a BTS fic

Captured

.

.

.

"Photography is a way of feeling, of touching, of loving. What you have caught on film is captured forever… It remembers little things, long after you have forgotten everything. Taking an image, freezing a moment, reveals how rich reality truly is.

.

.

If its good captured, prepare yourself to captivated on its captured.

.

.

Cast: BTS's Member

Pair : KookV! ; Slight YoonMin!

I warn you.

.

.


Dua tiket kereta Mugunghwa, jurusan Seoul-Daejeon sudah ada di tangan. Berkerut dan agak terlipat dibeberapa sisi karena tanpa sadar ia menggenggamnya kelewat erat. Dua tas besar yang ditanggung oleh tangannya agaknya menjadi penyebab dan menyulitkannya.

"Ada?"

"Hehe, Ada, Hyung. Kupikir tadi aku meninggalkannya di apartemen, Trims." Jungkook meraih tas besarnya, yang tadi dititipkan pada sebelah tangan Yoongi selagi dia mengoprek tas slempang kecil untuk mengecek keberadaan ponselnya.

Salah satu tas berpindah tangan, tiket kereta yang tadi berkerut kembali melonggar di telapak kanannya. Yoongi menyandarkan tubuhnya di tembok dibelakangnya. Melemaskan tubuhnya sambil melirik detik jam tangan yang menunjukan pukul lima lebih empat puluh menit, mereka tengah menunggu kereta yang seharusnya lima belas menit lagi sampai. Udara pagi di Seoul sudah tak terlalu dingin dan tak membuatnya bersin karena pergantian musim. Dia melirik Jungkook yang selesai menyampirkan tas nya di punggung.

"Berat sekali, kau bawa lensa berapa?"

"Extention tube dua, Lensa Makro Normal, Makro Tele, dan lensa zoom standart kesayanganku, kalau Hyung?"

"Ditilik dari rencana bagi tugas, tentu perlengkapan kita berbeda, tapi aku bawa dua lensa dan extention tube juga, ah dan mini artifisial lighting. Tripod ada pada kau?"

"Iya, sudah tertata manis, dan juga laptop beserta chargernya." Jungkook menepuk tas punggungnya pelan, sebagai indikasi semua perlengkapannya telah siap sedia didalam sana.

"Shit, aku lupa bawa charger." Yoongi mendengus, mengerucutkan hidung karena telah melupakan sesuatu yang sangat penting.

Jungkook terkekeh samar, menaikan kedua alisnya antara mau tertawa lebih keras atau memasang wajah simpati. Tadi dirinya yang nyaris ketinggalan ponsel, namun sekarang malah Yoongi-Hyung yang kena sial. "Wah.. Kau kan ada ipad, Hyung, edit lewat itu saja kalau kekurangan daya, kita tidak bisa kembali ke apartemenmu jam segini."

"Kan ada kau, Jungkook-a."

"Laptop kita beda merk, Hyung. Aku bawa yang Sony."

"Sial. Mungkin pihak penjaga observasi dan penangkaran punya charger yang sama."

"Berdoa saja, tumben kau lupa, Hyung."

"Karena kau, aku pontang-panting menyiapkan ini semua." Yoongi menguap tipis sekali, melirik sekilas ke arah Jungkook lalu membuang pandangan ke layar digital yang berkedip di atas mereka. "Dan ini kan proyekmu, kenapa bawa-bawa aku, jam hibernasiku jadi berkurang."

"Ayolah, jangan memperdebatkan lagi, kau kan sudah oke mau ikut. aku percaya kau partner yang sangat pro, Hyung. Aku butuh belajar banyak darimu, keberadaanmu disana akan sangat membantuku."

Yoongi menjulurkan lidah malas, tapi tidak menolak. Layar besar digital diatas kepala mereka berkedip menunjukan serentetan tulisan yang berbeda dari tulisan yang sebelumnya dilirik Yoongi. Menyusul suara wanita dari pengeras suara mengalun dengan nada default, untuk enginformasikan kereta Mugunghwa telah tiba dan para penumpang dipersilahkan memasuki peron.

Jungkook dan Yoongi berjalan beriringan, mematuhi instruksi dari suara wanita di pengeras suara. Mereka sadar diri untuk mendahulukan para penumpang lain karena masing-masing tas mereka cukup besar. Dengan isi alat elektronik dan beberapa perkakas penunjang yang sangat beresiko apabila dipaksakan berdesakan.

Setelah karcis diminta oleh petugas, Jungkook dan Yoongi duduk dengan tenang. Lima menit lagi kereta akan berangkat, menempuh perjalanan selama total dua jam ke wilayah tujuan mereka, Daejeon.

Yoongi membuka-buka peta sakunya, mengira-ngira seberapa jauh jarak stasiun Daejeon dengan Daejeon O-World Park yang akan mereka datangi. Disampingnya Jungkook terlihat membuka-buka menu kontak diponselnya sambil kebingungan.

"Uh, Hyung. Kau membawa kartu nama pihak penangkaran, kan?"

"Bawa, ada apa?" Yoongi, menjawab tanpa memalingkan pandangan dari jalur-jalur jalan mini yang tercetak melintang dan membujur menjelaskan daerah Daejeon pada peta.

"Nanti sesampainya disana aku akan menghubungi pengurusnya, kita akan dijemput."

Suara peluit nyaring tanda kereta mereka berangkat. Kereta melaju dan badan mereka bergetar halus. Yoongi menyimpan peta sakunya setelah menaikan satu alis dengan tatapan heran ke arah Jungkook, lalu menyerahkan kartu nama dari selipan dompetnya kepada yang lebih muda.

"Kupikir kita akan naik taksi."

"Tidak, Hyung. Dan kata pak kepala Oh kita sudah diijinkan menginap dua hari disana, tapi ya kau tahu, tempatnya tidak seperti hotel."

"Apapun, semoga aku bisa menemukan charger atau aku tak akan bisa berkerja."

"Kau ada deadline foto lain, Hyung?"

"Yah, photobook plus berisi menu makanan milik Seokjin-Hyung. Job- yang hanya dengan embel-embel bayaran terima kasih saja sih. Tapi aku senang bisa membantunya semakin tenar jadi koki."

"Terburu-burukah? Aku jadi tidak enak hati, Hyung."

"Tidak, santai saja. Hanya saja aku sudah memikirkan konsep untuk halaman ke empat puluh, aku sudah membayangkan akan mengeditnya seperti apa untuk menu kue jahe."

"Kalau sudah rampung boleh aku melihatnya? Pasti bagus, Hyung, hasil fotomu."

"Seokjin-Hyung dulu yang berhak melihat hasilnya pertama, Jungkook-a. Biarkan aku dapat traktiran steak mahal dulu di restorannya." Yoongi tersenyum samar.

"Oke, tapi jangan biarkan matamu sakit dan lelah, karena aku butuh bantuan kau, Hyung, sungguh. Untuk mengambil gambar dokumentasi kegiatan di observasi penangkaran, dan untuk makro photografi serahkan saja padaku."

"Oke." Yoongi mengalihkan pandangan ke luar jendela. Hamparan hijau dari pepohonan yang bergerak cepat dan burung-burung yang terbang berkejaran menyapa iris hitam kelabunya. Seoul terlihat cerah sekali pagi ini, semoga Daejeon juga. Dia melanjutkan berucap sedetik setelah terkesima pada birunya sungai disisi lajur kereta. "Ceritakan bagaimana kau bisa dipercaya untuk project ini, ensiklopedia, huh? Kalau tak salah ingat ini debut pertamamu dengan publisher sekelas makro photografi, bagaimana perasaanmu?"

"Gugup tentu saja, awal mulanya, ini dari rekomendasi pak Oh yang menawarkan memakai kemampuanku. Aku cepat belajar dalam divisi ini, dan dia puas. Saat aku mengiyakan menanggung tanggung jawab ini, respon pak Oh juga sangat baik, dia percaya sepenuhnya padaku. Jadi, kalau nanti keluar dengan hasil bagus, buku ensiklopedia ini akan dicetak masal, artikel teoritis akan dibantu dan diurus publisher, lalu disebar luaskan sebagai bentuk ilmu pengetahuan. Aku harus bekerja dengan becus."

"Aku sependapat dengan pak Oh, kau cepat belajar. Aku bangga padamu."

"Terima kasih," Jungkook tersenyum dipuji seperti itu. "Karena Yoongi-Hyung sudah senior, karya sudah pernah angkat cetak puluhan kali, jadi, bisa bantu aku mangatur Depth Of Field? Aku kadang bingung."

"Itu mudahnya hanya seujung jari." Yoongi beralih menatap Jungkook remeh, menjetikan jari dengan tatapan setengah malas setengah jenaka di depan wajah Jungkook.

"Okay, Aku tak akan menyanggah orang yang benar-benar pro." Jungkook terkekeh lagi meninju agak keras bahu Yoongi.

"Jadi, semoga berhasil, eh?"

"Aku juga berharap begitu."

Waktu berlalu tak terlalu lambat maupun singkat. Disamping sibuk dengan cemilan mereka, dua fotografer umur dua puluhan itu sibuk dengan pemandangan disekelilingnya. Apa lagi kalau bukan menangkap beberapa momen untuk jadi memori di balik beningnya lensa.

Mengarahkan kamera DSLR masing-masing, Canon 600D dan Nikon D3100 beradu. Mengintip dan membidik lewat viewfinder, Jungkook selalu tersenyum, dan senyumnya akan semakin mengembang kala melihat hasil tembakannya pada layar digital. Berbeda dengan Yoongi, yang lebih tua akan fokus dan tenang, tak berekspresi atau kadang memasang tampang khawatir saat mengintip dari viewfinder, Yoongi selalu takut apabila gambar yang diambilnya tidak sehidup dengan apa yang dilihatnya, namun ia akan menjadi tersenyum apabila mendapat hasil foto dengan perasaan sempurna yang tersalurkan nyata.

Mereka berdua mencintai pekerjaannya, Yoongi yang sudah bergelut selama lima tahun di umur ke dua puluh tujuhnya, dan Jungkook yang telah basah selama setahun di umur ke dua puluh empatnya. Mereka berdua pada satu peranakan lembaga yang sama, sekolah khusus photografi yang sama, dan Yoongi lah yang selalu menjadi sunbae terdekat Jungkook, teladannya semasa sekolah dulu. Terus menjalin kedekatan dan berakhir di satu rumah produksi yang sama pula.

Jungkook menghormati Yoongi sebagaimana kakaknya, dia selalu menerima petuah dan masukan soal teknik fotografi. Saling memberi selamat dan mendukung satu sama lain akan hasil karya mereka. Hal yang menyenangkan untuk memiliki rekan yang satu minat dan satu profesi.

.

.

.

.

Jaket jumper hitam Jungkook agak kusut di bagian punggung, begitu pula kemeja biru kotak-kotak navy Yoongi. Mereka melangkah keluar dari keramaian penumpang kereta setelah meraih masing-masing tas nya.

Tiba di Daejeon pada pukul delapan tepat, dua jam tepat mereka habiskan di dalam kereta, dan tak kurang dari dua puluh file mereka sudah mengambil gambar pemandangan atau aktivitas orang secara acak. Baterai kamera DSLR masih sembilan puluh tujuh persen, awet.

Jungkook sibuk dengan ponsel di tangan kanan dan kartu nama di tangan kiri, mencocokan nomor telepon pihak pengurus penangkaran Daejeon O-World Park sebagai jembatan untuk menagih janji jemputan mereka. Yoongi berjalan pelan meninggalkan Jungkook ke mesin penjual minuman otomatis.

"Halo? Dengan Penangkaran Kupu-kupu dan Serangga Daejeon O-World Park?"

"Penangkaran Kupu-kupu dan Serangga Daejeon O- ah iya, benar, ada yang bisa dibantu?" Jungkook berucap cepat, berkejaran dan nyaris bersamaan dengan penjawab telepon yang akan memberi salam padanya.

"Saya dan rekan saya dari Seoul, vendor Uppermost Photography, apakah anda sudah mendengar soal kedatangan kami?"

"Ah, ya," Suara berat dan renyah laki-laki diseberang sana menjawab setelah ada gumaman dan bunyi gemerisik kertas menyapa. "Anak buah pak Oh yang akan melakukan dokumentasi dan pemotretan satwa, saya benar?" Suara laki-laki itu terdengar menyenangkan kalau Jungkook boleh berkomentar.

"Tepat, jadi apakah benar pihak penangkaran menjanjikan jemputan untuk kami?"

"Jemputan anda sudah berada di pintu barat. Mobil minibus warna silver, dia memakai seragam sailor putih biru dengan logo Daejeon O-World Park. Anda akan mudah menemukannya."

"Oke, terima kasih." Jungkook memberi kode Yoongi yang menatapnya dari kejauhan di untuk mendekat kearahnya.

"Dan, maaf saya baru bertanya sekarang, dengan tuan siapa?"
"Jeon Jungkook. Jungkook saja"

"Jungkook-ssi, kami nantikan kedatangan anda dan rekan anda."

Sambungan terputus setelah bertukar salam formal dan dengusan yang disinyalir suara tawa jenaka yang tertahan di ujung sana. Jungkook sejenak mengabaikan betapa enak suara itu mampir ditelinga nya, saat Yoongi telah sampai di sebelahnya dan membaginya isotonic. Setelah menjelaskan beberapa hal, mereka akhirnya memutuskan bergerak ke pintu barat tanpa basa-basi.

Seragam sailor putih biru dengan logo Daejeon O-World Park.

Ketemu, satu laki-laki yang disinyalir seumuran dua puluhan tengah berdiri disebelah mobil minibus warna silver. Jungkook tidak ragu lagi, dia membimbing langkahnya dan Yoongi untuk menyalami laki-laki yang raut wajahnya makin kebingungan didekati mereka.

"Uppermost Photography? Seoul?" Laki-laki bersurai hitam tebal, yang memiliki tinggi badan dibawah Jungkook namun nyaris sama dengan Yoongi itu memberanikan diri menyapa walau rautnya masih agak kebingungan.

"Benar, Jeon Jungkook dan ini rekan saya." Jungkook tersenyum ramah, menyalami duluan, lalu mempersilahkan Yoongi.

"Min Yoongi." Yoongi berujar singkat, laki-laki asing di hadapannya ini sepertinya agak gugup dan pemalu?.

"Oh, Selamat datang di Daejeon. Jungkook-ssi, Yoongi-ssi, semoga bisa bekerja sama dua hari ini, saya Park Jimin." Senyum terbit di wajah Jimin, manis, kelopak matanya menyipit menjadi segaris bulan sabit. Kegugupan laki-laki itu hilang dan ramah-tamah mengudara. Yoongi kelewat banyak memperhatikan detail senyuman dari laki-laki yang mengaku bernama kecil Jimin itu. Dan Jimin yang menyadari diperhatikan menelengkan kepala menghadap Yoongi.

"Oke, terima kasih sudah meluangkan waktu. Jadi?" Jungkook berdeham tipis setelah hening heran-heran antara Jimin dan Yoongi.

"Mari saya antar." Jimin berujar lagi dengan nada ceria, membuka kunci mobil dan masuk ke kursi kemudi.

.

.

.

.

Singkat cerita perjalanan antara stasiun dan Daejeon O-World Park hanya memakan waktu lima belas menit ditempuh dengan mobil. Mereka melewati perjalanan singkat itu dengan bertukar nama sapaan agar lebih enak berkomunikasi. Membuat satu sama lain mengetahui siapa yang harus dipanggil Hyung, dan ternyata Jimin masih lebih tua dari Jungkook satu tahun. Selama perjalanan, Yoongi yang paling tua diantara mereka tak henti-hentinya melirik kearah Jimin yang murah senyum dan tawa, dan itu membuat Jungkook agaknya merasa malu tanpa alasan.

Tiga bagian utama dari Daejeon O-World adalah Zoo Land, Joy Land, dan Flower Land. Zoo Land yang saat ini menjadi tempat bagi lebih dari 600 spesies hewan. Joy Land yang berisi wahana bermain, seluncur air, dan seluncur empat-musim. Dan Flower Land yang memiliki banyak bagian seperti; Kebun Mawar, Kebun Empat Musim, Kebun Herbal, dan Kebun Maze yang menjadi rumah bagi 150.000 pepohonan dari 100 varietas berbeda dan 200.000 bunga-bungaan dari 85 varietas berbeda.

Tujuan utama dua fotografer itu mengunjungi Daejeon O-World Park adalah ke penangkaran, pusat observasi yang memiliki cagar pengembangan dan pembudidayaan spesies Kupu-kupu dan macam serangga kecil yang adalah objek utama dari project makro fotografi Jungkook. Mereka akan bagi tugas, Jungkook akan menangani mangambil foto outdoor bersama makhluk hidup mini yang indah itu dan Yoongi akan mengurus dokumentasi dan mengumpulkan foto kegiatan pada pusat observasi dan toko souvenir yang menawarkan hiasan kupu-kupu serta serangga awetan dan kerajinan alam yang dijual di Daejeon O-World.

Tempat yang mereka gadang-gadangkan itu masuk di area Zoo Land dan sedikit meluas ke Flower Land yang memiliki beberapa rumah kaca dan kandang kupu-kupu langka. Mereka sepakat akan menghabiskan waktu dua hari di kawasan ini demi pekerjaan dan dipersilahkan menginap di rumah singgah mungil milik pihak penangkaran bersama dengan dua pengurus yang juga bermalam disana untuk kepentingan keamanan dan sebagai pemandu. Dua pengurus itu adalah satu Park Jimin sopir dadakan mereka tadi dan;

"Kim Taehyung, selamat datang di Daejeon O-World Park. Semoga bisa bekerja sama dua hari kedepan."

Jungkook mengenali suara dalam dan renyah itu, baru kurang dari satu jam lalu dia mendengarnya. Ah iya, sambungan telepon tadi. Ternyata laki-laki ini pemiliknya. Jimin dengan sigap berdiri di samping Taehyung, berdiri sama tegapnya seperti anak kembar berbaju seragam sailor yang sama walau fisik mereka jauh berbeda. Apabila Jimin berambut hitam, kulit putih merona dan senyum sipit manis. Maka untuk Taehyung adalah cokelat dan hangat, yang menguar dari surai cokelat mahoni halus nya yang bergerak turun saat membungkuk, dan hangat yang terpancar dari kulitnya yang berwarna putih agak kecoklatan yang kentara sering berkeliaran di kawasan cagar.

Jangan lupakan poin lain, apabila Yoongi tak lepas-lepas mematai senyum manis dan rona merah alami pipi Jimin, maka Jungkook akan mengaku kalau dia menyukai senyum ramah seorang Taehyung.

"Saya baru mengenal yang nama Jeon Jungkook, hanya satu nama dan belum tau rupanya."

"Tidak perlu seformal itu, Tae, aku sudah ngobrol dengan mereka, mereka mau kita santai saja, kita seumuran kok, kisaran dua puluhan."

"Oh, ya, Jim? boleh berkenalan nama sapaan saja?"

"Boleh," Jungkook menjawab cepat secepat dia terkesima dengan ekspresi ramah yang semakin santai yang muncul di wajah Taehyung setelah informasi dari Jimin mengudara. "Dan aku yang tadi ditelepon. Panggil Jungkook saja, secara umur aku yang paling muda disini, jadi boleh kupanggil Tae-Hyung untuk kamu?"

Kamu?

Taehyung terkekeh dan Yoongi menggeplak dahinya merasa apa yang diucapkan Jungkook memalukan untuk harga dirinya sebagai rekan kerja. Agak cheesy kalau sudah memanggil aku-kamu an. Disini Yoongi tahu betul kalau dibalik tabiatnya, Jungkook tertarik pada si Kim salah satu tour guide mereka dua hari kedepan.

"Kau boleh memanggilku begitu. Lalu untuk satunya?"

"Min Yoongi—"

"—panggil Hyung, Tae, dia lebih tua dan mengijinkanku panggil begitu kok." Jimin menyela dengan nada polos dan ceria.

"Ah ya, Yoongi-Hyung saja kalau begitu." Membalas ungkapan Jimin, Yoongi mengiyakan.

"Oke, Jungkook dan Yoongi-Hyung, akan kita antar ke rumah sementara kalian."

.

.

.

.

Rumah sementara mereka adalah mess kecil yang disinggahi Taehyung dan Jimin. Bentuknya unik dan indah, seperti rumah Hagrib di film Harry Potter. Mengingat lingkungan cagar dan penangkaran yang sangat mendukung suasananya, tempat ini hijau, teduh, dan kadang wangi bunga dari Flower Land mampir ke sini.

Masuk pintu utama, menyapa ruang tamu sederhana yang digabung dengan ruang kerja yang memiliki set sofa, meja kursi, satu televisi pada umumnya. Namun yang menarik perhatian adalah berbagai botol kaca berjejer yang berisi penemuan alam, gulungan kertas teori dan tumpukan buku dengan nama-nama ilmiah, buku ilmu botani, hingga segala serangga dan kupu-kupu indah awetan terlihat setengah digarap diatas meja. Tersusun rapi dan kental akan ilmu pengetahuan. Semua yang ada di dalam mess kecil ini terasa sangat alam, wangi kayu, wangi bunga, dan udara segar selalu hilir mudik berhembus berputar bersama kipas angin pendingin ruangan.

Mereka digiring duduk diatas sofa yang beralas dasar pahatan kayu jati berpelitur, semi modern namun sederhana. Sepasang cangkir bersisian diatas meja bersama dengan satu teko mungil dengan ornament sulur hijau senada, likuid teh chamomile sebagai isinya mengepulkan uap hangat untuk menemani obrolan mereka.

Tehyung dan Jimin menjelaskan secara bersautan, bagaimana pesan pak Oh pada mereka, dan bagaimana mereka mengetahui kalau keberadaan Jungkook dan Yoongi adalah untuk pekerjaan tertentu sehingga mereka akan memandu. Jimin menjelaskan soal beberapa tempat yang akan dikunjungi mereka, sekitaran Zoo Land dan Flower Land. Dan sudah pasti Jungkook akan lebih banyak frekuensi mondar mandir di dua kawasan outdoor itu sedangkan Yoongi akan menetap di ruang khusus pengembangan, observasi dan souvenir.

"Hanya ada dua kamar disini, Uh.. maaf untuk kurang kenyamanannya. Tapi dua kamar itu luas. Aku dan Jimin bisa berbagi kamar, dan aku harap Yoongi-Hyung dan Jungkook tidak keberatan melakukan itu juga."

"Dan kalian boleh pakai dapur, ruang kerja, perpustakan, ruang tamu, televisi, apapun disini, santai saja anggap rumah sendiri."

"Jimin.. dan Taehyung setiap hari tinggal disini?" Yoongi membuka pertanyaan lain.

"Tidak setiap hari, Hyung. Kita jaga disini kalau ada shift atau kalau memang sedang ada kerjaan hingga larut. Ya begitulah, sisanya karena kami memang suka berlama-lama disini."

"Tapi untuk dua hari kedepan ini dengan alasan khusus senagai pemandu kalian."

"Oke, terima kasih untuk bantuannya, ini benar-benar lebih dari cukup."

"Kalau begitu kalian silahkan membereskan barang-barang dulu, aku dengar fotografi mikro bagus kalau dimulai pagi sekali hingga jam sepuluh dan sore jam tiga hingga jam lima?"

"Benar sekali, arah cahaya akan lebih bagus."

"Kalau mau beristirahatlah dulu, aku dan Jimin akan ke pusat pengembangan dulu, kalau tidak di bungalow ya rumah kaca. Kalau sudah mau berkeliling cari saja kami."

"Oke, nanti kita susul."

.

.

.

.

Jungkook dan Yoongi tiba salah satu kamar yang beraroma musk. Pintu kayunya bersuara "tuk" saat dibuka ataupun di tutup. Kamar itu baru saja di rapikan dan dibersihkan. Dua ranjang ditata minimalis terpisah oleh meja nakas dan lampu baca. Beberapa meja dan lemari di kamar itu tampak dipinggirkan untuk memberi space agar lebih leluasa. Dinginnya lantai kayu mahoni di bawah kaki mereka terasa menyenangnkan dengan bunyi derap tipis bila melangkah. Kamar ini juga indah, ada lukisan Starry Night terpasang di tengah ruangan, rak buku kecil, dan satu lemari yang dikosongkan untuk mereka. Nyaman.

Selesai menata perlengkapan mereka yang mayoritas perkakas fotografi, Yoongi kemudian berbaring, membuat rambut kelabunya semakin berantakan tergilas bantal. Sambil melihat-lihat layar digital DSLR nya ia mengamati Jungkook yang mondar-mandir sibuk dengan baju yang masih terlipat dan alat mandi ditangannya.

"Mandi?" tebak Yoongi, kalau Jungkook hanya mau membereskannya, itu bisa ditaruh di lemari bukan dibawa-bawa begitu.

"Iya, kenapa?" Jungkook yang hendak keluar dengan handuk tersampir dibahu menoleh.

"Kau bahkan belum berkeringat."

"Aku.. hanya ingin mandi saja, agar lebih segar karena setelah ini aku akan berjalan-jalan keluar mulai mencari objek dan tempat yang menarik."

"Oh iya, jalan-jalan keluar bersama instruktur yang ramah, lucu, manis itu ya Jungkook-a? Harus tampil keren, tentu saja."

Jungkook tersedak liurnya sendiri, lalu memasang tampang kalem, bersandar di kusen pintu, memijit pelipis sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Hyung, jangan mulai. Kau juga mau berduaan dengan Jimin-Hyung, yang ramah, menggemaskan, dan baik hati itu juga kan setelah ini. Astaga mereka instruktur, tour guide, jangan aneh-aneh."

"Cara mu menatapnya sudah mengindikasikan ada maksud aneh terselubung."

"Apa— Kau juga menatap Jimin aneh, tau." Jungkook sulit membohongi Yoongi sesungguhnya. Dan Jungkook agak heran tak ada bantahan dari Yoongi saol dia yang menyinggung Jimin.

"Akhirnya mengaku."

"Aku disini untuk bekerja, aku harus becus, bukan mau cari jodoh."

"Wow, memangnya aku mengarah ke arah sana?"

"Kau menyebalkan, Hyung."

"Mengaku saja Jungkook-a, kalau kau tertarik dengan yang bernama Taehyung itu, ini bukan dalam artian ingin jadi pacarnya atau apa, tapi aku tau tabiatmu. Kau membidiknya dengan lensa matamu kelewat tak wajar."

"Aku... yah, dia lucu sih, ramah, anaknya asik, mungkin aku bisa akrab." Jungkook mencoba merasionalkan pikiran, demi tuhan, mereka baru saja bertemu.

"Kalau kau sampai ada kemajuan atau lebih-lebih bisa menggaet Taehyung, aku juga akan coba perhitunganku dengan Jimin, dia tipeku."

"Ah, ternyata Hyung saja yang mau, dasar ngawur."

.

.

.

.

Jungkook sudah segar, bau sabun bercampur dengan wangi shampoo yang maskulin. Celana hitam selutut, kaos putih dibalik jaket jumper yang diresletingkan sedada, sepatu boots cokelat dan ransel yang hanya tinggal berisi peralatan memotret di sampirkan dibahu kanan. Tangannya beberapa kali bergerak lincah diatas tombol-tombol pengaturan pada DSLR Canon 600D nya, di depan kamera itu terpasang lensa 35mm f1.8, standart untuk landscape. Jam sepuluh pagi, Jungkook tidak terlalu menyukai pencahayaan alami untuk melakukan pemotretan makro pada jam sepuluh keatas, dia akan memilih berkeliling mempelajari spot dan memikirkan wilayah mana saja yang akan ia putuskan untuk explore.

Viewfinder diintip, tombol shutter ditekan, senyumnya berulang kali terkembang. Suasana disini benar-benar asri, bersih, segar, warna hijau daun dan kayu bercampur menenangkan. Jungkook dengan telaten mengumpulkan gambar-gambar pendukung untuk ensiklopedia garapannya, yaitu detail lokasi disini. Pengaturan diatur pada warna halus dan contrast yang lebih smooth namun dengan tetep dengan kualitas HDR.

Tak jauh dari posisi Jungkook, Yoongi juga telah berganti baju, mengenakan kemeja lain lengan pendek bercorak garis abstrak biru laut dan celana khaki abu-abu gelap senada dengan warna rambutnya. Lengan kuatnya yang berwarna pucat dibiarkan terekspose, ia tak peduli karena Yoongi akan lebih banyak berurusan dengan lokasi indoor. Yoongi mendekati gerombolan ibu-ibu yang sedang menanam tanaman herbal pada pot-pot kecil, petugas itu sedang melakukan stek dan budi daya untuk tanaman obat yang unik dan langka. Yoongi menyapa mereka, mengajak para petugas paruh baya itu mengobrol sambil mengambil gambar mereka disana dengan Nikon D3100 nya. Hasilnya adalah foto candid yang sangat alami dan terasa hangat, dengan bluring dan ambient light yang pas.

Puluhan foto lain telah tersimpan di memori, sambil berjalan menuju bungalow tempat Taehyung dan Jimin berada, Jungkook agak menunduk untuk mengagumi hasil fotonya sendiri sambil mengatur kembali setting kamera nya.

Laki-laki lain mengenakan topi Panama lebar dan seragam cokelat warna senada berlogo Daejeon O-World Park terlihat baru akan memasuki bungalow tujuan mereka, dia tinggi, dan tangan kanannya membawa papan log serta beberapa dokumen tipis. Langkahnya terhenti ketika melihat tatapan Yoongi.

"Bisa saya bantu?" Suara berat mengalun, wajahnya tampan dan ramah, ada dimple di kedua pipinya saat tersenyum. Tersemat bordiran nama 'Namjoon' di dada kanan laki-laki itu.

"Maaf, kami fotografer, sudah mendapat ijin. Kita mencari Taehyung dan Jimin, guide kami."

"Ah, ya, ya, aku sudah dengar. Mari masuk dulu."

Bungalow ini jauh lebih luas dari mess mereka tadi. Dengan nuansa yang masih sama, tempat ini sepertinya difungsikan sebagai kantor serta pusat pengumpulan data penangkaran. Tumpukan buku, kertas log, hiasan dinding, dan botol-botol kaca botani, tak luput menghiasi.

Terlihat satu laki-laki lain berseragam cokelat susu serupa sedang duduk di balik meja besar berhadapan dengan beberapa macam daun dan mikroskop. Tatapan laki-laki itu berubah antusias saat menyambut Jungkook dan Yoongi. Mereka saling membungkuk dan berkenalan. Nama Namjoon untuk laki-laki yang bertopi panama dan Hoseok untuk yang duduk sambil bermain mikroskop. Hoseok berdiri, mendekat setelah melepas pinset.

"Oi, Namjoon, mereka itu, yang itu?" Hoseok agak berbisik tapi masih bisa ditangkap telinga Jungkook dan Yoongi.

"Itu apa? Mereka fotografer dari vendor pak Oh di Seoul."

"Aish, memang, makdudku, yang ituu lhoo, yang tadi di ceritakan Taehyung dan Jimin, yang katanya dua orang tampan-tam—"

Apa? Batin Jungkook dan Yoongi bertanya-tanya akan maksud perkataan Hoseok.

Bersamaan dengan itu papan log sheet mampir ke depan wajah untuk menyumpal mulut Hoseok yang cerewet.

"Ah maaf, Hyung." Jimin tertawa canggung, si pelaku kekerasan yang barusan mengantisipasi bocornya gossip segera minta maaf karena memukul wajah Hoseok dengan papan log. Hoseok menggerutu belum terlalu peka akan dampak dari dia membocorkan informasi kekaguman Taehyung dan Jimin pada dua fotografer itu.

"Sudah sampai dari tadi?" Taehyung menyela cepat, berusaha menghilangkan heran yang mengudara.

"Barusan." Yoongi menjawab singkat sambil membenahi tas kameranya yang sedikit meluruh di bahu.

"Dan sudah berkenalan dengan dua petugas lain ini?" Tanya Taehyung lagi.

"Sudah, Tae. Kalau butuh bantuan lain bisa bertanya pada kami." Namjoon berujar ramah pada keduanya.

"Oke, kita bisa mulai sekarang, aku akan keluar bersama Jungkook untuk membantunya mencari spot makro fotografi dan Jimin akan menemani Yoongi-Hyung disekitar sini dan toko souvenir."

"Sesuai yang kau jelaskan tadi, kita bisa mulai." Jungkook tersenyum memperhatikan Taehyung yang bergerak ke sampingnya.

"Kita juga bisa diandalkan, untuk bagian dokumentasi Yoongi-Hyung. Jangan sungkan meminta jika Hyung membutuhkan gambar detail kegiatan disini. Sisanya tanya sama Jimin." Hoseok kemudian menarik lengan Jimin untuk diantarkan ke sisi Yoongi.

Berdeham sekilas, Yoongi mengangguk ke Jimin yang tersenyum ke arahnya. "Kalau begitu mari kita ketemu lagi nanti sebelum petang di mess."

.

.

.

.

.

"Mau dimulai dari mana? Kau mau langsung memotret atau berkeliling dulu?"

Taehyung dan Jungkook berjalan beriringan, menuju ke wilayah cagar, alam terbuka. Topi panama lebar Taehyung dibiarkan jatuh di punggungnya, dengan tali sulur cokelat yang menggantung di leher. Cuaca sangat cerah, tidak terlalu terik namun angin bertiup agak kencang. Rambut mahoni Taehyung dan rambut hitam Jungkook berayun karena angin dan mengganggu pandangan mata mereka.

"Antar aku berkeliling dulu, lalu break untuk makan siang, bagaimana?"

"Ide bagus. Aku akan ajak kau di beberapa sangkar penangkaran dulu, kau oke?"

"Kau pemandunya."

Sepanjang perjalanan, Jungkook sesekali memotret pemandangan, jalan setapak, sungai kecil dengan bebatuan, pohon-pohon tropis dan nontropis yang dilestarikan, atap-atap bungalow yang menyembul di sela rimbun, semua tentang tempat ini sungguh indah dan alami. Walau hutan kecil ini adalah buatan manusia, tapi terasa begitu asri, pun dengan suara cicit burungnya yang menyenangkan.

Sedari tadi Taehyung juga menjelaskan soal wilayah cagar, tempat seperti apa yang akan mereka datangi, hingga beberapa spesies langka koleksi mereka. Jungkook akan ikut tersenyum saat Taehyung menceritakannya dengan begitu antusias, entah kenapa pemandu khususnya ini benar-benar ramah dan sehangat musim semi. Dan Jungkook mulai merasa lemah jantung tiap melihat senyum kotak ceria yang beberapa kali muncul. Uh, rasanya aneh.

Mereka sampai di kawasan dengan beberapa deretan sangkar, seperti kelambu raksasa yang membungkus gugusan pohon dan taman bunga kecil di sekitarnya. Taehyung membuka kunci dan masuk ke pintu yang dilindungi jaring-jaring halus. Menginstruksikan Jungkook untuk juga masuk dengan hati-hati.

"Selamat datang di lukisan hidup."

"Lukisan hidup?"

"Mm, Hmm, kau akan tau keindahan tempat ini saat mereka keluar."

Taehyung menggoyangkan halus ranting pohon disampingnya. Bunyi gemerisik, kepak halus terdengar bersahutan dengan semilir angin yang menyapa.

Puluhan pasang sayap Arthropoda mengembang, mereka bertebangan, indah sekali. Wow, tempat ini semakin indah dengan banyaknya kupu-kupu yang berterbangan. Satu yang berwarna biru terang mampir di pucuk kepala Jungkook.

"Katakan halo pada sang raja, dia selalu tau bagaimana cara menyapa pengunjung,"

Taehyung menaikan jemarinya, tak sengaja menggesek pipi Jungkook untuk membuat Kupu-kupu itu itu merayap di tangannya. Lengan dan jemari Taehyung sedikit dia lumuri madu, itulah mengapa kupu-kupu banyak bertebangan didekatnya.

"Kupu-kupu Troides Helena, termasuk famili Papilionidae. Hasil persilangan dengan spesies Morpho rhetenor Helena, dia disebut morphine karena jadi salah satu yang sangat memikat. Kupu-kupu itu sangat populer di Asia, besar, lebar, indah dan berkuasa. Ada ratusan disangkar ini."

"Aku akan masukan dia menjadi salah satu object ku."

"Itu harus, primadona harus hadir." Taehyung tersenyum memperhatikan sang morphine biru hidup itu merayap di jemarinya.

Jungkook mengamati sekitarnya, kupu-kupu lain mulai mendekati mereka. Satu mampir juga di surai halus Taehyung. "Ah dikepalamu.."

"Hmm," Taehyung berguman, melepaskan si Helena dan beralih menangkap hati-hati apa yang menggelitik kepalanya. "Ini kupu-kupu peri."

"Peri?"

"Warnanya sederhana, putih, biasa disebut kupu-kupu kertas. Aku suka yang ini, tidak mencolok tapi dia bisa benar-benar indah. Terselip dalam diam di balik daun-daun."

"Aku suka seleramu." Jungkook mendekatkan wajahnya ke arah jari Taehyung yang berbau madu, melihat kupu-kupu itu mondar-mandir disana.

Bergerak ke sudut lain, banyak jenis lain yang Jungkook temui. Dia mulai menyukai ini, dan rasanya ingin segera melakukan pemotratan jika mungkin. Tapi dia harus bersabar hingga sore dan keesokan pagi hari.

"Glasswing Butterfly, Greta oto. Sayapnya bening, dia indah dan rapuh, tapi sangat eye catching."

"Bukankah semua kupu-kupu itu rapuh?"

"Jangan bicara begitu, memang kebanyakan hidup mereka singkat, satu minggu hingga satu tahun untuk beberapa spesies tertentu. Tapi mereka ini kuat."

"Kuat?"

"Yah, melewati beberapa proses dengan sabar, membantu penyerbukan tanaman, bertahan hidup, menghindari goncangan angin ribut, mereka kuat."

"Begitu pemikiranmu?"

"Pernah dengar beberapa filosofi?" Taehyung membukakan pintu keluar sangkar untuk Jungkook, mereka akan menuju tempat lain.

"Hm?"

"Segala yang kita lakukan hari ini akan berguna untuk masa depan, Kesunyian akan membentuk kepribadian yang matang, dan Jika tak ada yang berubah maka takkan ada perubahan."

"Makna dari kehidupan kupu-kupu?"

"Benar, untuk arti dari kerja keras yang mereka melewati, tahapan kehidupan, dan segala hal tentang metamorphosis."

"Aku baru mendengarnya, tapi aku cukup mengerti. Hei, ternyata kau suka hal-hal sentimentil begitu juga."

"Kau pikir aku ilmuan peneliti botani-hewani yang tak berhati lembut, aku ini sayang sekali dengan makhluk hidup, tau."

"Oh penyayang? Beruntung sekali."

"Untuk?"

'Untuk orang yang akan mendapatkan sifat halus dan penyayangmu'. Itu tertahan dalam lidah Jungkook dan diganti dengan gumaman 'Lupakan', siapa dia kalau berani mengucapkan kalimat itu.

Jungkook menandai beberapa pohon dan spot, mengira-ngira angle yang sudah dia putuskan untuk pemotretan makronya nanti sore. Memilih penangkaran memang pilihan yang sangat bijak, ada banyak spesies langka disini dan sudah terorganisir tanpa harus berusaha keras menjelajah hutan belantara sekelas amazon, Jungkook yakin dia bisa membawa pulang banyak foto yang bagus.

Taehyung melanjutkan berceloteh, mereka terus bergerak sambil diiringi penjelasan singkat Taehyung soal Arthropoda. Angin masih membelai wajah mereka dengan lembut walau sekarang sudah menjelang siang.

Scarce Swallowtail, Iphiclides podalirius. Palawan Birdwing, Troides trojana. Cairns Birdwing Ornithoptera priamus. Blue Mormon Papilio polymnestor. Crimson Rose, Common Mime, Chilasa clytia dan masih banyak lagi. Jungkook beberapa kali membuka catatan kecilnya. Dia dalam seminggu terakhir telah mempelajari soal spesies langka kupu-kupu, hal itu membuatnya mengerti tentang beberapa dari yang disebutkan Taehyung, dan memang ia masukan ke dalam target object gambarnya.

Sampai ke sangkar selanjutnya, berisi macam hewan dengan metamorphosis tak sempurnya macam capung dan juga insekta. Saat di sangkar kupu-kupu Jungkook beberapa kali bergidik saat melihat gerombolan ulat bulu di pohon maple, Taehyung tertawa melihat tingkahnya. Berbeda dengan sekarang, kalau tadi Taehyung yang dengan telaten berbicara soal kupu-kupu, kali ini Jungkook yang aktif bertanya soal spesies kelas hexapoda. Jungkook memiliki ketertarikan khusus pada kumbang, belalang, dan insekta keren lainnya.

Notes kecil di saku Jungkook sudah hampir penuh dengan coretan ciri-ciri singkat dan tanda peta mini pengingat untuk spot pemotretan yang dipilihnya. Jam satu siang, saatnya jam makan. Tak terasa mereka sudah menghabiskan waktu tiga jam berkeliling hutan belantara mini dan berpindah-pindah di selipan wilayah Zoo Land untuk menemukan sangkar penangkaran.

Jungkook senang sekali Taehyung menjadi pemandunya, disamping laki-laki itu yang memang sudah pro soal tempat dan ilmu anthropoda dan insekta, ia sangat easy going, ramah, dan juga memiliki suara dan senyum yang memikat. Jungkook puluhan kali nyaris salah memotret dan malah memfokuskan bidikannya lensanya pada senyum Taehyung. Fokus Jeon Jungkook, fokus.

"Oke, kita break makan siang dulu" Mereka selesai dengan sangkar ke empat, taehyung yang menggiring untuk berjalan diantara rimbunnya hutan mini dengan tujuan menjangkau bungalow mereka tadi. "Kau puas dengan jalan-jalan dan studi singkatnya?"

"Sangat puas," Jungkook memperhatikan wajah ceria Taehyung lebih lama.

"Kalau begitu, kau bisa makan siang di kafetaria. Sampai ketemu nanti sore, disini." Saat Taehyung membungkuk singkat dan seperti meemberi gesture untuk pamit, Jungkook dengan tangkas tanpa antisipasi sadarnya meraih lengan kecoklatan Taehyung yang luar biasa halus dan agak lengket madu.

Jungkook menelan ludah bulat karena canggung dan kebingungan nampak di wajah Taehyung yang lengannya ditarik tanpa permisi. "Kau...mau kemana?"

"Makan siang, tentu saja?" Senyum lain dengan sedikit tawa jenaka yang ditahan, Taehyung menjawab sambil bergantian memperhatikan tangannya yang dicekat telapak lebar dan kuat Jungkook lalu beralih ke wajah gugup Jungkook.

Jungkook menjilat bibir ringkas, tidak percaya dengan apa yang akan diucapkannya; "Mumpung bersama, Makan sianglah sekalian dengan ku?"

"...Oke."

.

.

.

.

Lain cerita dengan Yoongi. Dia dan Jimin lebih banyak diam. Yoongi sesekali akan mengajak ngobrol Jimin hanya untuk menanyakan hal-hal standart seputar kegiatan dan kesibukan di penangkaran.. tepatnya kesibukan Jimin. Selain bekerja untuk mengambil foto dokumentasi, Yoongi memfungsikan diri sebagai reporter dadakan. Pengetahuan tentang botani-hewani menarik perhatiannya, mengingat mereka akan menggarap ensiklopedia, Yoongi harus berhasil memunculkan nyawa dalam tiap tangkapan lensanya. Mengambil dengan sudut yang pas dan juga latar belakang kegiatan yang jelas. Jimin sedang apa, membantu mengerjakan apa, Jimin bergerak bagaimana. Dia harus tau untuk apa itu semua.

Kenapa semua selalu tentang Jimin?.

Yoongi baru menyadari bahwa mayoritas foto yang tersimpan di memori DSLR nya memuat anggota tubuh Jimin atau sedikit side profile Jimin. Uh, padahal dalam kantor ini ada dua orang lain, Namjoon dan Hoseok yang juga sibuk dengan pekerjaan mereka yang tentu berbeda tugas dan juga tak kalah penting bagi kelangsungan penangkaran.

Yoongi menemukan dirinya tenggelam dalam lamunannya sambil menatap satu foto jepretannya barusan. Dalam frame, Jimin sedang memilah kupu-kupu dan serangga awetan ke beberapa wadah khusus yang terbuat dari kertas, seragam sailornya dilingkis sesiku, jemari tangannya mungil, poni hitamnya sedikit turun karena menunduk, dan bibir Jimin agak mengkerucut ditengah ketelitian bekerja tanpa laki-laki itu sadari. Lucu sekali.

Satu dehaman samar, dan Jimin yang berjarak cukup dekat dengan Yoongi mendongak, menghentikan pekerjannya, dan memberi senyuman mata bulan sabit. Mendadak Yoongi lemah entah untuk alasan apa.

"Yoongi-Hyung boleh bertanya tentang hal lain lagi.. sebenarnya aku tidak pintar bicara, tapi aku kan membantumu agar lebih mudah mengerti apa yang kami kerjakan disini."

"Aku senang memotret orang yang sedang berbicara, kau bicaralah apapun yang kau tau, Jim."

"Kalau begitu tanyakan pertanyaan lain, dari tadi kau diam, aku juga akan diam karena tidak tau harus menjelaskan apa lagi, Hyung." Jimin mencebik samar dengan dengusan lucu.

Diseberangnya Yoongi menjadi semakin gemas. "Ah.. oke, bisa kau jelaskan kali ini untuk apa kau melakukan itu?"

"Aku akan membawa sebagian spesies awetan ini ke tempat souvenir nanti sore, setelah makan siang. Disana aku akan membantu membuat kerajinan, semacam hiasan dinding dan lain-lain."

Bunyi shutter terdengar halus, selagi Jimin berbicara, Yoongi mengarahkan ujung kameranya padanya, melakukan zoom ini pada object di antara tangan Jimin, lalu beberapa zoom out untuk memperluas latar kerjanya. Demi tuhan hal ini agaknya malah membuat Yoongi sedikit salah fokus pada bibir tebal Jimin yang bergerak saat berbicara.

"Hyung butuh melakukan dokumentasi pada yang lain juga sepertinya." Jimin berdiri setelah beres memilah. Mendekati Yoongi.

"Hm?"

"Namjoon-Hyung dan Hoseok-Hyung melakukan sesuatu yang menarik dengan sinar laser, formalin, lilin dan mikroskop. Mau aku antar ke mereka sebelum makan siang berempat di mess? Kau terlalu lama berdiri disini hanya untuk memotretku."

"Apa—oke, sepertinya.. aku harus melihat mereka juga."

.

.

.

.

"Kau amat sangat jarang sekali menyebut namaku."

Disela dua piring salad ,nasi katsu dan nasi bulgogi yang mengepulkan uap hangat tipis, Jungkook angkat suara, sengaja membuat kosa katanya terdengat berlebihan untuk pernyataannya.

Sendok melayang diudara belum sampai menyentuh nasi yang beruap hangat. Taehyung terkekeh jenaka. "Mmm.. apa itu masalah?"

"Tidak sih, aku hanya menyadari soal itu." Entah untuk alasan apa Jungkook merasa kecewa dengan jawaban Taehyung. Berguman 'Terima kasih 'pada pelayan saat jus jeruk dan jus jambu biji sampai menyusul di meja mereka di sudut kafetaria.

"Jungkook."

"Hm?"

"Jungkook?"

"Apa?"

"Kau senang, Jungkook?"

"Hah, aku—"

"Itu, Aku barusan memanggil namamu." Taehyung tertawa hingga bahunya bergetar sambil mengolok Jungkook dengan ujung sendoknya. Entah laki-laki dewasa mana yang bersifat kekanakan sekarang.

Tawa itu mengalihkan Jungkook sejenak dari sedotan jus jeruknya, kelopak mata Jungkook bergerak cepat seperti shutter yang ditekan berkali-kali seakan ingin mengabadikan pemandangan barusan. "Oh, iya... uh, oke."

"Oke untuk apa, Jungkook?" Taehyung belum selesai mengolok karena ekpresi Jungkook berubah terlihat lucu.

"Apa sih."

"Kau ini lucu, tadi menyuruhku memanggil namamu, sekarang kau malah salah tingkah."

"Aku tidak salah tingkah."

"Kau, Jung-Kook , salah tingkah karena dipanggil namanya, padahal dia sendiri yang minta."

"Aku tidak salah tingkah, hentikan."

"Hmmmmm?"

Jungkook merasa ini agak konyol, hal yang dia angkat menjadi topik malah menjadi boomerang untuknya. Padahal dia sungguhan heran saat sadar Taehyung tak penah memanggil namanya. Dan sekarang dia malah digoda kekanakan seperti ini. Menggeleng singkat untuk menghilangkan sifat sungkan, Jungkook membalas keakraban Taehyung yang mengoloknya main-main.

Tangan Jungkook naik menahan lengan Taehyung, memajukan badannya sedikit hingga tawa cibir berantakan Taehyung mendadak terhenti. Dalam jarak sedekat ini Jungkook menyadari kalau bulu mata Taehyung sangat panjang untuk ukuran laki-laki, juga bibirnya yang tadi mengoloknya semakin diperhatikan ternyata memiliki warna merah alami yang sangat menarik.

Memasang tatapan tajam dan wajah setengah menantang setengah bercanda. Tangan lain Jungkook meraih name tag yang tersemat di dada kanan Taehyung. Name tag berbentuk kepala gajah dengan tulisan 'Taetae'.

"Oke, panggil aku terus dengan namaku, ya, Taetae."

"Uh..." Telinga Taehyung geli mendengar panggilan itu. Salahkan kantor yang mencetak nametag dan nama panggilan lucu untuknya.

"Taetae terdengar lebih menggemaskan dari pada Taehyung."

"Jangan panggil aku begitu."

"Tapi disini tulisannya Taetae, tuh."

"Jungkook!"

"Apa, Taetae?"

"Jangan begitu." Tepisan tipis untuk tangan Jungkook. dan wajah Taehyung yang berubah sebal serta rona tipis disana.

"Lihat, siapa yang salah tingkah sekarang, Tae?"

"..."

"Taetae telinganya merah, malu ya?"

"Hei! Apa sih, sudah cepat makan!"

Tawa terurai dari mulut Jungkook, bersamaan dengan Taehyung yang bersandar di kursinya menggenggam gelas jus, minum sambil mengalihkan pandangan. Astaga laki-laki ini sungguh menyenangkan.

.

.

.

.

Dibelakang Taehyung yang berjalan mendahuluinya menuju ke wilayah cagar lain, Jungkook berbisik pada dirinya sendiri.

Disamping Jimin yang sedang menautkan lengan satu sama lain untuk menariknya, Yoongi berbisik pada dirinya sendiri.

"Manis sekali, Taetae."

"Kau sungguh menggemaskan, Jimin."

.

.

.

TBC

.

.


Intinya ini cinlok kang fotografer sama pengurus penangkaran, LOL, dan rencana mau buat twoshoot atau threeshoot? Tergantung sepanjang apa aku nulis dan seenak gimana cut nya. Gabisa ilang dari kebiasaan bikin long ass story, heu. Lagi kangen Bon Voyage, rewatch terus lihat Jungkook sama Yoongi yang asik ambil foto pake DSLR jadi gemes sendiri :") boyfriend materials banget. Asdagfsjsfskskgsls. Maafin malah melipir dan dengan kurang ajar bikin cerita seri lain muehehehehehe.

Dan aku kudu banget sungkem sama mbah Google yang bantu aku tau soal anthropoda-insekta, dan segala tetek bengek dunia fotografi, karena ke sok tau an aku ini bakal berlanjut sampe besok sesi pemotretan... Maafin kalo ada yang salah untuk ilmu fotografi atau soal kupu-kupu-serangga yang aku angkat disini, nanti akan aku perbaiki kalau kalian bisa koreksi.

Mau sedikit curhat nih, untuk dua ff chaptered ku yang lain, aku lagi berusaha ngetik lanjutannya, tapi urusan real life (pekerjaan) jujur menghambat banget. aku bakalan menhadapi gampangnya wamil singkat, pendidikan kilat, dan job training, waktu buat persiapaan aja udah nyita banget, apalagi kalau besok pas hari h-nya. Entah gadjet mungkin bakal disita juga sama pihak BUMN untuk hari-hari tertentu. Uff... berusaha ngebut sebelum masa2 agak hiatus datang. Masih belum pasti soalnya. Tapi aku ga akan ninggalin semua ini terbengkalai. Soalnya nulis juga salah satu hiburan buat aku ((walau mood2an juga)). /digiles.

Singkat kata, Makasih udah baca aku sangat menghargai feedbacks apapun itu, kritik saran dll, kasih tau aku di kotak review ya!, maaf untuk typos, dan semoga bisa update secepatnya.