintai Hinata karena hatinya. Bukan karena mirip Shion atau apapun itu.
Jika dan hanya jika. Semuanya hanya khayalan semu.
Belum lagi sahabatnya yang malah memperkeruh suasana. Ia kesal pada Shikamaru, rasanya Naruto ingin memukul si Nanas yang seenaknya sudah mengusirnya.
Ceklek.
"Naru-chan?"
"..."
Kushina menghela nafas. Akhir-akhir ini Naruto jadi pendiam dan tidak mau makan. Jika di tanya apa ada masalah, putranya itu selalu diam dan beberapa detik kemudian tersenyum meyakinkan.
Kaki Kushina melangkah menuju ranjang. Ia mendudukkan diri disana.
"Naru-chan?" Ia mengguncang bahu Naruto.
Naruto berbalik. "Lho? Kapan Kaa-chan disini?"
"Umm... Sejak 19 tahun yang lalu."
Naruto berdecak. Ia bangkit dan mendudukkan diri. "Aku bukan tanya usia pernikahan Kaa-chan."
"Terserah." Kushina mengangkat bahunya. "Ayo makan malam. Kata Shikamaru kau belum makan dari tadi siang? Memang saat makan siang kau kemana? Astaga... Bahkan kau juga tidak makan apapun di basecamp! Anak nakal!"
Hati Naruto terenyuh. Ia tarik kata-katanya tentang Naruto yang ingin memukul Shikamaru. Sahabatnya... Peduli padanya.
"Saat istirahat, aku main basket."
"Lain kali makan dulu! Ayo makan."
Naruto menggeleng. "Aku sudah kenyang."
"Kenyang? Makan angin?!"
Naruto meringis. Ibunya memang bermulut tajam. "Um..."
"Astaga! Ayo makan!"
"Kaa-chan...?
Kushina berkedip. Suarana Naruto tampak lirih. "Apa? Hm...? Ia mengusap helaian pirang putranya.
"Aku lelah..." Naruto berbaring dengan paha Ibunya sebagian bantal.
"Kau kenapa?"
"Aku baik-baik saja."
"Apa ada masalah?"
Naruto menutup matanya. "Tidak ada."
"Benarkah?" Naruto mengangguk. "Bagaimana kabar Hinata-chan? Sudah lama dia tidak main kesini?"
"Baik." Hinata memang baik-baik saja tanpanya, kan? Bahkan gadis itu tertawa dengan Sasori.
"Syukurlah... Kapan-kapan ajak Hinata-chan kesini ya? Kaa-chan merindukannya."
"Iya_" Naruto membasahi tenggorokannya. "Kapan-kapan aku ajak dia kesini."
Tapi apakah ia bisa membawa Hinata kesini, lagi?
"Kaa-chan?"
"Hm...?" Kushina membelai kembali kepala Naruto.
"Apa yang akan Kaa-chan lakukan, jika melihat Tou-chan berpelukan dengan mantan kekasihnya."
"Tentu saja Kaa-chan akan memukul Tou-chan mu!"
Glek.
Mengerikan. Untung Hinata gadis yang lembut.
"Eh, tapi tergantung_"
"Hn?"
"Mungkin Tou-chan mu tidak sengaja. Atau benar-benar selingkuh jika iya dia_"
"Dia tidak sengaja, mantannya yang memeluknya."
Kushina tersenyum. Ia mengerti Naruto bicara apa. "Benarkah?" Naruto mengangguk. "Jika begitu, jelaskanlah pada kekasihnya."
"Sudah, dia sudah mau menjelaskannya. Tapi kekasihnya selalu bilang padanya untuk kembali pada mantan kekasihnya."
"Dan kau menurutinya?'
"Eh?" Naruto mendongak. Ia menatap violet Ibunya.
"Lalu apa yang terjadi?"
"Hubungan... Kami menggantung, dan dia malah terlihat bahagia dengan orang lain."
Kushina tersenyum. "Apa kau tidak pernah berpikir, bahwa dia pura-pura bahagia?"
Sapphire Naruto membulat. "Dia bahagia."
"Bibirnya tersenyum, tapi hatinya luka."
Deg!
Apa benar hati Hinata luka?
Naruto menenggelamkan kepalanya pada perut yang telah mengandungnya selama 9 bulan. "Aku mencintainya..."
"Kejarlah Hinata..."
"Aku kecewa... Dan mungkin, dia juga kecewa pada ku."
"Bicaralah dengan kepala dingin... Atau kau rela melepaskannya?"
"..."
"Hm?"
"Kaa-chan? Bolehkah seorang pria menangis?" Setetes air mata mengalir dari sudut matanya.
.
.
.
"Aku merindukan mu..." Hinata memeluk boneka beruangnya. "Tapi kau menyebalkan, apakah kau merindukan ku? Atau... Kau sudah bersama Shion-san?"
Setetes air mata mengalir dipipinya. Ingatannya berputar saat Naruto menggenggam tangan Shion keluar kantin. Mungkin saja mereka sekarang sudah jadian dan resmi pacaran. Memikirkan itu membuat dada Hinata sesak.
"Ji-jika saja, aku tidak bilang untuk kembali dengan Shion-san, apakah kita masih seperti dulu?"
"Atau... Naruto-kun akan tetap kembali dengan Shion-san? Dia'kan cinta pertamanya..."
Hinata melirik ponselnya. Ia membuka look screen-nya dan nampak foto Naruto yang tersenyum tipis dibelakangnya dan Hinata yang tersenyum manis di depan kamera.
Ia rindu senyum Naruto.
"Hinata?"
"E-eh?" Hinata menoleh. Ia menyeka air matanya. Bibirnya tersenyum ke arah Neji. "Kapan Nii-san kesini?"
"Baru saja." Neji mendekat, ia duduk di tepi ranjang. "Sedang apa?"
"Duduk."
"Sambil memeluk pacar mu?"
Hinata cemberut. "Ini boneka, bukan pacar ku."
"Baiklah-baiklah..." Neji tersenyum. "Imouto, Nii-san, sedang memeluk boneka pemberian kekasihnya."
Senyum Hinata luntur, dan Neji menyadari itu. "Y-ya... Aku sedang memeluknya."
"Ada masalah?"
Hinata menggeleng. "Tidak ada..."
"Bagaimana kabar rubah mesum itu?"
Hinata tersenyum kecil. Neji masih dendam pada Naruto. "Naruto-kun baik."
Naruto memang baik-baik saja tanpanya, kan? Bahkan Naruto sudah jadian dengan Shion.
"Nii-san?"
"Hm..."
"Boleh aku memeluk Neji-nii?"
Neji tersenyum. "Tentu kemarilah..." Ia merentangkan tangannya.
"Aku menyayangi Nii-san, jangan pergi... Meski Neji-nii sudah menikah, jangan melupakan ku."
Neji terkekeh. "Tentu saja tidak akan..."
"Janji?"
Neji mengangguk. "Ada yang ingin kau katakan?"
"A-apa aku mengatakan hal yang salah?"
"Hm.." Neji mengelus helaian indigo Hinata.
"Aku menyuruhnya u-untuk kembali dengan mantan kekasihnya..."
Sekarang, Neji mengerti. "Memangnya, apa yang terjadi sebelumnya?"
"A-aku melihatnya berpelukkan dengan mantannya."
"Hanya melihat?"
Hinata makin menenggelamkan wajahnya di dada Neji. "I-iya..."
"Bagaimana dengan penjelasannya?"
Penjelasan?
Pertanyaan Neji bagaikan menohok jantungnya. Penjelasan Naruto... Pemuda itu memang selalu bilang akan menjelaskan sesuatu, tapi selalu Hinata potong, dan puncaknya... Saat Naruto meninggalkannya di kantin.
"A-aku tidak tahu..."
Neji menghela nafas. "Bagaimana Imouto ku yang manis ini melupakan penjelasan dari si rubah mesum? Hm?"
Jujur saja, Neji memang marah pada Naruto yang seenaknya membuat Hinata jadi pendiam. Dan parahnya adiknya melihat Naruto berpelukkan dengan mantan kekasihnya. Sungguh, Neji marah. Tapi mengingat bagian dimana Hinata melewatkan penjelasannya si pirang. Pasti ada sesuatu.
"Apa dia selalu mencoba akan menjelaskannya?"
Ragu. Hinata mengangguk.
"Kalau begitu kenapa tidak mendengarkannya?"
"A-aku kecewa, da-dan diapun pasti kecewa pada ku."
Neji tersenyum. Entah kenapa adik manisnya ini malah terlihat makin dewasa. Rasanya baru kemarin ia menggendongnya. "Kalau begitu, jika dia menemui mu, maka jangan menghindar, ne?"
"Ti-tidak mungkin... Dia, tidak mau menemui ku lagi."
Ah! Kalau begitu! Neji jadi ingin mencincang Naruto! Tapi mengingat, Hinata begitu menyayanginya. Neji menelan kembali perkataannya bulat-bulat.
"Dia pasti menyesal sekarang."
"A-aku harus bagaimana?" Setetes air mata mengalir dari sudut mata Hinata.
"Jika masih mencintainya, perjuangkanlah."
.
.
.
.
10 hari, tanpa Hinata. Naruto menghembuskan nafasnya kasar. Ia memperhatikan seluruh isi lapangan parkir. Disini biasanya ia akan turun berdua dengan Hinata, menggenggam tangannya dan berjalan menuju kelas.
Hah...
Tetap saja itu hanya bayangan, jika saja waktu bisa di beli dengan uang, sudah pasti di dunia ini tidak ada orang yang menderita kacuali orang miskin.
Lalu, siapa yang akan menjual waktu? Gila!
Naruto menggeleng.
"Kitsune!"
Naruto menoleh. "Inu? Mana mobil mu?"
Kiba mendengus. "Mobil ku di pakai Hana-nee, sedangkan mobil Hana-nee di service. Huh! Jadi aku yang repot!"
"Jadi kau numpang dengan Sai?"
Kiba mengangguk.
"Iya Naruto, Kiba sangat merepotkan."
Kiba mendelik. "Apa kata mu?! Jelas-jelas tadi kau bilang tidak merepotkan, kenapa sekarang malah mengambinghitamkan perkataan mu?!"
"Aku mengatakan itu, kah?" Sai tersenyum aneh. "Bukankah tidak sopan jika kita mengatakan keberatan saat belum di mulai?"
Naruto tersenyum tipis. Lidah Sai memang beracun.
"Aish!" Kiba mengacak rambutnya. "Terserah kau saja!"
"Pagi-pagi bertengkar masalah rumah tangga." Shikamaru menguap dengan tangan kanan menggaruk belakang kepalanya.
"Apa kata mu Nanas?!" Mata Kiba membulat. "Maksud mu, aku dan si Zombie homo?!"
Sasuke mengangguk. "Kalian cocok."
"Astaga!" Kiba mendelik jijik ke arah Sai.
"Ah... Kami memang pasangan, ayo masuk kelas Inu-chan." Sai menggandeng lengan Kiba.
"Astaga! Zombie! Kau sudah gila?"
"Ya, gila karena mu."
Sontak yang ada disana menahan tawanya. Bahkan Naruto juga berusaha menahan tawa, entah sudah berapa lama mereka tidak bertengkar seperti ini. Entahlah... Yang pasti Kiba sekarang kena bully lagi.
"Hey! Sai! Lepas!" Kiba masih menarik-narik tangannya. Bahkan mereka menjadi pusat perhatian.
"Sudahlah, nikmati saja Kiba."
"Urusai! Kitsune!"
Naruto tersenyum mengejek.
"Sai! Kau benar-benar mencintai ku?!"
Sai tersenyum aneh. "Ah, sayangnya iya."
"Gila!"
"Arigatou..."
Tap.
Langkah semuanya berhenti, karena Naruto yang berjalan di depan mereka berhenti.
"Ada apa?" Sai melepaskan tangan Kiba.
"Hinata-san..." Kiba berbisik.
Sapphire Naruto menatap Hinata yang kini berada dihadapannya, sepertinya gadis ini akan menemui Sasori, terbukti dari map merah yang dibawanya.
Naruto menahan nafas, ia ingat perkataan Ibunya.
... Atau kau rela melepaskannya?
Tidak. Naruto tidak rela.
Bicaralah dengan kepala dingin.
Kejarlah Hinata.
Kenapa sulit sekali? Ia ingin memeluk Hinata dan menjelaskannya, tapi kenapa tubuhnya kaku?
Hinata menunduk, sapphire Naruto sedang menatapnya intens. Ia takut, Naruto pasti tengah menatapnya dingin.
"Pe-permisi, aku mau lewat."
Naruto bergeser. Dan itu membuat sahabatnya menghela nafas. Jika begini, kapan baikkannya?
"Aku ke toilet dulu." Naruto berbalik. Ia pergi.
Shikamaru menghela nafas. "Aku yakin dia tidur di UKS.
"Dasar, Dobe."
.
.
Olahraga. Pelajaran yang paling Naruto sukai dan paling Hinata benci. Bertolak belakang? Bukankah tujuan pasangan memang saling melengkapi?
Suara hiruk-pikuk siswa-siswi kelas 2-1 memenuhi lapangan basket in-door.
"Yo! Minna!" Guy melambaikan tangan. "Berkumpul dulu."
Semua murid berkumpul.
"Mohon berbaris."
"Hai Sensei."
"Nah!" Guy tersenyum lebar melihat barisan rapi muridnya. "Hari ini kita akan bermain basket, lapangan kanan bagian siswa, dan lapangan kiri bagian siswi."
Hinata menghela nafas, meski semua lapangan bagian siswipun, ia tetap malas. Olahraga adalah musuh terbesarnya, Hinata tidak suka saat badannya berkeringat.
Sapphire Naruto melirik Hinata, ia tahu gadis itu tidak suka olahraga. Kalau untuk olahraga, Naruto selalu menawari Hinata untuk dilatihnya, namun jawabannya hanya gelengan kepala dengan wajah cemberut.
Ah!
Naruto merindukannya.
"Baiklah. Ada yang ingin ditanyakan?"
"Yo! Mulai saja kalau begitu!"
Naruto menghela nafas, ia tidak mood main basket. Mood-nya hilang begitu saja.
"Dobe?"
Naruto menoleh.
"Tangkap!"
Hap! Dapat!
"Ayo main, kau itu kenapa?" Shikamaru menepuk pundaknya.
"Entahlah..." Naruto mendribel bola di tempat. "Aku tidak mood."
"Kalau begitu istirahat saja."
"Tidak. Aku tidak sakit, hanya hilang selera saja."
"Hm... Terserah." Shikamaru menguap.
"Pemanasannya cukup!"
"Hah?!" Sakura melongo. "Pemanasan? Kami sudah lelah Sensei..."
"Aish! Bangkitkan semangat masa muda kalian."
Naruto memutar bola matanya, pemanasan dari mana? Dari tadi Naruto hanya diam sambil memandang Hinata yang tertawa.
"Sekarang kita akan tanding basket."
"Siswa-siswi?"
"Bukan. Siswa dengan siswa dan begitupun sebaliknya."
Dengan lesu semua mengangguk.
"Yo! Sekarang giliran siswa. Bagi jadi dua tim!"
"Hai Sensei!"
...
Prittt...
Suara lengkingan peluit menjadi tanda dimulainya permainan.
Hap!
Naruto berhasil mengangkap bola, ia mendribel bola ke arah ring.
"Sai! Tangkap!"
"Yo! Naruto!"
Naruto berlari ke depan ia berusaha menangkap bola yang akan dilemparkan Sai.
"Naruto! Ini!"
Hap! Dug... Dug... Dug...
Syuttt..
"Naruto-kun keren!"
Kiba mendengus. "Bilang tidak mood, tapi dia yang paling semangat."
...
"Waktu habis. Sekarang giliran para siswi."
Semua siswi memasang wajah merana.
Kiba menyenggol lengan Naruto. "Katanya tidak mood?"
"Aku tidak mood kalah."
"Ck!"
"Kemana?" Sasuke menoleh ke arah Naruto saat sahabatnya berbelok arah.
"Toilet."
"Ayo! Ayo cepat!" Guy mengatur siswinya agar terbagi rata. "Are you ready for this?"
"Yes! I'm ready!"
"Kalau begitu_"
Prittt...
Hap!
"Tenten-chan tangkap!" Sakura melempar bola yang tadi ia kuasai.
"Iya sini-sini!" Bola tertangkap. Mata coklat Tenten melihat Hinata yang berlari kearahnya. "Hinata-chan tangkap!"
Hinata mengangguk. Tangannya berusaha menggapai bola. Namun_
Brugh!
"Ups! Sorry..." Shion menutup mulutnya, ia berlalu dengan bola yang didriblenya.
"Hey! Itu curang!" Kiba berdiri, ia mengacungkan jari telunjuknya pada Shion. "Sen_"
"Dia pergi ke ruang guru."
"Aish! Hinata-san terluka."
Shikamaru menghela nafas. Shion balas dendam, ini menyebalkan! Sudah ia duga wanita ular seperti Shion tidak akan tinggal diam.
Hinata meringis. Sikunya lecet.
"Hinata-chan. Tidak apa-apa?" Ino mengulurkan tangannya.
Hinata tersenyum. "Aku tidak apa-apa... Ayo main lagi. Kita harus menang."
Ino masih memasang wajah khawatir. "Apa benar?"
"Hu'um.. Ayo Ino-chan..."
"Setelah basket aku akan menjambak rambutnya."
"Iya..tapi selesaikan dulu."
Waktu terus berjalan. Skor masih seimbang. Hal itu membuat Kiba yang menonton berdecak. "Bagaimana skornya tidak nambah-nambah. Dan lagi, dari tadi mereka hanya berkelompok mengejar bola."
Sai mengangguk. "Wanita memang merepotkan."
"Hey! Itu slogan ku."
Keringat didahinya Hinata seka. Ia lelah, berlari kesana-kemari tapi bola sulit di dapatkan.
"Out!" Itu suara Guy yang baru kembali dari ruang guru. "Tim siapa yang mengeluarkan?
"Sakura."
"Oke. Berarti Shion yang lempar dari pojok."
Tuh, kan!
Siswi itu hanya bisa mengeluarkan bola. Hinata menghela nafas, ia berjongkok, membenarkan tali sepatunya yang lepas.
Shion maju ke depan. Ia berniat mencari celah agar bisa melempar bola tepat sasaran. Bibirnya menyeringai. Ia menemukan target yang pas. Tanpa mendengarkan teriakkan agar bolanya di lempar pada orang yang berteriak, Shion melemparkan bolanya.
Emerald Sakura membulat. Ia tahu sasaran Shion. Hinata yang kini berjongkok. "Hinata-chan?! Awas!"
Hinata mendongak. Lavendernya membulat. Tubuhnya kaku, ia ingin menghindar dari bola orange yang kini mengarah padanya. Lavendernya terpejam.
Grep!
Bugh!
Hangat. Wajahnya tidak sakit. Bahkan tubuhnya seperti mendarat di sesuatu yang empuk.
Sakit. Belakang kepalanya ngilu. Tapi akan lebih sakit, jika gadis yang dicintainya yang kena ini. Jika saja ia terlambat, sudah pasti Hinata yang akan kena bola. Untung saja, Naruto cepat kembali dari kantin, ia berbohong masa iya pergi ke toilet sampai 15 menit.
Beruntungnya, saat Naruto muncul di pintu masuk lapangan, ia melihat Shion yang akan melempar bola pada Hinata yang berjongkok dengan wajah terkejut dan tangan yang menalikan tali sepatu.
Dipikirannya hanya satu. Ia takut wajah Hinata terkena bola. Dengan berlari, Naruto sampai disana dan memeluk Hinata. Tubuhnya berguling akibat menahan sakit di belakang kepalanya. Lemparan Shion tidak main-main.
Lavender Hinata membulat. "Na-Naruto-kun?"
"Ka-kau tidak apa-apa?" Naruto tersenyum.
"I-iya. Naruto-kun sakit, mana yang sakit?"
Naruto tersenyum, senyum yang lemah. "Aku baik-baik saja."
"Naruto!" Kiba berlari, ia panik melihat belakang kepala Naruto yang terkena bola basket yang notabene berukuran besar dengan berat yang 'wow', bagaimana jika Naruto gegar otak? Kiba menggeleng.
"Dobe, kau baik-baik saja?"
"Naruto?"
"Naruto?"
"Naruto-kun?"
"A-aku baik-baik saja." Kelopak mata Naruto memberat, pelukkan di tubuh Hinata juga melemah.
Dan semuanya gelap.
"Naruto-kun?" Yang terakhir Naruto lihat adalah wajah panik Hinata dan Shion.
.
.
"Benturannya cukup keras, tapi dia tidak apa-apa." Shizune memasangkan ikatan perban terakhir.
"Lalu kenapa dia pingsan?"
Shizune menatap Kiba. "Naruto-san kelelahan, dia kurang makan dan tidurnya tidak teratur."
Hinata menggigit bibir bawahnya. Ini salahnya. Tapi bukan hanya Naruto saja yang kurang tidur, ia juga tidak pernah tidur nyenyak.
"Perban ini hanya sementara, sampai memarnya agak berkurang, bisa di lepas. Aku keluar dulu."
Semua mengangguk.
Sasuke melirik Shikamaru. "Shika, pakai rencana itu sekarang."
Shikamaru mendelik. "Kau saja yang pakai."
"Kau yang lebih cocok."
"Aish!"
"Cepatlah, Shika. Ini moment yang tepat."
"Iya! Iya! Dasar Ayam!"
Sasuke melotot. "Nanas!"
Hinata menatap Naruto yang kini terbaring di ranjang UKS dengan perban dikepalanya. Sapphire birunya terpejam. Entahlah dia tidur atau pingsan.
"Maaf..."
"Hinata-san?"
Hinata menoleh, ia menatap Shikamaru yang berjalan kearahnya. "Y-ya?"
"Bisa ikut aku sebentar?"
Hinata terdiam, ini aneh Shikamaru memang bukan orang asing baginya. Tapi kalau berkomunikasi seperti ini. Rasanya ada yang aneh. "Te-tentu."
"Oke. Ayo." Shikamaru berjalan ke arah pintu diikuti Hinata.
"Sasuke?"
"Hn?"
"Ini rencana mu?"
Sasuke menatap onyx Sai. Ia mengangguk. "Iya. Ini rencananya."
"Kitsune! Kapan kau bangun?"
"Kiba, Naruto pingsan, bukan koma. Jadi jangan berlebihan."
Kiba mendengus. "Aku khawatir, Sai." Ia menggaruk belakang kepalanya. "Astaga! Aku lupa!"
"Apa Kiba?"
"Wanita ular itu belum di beri pelajaran! Setidaknya ia harus membersihkan sekolah atau masuk ruangan konseling kalau bagus dikeluarkan juga tidak masalah! Disini hanya merusak pemandangan!" Kiba berjalan ke arah pintu.
Blam!
"Sai! Kejar Kiba!"
"Ah! Baik!"
Blam!
Sasuke menghela nafas, jika Kiba bertindak sendirian, bisa gawat urusannya.
"Cepat sadar, Dobe."
.
.
Hinata memegang ujung kaos olahraganya. Ia gugup dan bingung mau di bawa kemana oleh Shikamaru. Setahunya ini sudah di taman belakang... Dan keadaannya sangat sepi membuat Hinata merinding.
Sedangkan pemuda didepannya kelihatan cuek-cuek saja, terbukti dari mulutnya yang menguap dan tangan yang berada di saku celana training olahraga.
Shikamaru berdecak, ia mengantuk. Bukan hanya itu saja, dalam hatinya ia takut pada Naruto. Semoga saja setelah ini ia akan selamat dari amukan rubah.
Hhhh...
Memikirkannya saja sudah membuatnya pusing. Kalau di pikir-pikir, orang yang paling cocok melakukan ini adalah dirinya. Sasuke? Mana mungkin orang kaku seperti ayam itu mau. Kiba? Dia bodoh, tidak bisa merangkai kata-kata. Sai? Mulutnya terlalu berbisa.
Jadi... Dengan sangat berat hati, Shikamaru mau-mau saja.
"Ah, duduk disini saja." Tanpa menunggu Hinata, Shikamaru duduk di bangku taman.
Hinata berhenti, ia juga duduk di samping Shikamaru. "U-umm..."
Hening, suara angin yang tenang, seakan menjadi musik bagi Shikamaru untuk merangkai kata.
"Kau tahu?"
Hinata menoleh. "A-apa?"
"Aku lebih suka to the point, tapi karena ini menyangkut sahabat ku, aku ingin menceritakan semuanya." Shikamaru menoleh. "Boleh aku bercerita?"
Ragu. Hinata mengangguk.
.
.
Kepala Naruto berdenyut, baru buka mata saja sudah nyeri. Apalagi berjalan?
"Sial."
"Dobe? Sudah sadar?" Sebenarnya itu tidak perlu di jawab, toh Sasuke sudah tahu jawabannya.
"Hn."
Sasuke berdiri, ia memasukkan ponselnya ke saku celananya. "Kau harus makan dulu."
"Aku tidak lapar. Mana yang lain?"
Sasuke mendengus. "Kapan terakhir kali kau makan? Yang lain keluar."
Termasuk Hinata? Gadis itu tidak menunggunya?
"Kemarin lusa." Ia mendudukkan diri di ranjang.
"Astaga. Makan! Aku carikan makanan!"
"Terserah!"
"Awas jika kau kabur!"
Naruto mendelik. "Iya_"
Blam!
"_ aku akan kabur."
Naruto turun dari ranjang, ia tidak suka diperlukan seperti orang sakit. Itu menyebalkan! Meski pada kenyataan ia memang sakit.
"Shit! Wanita ular itu tidak main-main!" Ia memegangi kepalanya. Naruto saja yang pria bisa sampai pingsan, apalagi Hinata seorang wanita mungkin saja sampai gegar otak.
Naruto menggeleng.
Hinata akan selalu dilindunginya, meskipun bukan siapa-siapanya.
Ah! Memikirkannya malah membuatnya sakit.
.
.
Hinata berlari, air matanya tidak berhenti mengalir. Pertemuannya dengan Shikamaru memang singkat, tapi... Sangat menyakitkan.
"Naruto memang mencintai Shion. Bahkan ia rela meninggalkan kami dan bertengkar selama seminggu, tapi itu dulu... Sekarang, Naruto mencintai mu."
Hinata menggeleng. "Itu tidak benar."
"Kau salah paham. Naruto mencintai mu karena kau Hinata Hyuuga, bukan Shion Miku. Ia mencintai mu dengan tulus. Bukan karena kau mirip dengannya. Apa kau pernah melihat, bahwa Naruto meninggalkan mu karena Shion telah kembali?"
Hinata makin menangis, dadanya sesak. Apa lagi mengingat perkataan Shikamaru waktu di taman.
"Tidak, kan? Malah, Naruto sangat mencintai mu. Dia bahkan rela pingsan menyelamatkan mu. Kalau Naruto yang 2 tahun lalu tidak akan melakukan itu." Shikamaru menarik nafas. "Saat selesai pertandingan basket melawan Ame, waktu itu Naruto tidak langsung minum. Ia hanya ingin kau yang mengantarnya."
Air mata Hinata menetes.
"Naruto takut kalau ia minum, air minum yang kau bawa tak dapat dinikmatinya. Naruto menunggu mu. Tapi, kesalahpahaman terjadi, Shion datang dan memeluknya. Naruto kira itu kau yang mengejutkannya, jadi ia menikmatinya."
Sesak. Dada Hinata sesak, apa lagi mengingat apa yang dikatakan Shikamaru selanjutnya.
"Dua tahun lalu, Naruto sakit. Ia alexithymia atau mati rasa."
Lavender Hinata saat itu membulat.
"Dan itu karena pengkhianatan yang dilakukan Shion."
UKS masih jauh, tapi rasanya Hinata sudah lemas. Dari tadi ia berlari.
"Ia mati rasa, bahkan kami putus asa untuk membuatnya sembuh. Penyakit psikologi memang jarang ada yang bisa disembuhkan dengan obat begitupun alexithymia."
Air mata Hinata menetes. Ia tidak tahu jika Naruto semenderita itu. Ia menyeka air mata sambil berlari.
"Dia sering sakit kepala saat ingin marah, sedih, bahagia, atau apapun itu. Itu adalah gangguan psikosomatisnya. Dan ia Naruto mengalaminya selama 2 tahun."
Sesak. Hinata sakit...
"Tapi... Semenjak bertemu dengan mu. Dia jarang mengalami hal itu. Bahkan, satu bulan kemarin, Naruto sembuh. Dan itu karena mu."
Bagus! Sekarang bagaimana jika Naruto mati rasa lagi karena keegoisannya?
"Tapi dia mencintai mu dengan hatinya, bukan karena kau yang telah mengenalkan cinta. Jadi, mana mungkin Naruto menyia-nyiakan orang yang ia cintai dan malah kembali dengan orang yang membuat masa lalunya kelam."
Setelah mendengar penjelasan Shikamaru, Hinata langsung berdiri dan berlari. Sampai disinilah ia, depan pintu UKS.
Dengan nafas yang memburu, Hinata membuka pintu.
Ceklek.
Kosong. Hanya ada ranjang dengan selimut kusut.
"Dia pergi."
Hinata menoleh.
"Pergilah ke atap."
"A-arigatou. Sasuke-san."
"Hn."
Ceklek.
Sasuke tersenyum. "Rencananya berhasil." Ia menghela nafas. Onyxnya menatap bungkusan makanan ditangannya. "Dasar Dobe. Dia malah ke atap, kasihan Hinata-san mengejarnya."
Ya... Sasuke tahu Naruto ke atap. Memang kemana lagi jika sahabatnya itu sedang galau?
.
.
Atap memang pilihan terbaik saat hatinya sedang sakit. Dan Naruto memang sangat menyukainya, angin yang berhembus pelan, seakan bisa membawa terbang bebannya.
Untuk itulah ia suka angin...
Entah sudah berapa lama Naruto berdiri disini. Pikirannya penuh dengan yang terjadi akhir-akhir ini. Ia sembuh-Hinata jadi kekasihnya-bahagia-bertemu Shion-salah paham-dan_
BOMM!
Hubungannya menggantung.
Pegangan di pagar pembatas ia eratkan.
Tidak berguna jika Naruto sembuh, kalau akan sakit hati lagi. Ini... Lebih sakit daripada saat Shion menyakitinya.
Sapphirenya membulat. Ia ingat! Sasuke sedang membelikan makanan untuknya, dan jika si Teme tahu Naruto menghilang, pasti nanti di omeli.
Naruto berbalik. Ia berjalan ke arah pintu.
Ceklek.
Sapphirenya kembali membulat, bukan, bukan karena pintu terbuka sendiri. Melainkan... Orang yang membukanya_
Tap... Tap... Tap...
Grep!
Naruto berkedip.
Ini mimpi... Hinata disini, dan memeluknya...
"Ke-kenapa?" Suaranya terisak. Hinata lelah, ia berlari dari taman ke UKS, bahkan di lanjut sampai ke atap. "Ke-kenapa...?"
Naruto masih diam, bahkan tidak membalas pelukkan Hinata. Ia terkejut, hatinya sakit melihat Hinata menangis lagi didepannya.
"Ke-kenapa Naruto-kun, ti-tidak pernah bilang jika dulu sa-sakit...?"
Sapphire Naruto membulat. Tangannya terangkat, membalas pelukkan Hinata. Ia mengelus helaian indigo Hinata yang entah kapan terakhir kali disentuhnya. Sedangkan tangan kirinya melingkar di pinggang Hinata. "Aku tidak sakit."
"Bo-bodoh!" Hinata makin menenggelamkan wajahnya di leher Naruto. Tangannya mencengkeram kuat-kuat kaos olahraga yang dikenakan pemuda itu. "Ka-katanya terbuka. Ta-tapi Naruto-kun yang melanggarnya."
Naruto tersenyum. Ia pejamkan matanya. "Aku sembuh."
"Ma-mati rasa, bukan hal yang sepele." Hinata masih saja terisak.
"Aku sembuh karena mu... Lagi pula, masa lalu ku tidak penti_ a-aw! Hinata!" Naruto mengaduh, Hinata baru saja memukul punggungnya.
"Ti-tidak penting! Ba-bagi ku itu penting." Tangis Hinata makin kencang.
"Astaga. Sudahlah Hinata."
Hinata menggeleng. "A-aku membenci mu."
"Aku juga mencintai mu."
"..."
"..."
"Hinata?"
Kepala Hinata bergerak. "A-apa?"
"Bisa lepaskan pelukkannya?"
"..."
"Kepala ku sakit."
Hinata melepaskan pelukannya. Tangannya langsung menutup wajahnya.
"Ah... Pegalnya." Naruto tersenyum. "Kenapa di tutup wajahnya?"
"A-aku pasti jelek."
"Masa?" Naruto menurunkan tangan Hinata. "Astaga! Kau jelek sekali." Ia berusaha menahan tawanya.
Hinata cemberut. Dan Naruto tertawa melihat ekspresi itu.
"Jadi, kita balikkan?"
Alis Hinata mengernyit. "Si-siapa yang minta?"
"Tentu saja hati mu."
Kembali, Naruto memeluk Hinata. "Aku mencintai mu. Sangat. Jangan tinggalkan aku."
Hinata mengangguk. "Aku juga."
Pelukannya terlepas. "Kau harus di hukum."
"H-hah?"
"Kau sudah membuat ku marah, kesal, khawatir, tidak tidur. Lihat?" Naruto menunjuk matanya.
Hinata berkedip. "I-itu kantung mata..."
"Lihat! Gara-gara kau aku jadi kurang tidur."
Hinata mengangguk.
"Kau harus menemani ku tidur."
"A-apa?"
Senyum miring hadir di bibir Naruto. "Iya sayang... Di kamar ku."
"Lie! Aku tidak mau." (Tidak)
"Astaga... Pikiran kekasih ku sudah mesum." Ia menggenggam tangan Hinata. Menuju bangku panjang. "Duduk."
Hinata menurut.
"Kau harus mengelus rambut ku sampai aku tidur." Ia membaringkan diri disana, dengan paha Hinata sebagai bantalnya.
"Baiklah..." Hinata mulai mengelus rambutnya.
Sapphire Naruto terpejam. "Hinata..."
"Umm..."
"Kau belum mengabulkan keinginan ku yang ketiga."
"Iya... Aku tahu. Naruto-kun mau apa?"
"Kabulkan keinginan ku yang kedua."
Setelahnya hanya terdengar nafas teratur milik Naruto. Pertanda ia sudah tidur.
"Iya. Akan ku kabulkan."
Tidak perlu kata maaf, jika masing-masing pihak sudah mengerti.
.
.
"Kitsun_"
Kosong.
"Dia pergi."
Kiba cengo. "Hah?! Kemana?! Bagaimana bisa?" Ia menerobos masuk ke UKS. "Naruto belum makan. Dia malah pergi."
"Kemana Naruto, Sasuke?" Ulang Sai.
"Dia di atap bersama Hinata-san."
Senyum hadir di bibir Kiba dan Sai. "Aku senang mereka baikkan. Benarkan, Sai?"
Sai mengangguk. Ia duduk di kursi. "Tentu, setidaknya Naruto tidak akan gila lagi." Kepalanya menoleh ke arah Sasuke. "Jadi, rencananya berhasil?"
"Tentu saja." Sasuke meneguk sodanya lalu menaruhnya di meja. "Berdoalah, kita baik-baik saja. Kita telah membongkar rahasia Naruto."
"Ah... Dia tidak akan marah, kita telah mempersatukaannya kembali." Kiba meraih roti dari plastik. Ia memakannya.
"Hn. Kau apakan Shion?"
Kiba menoleh. "Tentu saja aku bawa keruangan konseling. Dia di huku_"
"Bahkan saksinya sampai Kiba seret satu kelas." Sai tersenyum aneh.
Onyx Sasuke membulat. "Dasar Inu. Dia di hukum apa?"
"Skors satu minggu karena melakukan kekerasan." Kiba menyeringai.
"Lebih baik kalau dikeluarkan."
"Sai benar!"
"Dimana Shikamaru?"
"Mungkin tidur di bangku taman."
.
.
Kelopak mata Naruto berkedip-kedip, ia sedang menyesuaikan cahaya yang masuk pada retinanya.
Orange.
Langit sudah berubah warna. Berapa lama ia tidur?
Naruto menengadah, ia melihat wajah menunduk Hinata yang kini memejamkan mata. Bahkan tangan gadis itu masih berada dikepalanya.
"Kau menepati janji mu..." Naruto tersenyum. Ia bangkit dari tidurannya. Membenarkan posisi tidur Hinata yang pasti tidak nyaman. Kepala indigo Hinata disandarkan di bahunya.
"Maaf..." Tangannya menyeka air mata Hinata yang telah mengering. "Air mata mu keluar lagi, aku janji ini yang terakhir."
Naruto merogoh saku celananya. Ada notifikasi pesan singkat.
From: Shika Nanas.
To: Me.
Aku yang membongkarnya.
"Dasar pemalas!"
From: Kiba Inu.
To: Me.
Ku tagih pajak jadian;)
"Minikui Inu!" (Anjing jelek)
From: Sasuke Teme.
To: Me.
Awas kalau kau tidak mentraktir kami! Menyusun rencana itu sulit!
"Siapa suruh!"
From: Zombie.
To: Me.
Kalau mau sakiti Hinata-chan lagi, berikanlah pada ku atau Sasori:)
-chan?!
Hinata-chan?!
Astaga! Sai minta di hajar! Dan lagi apa itu memberikan pada Sasori atau dia?! Jangan mimpi.
To: Shika Nanas, Kiba Inu, Sasuke Teme, Zombie.
From: Me.
Makan yang banyak di kantin atau restoran. Aku yang traktir. Dan... Terima kasih...
Kepala Hinata bergerak. Matanya juga berkedip-kedip.
"Sore..."
Wajah Naruto dilihatnya, sangat dekat. "Sore..." Mata Hinata membulat. "So-sore?"
Naruto mengangguk. "Bahkan sunset sudah terlihat."
Hinata masih belum mengangkat kepalanya. "Benarkah. Ini pukul berapa?"
"17.05."
Kepalanya menegak. "A-apa? Pasti Tou-san dan Neji-nii sudah pulang."
Ekspresi Naruto tampak tak suka. "Apa?"
Hinata mengangguk.
"Ya sudah." Tangannya menangkup pipi Hinata. "Pipi mu tirus. Aku tidak suka. Kau belum makan."
"Hu'um..."
Naruto berdiri, ia menggenggam tangan Hinata. "Ayo makan dulu, baru pulang."
"Dimana?"
"Rumah ku. Calon mertua mu ingin bertemu."
Hinata melotot. "Na-Naruto-kun!"
Naruto tertawa. "Apa? Kau senang, kan?"
Wajah Hinata cemberut.
"Ah.. Sekalian 'hangatkan' aku."
Hinata melotot. "Naruto-kun."
Naruto tertawa. Ia melingkarkan tangannya di bahu Hinata. "Aku mencintai mu..."
"Me too..."
.
.
.
.
8 Month Laters...
"Selamat Senpai..." Hinata tersenyum. Ia menjabat tangan Sasori.
"Arigatou Hinata." Sasori juga membalas senyumnya tidak lupa dengan tangan yang menjabat tangan Hinata.
Naruto memutar bola matanya bosan. Ini sudah kesekian kalinya Hinata berkata seperti itu. Belum lagi senyum manis yang Hinata berikan pada senior merahnya. Bagaimana jika Sasori menyukai Hinata lagi? Kepalanya menggeleng.
Yang paling menyebalkan adalah saat pagi-pagi Hinata datang kerumahnya, ia senang jujur saja. Apa lagi melihat senyum lebar Kushina yang katanya senang melihat calon menantunya datang.
Naruto juga senang, Hinata membangunkannya. Langsung saja ia mandi dan ganti pakaian. Namun_
"Hari ini, Sasori-senpai lulus. Kita harus cepat Naruto-kun."
Senyum Naruto hilang, ia berniat menanggalkan seragamnya kembali dan berbaring lagi. Tapi Hinata malah mengancamnya tidak mau bicara lagi padanya. Tidak! Itu tidak boleh terjadi!
"Ck!"
Decakkan Naruto yang lumayan keras, menyadarkan kedua insan yang masih bersalaman.
Hinata memasang wajah memelas. Mulutnya bergerak, seperti mengatakan sebentar-lagi.
Naruto memutar bola matanya. Dalam tatapannya terlihat berkata-cepatlah!
Hinata tersenyum ke arah Sasori. "Ma-maaf Senpai..."
Sasori tersenyum maklum, meski ia sudah menjadi kakak Hinata, tetap saja Naruto selalu begitu.
"Tidak apa-apa."
Tetap saja Hinata tidak enak. Naruto menyebalkan sekali hari ini. "Um... Senpai benar-benar ingin kuliah di luar negeri?"
Sasori mengangguk. "Iya. Aku ingin memperdalam ilmu bahasa Inggris ku."
"Begitu ya?" Hinata mengangguk. "Kalau begitu good luck." Ia tersenyum.
"Oke thanks. Hinata?"
Entah kenapa panggilan Sasori terdengar ganjil di telinga Naruto.
"Aku punya satu permintaan untuk mu. Mau mengabulkannya?"
Hinata menggigit bibirnya. Ia menoleh ke arah Naruto yang kini melipat tangan di depan dada dengan mata melotot.
"Apa?" Tanyanya ketus.
"Bo-boleh ya...?"
Sial! Naruto lemah jika Hinata sudah begini. "Oke! Fine. Kau boleh mengabulkannya."
Hinata kembali menatap Sasori. "Iya. Apa permintaan Senpai?"
"Boleh aku memeluk mu?"
Naruto melotot.
Sasori menyeringai.
Hinata tersenyum, ia mengangguk. "Bo-boleh..."
Sasori maju, ia memeluk Hinata. "Pirang bodoh." Mulut Sasori bergerak dan membisikkan sesuatu pada Naruto.
Sapphire Naruto membulat. Astaga... Sabar... Sasori memang menyebalkan!
Pelukannya terlepas. "Selamat jalan Senpai..."
"Umm... Bye Hinata. See you next time."
Sasori maju ke arah Naruto. "Jaga dia."
"Pasti. Sukses disana."
"I do it. Bye..."
"Hn. See you next time."
Tangan Hinata melambai ia masih memperhatikan Sasori yang masuk mobil jemputannya.
Naruto mencibir. "Kalau tidak rela di tinggal, ikut saja dengannya." Ia melangkah ke arah gerbang.
Hinata berkedip. Ia tersenyum. Naruto manis jika sedang cemburu. Kakinya terayun mengejar kekasihnya. "Um... Aku juga menyesal tidak ikut."
"Astaga!" Naruto melotot. "Kau serius?"
Hinata mengangguk.
"Dari pada dengan Kitsune yang marah karena pms, lebih baik dengan ku saja." Tangan seseorang melingkar di bahu kanan Hinata.
"Inu!" Naruto melotot.
"Ah... Dengan ku saja Hinata-chan." Sai tersenyum aneh. "Aku orang yang lembut, tidak kasar."
"Zombie! Shut up!" Tangan Naruto sudah gatal ini merobek mulut Sai.
Kini, bahu kiri Hinata juga dilingkari tangan seseorang. "Aku juga pilihan terbaik, selain jenius akupun orang baik." Shikamaru menguap.
"Nanas! Kau pria penggoda!"
"Hn. Selain tampan, bakat merayu ku juga lumayan."
"Teme!"
Naruto menarik nafas, sahabatnya malah memperburuk mood-nya. "Astaga! Urus kekasih kalian masing-masing!" Naruto menarik tangan Hinata.
"Astaga! Ino-chan menunggu ku di taman!" Sai menepuk keningnya. "Aku duluan!" Ia berlari.
"Ck! Tamari juga menunggu ku, mungkin sudah setengah jam yang lalu." Dengan santainya, Shikamaru berlalu.
"Sakura juga minta di antar ke mall." Sasuke merogoh ponselnya, mungkin ingin menanyakan dimana kekasihnya.
Kiba cengo, memang disini yang masih jomblo hanya dia. "Siapa yang mau jadi pacar ku?!"
.
.
Hinata mencoba menyeimbangkan langkahnya dengan langkah Naruto yang entah kenapa malah semakin lebar.
"Naruto-kun?"
"..."
Oh, ternyata Naruto masih marah...
"Naruto-kun masih marah ya?"
"..."
"Maafkan aku, aku hanya bercanda." Akhirnya, langkahnya seimbang. Hinata mengamit jemari Naruto. Ia mengayunkannya. "Ne, aku tidak serius... Aku menemui Sasori-senpai karena dia adalah Nii-san ku... Aku'kan sudah bilang begitu..."
Naruto masih diam. Ia malah terus berjalan ke arah halte. Memang Naruto sekarang jarang membawa mobil, ia lebih suka naik bus. Bukan! Bukan untuk tebar pesona. Tapi karena ia bisa lebih lama menunggu bus dengan Hinata.
"Baiklah... Aku maafkan..."
Hinata tersenyum. "Hontou? Arigatou..." (Benarkah)
"Hn. Tapi jangan diulangi." Naruto menarik Hinata duduk di kursi.
"Hinata?"
Hinata menoleh. "Umm...?"
"Ingat peristiwa 11 bulan yang lalu?"
Hinata berkedip. "Ya-yang mana?"
"Itu... Pertemuan pertama kita."
"Ah! I remember!"
"Really? You remember about it?" Naruto tersenyum jahil.
"Sure i remember it. Why?"
"Disana." Naruto menunjuk beberapa meter dari samping kursi. "Aku sakit kepala, dan kau datang."
"Naruto-kun menyuruh ku menelpon Kiba-san." Hinata tertawa kecil.
"Aku menyuruh mu duduk."
Ekspresi Hinata berubah tak suka. "Bukan menyuruh, tapi memaksa."
"Ah! Terserahlah... Aku menyuruh mu mendekat, dan menaruh kepala ku seperti ini." Naruto menaruh kepalanya di bahu Hinata. "Dan... Kau ingat apa yang ku katakan?"
Hinata terdiam. Ia sedang berpikir. "Iya aku ingat."
"Apa?" Senyum jahil Naruto kembali melebar.
"Diam atau leher mu ku ji_"
Glek.
"_lat."
"A-apa?" Hinata bergerak menjauh, namun tangan Naruto menahan pinggangnya.
Untung halte sepi!
"Boleh ku jilat sekarang?"
"Na-Naruto-kun!"
Naruto tertawa tepat saat bis datang. "Ayo masuk. Kita lanjutkan di rumah." Ia menggenggam tangan Hinata.
"Lie!" (Tidak)
"Ah... Jangan malu-malu... Kaa-chan sudah ingin cucu. Kasih saja sekarang."
"Naruto-kun!"
.
.
.
.
The End
A/N
TAMAT AND HAPPY ENDING! Tiup terompet kasih cinta😘🎆🎉... Aslian tamat, semoga suka... Udah panjang nih aslian... Ah iya! Iya! Apa saya pernah bilang kalau saya ini SMA? Saya salah, saya SMK:')... Maafkan hamba:')..
Makasih sama yang udah ngikutin dari awal:) i love you😘, sama yang review dari awal😘, sayang banget deh!
Entah kenapa typo chapter kemarin sangat pabayatak:').. So maafin, chapter inipun sama:')
Yang sudah puas angkat tangan! Yang belum puas harap puas!:'v.. Ada yang mau sequel? Nanti saya pikirin. Kalau mau ayo pada bilang, kalau yang bilang sedikit, saya up! :v.. Yang pengen punya sahabat kaya X5 angkat tangan! Termasuk saya!
Naru-chan si Kitsune ulang tahun besok:)) 10 Oktober, bentar lagi saya nyusul:')
Makasih sama yang udah ngikutin dari awal:').. Terharu deh... Adakah yang baper baca fanfic ini? Adakah adegan yang bikin ketawa? Senyum? Atau marah, kesel kalo ada sampai nangis..
Makasih sama yang udah nunggu, fav, review, sama silent reader:).. Kalo bisa review ya, pengen tahu kesannya;))
Saatnya balas review;):
CrimsonCloud666: oke semangat!:) do'ain supaya idenya ngalir:')... Makasih udah fans:)
Ari-Gates: iya yu ke rumah aku:v, ini alamatnya..., nanti juga ada yang di tunggu lagi:'v*merenan*.. Asek orang Majalaya mau apel:'v, ku tunggu lho, oke disiapin tahu:')
firdaus minato: flame emang gitu:').. Kok ancamannya malah lebih seram dari haters:'v, semoga meluk karena ini happy ending.
Cecep713: iya akhirnya up juga:).. Makasih udah kangen:)..
dedek dwipayana 2: kasus dedek-san lebih berat dari kasus saya:(, yang sabar ya.. Iya saya usahain nggak peduliin mereka, iya mungkin mereka kaya gitu;').. Nggak bagus kok:) but makasih.. iya Naruto sama Hinata bertengkar:(.. Makasih kata-katanya ngena banget, makasih juga udah review panjang untuk pertama kalinya di pagi buta buat saya:) semangat!
Ninik Rahman: aminnn makasih doa'nya:)).. Saya harap jangan lompat dari lantai lima:'v, ini jadi ending:))
RaTiZa: ini Shikamaru jelasin:)).. Makasih:), ini happy ending.. Makasih banyak yang suka termasuk RaTiZa-san:) semangat!
Kurogane Hizashi: iya saya usahain nggak anggap:)... Saya do'ain bisa baca lagi dan nggak lowbat;').. Makasih dah nunggu..
hana chan: iya lanjutnya agak lama, makasih udah nunggu, semoga rasa penasarannya terbayar:))
antiy3629: ini happy ending:)) sampai nikah? Nggak janji^^v
dsalmazia108: aaaa kata-katanya:').. Iya saya nggak akan ambil pusing.. Makasih..
OHimePanda: oke semangat! Ego mereka emang nggak ke kontrol:).. Jangan kesel ku mohon:'), ini happy ending:).. Yo, vote kalo mau sequel:).. Suara terbanyak saya bakalan buat:) fighting!
guest58946324: sangat lamaaa emang up nya:''((.. Makasih dah nunggu:)
Reynaldi Namikaze kun: makasih udah suka:), ini juga happy ending:).. Oke ganbatte!
Reynaldi Namikaze kun: nggak papa lupa juga:).. Ini saya usahain kilat:)
Dewi729: TBC emang harus yang ngeselin:').. Ini udah panjang.. Aminnn semoga bisa bikin yang ke gini lagi
Nico Andrian: makasih:)) ini udah..
Ahdan420: iya saya usahain buat sabar:).. Makasih:)) rating apa ya?:) masa iya dapat rating..
Darknees Light Emperor: maaf:( nggak ke bales, kemaring nggak liat email dulu.. Ini happy ending;) anu apa?;) iya ini juga didiemin... Saya selalu reply review kalian semua, termasuk punya Darkness-san, tapi kemarin maaf nggak kebales:(.. Ini udah, peluk cium juga:)
pengagumlavender26: gemes gemes pengen nyubit:'), Shion emang gemesin:'v, Naruto juga pasti lebih gemes:'), jangan lempar hp-nya:') mending kasih saya:') sayangnya rencana Sasuke nggak ada hubungannya dengan Shion..
Sunny Chou: saya udah usahain nggak denger kok:').. Makasih udah suka:) makasih udah nunggu sama sayang juga, saya juga sayang kamu:), aminn makasih do'anya:') ini juga happy ending.. Oke semangat!
hikari21p: rencananya udah ke jawab;)).. Semoga rasa penasarannya terjawab.. Ini juga happy ending.. Your welcome,
Indra223: semoga rasa penasarannya terbayar;).. Makasih.. Ini juga happy ending..
Dark El-Miyan: kedua kalinya disalahkan tapi bener lho:'v, iya ini malah udah ending:) apa ini termasuk nggak lama? Makasih dah nunggu..
puputmeliana16: iya rumit:3, menurut saya nggak bertele-tele, kan ini masalahnya salah paham diserai ego yang tinggi.. Di skors dia:') itu udah cuma beberapa baris:') oke semangat!
161200- chan: Sasuke bisikin rencana:'v, iya saya usahin nggak dipikirin, makasih udah suka:')
April Uchiha: masa iya baper?:).. Ini udah panjang, semoga baper:)
dear .wiwit: iya akhirnya up juga:) makasih, makasih udah nunggu...
Anyikhsanihunter: oke semangat! Ini juga happy ending:).. Masa iya nggak rela:')
Key: iya alhamdulillah up juga:) maaf sampai bolak-balik.. Semoga chapter ini nggak sampai lumutan:'v, oke semangat! Makasih dah suka, iya malah nggak balikkan:').. Berarti aku gemesin:v ini happy ending, nggak janji buat yang seru, kalo sequel ayo vote ajuin sequel:v, nggak papa banyak maunya juga, makasih dah nunggu, amin semoga nggak karatan:v.. Semangat!
V-chan: iya ending:), ngetroll gimana?:) iya hubungannya makin rumit:(.. Wah? Hinata salah ya? Ide Sasuke udah ke jawab.. Iya saya nikmatin:)
yuHime-chaN: ini happy ending:).. Kasian Shion:( makasih udah nunggu:).. Sekarang baru ending, oke semangat!
nawaha: iya up juga:) maaf nunggu hingga berkepanjangan.. Iya sekarang baru ending;) dan happy ending..
Guest: ganbatte! Ini juga udah lanjut:)
ikut ngebait: makasih:)).. Udah suka, udah ikut baca review juga, hehe:v iya mungkin haters orang yang kaya gitu:'), iya mungkin nggak di kasih 'itu' pas lahir:) yo! Cheer up
magicstaar: iya tetap semangat! Makasih dah nunggu:))
himechan tea: pengen sayang Shion kali:'), iya saya usahain nggak denger mereka.. Saya juga sebel:-/ iya di baca sama di review lagi:') ini dah lanjut, makasih dah nunggu yang ini sama karya yang akan datang:) ganbatte!
mawarjingga: iya update-nya lama:( sayangnya tamat:( iya biarlah orang berkata apa:) semangat!
AtagoChan: sampai lega dan pengen ikut marah:v, yo marahin Shion:) ini udah lanjut..
Agam Ashley: saya do'ain semoga doi kamu nggak nyiksa lagi:'v semangat! Ini udah bersatu:)
megahinata: ini happy ending:)... Semoga nunggu dengan penuh kesabaran;)
ranggagian67: hehehe, sayangnya yang kasih tahu malah Shikamaru:))
Nurr Sinih: makasih:) ini juga happy ending:).. Biarlah mereka marahnya lama:v, iya saya usahain nggak denger dan akan saya kasih kucing mereka:')
Guest: waalaikumsalam:) iya adegannya makin banyak.. Nggak papa kelewatan juga, makasih dah mau baca, semoga yang ini nggak dilewatin, aminnn semoga makin bagus..
namikase hafid kun: waalaikumsalam:) iya adegannya makin banyak.. Iya banyak yang pengen hajar Shion:')Nggak papa kelewatan juga, makasih dah mau baca, semoga yang ini nggak dilewatin, aminnn semoga makin bagus..
namikase hafid kun: makasih buat kesetiannya sama nunggunya:) kalo ada fic lagi saya posting kok:)
Inuzuka Rina: sekarang balikkan:) ini juga happy ending:)
Guest: ? Asli nggak ngerti:)
nawaha: iya belum ending:) sekarang jadi.. Iya makin rumit aja.. Ini happy ending, makasih dah nunggu..
ratihlala6: makasih:) makasih juga udah nunggu..
Aerogel: nulis apapun boleh:)) aminnn semoga mencapai 1K
NameNNY: ini happy ending:)) nggak janji^^v
yusumaru: iya update juga:) makasih dukungannya, ini juga udah tamat:) makasih udah nunggu
Hina-Hime XD: Naruto emang nggak mau ngalah sama lelah ngejar Hinata, dan Hinata juga sama egois:'), iya semangat! Hehehe bener mungkin cari sensasi..
ayaa: ini juga happy ending:)
WinNH376: sedih:').. Iya ini happy ending, kejam banget aslian sama Shion:'), iya saya usahain nggak dengerin yang ke gitu, nggak janji^^v, ini happy ending kok
dila nisa: iya saya sabarin kok:) nggak janji ^^v, makasih;) semangat! Iya bijak lho:)
RatihLala5: makasih:) ini juga udah, semangat!
yusumaru: iya akhirnya keluar juga:) benarkah sampai gereget?, iya saya usahain nggak denger:'), makasih udah nunggu..
aissyhime: ini happy ending:) iya mereka emang nggak mau ngalah
Aisyah Danti1: makasih:) ini juga happy ending:)
kaori channn: makasih (Y) :D
Shikadai Nara: iya saya cewek:) salam kenal juga:), sama-sama, makasih juga udah mau review+baca, nggak janji, iya saya lagi usahain tutup mata:'), salam peluk cium juga;).. Tenang nggak akan digebukin kok:'v
syerika: iya saya lagi uaahain nggak peduliin mereka, hehehe mungkin iya kaya gitu:v, makasih:) oke semangat! Masa iya sampai bisa belajar banyak;), nggak papa kepanjangan juga malah saya seneng, , ini happy ending, makasih...
Sampai jumpa di chapter depan... 👋 atau tidak? Tergantung pendapat readers🎈
Mind to RnR?
Arigatou minna-san.
~Peluk cium RiuDarkBlue~
.
.
.
09 Oktober 2017