Naruto by Masashi Kishimoto

Pair

NaruIno

WARN: NO PLAGIAT PLEASE

Radar

Bagian 1

"Mengapa kau tidak mau melihat calonnya saja terlebih dahulu? Mungkin saja kau tertarik padanya?"

Ino menghela nafas bosan mendengar ocehan ayahnya. Akhir-akhir ini ayahnya gemar menawarkan perjodohan, mengenalkannya pada anak-anak relasi bisnisnya, bahkan disaat santap malam seperti ini. Ino sendiri mafhum akan sikap ayahnya yang gencar menawarkan jasa biro jodoh cuma-cuma seperti itu. Ayahnya beralibi ingin pensiun dini dari jabatan petinggi perusahaan keluarganya, ingin mengambil libur panjang yang tenang bersama mamanya.

"Inoichi, jangan terlalu memaksanya seperti itu. Kau membuat putri kita seperti sedang dikejar-kejar hutang saja."

Nah ini Erika, mamanya yang selalu berada pada dipihaknya (Ino juga akan menggunakan istilah seperti itu jika ayahnya membantu ia untuk meminta izin mamanya) berucap pada ayahnya sembari mengelus lembut lengan ayahnya. Dan jika seperti ini maka Ino hanya bisa memutar bola mata bosan, lihat saja tidak sadar umur sekali mereka berdua bahkan sedang saling tatap layaknya remaja labil yang sedang kasmaran saja.

"Jika begitu kenapa tidak kau saja yang menggantikan tugas ayah dikantor?" Ino meneguk air putih kasar didepannya.

"Ayah, jika aku mengurus urusan ayah dikantor lalu butikku sendiri bagaimana?" Ino menggembungkan pipinya tidak setuju dengan ide ayahnya.

Hell, sia-sia saja usahanya. Ketika ia baru akan menikmati hasil kerja kerasnya selama ini ia disuruh berhenti? Ino sendiri lulusan International Academy Fashion Paris, Prancis. Ketika awal-awal masuk kuliah Ino nekat mengambil beasiswa disana karena ayahnya tercinta tidak mengijinkan putrinya kuliah dijurusan fashion.

Alhasil Ino nekat daftar sendiri, dan atas kerjasama bersama teman-teman sepenanggungan diawal kuliah (juga ayahnya, yang diam-diam menanamkan modal usaha atas nama orang lain) Ino mendirikan Boutique Fashionnya sendiri. Yang dari nol hingga bisa masuk kedalam Vogue dan Dior Magazine bisa sukses seperti sekarang ini.

Bukan hanya boutiquenya saja yang terkenal bahkan tersebar dibeberapa belahan dunia, namun namanya sebagai desainer melambung tinggi. Pernah menghandle busana untuk para Angel Victoria Secret, bahkan lalu lalang difashion week bukanlah hal baru bagi dara muda Yamanaka itu.

"Dan darling, bukankah kau sendiri bilang ingin segera menimang cucu heum?"

Ouch, pancingan yang bagus ayah. Ino mendengus, ibunya segera menatap Ino dengan pandangan berbinar.

"Kau tau Daisy (panggilan sayang kedua orangtuanya) mama tidak akan memaksamu, tapi hanya memberitahu sudah saatnya mama menimang anak darimu." Ucap Erika dengan tatapan teduhnya. Jika sudah begini Ino mati kutu, tatapan puppy eyes ibunya tidak dapat ditolak olehnya bahkan ayahnya.

"Oh ya ini ada undangan pesta dari salah satu kolega ayah, karena ayah sudah terlalu tua untuk dating. Bisakah kau mewakilkan aya sayang? Lagipula disana pasti banyak pebisnis muda," dan para bitch sosialita pastinya, tambah Ino dalam hati.

"Ayah aku tidak ada waktu, akan diselenggarakan Paris Fashion Week dalam waktu dekat ini," ucap Ino sendu. Dan creep, ayahnya menghela nafas pasrah.

"Baiklah ayah tidak memaksamu." Ino terkesiap mendengar jawaban ayahnya, biasanya ayahnya itu tidak gampang menyerah seperti ini.

"Begitukah? Aku sudah selesai makan, aku kemar duluan silahkan nikmati makan malam romantic kalian berdua hihi." Ucap Ino girang seraya mengecup pipi kedua orang tuanya.

"Aisssh, anak itu keras kepala sekali." Ucap Inoichi lelah.

"Jika ia tidak keras kepala, ia pasti anak selingkuhanku sayang," Erika menimpali. Inoichi menatap Erika tajam.

"Kau pernah berselingkuh dibelakangku?" Inoichi berkata dingin dan datar, membuat Erika salah tingkah. Tau begini responnya ia tidak akan berguyon seperti tadi.

"Mana bisa aku berselingkuh disaat aku tidak bisa berpaling darimu sedetikpun," Erika mengecup bibir Inoichi singkat.

"Kyaaa apa yang kau lakukan!" Jerit Erika ketika dengan tiba-tiba Inoichi membopongnya.

"Salahmu karena menggodaku dan mambangunkan singa lapar ini." Sedangkan Erika sendiri hanya tersenyum malu didada suaminya.

Ino menahan muntahannya sendiri, sial sekali ia. Ia pikir ia akan mendengarkan rencana ayahnya. Sebab biasanya jika ayahnya bersikap lunak begini ia pasti mempunyai rencana lain. Bukannya menguping rencana ayahnya, ia malah melihat adengan tak senonoh seperti tadi. Ino keluar dari persembunyiannya seraya mengelus dada. Namun Ino tersenyum malu, dimasa depan nanti ia juga ingin mempunyai suami seperti ayahnya yang memperlakukan mamanya dengan mesra.

Inoichi mengusap peluh didahi istrinya, "Ino mungkin menolak undangan dariku sayang, tapi Ino tidak bisa menolak undangan dari orang itu."

Erika terkesiap.

"jangan bilang …"


Dari dulu Ino sadar, jika hanya mengandalkan wajahnya saja ia tak akan sukses. Bisa saja ia sukses namun dengan mendompleng nama besar ayahnya pasti. Sekarang ia bisa seperti karena kerja kerasnya sendiri, brand sendiri dan mempunyai pegawai yang sangat berdedikasi.

Semua auditorium beretepuk tangan takjub ketika Ino menyudahi seminarnya. Dengan pembawaannya yang tenang, tegas dan penuh percaya diri Ino menyihir para peserta seminar. Tentu saja kepercayaan diri adalah nilai yang utama.

Ketika Ino baru saja turun dari mimbar tiba-tiba Ino didatangi oleh orang yang tidak disangka-sangkanya. Tsunade Senju, rektor dari Todah atau Tokyo Daigaku. Yang juga adalah pelanggan tetap dibutiknya.

"Selamat siang Yamanaka-san, saya sangat berterimakasih karena sudah mau menjadi pembicara diseminar kampus ini."

"Aaah, anda terlalu berlebihan Tsunade-sama, saya sendiri merasa senang jika apa yang saya sampaikan tadi bermanfaat bagi para adik-adik mahasiswa disini." Jawab Ino merendah.

"Jangan terlalu formal, jika dilihat usiamu seumuran dengan cucu perempuanku. Jadi panggil saja aku dengan sebutan Obaa-san."

Ino sendiri mendengar ucapan Tsunade hanya bisa tersenyum kikuk. Namun dengan cepat Ino memasang wajah berbinarnya.

"Bolehkah? Jika begitu anda bisa memanggilku dengan Ino bagaimana Obaa-san?" ucap Ino ceria.

"Tentu saja Ino-chan," Tsunade merogoh kedalam clutchnya lalu mengeluarkan sebuah undangan berwarna gold sembari tersenyum misterius.

"Aku harap sebagai salam hangat dariku, kau bisa mengahadiri acara ini. Cucuku mengadakan pesta kecil-kecilan dipedesaan. Semoga kau menikmatinya." Belum sempat Ino menolak Tsunade sudah berlalu pergi meninggalkannya dengan ekspresi cengo.


Ino mengehela nafas lelah, ia melihat pemandang indah dari dijendela kereta tempat ia duduk. Kereta api express kelas satu yang membawanya ke Konoha untuk menghadiri 'Pesta (shit) Pedesaan' begitu kata Tsunade.

Ino duduk sendiri karena ia tidak mempunyai kenalan dikalangan kelas atas ini. Oke walaupun ada dari mereka menjadi pelanggan tetap butiknya tetap saja berbeda rasanya jika harus dijadikan teman ngobrol.

Ino melihat sekeliling, ada Sakura Haruno seorang dokter spesialis yang juga pewaris tunggal Tokyo Hospital sedang berbincang dengan Hyugaa Hinata putri kedua dari konglomerat jepang. Dan beberapa wanita golpngan kelas atas lainnya.

Sedangkan Ino sendiri sedikit asing dengan wajah-wajah tampan para pebisnis yang ada digerbong ini. Karena ia hanya kenal pebisnis luar dan beberapa aktor Hollywood yang menjadi relasi bisnisnya. Mata Ino melihat pada gadis berambut merah yang tengah berjalan, dan menuju kearahnya?

Bughhh

Ino mengernyit melihat gadis itu ngos-ngosan, dan menyimpan kopernya didepan Ino. Lalu mendudukkan dirinya dirinya disamping Ino, yang membuat Ino semakin bingung.

"Halo perkenalkan namaku Karin," ucap gadis itu berframe bening itu seraya mengulurkan tangannya. Tiba-tiba susasana menjadi hening, lalu Ini melihat sekekliling dan mendapati semua mata tertuju pada mereka berdua.

Seakan menyadari tatapan Ino Karin berbalik dan "Apa kalian lihat-lihat hah? Tidak ada gossip lagi huh?" ucapnya ketus. Dan suasana pun kembali seperti semula.

"A-aku Ino." Ucap Ino gagap.

"Ino? Sungguh itu namamu? Ouuuh sangat cute didengarnya." Karin menutup mulutnya menahan tawa. Namun tawanya terhenti saat merasakan aura panas disebelahnya.

Well Ino pikir Karin adalah orang yang menyebalkan, tapi ternyata berbincang dengan Karin membuatnya rileks. Mereka berdua mempunya banyak persamaan, seperti terpaksa mengahadiri acara ini, lalu ternyata orang tua Karin sama lebaynya dengan orang tua Ino. Juga umur mereka yang sepantaran membuat obrolan mengalir natural.

"Kau tau Deadpoll? Aku jatuh cinta pada pandangan pertama ketika menontonnya. Aku bahkan sudah berniat memohon pada daddy untuk menjodohkanku dengannya tapi sayang, ternyata ia sudah mempunyai istri yang sangat cantik dan baru saja melahirkan anak kedua. Aku sangat patah hati saat itu."

Ino tertawa keras mendengar cerita Karin bahkan hingga keluar air mata. Sedangkan Karin sendiri mendengus sinis dan menjambak rambut Ino.

"Kau sialan brengsek, itu cerita sedihku."

"Auuuch kau kasar sekali," Ino merapihkan rambutnya lalu berdehem memandang mata Karin yang berkaca-kaca.

"Kau benar-benar patah hati?" ino bertanya hati-hati.

"Tentu saja tidak, hahahaa." Karin tertawa puas melihat tampang kasian Ino.

"Heey Hinata bagi kami jus jeruk, kulihat botolmu penuh?" Karin berteriak pada kursi sebrang.

"Yaak! Tidak sopan menyuruh orang seperti itu." Ino memukul paha Karin.

"Dia saja nurut kok," ucap Karin mengedikkan bahunya.

Ino melihat Heires Hyuuga itu membawa botol kardus berisi jus jeruk seperti yang diminta Karin, dan Ino memandang wajah Sakura ngeri yang seperti menahan amarah.

"I-i-i-ini Ka-karin-san," Karin mendecih.

"Bagaimana kau bisa memikat kakakku kheh, bahkan kau gagap seperti itu. Kau tidak pantas untuknya." Ino memandang Karin tercengang lalu matanya beralih pada Hinata yang sedang menahan tangisnya dan berlari.

"HINATA!" Jantung Ino terlonjak mendengar teriakan wanita berambut pink nyentrik itu, lalu matanya bersitatap dengan mata zamrud yang entah mengapa berubah jadi merah (atau hanya bayangannya saja?) dan mengejar kemana arah Hinata lari.

"Dia itu gadis manja yang menyukai kakakku," ucapan Karin membuat Ino memasang telinganya baik-baik.

"Aku tau dia gadis baik hati, lemah lembut, cantik, cerdas dan elegan. Harusnya dari sifatnya itu tidak ada orang yang membencinya. Namun entah mengapa Ino-chan aku sangat membencinya." Ino tercekat ucapan Karin terdengar sangat menyesakkan, Ino melihat setitik airmata Karin namun belum sempat Ino menyerahkan tissue Karin sudah menyeka kasar airmatanya.

"Karin kau bis-"

"Syuut berkemaslah, kita sudah hampir sam-"

Byuuurr

Ino menutup mulutnya ketika melihat cairan kuning mengguyur tubuh Karin, dengan reflek yang cepat Ino mengambil cangkir kopinya dan menyeblok pelaku pengguyuran. Karin terkejut melihat tindakan Ino, Ino sendiri sangat terkejut mendapati dirinya menyiram orang yang tidak ia kenal. Apalagi ia menyiram seorang pemuda yang tengah mengenakan jaket Palvin Paris, ouh sial wajah tampan dan busana kasualnya tidak sebanding dengan tingkahnya yang barbar.

"Karin tingkahmu sudah sangat keterlaluan, dan kau nona-"

"Berambut pirang seperti barbie bodoh dan berdada silicon, kau akan mendapat balasan yang setimpal."


Ino mendudukkan bokongnya dikasur kingsize kamarnya oh ralat kamar sementaranya. Memulihkan keterkejutan yang menimpanya, Ino pikir disini ia akan ditampung divilla namun tampaknya sang penyelenggara membuat terkejut tamu-tamu undangannya. Tentu saja rumah bergaya mediterania yang megah menyambut kedatangannya dan tamu-tamu lainnya.

Lalu saat tadi ia memasuki hall besar yang ada dirumah ini ia seperti ditarik kedalam dunia western yang ada dinovel-novel Johanna Lindsay saat ketika tokoh utama sedang berdansa. Sepertinya ini buka rumah tapi istana, lantai yang dilapisis permadani Persia mewah sangat sayang untuk diinjak batin Ino.

Sebagai desainer Inopun tau harga permadani ini sangatlah mahal. Lampu Kristal yang menggantung indah, dinding dengan aksen yang elegan serta lukisan-lukisan dari para seniman terkenal membuat Ino menahan nafas seakan-akan Ino sedang mengunjungi pameran lukisan saja.

"Apakah kau bisa berkuda?" suara cempreng Karin mengagetkan pikiran Ino yang sedang menaksir harga isi dari rumah ini.

"kau! Kenapa kau ada disini?"

"Tentu saja aku sekamar denganmu."

"Masih banyak kamar lain Karin-chan," ucap Ino sebal.

"A-aku nyaman denganmu, ini kali pertama aku mendapat teman sepertimu yang bisa aku ajak berbincang selain Termari-neesan. Gomenne jika sikapku membuatmu sebal Ino-san." Lalu Karin mengambil kopernya yang tergeletak. Ino sendiri menjadi tidak enak hati telah berucap ketus pada Karin apalagi setelah kejadian Karin dipermalukan oleh lelaki-pantat-ayam-yang-ia-tidak-tahu-namanya dan tatapan membunuh Sakura Haruno tadi. Ino khawatir Karin akan dibunuh oleh kedua orang mengerikan itu.

"Tidak bukan begitu, lagipula kamar ini terlalu besar untukku." Tentu saja kamar ini seluas 2x kamar dirumahnya, dan juga dari yang ia lihat rumah ini pasti sudah sangat tua dan Ino takut jika tiba-tiba ada hantu yang keluar dari dinding seperti diHogwarts,

"Benarkah? Baiklah aku akan menata bajuku dan bajumu dilemari. La~la~la~."

Dasar bitch! Menggunakan muka memelasnya untuk mengelabui Ino. "Ngomong-ngomong pantat ayam sialan itu siapa? Berani sekali ia bilang rambut pirangku seperti Barbie bodoh dan bilang dadaku bersilikon. Dasar bajingan sekali ia, aku gaplok tau rasa." Ino mengawali pembicaraan dengan berapi-api.

"Hihii kau beruntung hanya mendapatkan kata-kata kasarnya, bukan perbuatan kasarnya seperti yang selalu terjadi padaku," jawab Karin sendu.

"Apa yang sibrengsek itu lakukan padamu?" kemarahan Ino menggelegak bagai api yang disiram bensin mendengar jawaban Karin. Walau baru kenal tapi entah mengapa Ino sudah menganggap Karin seperti saudaranya sendiri.

Karin menunduk menatap baju yang berada digenggamannya. Dan Ino paham hanya butuh menunggu waktu untuk Karin bercerita. Dengan cepat Ino mengalihkan pembicaraan ketika melihat Karin hanya diam tak menjawab. Ino sendiri penasaran akan istal kuda yang sempat Karin bicarakan tadi.

"Kau bilang ada istal kuda disini?" usahanya ternyata berhasil.

Karin mengentikan kegiatan acara-memindahkan-bajunya pda Ino.

"Benar ayah dan kakakku sangat menyukai kuda, makanya disini ada aku sendiri juga suka. Ohyaa disini ada Dream looh," Ino mengernyit.

"Dream?"

"Yaaa! Dream dia kuda jantan yang sangat cantik berbulu putih seperti pegassus dalam cerita dongeng."

"Benarkah? Aku ingin melihatnya."

Semangat Ino naik kepermukaan sudah lama ia tidak berkuda terakhir kali ia berkuda yaitu setahun lalu, saat liburan ke New Zealand. Aaaah ia jadi merindukan liburan.

"Ayo aku antar keistal!" Karin tak kalah semangatnya dengan Ino.


Ino memandang takjub bangunan didepannya, istal kuda yang terlihat mewah. Bahkan lebih mewah dari istal kuda miliknya sendiri, jika ia hanya mempunyai 6 kuda mungkin disini ada belasan kuda. Kini ia dan Karin telah berganti baju dengan baju ketat yang membalut tubuh mereka berdua. Lelah yang mereka rasakan entah hilang kemana.

"Ini Dream, kuda kesayangan kakakku. Dan yang diluar itu yang sedang makan rumput Knight ia juga kesayangan kakakku. Oh ya kakakku mempunyai 2 kuda kesayangan." Ino mengangguk-angguk mendengar celotehan Karin. Tapi …

"Tunggu kau bilang istal kuda ini milikmu?" tanya Ino.

"Well secara legal milik ayahku yang akan diturunkan kekakakku, kenapa?" tanya Karin bingung.

"be-berarti kau- kau cucu perempuan obaa-san?"

"Obaa-san mana Ino-chan?" Karin semakin bingung.

"Maksudku Tsunade-sama, maaf aku lancang." Ino menunduk malu.

"Ya ampuun Ino-chan tidak apa-apa, pasti itu Obaa-san sendiri yang menyuruhmu memanggilnya seperti itu kaan?" Tebak Karin, Ino sendiri mengangguk malu. Karin sendiri kaget biasanya Obaa-sannya itu tidak mau dipanggil seperti itu jika bukan oleh cucunya sendiri. 'terlihat tua' begitu katanya.

"Aisssh orang tua itu, ia tidak bilang padaku. Jika aku tau kau adalah orang yang diundang oleh Obaa-san aku akan memperlakukan dengan istimewaaaaaaa. Hihii."ucap Karin seraya berojigi pada Ino, Ino pun tertawa dengan sikap berlebihan Karin.

"Ahhh gara-gara nenek tua itu aku sampai lupa tujuan kita kesini kan untuk berkuda, tunggu aku akan memanggil pelayan untuk memasangkan pelana pada kuda-kuda." Ucap Karin seraya berlari kecil keluar istal. Dan Ino ketika sudah tak melihat sosok Karinpun tersadar ia ditinggal sendirian ditemani kuda-kuda yang sedang berbaring malas.

Ino berjalan-jalan keluar istal, lalu matanya jatuh pada Knight kudah hitam yang kata Karin milik kakaknya sedang disisir oleh seseorang. Bulu hitam knight sangat mengkilat seperti iklan shampoo saja. Tanpa sadar Ino melangkah mendekati Knight dan mengelusnya pelan melupakan seseorang yang sedang memandangnya tajam.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Ino terlonjak kaget mendengar suara bass disampingnya, dengan gerakan pelan Ino menoleh dan mendang sosok disampingnya.

Ino menahan napas, ketika mendongak melihat seorang pemudah pirang jabrik dengan sorot mata birunya yang tajam. Tubuhnya berwarna tembaga menandakan sang empunya sering berada dibawah terik matahari juga badannya yang berotot dan terlihat liat, dibanjiri oleh peluh yang membasahi tubuhnya. Dan Ino baru sadar jika pemuda didepannya sedang bertelanjang dada.

Namun dengan menekan segala rasa malu dan egonya, Ino menaikkan dagunya. Mata Ino memandangi pemuda itu dari atas sampai bawah. Tubuhnya hanya terbalut jins belel selutut dan sepatu boot yang terlihat ussng bisa Ino lihat pemuda ini hanyalah seorang pekerja istal dirumah Karin. Dan mendengus sinis, weel Queen will be Quen is back.

"Ahhh jadi kamu adalah pelayan yang Karin katakana. Well aku adalah Yamanaka Ino dan aku disini untuk berkuda menikmati pemandangan disini, jadi bisakah kau memasangkan pelana kuda untuk Dream?" Ino bertanya dengan nada angkuh. Namun berubah menjadi marah saat mendengar nada sinis dari pemuda itu.

"Kheh, siapa yang mengijinkanmu menunggangi kuda-"

"Aku! Aku yang mengijinkannya. Kakakku pasti tidak akan marah jika aku yang mengijinkannya." Ucap Karin gugup, Ino mengernyitkan dahinya.

"Apa yang baru saja kau katakana Karin!" Ino menutup mulutnya mendengar Karin dibentak oleh seorang pemuda yang hanya penjaga istal, tidak sadarkah jika ia sudah membentak majikannya?

"Kau sangat tidak sopan membentak majikanmu, panggil dia Nona Karin!" ucap Ino dengan suara tinggi. Karin sendiri memandang Ino dengan berbinar dan berjingkrak senang, senang ia mempunyai pendukung.

"Ahh iyaaa, aku lupa memperkenalkan Ino-chan, ini Naruto ia adalah pelayan yang aku sebutkan tadi. Ia yang mengurus istal kuda keluargaku." Ucap Karin memperkenalkan Naruto.

"Nah aku ada urusan mendadak, kau tau sebagai tuan rumah aku harus menyiapkan menu untuk makan malam nanti. Dan Naruto ini akan menemanimu berkuda. Dan kau Naruto temani Nona Ino berkuda jangan sampai terluka atau tersesat." Karin memberikan perintah dengan tegas pada Naruto.

Naruto sendiri melengos meninggalkan kedua gadis itu menuju istal kuda yang beberapa meter didepannya.

"Ino-chan, jangan diambil hati ia terkadang memang tidak mempunyai soapn santun. Keluarga kami masih memperkejakannya karena ia begitu berdedikasi dalam pekerjaannya. Maka dari itu ia masih kami perbolehkan untuk bekerja disini."

"Keluarga kalian sangat baik sekali, jika aku jadi kau sudah aku tending pelayan itu ke antartika." Ino mendumel kesal.

"Sudah sana bukankah kau ingin naik kuda? Aku kedapur dulu bye bye." Belum sempat Ino menjawab Karin sudah berlari kecil meninggalkannya. Dengan gontai Ino menuju istal kuda, well semoga dengan berkuda mood Ino membaik, padahal ia ingin berkuda dengan Karin.

Baru saja Ino melangkah masuk tangannaya sudah ditarik kasar dan tubuhnya terpojok didinding. Jantung Ino berdebar ketika kepalanya didekap Naruto, dan otomatis bersentuhan dengan dada telanjangnya. Harum Aftershave yang masuk kedalam penciumannya membuat Ino tanpa sadar mengendusnya dengan pelan. Namun seakan tersadar Ino mendorong tubuh didepannya.

"LEPASKA SIALA-"

Namun Ino kembali dikejutkan dengan bibir Naruto yang menyumpal bibirnya. Seakan terbawa suasana dengan perlahan Ino melumat pelan bibir bawah Naruto. Dapat Ino rasakan Naruto terkejut, namun dengan cepat Naruto membalas lumatan Ino. Dan entah sejak kapan lumatan itu berubah menjadi pagutan liar. Namun seakan tersadar dari perbuatannya Naruto menarik diri, tangannya terangkat menghapus saliva yang mengalir pada ujung bibir merah Ino. Menundukkan kepalanya pada telinga Ino dan berbisik pelan.

"Kau baru saja bercumbu dengan pelayan nona." Naruto tersenyum miring. Ino membelalakan matanya terkejut.

'WHAT THE HELL' batinnya menjerit histeris.

TBC

Haloo manteman maaf yang Hiden Piece aku hapus alasannya karena ada yang memplagiat jalan ceritanya, aku marah sekali, rasanya sangat sakit walau karya abal-abal tapi ada yang memplagiat rasanya sedih sekali. Dan untuk yang plagiat please mikir sendiri dong klau mau buat cerita

Well ini adalah pengganti HP, maaf untuk kalian yang kecewa karena aku ngehapus HP dan untuk fanfic ini semoga kedepannya tidak ada yang mecoba memplagiatnya, karena gara-gara plagiat aku nanti jadi gamau lanjutin ceritanya lagi seperti HP. Aku udah coba negur tapi ga direspon, sedih kan.

Sekian curhat aku, semoga ceritanya suka dan mengobati kalian yang kecewa dengan penghapusan HP.