"Kyungsoo."
"Ya?"
"Apa yang akan kau lakukan kalau aku tidak ada?" Di taman itu Kai bertanya. Setelah mengelilingi Tokyo seharian akhirnya mereka berhenti disini sebagai tujuan terakhir kencan sebelum sibuk masuk perguruan tinggi.
Tapi kecewa pada ucapan itu, Kyungsoo memilih meraih mantel Kai, meremasnya hingga kusut. Ia tidak paham mengapa kata-kata itu sering kali Kai tanyakan padanya. "Kenapa bicara begitu? Sikapmu jadi begini akhir-akhir ini." Mata gadis itu mulai berkaca-kaca, ia gagal untuk tetap berpikir positif. "Kau seolah-olah akan pergi."
Seulas senyum muncul di wajahnya tapi Kai sama sekali tak ingin melihat kekhawatiran Kyungsoo, "Kyung," Ia meraih rahang kekasihnya yang lembut, mengelus pipi merona itu dengan tekanan ibu jarinya. "Yang terpenting kau tahu aku cinta padamu."
Kata-kata indah itu tak pernah tidak membuatnya tergetar. "Aku juga cinta padamu." Kyungsoo tersenyum ketika Kai mendekatkan diri, meraih bibirnya. "Berjanjilah. Jangan pernah tinggalkan aku."
Dia hanya mengangguk, namun tak yakin. Tapi Kai segera mencium Kyungsoo lagi, berjanji tanpa kata bahwa akan tetap mencintai Kyungsoo—menjadikan dia cinta terakhirnya. Keindahan dari Rainbow Brigde yang membentang seolah menambah kesan dramatis mereka. Kyungsoo tidak yakin dengan sikap Kai, merasakan bibir pemuda itu bergetar ketika menciumnya, seolah kedinginan, seolah menangis, seolah kesakitan.
Tapi ia berharap ini bukan mimpi buruk.
Setelah melalui malam kencan yang panjang itu, membuka mata di pagi hari, bias sinar mentari dan suara ponsel memaksa Kyungsoo terbangun. Seseorang meneleponnya, seseorang yang ia kenal sebagai ibu dari Kai menangis tersedu memintanya pergi ke salah satu rumah sakit terkemuka di Tokyo.
Kyungsoo kalut selagi memastikan tampilannya senormal mungkin, ia berlari bahkan lupa mengunci apartemen. Mengesampingkan rasa takut, panik, khawatir yang menyatu, atau tumitnya yang demi Tuhan sangat sakit, Kyungsoo lebih tercengang ketika melihat Kai yang berbaring di ranjang rawat itu, wajah pucat dengan mata terpejam, tidak bernyawa.
Kyungsoo tidak tahu apa yang harus ia lakukan, apa yang harus ia katakan. Seolah menolak apa yang ia lihat, kenyataan bahwa Kai telah tiada seiring sang ibu menjelasi soal penyakit mematikan yang dia derita dalam tiga tahun terakhir. Kyungsoo merasa tak yakin apa yang terjadi, tidak percaya. Kenapa... kenapa Kai merahasiakan semua ini padaku?
"Tidak..." Pada akhirnya ia berhasil bersuara, parau menyakitkan. Selama ini Kai tidak menunjukkan tanda-tanda sakit, hanya saja semalam dia banyak terbatuk dan terlihat.. sangat pucat. "Tidak mungkin!" Jeritnya, hingga suaranya serak dan tenggorokan mengering.
Ia beringsut mendekati Kai meski lututnya terasa lemas, meraih pipinya yang memutih. "Kai!" Air mata gadis itu kini jatuh bergantian. "Bangun!"
"Kyungsoo, nak, sabar—"
"Tidak, ibu. Kai tidak meninggalkanku 'kan?" Kyungsoo menggeleng sambil terisak parah. " Kai!" Ia berteriak putus asa. "Bangun! Bangun!"
Lifeline
another fanfic story by winwey
Jongin x Kyungsoo
slight of Chanbaek Hunhan Chenmin
Drama, GS for uke's, Typo's, OOC, Rated T-M
"—Bangun, Kyung."
"Ayo bangun, sayang."
Kyungsoo mengerjap ketika jemari Minseok membelai rambutnya. Ia mengambil alih posisi duduk sambil sedikit menutup mulut untuk menguap. "Jam berapa ini?"
"Pukul tujuh. Kau ada kelas dua jam lagi 'kan?" Wanita parubaya yang menurunkan paras cantiknya—tapi tidak dengan mata sipitnya pada Kyungsoo itu berjalan membuka gorden, hingga mata Kyungsoo dibuat mengecil karna silau matahari yang masuk lewat celah. "Eomma harus mengontrol kafe sepuluh menit lagi. Sarapanmu juga sudah siap."
Kyungsoo hanya mengangguk, tersenyum kecil ketika Minseok mengecup kepalanya. "Jangan lupa besok malam kau harus tampil cantik. Pertemuan dengan keluarga Kim tepat pukul delapan." Ibunya mengedipkan sebelah mata, tapi Kyungsoo menggeleng tak mau komentar. "Kau dan putra teman eomma 'kan satu kampus, kenapa tidak pernah bertemu?"
"Eomma pikir siswa di kampus hanya kami? Lagipula 'kan aku baru satu minggu pindah."
Minseok tertawa, hari ini Kyungsoo sedang sensitif rupanya.
"Ngomong-ngomong siapa namanya?" Ia bertanya, meskipun enggan.
"Kim Jongin." Minseok mengedipkan matanya lagi. "Selamat mencari sayangku!"
Kyungsoo membuang napas sebelum sang ibu pergi selagi menggodanya sepanjang menuruni tangga. "Kim Jongin ya?" Gumamnya sambil lalu, tapi tidak memerdulikan nama itu.
Perjodohan antar bisnis dan persahabatan masih banyak terjadi bahkan di era modern. Salah satunya Minseok, ibunya berkeras menjodohkan ia dengan putra dari sahabatnya. Meskipun perjodohan baginya sangat kuno, Kyungsoo merasa tidak keberatan, selain selalu patuh pada ibunya ia cukup malas berpacaran lagi—setelah kekasihnya pergi tentu saja.
Tapi Kyungsoo lebih peduli pada apa yang sekelebat hadir dalam tidurnya tadi. Kejadian hampir empat tahun lalu datang lewat mimpinya. Ia sampai mendengus keras saat sadar leher dan tangannya berkeringat karna mimpi itu, sebisa mungkin menahan kelu hingga ia hanya menggumam parau,
"Kai..."
.
.
"Minggu ini? Kupikir kalian akan menikah bulan depan."
Zitao terkekeh melihat teman-temannya terkejut, tapi rona bahagia di wajah mereka membuatnya tersenyum. Sebenarnya mungkin telah diundur beberapa kali, pada akhirnya ia dan Kris justru mengambil resiko menikah pada waktu menjelang penggarapan tugas akhir.
"Sebentar lagi 'kan kau dan Kris sama-sama sibuk skripsi."
"Karna itu kami melakukannya sebelum sibuk." Zitao menjawab sambil menyentil hidung Baekhyun. "Kalian semua tidak boleh tidak datang.." lalu melirik Kyungsoo geli, "..dengan pacar."
"Harus ya?" Kyungsoo mendengus melihat teman-temannya tertawa. Di antara mereka—oh please—hanya dia yang masih sendiri. Semua orang di kampus juga tahu, tidak ada yang mengira Zitao si gadis paling muda diantara mereka, yang mengambil kelas olahraga dan punya sikap bocah kanak-kanak justru akan menikah lebih dulu. Tapi mungkin pernikahanlah yang nanti membuat Zitao lebih dewasa.
"Luhan mana?" Zitao tampaknya baru sadar mereka tak lengkap karna tidak ada si gadis yang sama-sama asal Cina seperti dirinya. "Dia juga harus membawa pacar di acaraku nanti."
Ralat—Kyungsoo menyeringai, bukan hanya dia, Luhan juga masih sendiri. "Tentu saja." Katanya bersemangat. "Aku akan datang dengan Luhan. Tanpa pacar atau teman pria atau apapun itu."
"Kalian tidak asik. Padahal kau akan terkejut kalau tahu siapa pacarku." Kyungsoo mendengus lagi mendapati Baekhyun cemberut. "Tapi tidak mungkin kau tidak punya pacar. Minta pria Jepang itu untuk kesini, Kyung."
Jangan mengingatkanku pada hal yang tidak ingin kuingat, Byun.—"Maksudmu apa 'sih? Pria? Jepang? Aku tidak punya pacar. Serius." Kyungsoo berusaha tawanya terdengar jenaka, sikapnya yang tidak pintar berbohong justru membuat Zitao dan Baekhyun kompak memutar mata. "Apa?"
"Apa katamu?" Baekhyun mencubit pipi Kyungsoo hingga kulit putih itu dibuat memerah. "Kita 'kan dulu satu sekolah di Tokyo. Tidak satu kelas bukan berarti kau merahasiakan pacarmu dariku."
"Aku takut kau mengadu pada eomma nanti."
"Oh." Zitao mengangguk seperti ibu yang baru tahu keburukan anaknya. "Jadi sewaktu SMA Kyungsoo hobi pacaran rupanya."
"Apa-apaan! Dasar bayi panda," Kyungsoo membalasnya dongkol. "..mana ada pacaran di jadikan hobi."
"Kyungsoo sayang, mengaku saja."
"Baek," Kyungsoo tahu Baekhyun super cerewet, siapapun akan menganggapnya demikian. "Aku tidak punya pacar. Sungguh."—karna dia sudah pergi ke surga.
"Tapi—"
"Sebaiknya kalian cari Luhan, aku titip undangan untuknya ya. Gege sepertinya sudah menungguku di depan. Sampai nanti cantik-cantikku!"
Zitao yang menerima telepon adalah penyelamat, setidaknya Kyungsoo bisa mengajak Baekhyun ke kafeteria kampus setelah mendapat balasan pesan dari Luhan, si gadis Cina itu sangat suka membeli bubble tea disana. Tapi Kyungsoo harap setelah ini mereka bisa pulang, takut-takut Baekhyun mencecarnya lagi seperti tadi.
Karna Baekhyun terus asik dengan ponsel, Kyungsoo sedikit berjalan di depan gadis itu ketika ia menemukan sosok Luhan di balik dinding kaca kedai kopi. Dari kejauhan tangannya seperti menggenggam selembaran won, Kyungsoo tahu Luhan pasti sedang menunggu pesanan. Tergiur ingin membeli latte disitu ia jadi mempercepat langkah, tanpa sadar dari arah barat motor besar melaju mendekati tubuhnya yang setengah berlari.
"Kyungsoo awas!" Baekhyun yang sadar spontan menyusul dan menarik kuat lengan gadis itu hingga mereka terhuyung beberapa langkah. Siswa pengendara motor di kampusnya memang payah. Ini masih di area kampus tapi Kyungsoo nyaris tertabrak ketika mereka melewati halaman parkir. "Sialan! Kau hampir menabrak temanku!"
"Baekhyun sudahlah." Kyungsoo kesulitan meraih tangan Baekhyun sampai beralih menarik-narik tasnya, menolak untuk mendekati siswa yang telah berhenti itu tapi ia tak mau urusan ini menjadi lebih serius. "Aku tidak apa-apa. Kau tak perlu—"
"Heh tuan pembalap, kau pikir ini sirkuit?!"
Kyungsoo membuang napas, terlebih mereka telah menjadi pusat perhatian hanya dalam beberapa detik. Bahkan dari arah kedai kopi Luhan sedang bergegas berlari mendekat. Kyungsoo tidak mau membuang waktu untuk bercerita dan segera meminta Luhan menghentikan Baekhyun yang mengomel seperti ahjumma.
"Lain kali temanmu harus lebih hati-hati." Siswa tadi membuka kaca helmnya, terkekeh saat Baekhyun melotot lalu memukul lengannya keras. "Oke, oke. Aku minta maaf, Baek."
Baekhyun berdecih, ternyata pemuda itu adalah sepupunya yang paling menyebalkan, meski begitu ia tak pernah hapal melihat sepupunya kalau sedang mengendarai motor. "Pantas saja kau terlibat rencana perjodohan orang tuamu. Kuyakin kalau kau mencari pacarpun tidak akan dapat, sikapmu yang seperti ini membuat gadis-gadis ketakutan, Jongin."
Salah satu teman Jongin datang dengan motor besar putihnya, menanyakan apa yang terjadi kepadanya tapi Jongin bergumam semua baik-baik saja. Tampaknya disini Kyungsoo yang tidak baik-baik saja. Gadis itu pening memikirkan ucapan Baekhyun tadi.
Perjodohan? Jongin?
"Aku minta maaf oke?"
"Bicara pada Kyungsoo." Baekhyun menarik lengan Kyungsoo yang mendadak tidak bertenaga untuk berdiri lebih dekat dengan pemuda itu.
Kyungsoo tiba-tiba mengalami pikiran kacau hingga lututnya nyaris tidak dapat di tegakkan. Sewaktu matanya bertemu dengan mata kelam yang seolah-olah mampu membuatnya tersiram air dingin, ia gagal untuk bersikap seperti biasanya. Pemuda itu mengenakan helm fullface, sehingga Kyungsoo tak bisa melihat wajahnya keseluruhan.
"Maaf soal tadi."
Dia bicara padamu, Kyungsoo! Sadarlah! Dia sedang bicara padamu!—"Ti-tidak apa-apa." Suara Kyungsoo tercekat dan dingin, ia salah tingkah. Tapi perhatiannya lebih terpusat pada masalahnya sendiri, tentang pria seperti apa putra dari tuan nyonya Kim yang sebagai teman Minseok. Tapi kali ini Baekhyun berhasil menarik dirinya menjauh dan mengusir pemuda yang Kyungsoo tidak salah dengar bernama Jongin itu.
"Kau serius tidak apa-apa? Ada yang luka?" Luhan bertanya penuh perhatian, dan Kyungsoo patut memberi jawaban meyakinkan agar teman-temannya tidak perlu khawatir.
Kyungsoo dan Baekhyun yang awalnya satu SMA dan masuk pada kampus yang sama di Tokyo, mereka sama-sama ikut perpindahan khusus kemari sekitar satu minggu yang lalu sebelum masuk semester akhir. Tapi Baekhyun yang punya teman sekolah menengah seperti Luhan dan Zitao benar-benar membuat Kyungsoo lebih mudah punya teman disini.
Jongin kembali menyalakan motor sport hitam mengilatnya begitupun dengan temannya, barulah orang-orang mulai berhamburan tak peduli. Tapi saat mereka menoleh lagi, teman Jongin yang menunggangi motor putih itu membuka kaca helm, mengedipkan mata yang Kyungsoo yakin seribu persen tertuju kepada Luhan.
"Apa-apaan dia?" Baekhyun tergelak setelah pemuda itu pergi menyusul Jongin. Meski Baekhyun dikenal paling ceroboh bahkan dia menyadari hal ini. "Hei Lu, teman Jongin memberimu kode. Dia berkedip padamu 'tuh."
"Ha? Omong kosong, mungkin dia sakit mata." Baekhyun terkekeh ketika wajah Luhan tiba-tiba memerah. "Jongin dan temannya tadi memang menyebalkan sewaktu SMA. Aku bahkan kena sial karna dulu satu kelas, dan sekarang malah satu kampus. Kalau kalian jadi aku kujamin melihat mereka saja sudah membuatmu muak." Kata Luhan sambil mendengus.
Baekhyun tertawa lebih keras selagi berjalan masuk ke dalam kedai kopi. Seandainya bukan karna hal lain mungkin Kyungsoo juga ikut tertawa. Tapi rasa penasaran itu memaksanya untuk bertanya dari mana Baekhyun mengenal Jongin, gadis itu 'kan melanjutkan SMA di Tokyo. "Baek, kau juga kenal pria tadi? Jongin?"
"Hm." Baekhyun mengangguk, tidak berpikiran apapun kenapa Kyungsoo justru membahas ini. "Ibu Jongin adalah adik ibuku. Bukan benar-benar kakak beradik 'sih, ibu Jongin dan ibuku.." Baekhyun berhenti untuk menyeruput bubble tea milik Luhan. "Mereka hanya saudara tiri. Meski begitu Jongin ini sepupu paling bandel. Maafkan dia ya, Kyung."
"Betul," Luhan mengangguk, "..bahkan dulu aku bosan mendengar terguran guru. Lagi-lagi Kim Jongin dan kawan-kawannya."
Kyungsoo spontan terbatuk-batuk tanpa alasan hingga Luhan menyodorkan bubble teanya untuk ia minum.
"Ya Tuhan, kau ini kenapa 'sih Kyung?"
"Sebentar, aku pesankan latte untukmu ya."
Kim? Jongin? Kim Jongin?—Ya Tuhan, jangan.. jangan Kim Jongin yang itu!
.
.
Pada akhirnya harapan Kyungsoo tidak berarti apa-apa. Keluarga Kim telah sampai tepat pukul delapan malam ini, mereka berbincang tanpa canggung namun Kyungsoo justru sangat kaku. Putra mereka yang bernama Kim Jongin dengan kurang ajarnya datang terlambat lima belas menit. Tapi Kyungsoo berani menyambut sendirian ketika Jongin memarkirkan motor hitam mengilap itu di beranda rumahnya.
"Kau," Kyungsoo berusaha agar tidak tersedak udara kosong. Kenapa? Kenapa harus Kim Jongin yang ini? Ia tak mampu lagi menyerukan rasa terkejutnya, Kyungsoo perlu bicara dengan pria muda itu. "Ikut aku." Katanya memerintah lalu berjalan ke halaman belakang, bahkan sebelum Jongin melepas helm dan turun dari motor.
"Kenapa kita kesini?"
Kyungsoo nyaris sakit jantung ketika ia berbalik tubuh Jongin begitu dekat dengan wajahnya, bertanya-tanya mengapa pria ini menyusulnya begitu semangat? Ia mundur beberapa langkah dengan limbung karna terkejut. Sadar akan jarak mereka Jongin pun menjauh dan memberi Kyungsoo kesempatan menarik napas.
"Woy Do Kyungsoo, aku tanya kenapa kita kesini? Kenapa tidak masuk—"
"Tunggu. Woy? Memangnya aku temanmu apa? Beginikah caramu bicara pada perempuan?"
Jongin menghela napas melihat wajah kesal dihadapannya. "Baiklah, maaf." Katanya, tapi permintaan maaf itu seperti main-main. "Aku sebelumnya tidak punya teman perempuan. Semua temanku laki-laki."
Meski mendengus pada kebiasaan buruk pria itu tapi Kyungsoo baru bisa melihat wajah dan sosok sebenarnya siapa Jongin ini. Dari cahaya lampu yang temaram, ia mengamati wajah Kim Jongin lekat-lekat. Terperangah, entah dari mana alasan bisa menilai dia begitu serupa dengan... Kai.
Kyungsoo menahan diri untuk tidak berlari masuk ke pelukan pemuda itu, berestimasi sebagai orang yang dirindukan, orang yang telah pergi jauh, orang yang selama ini menghantui Kyungsoo dalam mimpi dan sekelebat datang pada lamunannya. Ia merindukan Kai. Perasaan yang terakumulasi selama bertahun-tahun seakan meledak sewaktu melihat Jongin.
Kyungsoo sadar ia begitu menderita. Ia sangat sulit melupakan masa lalunya. Hatinya sesak sejak bertahun-tahun dan belum ada pertolongan bagi luka dalamnya yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.
Orang yang dicintai meninggalkan kita untuk orang lain memang lebih sakit, tapi orang dicintai meninggalkan kita ke dunia yang jauh bahkan lebih buruk. Kai pergi tanpa bisa melihat wajahnya lagi, menyisakan kenangan manis yang pupus seperti impian tak tercapai.
Mendengar pria itu berdeham, Kyungsoo bahkan tak peduli selagi belum berhenti memandangi wajah Jongin. Ia penasaran.. apakah Jongin adalah wujud reinkarnasi dari Kai? Tapi pemuda itu terlihat tidak ada sikap lemah lembutnya sama sekali, pun bicaranya sedikit tak sopan, suaranya juga terkesan husky dan dalam. Betapa aneh, meskipun mirip tapi Kyungsoo gagal melihatnya sebagai Kai.
Dia begitu mirip.. tapi juga begitu berbeda.
"Apa?"
"Ti-tidak." Kyungsoo pasti terlalu lama menatap Jongin, "Tidak apa-apa." Sial. Rasa-rasanya ia membuat dirinya sendiri gugup karna terus melihat wajah pemuda itu. Karna Jongin tampak tidak nyaman, dia lalu berjalan beberapa langkah dari hadapan Kyungsoo.
"Kita dijodohkan ya?" Pria itu bertanya, suaranya dibuat agar suasana mereka tidak terlalu kaku sambil mengeluarkan kotak rokok dan pemantik api dari jaket kulitnya. "Kau pasti berpikir perjodohan itu kuno sekali."
Jangan lagi!—Semua orang tahu resiko menghisap benda yang mematikan itu. Kai diam-diam merokok dibelakangku dan berakhir membuatnya terbunuh pelan-pelan. Jangan lagi! Kyungsoo spontan mendekat, meraih batang rokok yang nyaris Jongin nyalakan lalu menginjak-injaknya sampai hancur.
"Apa-apaan?!" Jongin yang membentak sikapnya jauh lebih menakutkan, tapi Kyungsoo sama sekali tidak takut. "Apa masalahmu denganku?"
"Masalahmu denganku?" Kyungsoo mengangkat sudut bibirnya ke atas. "Tentu saja karna kita berdua dijodohkan. Dan maaf aku tak suka bau tembakau di sekitar rumahku."
Meski tahu Jongin mengumpat diam-diam, Kyungsoo lebih suka dia mengumpat daripada menghisap. Gadis itu pening jika menatap wajah Jongin. Seolah-olah ada Kai dalam versi yang berbeda, tapi tidak.. tidak, tidak. Dia bukan Kai. Bukan. Jongin seratus—bahkan seribu persen beda dari pria yang sudah tenang di alamnya. Inilah yang membuatnya gagal melihat pria itu sebagai Kai, itu semua karna Jongin berbeda—sangat berbeda.
Jika dibandingkan, Kai adalah pria yang ramah, gaya berpakaiannya rapi, kulitnya putih pucat, suka bermain game, tapi satu sikapnya yang buruk yaitu merokok—diam-diam. Sementara Jongin, oh Tuhan... Kyungsoo sampai menggeleng tak habis pikir. Sudah perokok, pria itu pula berpenampilan seperti preman.
Jongin mengenakan celana jeans robek di bagian lutut, kaus putih dan jaket kulit hitam, ada rantai yang menjuntai dari tempat ikat pinggang ke saku, anting kecil perak mengilap terpasang di telinganya. Mungkin Jongin menamainya style anak motor yang keren, tapi Kyungsoo melihat pria itu seperti penculik anak-anak.
Well, tampilannya 'formal' sekali untuk datang di pertemuan keluarga seperti ini, bukan? Kyungsoo jadi menyesal menggunakan gaun cantik caramel pemberian Minseok, tahu begitu ia pakai piyama saja sekaligus beranjak tidur jika pertemuan menyebalkan ini selesai.
Jongin sama sekali tidak bersikap ramah pada Kyungsoo, setidaknya untuk kesan pertama. Kalau Kai suka bermain game tampaknya pria itu lebih suka bermain game di dunia nyata. Kyungsoo dengar Jongin pernah tinggal di luar negeri sampai sekolah menengah, karna sering ke pantai mungkin itulah yang membuat kulitnya putih kecoklatan tapi demi Tuhan—sial, Kyungsoo harus mengakui.. ia baru pertama kali melihat seorang pria begitu seksi dengan sensualitas maskulin yang memikat.
Menyadari dirinya melamun lagi, Kyungsoo berdeham lalu bertanya, "Well, kau sudah tahu namaku?"
"Siapa yang tidak tahu adik Park Chanyeol yang baru datang dari Jepang.. atau baru kembali? Dan kemarin, sebenarnya aku sengaja ingin menabrakmu."
"Jadi itu kau?" Kyungsoo bersungut-sungut, meskipun sebenarnya ia berasumsi kalau itu benar. "Kim Jongin, kau gila."
"Begitulah caraku menarik perhatian."
"Dengan cara yang gila?"
"Kurasa kau gadis yang cukup cerdas, Kyungsoo." Jongin tertawa kecil, rasa jengkelnya karna rokok yang diinjak telah meluap. Bagus sekali menyebut Kyungsoo 'cukup cerdas', gadis ini menggurutu diam-diam meski agak terpesona pada senyum tipis yang pria itu tunjukkan secara singkat.
"Untung saja kemarin Chanyeol tidak melihat adiknya nyaris terserempet." Katanya, ia melangkah mendekat tapi Kyungsoo bergerak mundur. "Kata ibuku kau dan Chanyeol berbeda ibu ya?"
"Begitulah." Sebenarnya Kyungsoo penasaran dari mana Jongin mengenal kakaknya. Tapi segera paham ketika pemuda itu mengaku kalau Chanyeol adalah teman sekolah. Mengingat perkataan Luhan kemarin, ia menyesal kalau kakaknya benar-benar salah satu teman SMA Jongin mereka pasti sangat bandel waktu itu.
Mengingat lagi ayahnya yang menghamili dua wanita di tahun yang sama membuat Kyungsoo tiba-tiba sedih. Ia dan Chanyeol hanya terpaut tujuh bulan. Bahkan sang ayah lebih dulu menghamili selingkuhan—atau istri keduanya yang sebagai ibu Chanyeol dibanding Minseok yang berstatus istri resmi pertama. Karna itu Minseok lantas mengajukan cerai dan tak sudi memargai Kyungsoo dengan 'Park'.
"Chanyeol berpacaran dengan Baekhyun. Kau tahu itu?"
"Aku tahu." Jawab Kyungsoo, tapi demi Tuhan dia baru mendengar soal itu. Selama ini Kyungsoo tidak mau tahu siapa pacar Baekhyun. Pantas saja gadis Byun itu selalu bilang 'kau pasti terkejut kalau tahu siapa pacarku'. Kyungsoo mendengus karna Chanyeol menyembunyikan hubungannya seperti ini, atau Baekhyun yang tak mau terus terang. "Kudengar kau pernah tinggal di Amerika?"
"Ya, hanya untuk sekolah dasar sampai menengah, setelah lulus aku melanjutkan SMA disini." Jawab Jongin sambil menenggelamkan tangannya ke saku. Perlakuan itu membuat sosoknya terlihat maskulin dan cool tapi menurut Kyungsoo justru terkesan angkuh dan sok keren.
"Aku tidak paham denganmu. Apa enaknya tinggal di negeri orang. Dari usia delapan tahun kau sudah menetap di Tokyo 'kan? Bahkan sudah masuk kuliah disana dan malah ikut perpindahan khusus kesini. Kenapa tidak selesaikan saja kuliahmu?"
Pria itu tahu dari usia berapa Kyungsoo pindah ke Jepang. Seolah-olah Jongin mengetahui tentang kehidupannya dan Kyungsoo khawatir ini ada kaitannya dengan Chanyeol yang menceritakan soal dirinya, tapi ia tak peduli. Seberapapun minat Jongin kalau Chanyeol benar-benar cerita, Kyungsoo tidak merasa terkesan.
"Apa yang membuatmu tinggal begitu lama disana?" Jongin bertanya lagi.
Membuat Kyungsoo penasaran apakah nyonya Kim juga sering menceritakan tentang dirinya kepada Jongin? Rasanya Minseok pasti membicarakan soal anak-anak dengan ibu Jongin. Dari yang Kyungsoo lihat, dia seperti bukan tipe pendengar yang baik, pria itu cenderung angkuh dan tidak peduli. Tapi siapa sangka bahkan dia tahu apapun tentang dirinya dibanding Kyungsoo yang tahu sedikit bagaimana Kim Jongin itu.
"Aku hanya.."—belum bisa merelakan Kai—"..ingin saja." Tapi Kyungsoo tidak mampu menjawab sesuai isi hatinya.
"Ingin?" Dahi Jongin mengerut ringan. "Begitu. Oh ya, apa kau masih perawan?"
Kyungsoo merasa dirinya mendadak tuli. Apakah pria di depannya barusan bertanya soal kegadisan? "Maaf?"
"Kau tinggal lama di Tokyo, bukan? Apakah payudaramu juga masih kencang? Sebagai perempuan yang akan di jodohkan denganku aku hanya ingin tahu saja."
Rasanya Kyungsoo ingin mencekik leher Jongin demi Tuhan. "Tidak semua yang tinggal di Tokyo seperti itu." Kyungsoo membalasnya geram. Bukan hanya begajulan, tapi Kim Jongin ini sepertinya selalu berpikir mesum hingga tidak peduli telah bicara terang-terangan dan tidak senonoh.
"Oh, berarti kau salah satu yang tidak termasuk seperti itu." Katanya sambil menyeringai, niat untuk lebih dekat dan mengobrol dengan Kyungsoo membuatnya kaku, terlebih mereka terus berdiri sejak tadi. "Bisa kita masuk? Setengah jam lagi aku harus pergi."
"Kemana?" Kyungsoo agak kaget bertanya dengan nada cemas, ia menyesal takut-takut Jongin menganggapnya suatu kekhawatiran. "Maksudku kau masih ada urusan penting disini."
"Pergi ke suatu tempat juga urusan penting buatku. Aku ada janji ikut balap."
"Balap?"
Jongin hanya mengangguk sekali.
"Balapan ilegal maksudmu?"
"Tepat." Katanya, dia menyeringai lagi. "Mengingat aku yang hampir menyerempetmu, kau pasti berasumsi kalau aku meyukai balap liar, bukan?"
Dalam hati justru Kyungsoo mengatakan kalau ia berspekulasi pria itu mirip dengan Kai, tapi tidak dengan kepribadiannya.
Dia benar-benar berbeda.
Jongin sudah berjalan meninggalkan Kyungsoo yang mematung, tapi sebelum sempat menjauh ia tiba-tiba berbalik. "Oi Kyungsoo," Panggilnya, suaranya sama sekali tidak ramah seolah-olah Kyungsoo adalah kawan yang bebas bercakap kasar, ya Tuhan dia 'kan perempuan, sama sekali tidak patut. "..soal perjodohan...—"
Kyungsoo berdebar menunggu kalimat selanjutnya.
"—aku tidak bisa menolaknya."
TBC
Halo? Ada yang masih inget aku? Tidak juga tidak apa-apa kkkk~
Aku tahu ini kepanjangan, aku jadiin satu page prolog dan chapther satunya hehe.
Sesuai janji wey karna pernah ga tamat nulis beauty of match aku ganti yang ini ya.. ceritanya sama kaya kemarin kalo masih ada yang inget cuma aku rombak ulang, tulis ulang dan banyak yang aku rubah termasuk aku buat Kai dan Jongin adalah dua orang yang berbeda.
Ah, wey seneng bisa comback ff kaisoo lagi di tgl istimewa. Heuheu..
Dan, selamat hari kaisoo! happy kyungie day! happy kaisoo day! happy jongin day!
Terima kasih sudah baca!
130117,
wey~